Anda di halaman 1dari 13

REVISI TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK

Model-model Kebijakan Publik Menurut Merilee S. Grindle

KELOMPOK 5 :

1. Daniar Septasari (15040263051)


2. Fahmi Afrizal (15040263053)
3. Elok Rojabiah H. (15040263055)
4. Aprillia Mutiasari H. (15040263060)
5. Meirina Rachmawati (15040263064)
6. Novtantina Reynitalia (15040263069)
7. Ufi Rahmi Rozani (15040263078)

DIII ADMINISTRASI NEGARA


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
FRONTAGE ROAD
Frontage Road (FR) yang menghubungkan Surabaya- Sidoarjo

Proyek frontage road (FR) yang menghubungkan Surabaya- Sidoarjo sudah bisa
dikerjakan tahun ini. Pasalnya, beberapa perusahaan yang terkena proyek mau
menghibahkantanahnya.

PT Maspion 2 di Buduran dan PT Maspion 3 di Gedangan sudah mau menghibahkan


tanahnya ke Pemkab Sidoarjo untuk diadakan pembangunan jalan baru atau frontage
roaditu.

Frontage road adalah jalan paralel dengan jalur utama.Di negara-negara maju, jalur ini
merupakan akses masuk menuju ke perumahan, toko, rumah, industri, dan pertanian.
Jalur frontage road di Surabaya dan Sidoarjo dibangun sepanjang Jalan Ahmad Yani
Surabaya menuju Waru, Sidoarjo. Tanah yang dibutuhkan untuk frontage road lebarnya
10 meter dengan panjang jalan sekitar 13 km. Lahan untuk jalan saja diperkirakan 7
meter terdiri dari dua lajur yang akan saling terhubung, dan yang 3 meter dimanfaatkan
badanjalan.

Frontage road untuk kepentingan bersama. Jadi kita harus dukung,tandasnya. Bupati
Sidoarjo H Saiful Ilah juga mengakui jika pihak Maspion mau menghibahkan tanahnya
untuk kepentingan jalan.Tahun 2013 ini langsung dibangun agar bisa segera
difungsikan,pintanya.

Ketua Komisi C DPRD Sidoarjo, H Nur Ahmad Syaifuddin mengatakan pembangunan


jalan itu bisa memecah konsentrasi kemacetan arus lalu lintas baik dari Sidoarjo atau
Surabaya. Apalagi kondisi kendaraan baik itu motor atau mobil dari tahun ke tahun terus
bertambah. Jika sudah ada perusahaan yang menghibahkan lahannya, tahun ini segera
dibangun. Saya optimis perusahaan mau menghibahkan lahannya. Itu kan untuk
kepentingan perusahaan juga, papar politisi PKB itu (http://www.seputar-
indonesia.com/news/tanah-maspion-untuk-jalan)

Beberapa titik seperti perempatan Gedangan, pertigaan Jalan Seruni, perempatan jalan
lingkar timur, dan depan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) selama ini juga
dikenal sebagai tempat langganan angkot yang tidak aturan dan terkesan mokong untuk
mengetem.

Dalam lima tahun terakhir, 20082012, praktis tak ada penambahan jalan signifikan.
Sejauh ini, panjang jalan di Sidoarjo belum banyak bergeser dari angka 11.797 kilometer
persegi.
Alokasi dana dalam APBD juga belum tergambar serius. Sebenarnya, Sidoarjo tinggal
melanjutkan FR yang sudah dibangun Surabaya. Relatif tidak sulit untuk
mewujudkannya.

Permasalahan dan penyelesaian

1) Masalah :

Frontage Road Surabaya Hampir Selesai, Sia-Sia Bila Pemkab Sidoarjo Tak Segera
Lanjutkan Di Sisi Timur Waru

DPRD Surabaya kembali mendesak dilakukannya kajian rekayasa lalu lintas di sekitar
Bundaran Waru, utamanya terkait dengan Frontage Road (FR) sisi timur di Jl. A Yani
yang tembus ke Bundaran Waru. Bila FR di sana sudah rampung, maka dipastikan
akan terjadi kemacetan jika tanpa rekayasa.

Salah satu wacana rekayasa lalu lintas di sana adalah dibanggunnya underpass
ataupun flyover dari FR sisi timur A Yani ke sisi barat Bundaran Waru.

Belum selesai dibangun saja, arus kendaraan dari Surabaya yang mau keluar kota
sudah padat, lalu bagaimana jika Frontage Road-nya sudah jadi. Saya pastikan arus
kendaraan akan krodit di sana, terang Agus Sudarsono, Anggota Komisi C DPRD
Surabaya, Kamis (17/10).

Atas kondisi itu, lanjutnya, Pemkot harus berkoordinasi dengan Dinas Perhubungan
(Dishub) Sidoarjo untuk rekayasa lalu lintas di sekitar Bundaran Waru. Paling tidak
ada kesepahaman dalam pengaturan arus lalu lintas dari Surabaya ke Sidoarjo.

Penyelesaian :

Atas kondisi itu, pihaknya mempunyai dua alternatif jika nantinya jalur FR sisi timur
masuk ke Bundaran Waru. Alternarif itu, dengan membuat underpass ataupun flyover
yang memutar berujung di sisi barat Bundaran Waru. Dengan demikian terjadinya
kepadatan arus lalin terutama menuju ke Sidoarjo bisa dihindari.

Selain itu, Frontage Road juga diarahkan belok ke kiri langsung menuju ke akses jalan
Tol Juanda. Sedangkan, untuk akses dari Frontage Road lurus ke Sidoarjo harus bisa
dikurangi untuk menghindari penumpukan lalu lintas di terminal petikemas Waru.

Sekarang ini sudah saatnya masalah pengaturan lalu lintas di sekitar bundaran Waru
dipikirkan. Karena hal itu terkait dengan ujung Frontage Road sisi timur bagian
selatan tersebut mengingat pembangunan Frontage Road hampir selesai semua, kata
Agus.
Memang, diakui Agus, FR sisi timur untuk bisa memberikan jaminan kelancaran arus
lalu lintas juga tergantung dari wilayah Kabupaten Sidoarjo. Rasanya upaya
memperlancar arus lalu lintas akan sia-sia jika tidak diimbangi oleh pembangunan
jalan lanjutan oleh Pemkab Sidoarjo. Karena tujuan awal dari pembangunan FR untuk
mengurangi kepadatan kendaraan dijalur protokol Surabaya-Sidoarjo.

Kami berharap Pemkab Sidoarjo segera mewujudkan pembangunan Frontage Road


sisi timur juga sehingga tujuan mengurangi kepadatan arus bisa dicapai, tapi kalau
tidak kemacetan pasti akan terjadi di sekitar Bundaran Waru, terangnya.

Tunjung Irwandaru, Kasubid Rekayasa Lalu Lintas Dishub Surabaya, mengatakan,


arus lalu lintas jalan FR Jl Ahmad Yani nantinya akan direka ulang. Khusus di sekitar
Bundaran Waru rekayasan lalu lintasnya akan dilakukan setelah pembangunan FR di
Siwalankerto selesai semuanya. Tentu kami akan merekayasa ulang arus lalu lintas
di sana, sedangkan kapan dilaksanakan akan dilakukan setelah Frontage Road di sana
tuntas,ujarnya.
sumber: surabayapost

2) Masalah :

Rencana pembangunan frontage road (FR) Waru-Buduran semakin molor. Hal ini
disebabkan belum selesainya pembebasan lahan, terutama milik perorangan.

Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Bina Marga (BM), Sigit Setyawan, mengatakan
permasalahan utama pembebasan lahan karena belum jelasnya batas-batas antara
lahan milik PT Kereta Api Indonesia (KAI) dengan warga sekitar.

"Batas-batasnya masih tumpang tindih antara milik PT KAI dengan warga. Masih
banyak yang tidak sinkron antara sertifikat dengan kondisi riil di lapangan," kata
Sigit, Kamis (14/4/2016).

Padahal, lanjutnya, lahan perseorangan pada pembangunan FR ini hanya 31 persen


dari total panjang jalan. Mantan Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan
(DKP) Sidoarjo ini memaparkan dari 9.200 meter panjang FR, sepanjang 2.850 meter
di antaranya adalah milik warga. Sisanya, milik swasta (4.750 meter) dan instansi
pemerintah (1.600 meter).

Kendati demikian, meski hanya 31 persen, jumlah pemilik lahan sangat banyak,
sekitar 250 warga. Hal ini pula yang membuat PU BM kesulitan membebaskan lahan
karena masing-masing warga menilai tanah mereka sendiri-sendiri.

"Apalagi berbenturan dengan lahan PT KAI. Dua-duanya punya sertifikat sah, tapi
kondisinya berbeda," sambungnya.
Sigit menuturkan bulan ini juga pihaknya akan berkoordinasi dengan PT KAI Pusat di
Bandung untuk menyamakan ketidaksinkronan tersebut.

"Bahkan bisa jadi rapat di sana (Bandung)," ungkapnya.

Sigit menerangkan rapat ini berkaitan dengan penghibahan aset BUMN ke Pemkab.
Ada sedikit kendala administrasi terkait penghibahan ini, meski secara de jure kedua
belah pihak setuju lahan tersebut dimanfaatkan menjadi FR.

"Meski sama-sama instansi negara, kami ingin hibah ini legal, sesuai Undang-Undang
(UU). Walau untuk kepentingan umum, aset ini harus bisa dipertanggungjawabkan,"
jelasnya.

Prosedur yang sama juga akan diterapkan pada lahan hibah milik TNI AL di kawasan
Aloha. Meski telah sepakat menghibahkan, namun belum ada penyerahan secara
resmi karena terkendala administrasi.

"Kalau pembahasan dengan PT KAI beres, yang instansi pemerintah lainnya juga
menyusul. Kami juga akan konsultasi ke Kejaksaan Agung agar prosedur hibah ini tak
berbenturan dengan hukum," paparnya.

Penyelesaian :

Pembebasan lahan frontage road sisi timur BuduranWaru hingga kini memang
belum 100 persen tuntas.

Meski demikian, pemkab mulai membangun beberapa lahan yang beres. Selasa (21/6)
lahan di depan PT KIMM, mulai perempatan Gedangan ke selatan, telah diratakan.

Selanjutnya, dibangun frontage road. Kepala Dinas PU Bina Marga Pemkab Sidoarjo
Sigit Setiawan menyatakan, pengerjaan fisik frontage road mulai perempatan
Gedangan ke selatan sepanjang 300 meter itu dibangun langsung oleh PT KIMM.

Kebijakan tersebut berdasar kesepakatan antara perusahaan dan pemkab.

Kebetulan memang PT KIMM sangat memerlukan pembangunan jalan di depan


perusahaannya secepatnya, ujarnya.

PT KIMM sendiri rencananya membangun usaha properti. Karena itu, perusahaan


tersebut suka rela membangun frontage road dengan biaya sendiri.

Meski begitu, PT KIMM juga meminta pemkab untuk mengarahkan agar


pembangunan jalan di depan perusahaan sesuai standar.

Saya sudah cek ke lapangan, pembangunannya sudah sesuai standar pemkab.


Materialnya juga dibawa ke laboratorium, tuturnya.
Pengerjaan fisik proyek frontage road sepanjang 300 meter yang dibangun PT KIMM
dimulai dari perempatan Gedangan hingga saluran air.

Rencananya, saluran air tersebut menjadi tanggung jawab pemkab dan akan dibangun
jembatan dengan pemasangan box culvert dari beton.

Namun, hal itu belum dilakukan lantaran proses hibah tanah milik perusahaan masih
belum deal.

Sigit mengatakan, ada dua perusahaan di sepanjang Jalan Raya Gedangan yang belum
menuntaskan proses hibah. Yakni, PT Bumi Papan Jaya dan PT IMSI.

Karena itu, pembangunan jembatan dan jalan untuk meneruskan akses depan PT
KIMM masih belum bisa dilakukan.

Kami masih komunikasikan dengan perusahaan bersangkutan. Setelah itu, kami baru
bisa membangun jembatan dan jalan, tuturnya.

Dinas PU bina marga sudah membuat desain jembatan dan jalan di depan perusahaan
tersebut. Namun, desain itu diubah. Sebab, belum ada kesepakatan mengenai proses
hibah lahan.

Total anggaran yang disediakan pemkab untuk membangun jembatan dan jalan tahun
ini mencapai Rp 5 miliar.

Anggaran tersebut diplot untuk membangun dua jembatan. Yakni, saluran air di
perbatasan PT KIMM dan PT IMSI di Jalan Raya Gedangan serta di Desa Tebel,
Kecamatan Buduran.

Adapun jalur frontage yang akan dibangun pemkab berada di depan PT IMSI ke
selatan hingga PT Jayaland sepanjang sekitar 500 meter.

Juga, di depan PT Dwi Selo Giri Mas sepanjang sekitar 500 meter. Yang jelas, kalau
sudah ada titik temu dengan perusahaan-perusahaan tersebut, kami segera tindak
lanjuti, jelasnya.

Total ada 33 perusahaan yang tanahnya akan digunakan untuk pembangunan frontage
road. Hingga kini, proses hibah lahan yang beres baru 11 perusahaan. Sisanya masih
dalam proses.

Sampai sekarang masih belum bertambah. Kami akan terus berupaya. Tentu kami
dan juga masyarakat berharap perusahaan itu legawa demi kepentingan bersama,
paparnya.

Pembebasan lahan frontage road milik warga hingga kini juga masih terus berjalan.
Sejauh ini kantor Pertanahan Sidoarjo telah menuntaskan peta bidang di lima desa.
Total ada 103 peta bidang yang sudah diterbitkan. Yakni, Desa Kedungrejo (14 PBT),
Sruni (21 PBT), Tebel (14 PBT), Buduran (21 PBT), dan Banjarkemantren (33 PBT).

Rencananya, hari ini (22/6) PU bina marga mengundang kantor pertanahan untuk
menindaklanjuti peta bidang yang sudah selesai ke tahap appraisal.

Kami akan tagih peta bidang yang sudah diterbitkan. Kami juga akan tanyakan peta
bidang mana saja yang sudah bisa diproses appraisal, ujar Sigit.

Sementara itu, Selasa (21/6) Komisi C DPRD Sidoarjo juga memanggil Dinas PU
Bina Marga dan Kantor Pertanahan Sidoarjo untuk membahas perkembangan frontage
road.

Para wakil rakyat ingin mendengarkan langsung kendala pengerjaan jalur pendamping
jalan arteri itu.

Sebab, frontage road tersebut diharapkan mampu mengurai kepadatan jalur Waru
Jenggolo yang makin memprihatinkan.

Hearing dimulai pukul 10.00. Dalam pertemuan itu, Kabid Pembangunan dan
Peningkatan Dinas PU Bina Marga Sidoarjo Sulaiman melaporkan, di antara
panjang frontage road yang mencapai 9,2 kilometer, saat ini lahan yang dibebaskan
dan dikerjakan 2,1 kilometer.

Masih banyak perusahaan yang belum menghibahkan lahan. Namun, kami terus
melakukan pendekatan, katanya.

Sulaiman menambahkan, persoalan lain menyangkut peta bidang. Di antara 281 peta
bidang, ada 238 yang bisa dikeluarkan kantor pertanahan. Sisanya, 43 peta bidang
masih bermasalah.

Susanto, Kasubsi Pengukuran Kantor Pertanahan Sidoarjo, memerinci permasalahan


tersebut. Ada empat bidang tanah yang mengalami ketidakcocokan pengukuran antara
warga dan PT KAI.

Lalu, lima bidang tanah memiliki dua sertifikat ganda. Yakni, dimiliki TNI-AL dan
PT KAI. Adapun 34 bidang sisanya, belum jelas batas tanah antara milik PT KAI dan
warga.

Di sertifikat tidak tertera milik PT KAI. Tapi, menurut sejarah, tanah itu milik PT
KAI, ujarnya.

Susanto menyatakan, kantor pertanahan, Bina Marga, warga, serta PT KAI sudah
turun lapangan. Tujuannya, mengecek batas tanah di 34 bidang tersebut.

Hasilnya, tidak ada tanah milik PT KAI yang ada di dalam tanah warga. Namun,
persoalan tersebut tidak lantas selesai.
Kantor pertanahan belum bisa mengeluarkan sertifikat tanah atas nama warga.
Menurut dia. PT KAI harus mengubah status tanah lebih dulu.

Harus ada keputusan dari pimpinan PT KAI di Bandung, ucapnya.

Ketua Komisi C DPRD Sidoarjo Achmad Amir Aslichin meminta Dinas PU Bina
Marga segera mengatasi persoalan itu. Misalnya, tentang 34 bidang tanah.

Dia berharap setelah Lebaran permasalahan tersebut bisa tuntas. Bina Marga dan
Kantor Pertanahan Sidoarjo harus segera meminta kejelasan PT KAI, ungkapnya.

Untuk lahan milik perusahaan, dia meminta pemkab harus intensif berkomunikasi.
Dia menyatakan, selain mengurangi kemacetan, frontage road sangat menguntungkan
perusahaan bersangkutan.

Arus keluar-masuk kendaraan dari dan ke perusahaan menjadi lancar. Selain itu, jika
sudah tersambung frontage road, bakal menaikkan nilai tambah tanah.

Perusahaan seharusnya memberikan timbal balik pada pemkab, jelasnya.

Anggota Komisi C Ahmadi Jauhari menambahkan, pemkab seharusnya sudah


membangun tanah-tanah yang dibebaskan. Itu meniru gaya pembangunan tol.

Tujuannya, meringankan pembangunan dan membuktikan kesungguhan pemkab


kepada masyarakat. Jadi, tidak perlu menunggu sampai bebas semua, katanya.

Damroni Chudlori, anggota komisi lain, juga meminta pemkab menyinkronkan


pembangunan frontage road Sidoarjo itu dengan Kota Surabaya.

Jika tersambung, akan sangat menguntungkan bagi Sidoarjo. Selain mengurangi


kemacetan, perekonomian jadi meningkat, ujar anggota dewan dari PKB
tersebut. (ayu/aph/c15/c5/hud/sep/JPG)

Sasaran dan Tujuan Pembangunan Frontage Road

Sasaran :

1. Mengatur dan menyederhanakan lalu lintas dengan melakukan pemisahan tipe,


kecepatan dan pemakai jalan yang berbeda untuk meminimumkan gangguan terhadap
lalulintas.
2. Mengurangi tingkat kemacetan lalu lintas di tiap persimpangan atau mengurangi
volume lalu lintas pada suatu jalan. Melakukan optimasi ruas jalan dengan menentukan
fungsi dari jalan dan kontrol terhadap aktivitas-aktivitas yang tidak cocok dengan
fungsi jalan tersebut.
Tujuan :

1. Mendapatkan tingkat efisiensi dari pergerakan lalu lintas secara menyeluruh, dengan
tingkat aksesibilitas yang tinggi, menyeimbangkan permintaan dengan sarana
penunjang atau fasilitas pembangunan yang tersedia dan mampu memberi manfaat.
2. Meningkatkan tingkat keselamatan dari pengguna yang dapat diterima oleh semua
pihak dan memperbaiki tingkat keselamatan tersebut dengan sebaik mungkin.
3. Melindungi dan memperbaiki keadaan dan kondisi lingkungan dimana arus lalu
lintas yang sekarang masih sangat belum efisien sehingga menjadi efektif dan efisien.
4. Mempromosikan penggunaan energi secara efisien ataupun penggunaan energi lain
yang dampak negatifnya lebih kecil daripada energi yang ada.

Tahap Penyelesaian

Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sidoarjo terus menggeber
pembangunan Frontage Road (FR).
Satu caranya adalah mempercepat MoU dengan perusahaan-perusahaan yang terdapat
pada lintasan sisi timur jalan utama Sidoarjo-Surabaya.
Kepala Dinas PUPR, Sigit Setyawan, mengatakan pihaknya tengah mendekati 31
perusahaan agar bersedia menghibahkan sebagian lahannya.
"Dari 31 perusahaan, sudah 11 yang bersedia menyerahkan lahannya. Tinggal
diresmikan MoU-nya," kata Sigit di sela-sela pemberian M-Bonk Award di Maspion II,
Selasa (24/1/2017).
Sigit menuturkan, lahan perusahaan pada proyek FR ini mencapai 70 persen dari 9,2
km jalan yang direncanakan.
Saat ini, pihaknya telah menyelesaikan 2 km yang melintasi perusahaan Maspion II dan
II, Jaya Land, dan Comfeed.
Sigit mengakui anggaran PUPR tak mencukupi jika harus membeli lahan perusahaan
tersebut.
"Langkah MoU dengan perusahaan ini cara yang tepat untuk mengebut pekerjaan FR.
Kami mengapresiasi pihak perusahaan yang menghibahkan lahannya dengan cara
menyematkan M-Bonk Award kepada mereka," sambungnya.
Sigit menerangkan kendala utama justru ada pada pembebasan lahan milik warga.
Selain jumlahnya banyak, yakni 149 bidang lahan, terdapat ketidakcocokan data antara
sertifikat warga dengan bidang aslinya ketika diukur.
Kendati demikian, Sigit menyatakan terus mengerjakan FR ini sekaligus menyelesaikan
pembebasan lahan yang belum beres.
UNDERPASS

Rencana pembangunan underpass pertama di Surabaya tepatnya Jalan Ahmad Yani


akan segera terealisasi. Proyek telah diusulkan dalam program Tahun Anggaran 2017.
Dengan demikian, kepadatan arus lalu lintas (lalin) yang kerap terjadi di Bundaran
Dolog akibat crossing kendaraan yang melaju dari arah Sidoarjo menuju Jalan
Jemursari dapat segera terurai.

''Proyek tersebut diharapkan mampu mengurangi macet di Budaran Dolog,'' ujar Kepala
Satuan Kerja Perencanaan dan Pengawasan Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional
(BBPJN) VIII (sebelumnya BBPJN V) Yudi Widargo pekan ini di Surabaya, Jawa
Timur.

Awalnya, BBPJN VIII berencana membangun flyover sebagai upaya untuk mengurai
kemacetan di Bundaran Dolog. Namun, proyek itu urung dilaksanakan karena Wali
Kota Surabaya Tri Rismaharini menginginkan underpass.

Review design underpass telah dilaksanakan sebanyak dua kali. Nilai proyek juga
sudah dihitung. Pada desain sebelumnya, anggaran untuk underpass mencapai Rp 350
miliar. Tapi, setelah dihitung ulang, anggaran bisa ditekan menjadi Rp 273 milar,
terang Yudi.
Proyek yang akan didanai APBN ini telah masuk dalam rencana program tahun 2017.
Diharapkan pertengahan tahun 2017 pekerjaan konstruksi sudah mulai dilakukan.

Mudah-mudahan tidak terganggu karena adanya pemotongan anggaran, imbuh Yudi.

Yudi menerangkan, underpass Jalan Ahmad Yani bakal dibangun sepanjang 860 meter.
Lebarnya dua jalur dengan kedalaman 8 meter. Pengerjaannya membutuhkan waktu 30
bulan atau sekitar 2,5 tahun.

Underpass dibangun dua lajur yang letaknya di Jalan Ahmad Yani arah Surabaya
menuju Sidoarjo, pada dua jalur paling kanan. Satu lajur diatas tetap digunakan untuk
kendaraan yang mengarah ke Jalan Jemursari.

Underpass dimulai di seberang kantor Dinas Kesehatan Jatim atau sebelum traffic
light ke arah Jalan Jemursari keluar di depan ruko depan frontage road Jalan Ahmad
Yani, jelas Yudi. (Humas BBPJN VIII)
Tujuan :

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) akan membangun


underpass pertama di Surabaya, Jawa Timur tepatnya di Jalan Ahmad Yani pada 2017.
Dengan dibangunnya underpass tersebut, maka kemacetan yang sering terjadi di
Bundaran Dolog akibat crossing kendaraan yang melaju dari arah Sidoarjo menuju
Jalan Jemursari, dapat terurai.

Kepala Satuan Kerja Perencanaan dan Pengawasan BBPJN VIII, Yudi Widargo
menjelaskan pembangunan flyover sebagai upaya untuk mengurai kemacetan di
Bundaran Dolog. Namun setelah dilakukan evaluasi diputuskan untuk dibangun
underpass.

Review design underpass telah dilaksanakan sebanyak dua kali dan nilai proyek juga
sudah dihitung," ujar Yudi, Senin (22/8/2016).

Pengeluaran dan jangkauan pelaksanaan :

Pada desain sebelumnya, anggaran untuk underpass mencapai Rp 350 miliar. Tapi
setelah dihitung ulang, anggaran bisa ditekan menjadi Rp 273 milar.

Proyek yang akan didanai APBN ini telah masuk dalam rencana program 2017, dan
ditargetkan pada pertengahan 2017 pekerjaan konstruksi sudah dimulai.

Mudah-mudahan tidak terganggu karena adanya pemotongan anggaran, ucap Yudi.

Ia menerangkan, panjang underpass tersebut mencapai 860 meter dengan kedalaman 8


meter dan terdiri dari dua jalur. Pengerjaannya diperkirakan memakan waktu hingga 30
bulan atau sekitar 2,5 tahun.

Pembangunan underpass dimulai dari seberang kantor Dinas Kesehatan Jatim (Jawa
Timur) atau sebelum traffic light ke arah Jalan Jemursari keluar di depan ruko depan
frontage road Jalan Ahmad Yani, tutup Yudi.

Sasaran :
Permasalahan dan Penyelesaian :

Masalah :

Alokasi anggaran untuk Direktorat Jenderal Bina Marga dikurangi. Meski begitu,
pihaknya optimistis terus mematangkan proyek tersebut.

''Sebagai jalan penghubung antarkota antarpovinsi, harapannya ya bebas hambatan.


Termasuk masalah macet,'' jelasnya.

Sebenarnya berbagai cara telah dilakukan sejumlah pihak untuk mengurai kemacetan di
Jalan Ahmad Yani, khususnya di area Bundaran Dolog.

Mulai melebarkan Bundaran Dolog sisi barat jalur Sidoarjo-Surabaya hingga


menambah traffic light.

Sayang, upaya tersebut belum membuahkan hasil. Macet menjadi pemandangan sehari-
hari di area itu. Khususnya saat pagi dan sore.

Penyelesaian :

Anda mungkin juga menyukai