Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sektor transportasi merupakan sektor yang strategis dan semakin penting


dalam kelancaraan pembangunan bagi era industrialisasi di Indonesia. Salah
satu masalah yang menonjol dan belum teratasi hingga sekarang ini adalah
masalah kemacetan lalu lintas di perkotaan. Tingginya mobilitas penduduk
di Ibukota belum diimbangi dengan ketersediaan transportasi umum yang
aman, akibatnya kendaraan bermotor pribadi baik kendaraan sepeda motor
pertumbuhannya dari tahun ke tahun selalu meningkat akan tetapi tidak
sebanding dengan pertumbuhan panjang jalan.

Kendaraan merupakan alat yang digunakan untuk bermobilitas setiap orang


untuk berpindah dari suatu tempat ketempat yang lain. Kendaraan itu sendiri
bermacam ragamnya mulai dari kendaraan beroda empat dan kendaraan
roda dua. Kemajuan teknologi di bidang transportasi, kini modernisasi
seperti pada prasarana jalan, sarana angkutan dan perangkat lalu lintas
lainnya faktor selain perkembangan teknologi, ialah pertumbuhan ekonomi
yang menyebabkan pengguna jalan semakin meningkat intesitas pengguna
dan volume kendaraan. Negara Indonesia merupakan negara yang tingkat
pembelian kendaraan bermotor yang sangat tinggi dibandingkan negara
negara-negara lainnya.

Jumlah kendaraan mengakibatkan kepadatan lalu lintas yang sangat tinggi,


daya beli masyarakat terhadap pembelian kendaraan bermotor sangat tinggi
yang menyebabkan terjadinya lalu lintas menjadi macet apalagi di Jakarta
yang setiap harinya kendaraan bermotor mengalami peningkatan yang
cukup tinggi. Dimana dari tahun 2010 sampai tahun 2014 jumlah kendaraan
yang paling tinggi kepada jenis kendaraan sepeda motor. Masyarakat yang
lebih memilih sepeda motor dibandingkan dengan angkutan umum,
kendaraan bermotor itu lebih efektif dari pada angkutan umum karena
angkutan umum itu membuat masyarakat tidak nyaman dan aman,
banyaknya angkutan umum itu adanya kriminal yang sangat tinggi sehingga
masyarakat lebih memilih kendaraan bermotor.
Kemacetan adalah situasi atau keadaan yang tersendat atau bahkan
terhentinya lalu lintas yang disebabkan oleh banyaknya jumlah kendaraan
melebihi kapasitas jalan. Kemacetan banyak terjadi di kota-kota besar,
terutama yang tidak memiliki transportasi umum yang baik atau tidak
seimbangnya kebutuhan jalan dengan kepadatan penduduk, saat ini
kemacetan bukanlah hal yang aneh lagi bagi masyarakat yang tinggal dikota
besar. Kota-kota besar yang ada di Indonesia tak akan luput dengan
namanya kemacetan lalu lintas. Yogyakarta, Bandung, Malang, Medan dan
Jakarta merupakan kota yang memiliki angka kemacetan tertinggi di
Indonesia yaitu berada 100 besar di dunia. Dari tiga kota tersebut, Jakarta
lah yang menduduki peringkat pertama angka kemacetan di Indonesia yang
diperkirakan 55 jam per tahun. Maka dibangunlah Jembatan Semanggi
sebagai salah satu solusi untuk mengurangi kemacetan di Ibu Kota Jakarta.

Jalan layang Semanggi adalah jalan layang yang berada di persimpangan


antara Jalan Sudirman dan Jalan Gatot Subroto. Jalan layang ini dinamakan
"Semanggi" karena bentuknya yang menyerupai daun semangggi dan juga
wilayah pembangunannya dahulu merupakan daerah rawa yang dipenuhi
semanggi. Proyek ini mulai dibangun pada tahun 1961, pada masa
pemerintahan Soekarno dan masa jabatan Soetami, Menteri Pekerjaan
Umum Simpang Susun Semanggi merupakan salah satu contoh dari
persimpangan tidak sebidang yang ada di Indonesia. Sejak tahun 1961,
simpang susun Semanggi dianggap telah mampu mengatasi kemacetan Jalan
Jenderal Gatot Subroto yang berada melintang di atas Jalan Jenderal
Sudirman. Namun seiring dengan berjalannya waktu, volume lalu lintas
yang melintas simpang susun ini terus bertambah sehingga menyebabkan
kemacetan parah pada jam-jam puncak terutama di bagian jalan melingkar
yang memiliki lebar lebih sempit dibandingkan jalan utama. Hal ini
mendorong pemerintah provinsi DKI Jakarta untuk melakukan
pengembangan terhadap simpang susun Semanggi guna meningkatkan
kembali daya dukung Simpang Susun Semanggi dalam menangani
kemacetan di Ibukota. Dengan adanya Peraturan Gubernur Nomor 175
tahun 2015 tentang Pengenaan Kompensasi Terhadap Pelampauan Nilai
Koefisien Lantai Bangunan, pemerintah provinsi DKI Jakarta menyerahkan
proyek Pengembangan Simpang Susun Semanggi ini kepada PT. Mitra
Panca Persada sebagai kompensasi atas pengajuan izin penambahan
koefisien lantai bangunan gedung Wisma Sudirman, miliknya, yang mana
kemudian PT. Mitra Panca Persada menyerahkan pelaksanaan proyek
Pengembangan Simpang Susun Semanggi kepada PT Wijaya Karya
(Persero) Tbk. Pengembangan yang dimaksud adalah berupa pembangunan
ramp baru dari arah Grogol menuju Blok M dan dari arah Cawang menuju
Thamrin. Sehingga nantinya pengendara dari arah Grogol dapat langsung
belok di Semanggi menuju Blok M dan pengendara dari arah Cawang dapat
langsung menuju Thamrin tanpa melalui kolong Jembatan Semanggi seperti
saat ini. Selain itu juga, dilakukan pergeseran dan pelebaran loop akibat
adanya pembangunan ramp tersebut Simpang Susun Semanggi memiliki
total panjang lintasan 1,6 kilometer yang terdiri atas dua buah ramp, yaitu
Ramp 1 sepanjang 826 meter dan Ramp 2 sepanjang 796 meter. Ramp 1
digunakan untuk kendaraan dari arah Cawang menuju Bendungan Hilir
hingga Bundaran HI. Sedangkan Ramp 2 untuk kendaraan dari Slipi ke
arah Blok M

1.2. Rumusan Masalah

Adapun masalah yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu sebagai
berikut:
a. Apa itu Simpang Susun Semanggi?
b. Apakah kendala dalam pembangunan Simpang Susun Semanggi?
c. Kelebihan dan kekurangan Simpang Susun Semanggi?
d. Fakta menarik apa saja terkait Simpang Susun Semanggi?
1.3. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut:


a. Untuk mengetahui terkait Simpang Susun Semanggi.
b. Untuk mengetahui kendala dalam pembangunan Simpang Susun
Semanggi.
c. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan serta fakta menarik
tentang Simpang Susun Semanggi.

``
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Simpang Susun Semanggi

Simpang Susun Semanggi adalah jalan layang persimpangan di Jakarta hasil


rancangan Jodi Firmansyah sepanjang 796 meter yang menghubungkan
antara Grogol ke Senayan dan dari Jalan Sudirman menuju Cawang.
Simpang susun ini dibangun pada tahun 2016 semasa pemerintahan Basuki
Tjahaja Purnama dan selesai pada masa Djarot Syaiful Hidayat, dengan
menghabiskan anggaran sebesar Rp 360 miliar, dibiayai dari dana
kompensasi atas kelebihan koefisien luas bangunan (KLB) dari PT Mitra
Panca Persada, salah satu anak perusahaan asal Jepang, Mori Building
Company. Simpang Susun Semanggi diresmikan oleh Presiden Joko
Widodo pada tanggal 17 Agustus 2017.
Simpang Susun Semanggi terdiri dari dua ramp, yakni dari arah Cawang
menuju Bendungan Hilir hingga Bundaran HI dan arah Tomang menuju
Blok M. Sementara kupingan Semanggi hanya dapat digunakan untuk
kendaraan berputar dari arah Slipi kembali ke arah Slipi dan dari arah
Cawang kembali ke Cawang serta gerakan belok kanan dari Blok M menuju
Cawang dan dari Bendungan Hilir menuju Slipi-Tomang. Tak seperti
jembatan pada umumnya, Simpang Susun Semanggi dihiasi motif daun
semanggi dan ornamen khas Betawi gigi balang di dinding-dindingnya.
Ornamen-ornamen itu pun dipertegas dengan pencahayaan yang dirancang
khusus menghiasi jembatan melengkung terpanjang di Indonesia ini.

2.2. Penggunaan Bahan Beton Simpang Susun Semanggi

Beton adalah salah satu material struktur yang lazim digunakan dalam suatu
pelaksanaan konstruksi. Dengan sifat yang kuat dalam kondisi tekan namun
lemah dalam kondisi tarik, beton biasanya dikombinasikan dengan material
baja yang memiliki kekuatan tarik yang sangat tinggi namun lemah terhadap
gaya tekan. Kedua bahan ini dikombinasikan untuk membentuk satu
kesatuan bahan komposit yang disebut sebagai beton bertulang. Pada beton
bertulang, tegangan tekan akan diterima oleh beton sedangkan tegangan
tarik akan diterima oleh baja yang diletakkan pada daerah yang mengalami
tegangan tarik. Namun, terdapat kelemahan berupa adanya retakan-retakan
di daerah tarik yang dapat menyebabkan terjadinya korosi pada baja
tulangan yang memicu terjadinya kegagalan struktur.

Dengan adanya kekurangan tersebut timbul sebuah gagasan untuk


mengurangi terjadinya retakan pada beton saat diberi beban. Nawy (2009)
menjelaskan bahwa penggunaan sistem prategang sudah dimulai sejak tahun
1886, ketika P. H. Jackson dari Amerika Serikat mencoba untuk
menggabungkan blok-blok terpisah menjadi sebuah balok atau pelengkung
dengan cara menarik tie rod yang kemudian dikunci dengan sekrup di
ujung-ujungnya. Selang beberapa waktu kemudian, C. F. W. Doehring juga
melakukan hal yang hampir serupa. Doehring mencoba untuk mengurangi
terjadi retakan dengan cara menegangkan kawat baja sebelum dilakukan
pengecoran beton. Percobaan yang mereka lakukan telah menjadikan awal
mula berkembangnya beton prategang di dunia. Di Indonesia, beton
prategang sudah mulai diperkenalkan sejak tahun 1959 oleh Prof. Roosseno
melalui kuliah-kuliahnya di ITB maupun melalui tulisan-tulisannya dalam
Majalah Insinyur Indonesia (Budianta, 2008). Pada tahun 1962, murid dari
Roosseno, Ir. Sutami, merencanakan sebuah jembatan yang menggunakan
beton prategang pertama di Indonesia. Jembatan ini memiliki bentuk
menyerupai daun semanggi yang kemudian diberi nama Jembatan Semanggi
.

Struktur beton prategang pertama oleh Jackson, 1886 (Budiadi, 2008)


Penggunaan beton prategang pada Jembatan Semanggi terus dipertahankan
sampai dengan proyek pengembangan terakhir yang dilakukan.
Pengembangan yang dimaksudkan adalah berupa pembangunan jembatan
baru di atas Jembatan Semanggi lama dengan bentuk yang melingkar.
Proyek pengembangan yang biasa disebut sebagai Proyek Pengembangan
Simpang Susun Semanggi, dimaksudkan untuk memperkecil penumpukan
kendaraan di kolong Jembatan Semanggi saat jam-jam sibuk. Penggunaan
beton prategang pada proyek pengembangan ini dapat dilihat dengan
digunakannya segmental precast prestressed box girder sebagai gelagar dari
simpang susun ini. Selain pada gelagar penggunaan beton prategang juga
dapat dilihat pada pile cap yang terdapat pada pier 6 (P6) ramp 1 Simpang
Susun Semanggi.

Sebagai sebuah struktur jembatan baru yang mendukung beban yang cukup
besar dan sensitif terhadap perbedaan penurunan diperlukan sebuah struktur
fondasi yang kuat dan mampu untuk menerima semua beban layan yang
terjadi sebelum didistribusikan ke dalam tanah. Pada Proyek Pengembangan
Simpang Susun Semanggi digunakan fondasi tipe bore pile dengan
kedalaman berkisar 30 m di bawah permukaan tanah. Namun, dikarenakan
lokasi dari Simpang Susun Semanggi yang berada di pusat pemerintahan
Republik Indonesia, terdapat jaringan-jaringan utilitas bawah tanah yang
tersebar di beberapa titik proyek sehingga dapat mengganggu aktivitas
pekerjaan terutama pada pekerjaan fondasi. Hal ini terjadi pada fondasi P6
ramp 1 yang mana terdapat utilitas kabel 150 kV yang melintas di bawah
pile cap dari pier tersebut. Untuk mengatasi hal tersebut dilakukan
pergeseran tiang-tiang guna memberi celah agar dapat tetap dilintasi oleh
kabel utilitas. Namun, hal ini berakibat pada besarnya jarak antar piles yang
memicu peningkatan gaya-gaya dalam yang terjadi pada pile cap. Hal ini
diatasi dengan melakukan perkuatan berupa pemberian gaya prategang pada
pile cap yang dinilai efisien untuk mengatasi permasalahan ini dari segi
biaya dan waktu.
Denah Proyek Pengembangan Simpang Susun Semanggi (PT Wijaya Karya
(Persero) Tbk, 2016)

Pengunaan sistem prategang sebagai bentuk perkuatan terhadap pile cap ini
mendorong penulis untuk melakukan analisis terhadap efisiensi dari
penggunaan sistem prategang terhadap kekuatan serta dimensi pile cap.
Analisis dilakukan dengan melakukan perbandingan kekuatan terhadap pile
cap yang tidak menggunakan sistem prategang namun memiliki beban layan
dan konfigurasi bore pile yang serupa dengan mengacu kepada peraturan
beton yang berlaku saat ini di Indonesia yaitu SNI 2847:2013 Persyaratan
Beton Struktural untuk Bangunan Gedung. Untuk melakukan perhitungan
akan dilakukan pemodelan dari pile cap dengan menggunakan software
SAP2000.

Akibat adanya penggunaan sistem prategang pada pile cap, tegangan tarik
yang terjadi akan menjadi lebih kecil dibandingkan pada pile cap yang tidak
menggunakan sistem prategang. Selain itu, penggunaan sistem prategang ini
telah memberikan struktur pile cap yang lebih kuat terhadap beban lentur
maupun geser dengan dimensi yang lebih kecil. Namun, seberapa besar
efisiensi dan penambahan kekuatan yang diberikan oleh penggunaan sistem
prategang dalam meningkatkan kemampuan layan dan kekuatan struktur
pada pile cap P6 ramp 1 Proyek Pengembangan Simpang Susun Semanggi.

2.3. Kelebihan Simpang Susun Semanggi

Terdapat 2 kelebihan yang ada di Jembatan Simpang Susun Semanggi,


kelebihan pertama, Simpang Susun Semanggi dibangun di atas jalur
protocol yang notabene selalu dilewati banyak kendaraan setiap harinya,
bisa dibilang jika jembatan ini dibangung di lokasi yang strategis.

Kelebihan yang kedua, jembatan ini menggunakan teknologi precast box


grider pada lengkungannya sepanjang 80 meter. Diakui jika teknologi ini
belum pernah digunakan dimanapun, kalaupun ada itupun baru di
Hongkong yang pembangunannya diatas laut, sehingga jika jatuh maka
jatuhnya ke atas laut.

Sedangkan teknologi yang diterapkan pada Simpang Susun Semanggi ini


dibangun ditengah lalu lintas yang padat. Jika dibandingkan dengan proyek
sejenis lainnya di Jakarta, maka Simpang Susun Semanggi masih jauh lebih
prestisi.

Selain itu, pada jembatan ini juga dipasang lampu LED yang
pencahayaannya diatur sehingga jembatan ini terlihat seperti mengapung.
Hal ini tentunya menjadikan Simpang Susun Semanggi terlihat berkilau dan
sangat indah.

Tidak heran jika jembatan ini diusulkan menjadi ikon baru kota Jakarta.
Awalnya, jembatan ini ditargetkan selesai pada Agustus 2017, ternyata
rampung lebih cepat pada Juli 2017. Jembatan Simpang Susun Semanggi
juga sudah melewati uji kelayakan seperti uji beban atau load test dan sudah
memiliki sertifikat layak fungsi. Berdasarkan hal inilah Jembatan Simpang
Susun Semanggi sudah mulai dioperasikan.

Berdasarkan catatan Pemprov DKI Jakarta, proyek infrastruktur ini dibiayai


dari dana kompensasi atas kelebihan koefisien luas bangunan (KLB) dari PT
Mitra Panca Persada, anak perusahaan asal Jepang, Mori Building
Company. KLB merupakan instrumen penataan ruang yang diatur dalam
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Menurut
UU ini pengembang hanya bisa membangun dengan luas dan tinggi
bangunan sesuai ketentuan yang tertuang dalam izin yang diberikan.
Apabila ada kelebihan luas bangunan, maka pengembang yang
bersangkutan wajib membayar kompensasi atau semacam denda. 

2.4. Kekurangan Jalan Simpang Susun Semanggi

Masyarakat maupun pengguna jalan Jembatan Simpang Susun Semanggi


kerap mengalami kesulitan dalam hal pemilihan jalan akibat belum
sepenuhnya rambu lalu lintas terpasang, hal ini disebabkan karena Jembatan
Simpang Susun Semanggi masih memasuki tahap percobaan dan belum
sepenuhnya resmi dibuka.

2.5. Fakta menarik tentang Simpang Susun Semanggi

a. Dimensi XYZ
Dimensi XYZ, atau tiga dimensi, yakni memiliki ramp on dari bawah
kemudian membentang dengan melingkar, dan ramp off atau turunan.
Jembatan ini didesain oleh Jodi Firmasyah, ahli jembatan dari ITB yang
pernah merancang Jembatan Barelang yang kini jadi ikon Pulau Batam.
b. Jembatan tersulit
Simpang Susun Semanggi menjadi jembatan tersulit yang pernah
dirancang. Hal ini tak lain lantaran bentuk jembatan yang melengkung
membentuk lingkaran utuh.
c. Menghabiskan dana ratusan miliar rupiah
Simpang susun semanggi setidaknya menghabiskan dana sebesar 360
miliar. Meski tercatat sebagai proyek Pemprov DKI Jakarta, namun
pembangunan infrastruktur ini sama sekali tak menggunakan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Proyek ini dibiayai dari dana
kompensasi atas kelebihan koefisien luas bangunan (KLB) dari PT
Mitra Panca Persada, anak perusahaan asal Jepang, Mori Building
Company.
d. Memiliki salah satu teknologi jembatan tercanggih saat ini
Deputi General Manager Superintendent Proyek Simpang Susun
Semanggi dari Wijaya Karya, Dani Widiatmoko mengatakan, Simpang
Susun Semanggi memiliki salah satu teknologi jembatan tercanggih
saat ini. Dua flyoveryang melingkar ini tersusun dari 333 segmental box
girder yang telah dicetak (precast) untuk kemudian disusun. Cetakan
harus sama persis antara boks yang satu dengan yang lain, jika meleset
sedikit saja, maka tidak akan bertemu sempurna. 
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Jalan layang Semanggi adalah jalan layang yang berada di persimpangan


antara Jalan Sudirman dan Jalan Gatot Subroto. Jalan layang ini dinamakan
"Semanggi" karena bentuknya yang menyerupai daun semangggi dan juga
wilayah pembangunannya dahulu merupakan daerah rawa yang dipenuhi
semanggi. Proyek ini mulai dibangun pada tahun 1961, pada masa
pemerintahan Soekarno dan masa jabatan Soetami, Menteri Pekerjaan
Umum. Simpang Susun Semanggi merupakan salah satu contoh dari
persimpangan tidak sebidang yang ada di Indonesia. Sejak tahun 1961,
simpang susun Semanggi dianggap telah mampu mengatasi kemacetan Jalan
Jenderal Gatot Subroto yang berada melintang di atas Jalan Jenderal
Sudirman. Namun seiring dengan berjalannya waktu, volume lalu lintas
yang melintas simpang susun ini terus bertambah sehingga menyebabkan
kemacetan parah pada jam-jam puncak terutama di bagian jalan melingkar
yang memiliki lebar lebih sempit dibandingkan jalan utama. Hal ini
mendorong pemerintah provinsi DKI Jakarta untuk melakukan
pengembangan terhadap simpang susun Semanggi guna meningkatkan
kembali daya dukung Simpang Susun Semanggi dalam menangani
kemacetan di Ibukota. Sehingga nantinya pengendara dari arah Grogol dapat
langsung belok di Semanggi menuju Blok M dan pengendara dari arah
Cawang dapat langsung menuju Thamrin tanpa melalui kolong Jembatan
Semanggi.

Anda mungkin juga menyukai