Anda di halaman 1dari 12

EKOLOGI KOTA

CONTOH KASUS PELANGGARAN AMDAL


Pembangunan Fly Over Antasari Langgar AMDAL

Disusun oleh :
SARI KUSUMA
122090003
CHANDRA ARDI ASTRIAWAN
122090018
HASAN SUYANTO

122090022

Dosen Pengampu:
HARIYANTI S., IR, MT
PROGRAM STUDI TEKNIK ARSITEKTUR

INSTITUT TEKNOLOGI INDONESIA


2010 2011
150 Pohon Ditebang, Pembangunan Fly Over Antasari Langgar AMDAL

Jakarta - Pembangunan fly over Jl Antasari, Jakarta Selatan, dituding melanggar


Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Sebab, saat ini sudah sekitar 150
pohon dikorbankan dari rencana semula hanya 40-an batang pohon yang ditebang.
"Itu pelanggaran AMDAL. Karena tidak sesuai AMDAL-nya, maka dapat disebut
pelanggaran. Belum lagi pelanggaran kebutuhan ruang terbuka hijau (RTH), dan
perda tentang rencana tata ruang dan tata wilayah (RTRW)," kata Direktur Eksekutif
Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Ubaidillah, kepada detikcom, Minggu
(22/5/2011).
Menurut Ubaidillah, Pemda DKI Jakarta berjanji akan mengganti setiap 1 batang
pohon yang ditebang untuk pembangunan fly over tersebut dengan 10 bibit pohon.
Namun, tidak jelas berapakah umur bibit pohon tersebut.
"Janjinya akan diganti 1 banding 10, tapi nggak jelas 10 ini bibit tingginya 1 cm atau
apa, kan, harusnya sesuai kebutuhan. Biar diganti 100 pohon, kalau 2 cm nggak ada
artinya. Kalau diganti 100 tapi ditanamnya juga di Monas nggak pengaruh juga,"
ucap dia.
Selain pohon, proyek pembangunan fly over Antasasi juga menyalahi AMDAl dalam
hal polusi yang ditimbulkan. Bahkan, polusi akibat pembangunan jalan layang
tersebut lebih parah dibandingkan dengan kondisi sebelum proyek berjalan.
"Kan ada polusi akibat kendaraan dan pada saat konstruksi. Polusi itu justru
signifikan sejak adanya pembangunan. Sudah begitu jaraknya cukup dekat antara
jalan dengan rumah warga. Pembangunan itu juga mematikan toko-toko yang
berada di sekitarnya," kata Ubaidillah.
Ubaidillah mengungkapkan, masalah itu sudah diadukan ke DPRD DKI Jakarta,
namun hingga kini belum jelas penyelesaiannya.

Dalam kesempatan ini, ia juga menyoroti rencana Pemda DKI Jakarta untuk
menebang dan memindahkan sebanyak 1.056 pohon di Jl Ngurah Rai, untuk
pembangunan Koridor XI Busway rute Kampung Melayu-Pulogebang. Walhi menilai
tindakan itu kontraproduktif dengan rencana Pemprov memenuhi target RTH dan
pengurangan emisi.
"Kalau benar-benar dipotong harus diinventarisir mana yang harus dipotong dan
harus dibiarkan. Kan tidak semua. Karenanya yang harus bener-bener dipotong,
misalnya 50 pohon, ya, 50 saja. Jangan rencananya 50 pohon tapi nyatanya 1.000
pohon," ujarnya.
Sumber : http://www.detiknews.com

Flyover Antasari-Blom M Langgar Amdal?

Jakarta - Pembangunan jalan layang Antarasi - Blok M, Jakarta Selatan


menimbulkan pro dan kontra. Beberapa kalangan menilai pembangunan jalan
layang Antasari melanggar anasilis mengenail dampak lingkungan (Amdal).
Kepala BPLHD Provinsi DKI Jakarta, Peni Susanti, membantah jika menyebutkan
pembangunan jalan layang melanggar Amdal. Menurutnya, pembangunan jalan
tersebut telah mendapatkan izin. "Izin pembangunannya sudah keluar, itupun sudah
sejak lama," kata Peni.

Dirinya tak menampik jika selama ini pembangunan jalan layang Antasari - Blok M
banyak menuai protes, tapi dirinya mengaku, pihaknya akan terus melakukan
pengawasan, jika menemukan pelanggaran, BPLHD akan melakukan peneguran.
"Tentu saja, kalau melanggar kita tegur," kata Peni.
Seperti ketahui, pembangunan jalan layang Pangeran Antasari-Blok M banyak
menuai protes. Warga menuding pembangunan jalan layang itu telah menyalahi
anasilis mengenail dampak lingkungan atau Amdal.
Buktinya selama pembangunan berlangsung, kurang lebih 150 pohon harus
ditebang. Rencananya, jalan layang Antasasi memiliki panjang 4,8 kilometer, dengan
lebar 17 meter, dengan ketinggian 10 meter.
Sumber : http://metropolitan.inilah.com

Tebang Ratusan Pohon, Jakarta Menuju Kota


Kematian

Jakarta - Pemprov DKI Jakarta


menebang 150 pohon untuk
pembangunan fly over Jl
Antasari, Jakarta Selatan.
Selain itu, Pemprov DKI juga
akan menebang ratusan pohon
di sepanjang jalur CakungJatinegara untuk pembangunan jalur busway koridor XI. Jakarta akan menjadi kota
yang sangat panas dan kekurangan daerah resapan air.
"Apa yang terjadi di Jakarta adalah beralihnya Jakarta sebagai kota Metropolitan
menjadi Nekropolitan (kota kematian)," kata ahli hukum lingkungan dari Universitas
Airlangga (Unair) Surabaya, Suparto Widjojo saat berbincang dengan detikcom,
Senin, (23/5/2011).
Penggambaran tersebut sebagai betapa membahayakannya ketika lingkungan
dianggap remeh. Dengan ditebangnya ratusan pohon, maka kematian ekologis

tinggal menunggu waktu. Udara panas, air berkurang dan polusi kendaraan tidak
tertanggulangi.
"Pemerintah telah mengantarkan masyarakat ke pemakaman," terang Suparto.
Parahnya, Pemprov DKI Jakarta merekayasa Amdal. Amdal sebagai syarat izin
sebuah pembangunan tidak ditaati tapi malah dicocok-cocokan. "Ini bentuk kekafiran
hukum lingkungan. Amdal itu sebagai pandauan yaitu mana yang sesuai/tidak
sesuai. Bukan Amdal dibuat setelah ada penebangan pohon," cetus Suparto.
Untuk mencegah kekafiran hukum lingkungan terus berlanjut, maka Suparto
memberikan solusi yaitu perwakilan masyarakat melaporkan hal ini ke Polda Metro
Jaya. Pihak kotraktor dan Pemrov DKI Jakarta bisa diadukan dengan delik
pemutihan Amdal yang dilarang oleh UU Lingkungan. Selain itu, keputusan
menebang pohon ini juga bisa di gugat ke PTUN.
"Koalisi LSM mewakili pohon menggugat keputusan Pemrov karena penebangan
pohon mengakibatkan oksigen berkurang dan resapan air hilang. Karena apa?
karena pohon tidak bisa ngomong," tutup Suparto.
Sumber : http://www.detiknews.com

Geruduk Balaikota, Massa Minta Proyek Flyover


Non-Tol Dievaluasi

Jakarta - Puluhan orang


menggeruduk kantor gubernur
DKI Jakarta. Mereka meminta
proyek jalan layang non-tol
yang membelah Casablanca
dan Jl Antasari dievaluasi
ulang. Sebab, pendemo menilai
pembangunan yang
menghabiskan anggaran Rp 2
triliun tersebut menyalahi

Rencana Tata Ruang dan Wilaya Jakarta 2010.


"Proyek tersebut bertolakbelakang dengan komitmen gubernur menyelesaikan
macet. Karena bukan berbasis angkutan umum massal dan menambah kemacetan
baru. Proyek ini juga melanggar Perda No. 6/1999 tentang Rencana Tata Ruang dan
Wilayah (RTRW) 2010," kata koodinator aksi, Lode Kamaludin, di sela-sela aksi di
depan gedung Balikota, Jl Medan Merdeka Selatan, Kamis (26/5/2010).
Dalam aksinya, para pendemo mengusung poster penolakan jalan layang tersebut.
Mereka juga membawa berbagai poster tuntutan yang berisi kecaman terhadap
pembangunan jalan layang tersebut. Tidak ada pengamanan berarti dalam aksi ini,
karena jumlah massa yang sedikit dan berjalan tertib.
"Stop pembangunan flyover non-tol Rp 2 triliun," ucap pendemo seperti terbaca
dalam poster yang diusung.
Hingga saat ini, pembangunan jalan layang yang melewati Jl Dr Satrio dan
Casablanca masih terus dikebut. Begitupula dengan pembangunan jalan layang
yang menghubungkan antara Jl Antasari hingga Blok M.
"Hingga kini, rancangan RTRW belum juga disahkan. Ini memicu spekulasi
ketidakberesan di semua instansi yang berorientasi proyek daripada memperbaiki
Jakarta," tandas Laode Kamaludin.
Sumber : http://cepathost.com

Kota terdekat: Kota Malang, Kota Batu, Kabupaten Pasuruan


Koordinat: 755'49"S 11238'53"E

Dikirim Surat Akademisi, Dewan Berubah Arah

Dikirim oleh prasetya1 pada 20 Juni 2006 | Komentar : 0 | Dilihat : 1330

Aneh, Spanduk Penolakan Fly Over Mendadak Lenyap


MALANG - Penolakan pembangunan fly over (jembatan layang) Jl Ahmad Yani tak hanya datang
dari warga setempat. Pembangunan fly over yang menelan dana Rp 67,5 miliar tersebut juga
datang dari kalangan akademisi karena dianggap kurang tepat oleh kalangan akademisi.

Prof Dr Ir Harnen Sulistio M.ScKemarin,

Guru Besar Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Prof Dr Ir


Harnen Sulistio M.Sc mengirimkan surat resmi kepada Komisi A DPRD Kota Malang mengenai
kontroversi pembangunanfly over. Harnen mengatakan, surat yang dikirimnya tersebut merupakan
sumbangsih pikirannya mengenai persoalan transportasi di Kota Malang. Selain itu, pengiriman

surat tersebut merupakan respon dari sikap komisi A yang menunggu surat dari masyarakat.
Menurut Harnen, persoalan fly over tersebut tidak akan menimbulkan kontroversi jika Pemkot
Malang lebih bijaksana dalam mengambil keputusan. Ia menjelaskan, pembangunan fly over
belum memenuhi kriteria dalam UU 38/2004 tentang Infrastruktur Transportasi Darat.
Dijelaskannya, dalam Bab VII Pasal 62 ayat 1, masyarakat berhak memberikan masukan kepada
penyelenggara jalan dalam rangka pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan jalan.
Berperan serta dalam dalam penyelenggaraan jalan, memperoleh manfaat atas penyelenggaraan
jalan, memperoleh informasi, memperoleh ganti kerugian yang layak akibat kesalahan
pembangunan jalan, dan mengajukan gugatan kepada pengadilan atas kerugian akibat
pembangunan jalan.
"Jelas, dalam perencanaan pembangunan fly over tersebut ada beberapa kriteria yang peraturan
perundang-undangan yang masih belum dipenuhi," ungkap Harnen.
Hal tersebut, lanjut Harnen, bisa dilihat dari proses pengambilan keputusan pembuatan fly
over yang hanya melibatkan eksekutif dan legislatif, tanpa melibatkan masyarakat. Akibatnya,
terjadi penolakan dari masyarakat yang tidak pernah diajak komunikasi.
Penolakan tersebut terjadi karena ada alternatif lain yang dirasa tepat untuk mengatasi
kemacetan, juga ada penolakan dari masyarakat yang terancam akan terkena dampak langsung
rencana pembangunan fly over tersebut. "Sebenarnya, dana Rp 67,5 miliar tersebut bisa
digunakan untuk membuat beberapa opsi pemecahan kemacetan lain," terang dia.
Di antaranya adalah pembuatan jalan lingkar timur (jalitim) yang bisa dipadukan dengan rencana
pembuatan jalan tol Gempol-Pandaan-Malang. Opsi ini akan memberikan dampak ekonomi yang
besar bagi masyarakat Malang timur dan mengurangi arus lalu lintas di pusat kota.
Selain itu ada alternatif pengembangan jalan tembus Jl Panji Suroso-Karanglo bertemu di
persimpangan tiga kaki ke arah Batu. Alternatif ini mengalihkan pergerakan kendaraan berat
langsung ke Karanglo tanpa melalui Jl Ahmad Yani.
Juga ada alternatif pendekatan transport demand management, yakni mengurangi volume
kendaraan di kaki persimpangan Jl Ahmad Yani yang bertolak ke Jl Raden Intan dan Terminal
Arjosari. Caranya, mengalihkan angkota sebagian angkota ke dari persimpangan Jl Ahmad Yani-Jl
LA Sucipto-Jl Borobudur menuju Jl LA Sucipto ke Jl Panji Suroso menuju Terminal Arjosari.
"Tentunya dengan modifikasi persimpangan secukupnya di Jl LA Sucipto dan Jl Panji Suroso,"
terang Harnen.
Selain itu, juga terdapat manajemen lalu lintas, yakni modifikasi geometrik persimpangan Jl
Ahmad Yani-Jl Raden Intan melalui peningkatan kapasitas serta pengaturan lampu lalu lintas yang
disesuaikan dengan volume kendaraan pada jam puncak dan non puncak.
Harnen menjelaskan, jika pemkot memaksakan akan membangun fly over, maka akan ada efek
jaringan yang akan ditimbulkan. Yakni menimbulkan arus kedatangan di Jl Ahmad Yani yang jauh
lebih besar daripada sekarang, sehingga akan menimbulkan persoalan lalu lintas baru di lokasi
persimpangan.
Harnen juga menjelaskan, fly over hanya akan menjadi monumen yang megah, jika dalam waktu
dekat proyek jalitim dan jalan tol Pandaan-Malang-Kepanjen terealisasi. "Selain itu, pemkot juga
harus mempertimbangkan adanya perubahan tata ruang. Sebab, dengan perkembangan
transportasi dan angkota, sewaktu-waktu Terminal Arjosari bisa dipindah. Maka dana sebesar Rp
67,5 miliar tersebut akan menjadi monumen yang megah. Ini karena kendaraan sudah tidak
melewati daerah tersebut," paparnya.
Surat dari akademisi tersebut, agaknya, mengubah arah pikir anggota DPRD Kota Malang. Anggota
Komisi A DPRD Kota Malang Agus Soekamto mengatakan, surat resmi dari Harnen tersebut akan
dibahas di komisi A. "Apabila surat tersebut realistis dan objektif, maka dewan bisa saja meminta
kepada eksekutif agar pembangunan fly over ditinjau ulang," kata Agus yang pada saat voting
termasuk salah satu anggota dewan yang setuju pembangunan fly over.
Pernyataan serupa juga disampaikan Ketua Komisi A DPRD Kota Malang Ahmadi. Menurutnya, dia
sudah membaca surat dari Harnen. "Saya sangat setuju dengan pendapat Pak Harnen. Karenanya,

dewan akan membahas surat tersebut. Sebab, banyak dampak yang akan ditimbulkan," tandas
Ahmadi.
Sementara itu, enam spanduk penolakan pembangunan fly over yang baru dipasang empat hari,
mendadak lenyap. Saat bangun tidur hari Minggu lalu, warga yang rumahnya dipasang spanduk
kaget dan heran. "Saya bangun tidur saya kaget. Spanduk yang kami pasang sudah tidak ada,"
keluh M. Sholeh, salah seorang warga Jl Ahmad Yani.
Sayangnya, semua warga ternyata tidak tahu siapa yang mau mencuri spanduk kain putih dengan
tulisan hitam itu. Yang pasti, warga menduga pencurinya nekat bukan karena ingin menjual kain
sepanjang enam meter tersebut. Namun warga tidak mau menuduh siapapun. "Ya sudah hilang
bagaimana. Kami akan buat dan pasang spanduk lagi," kata Sholeh enteng.
Seperti diketahui, mulai 15 Juni lalu, warga memasang enam spanduk berisi pernyataan menolak
pembangunan fly over. Dalam spanduk itu tertulis: "Kami warga A Yani menolak fly over karena
bukan merupakan solusi kemacetan. Selamatkan uang rakyat Rp 67,5 miliar, alokasikan untuk
pendidikan dll". Spanduk itu memang tidak berizin karena Dinas Perizinan "tidak berani"
memberikan izin.
Apakah satpol PP yang menurunkan paksa spanduk tersebut? Warga tidak tahu persis hal itu. Yang
jelas, Jumat (16/6), Satpol PP menelepon salah seorang warga agar menurunkan sendiri
spanduk tersebut. "Mana tahu. Wong hilangnya juga malam hari. Tepatnya Sabtu malam lalu,"
ungkap Sholeh.
Di tempat terpisah, Kasatpol Rr. Diana Ina membenarkan bahwa dirinya menelepon salah seorang
warga pada Jumat lalu. Intinya, satpol meminta warga menurunkan sendiri spanduk tak berizin
tersebut. Sebaliknya, saat itu satpol tidak bermaksud atau mengancam menurunkan paksa
spanduk berisi aspirasi warga itu.
"Saya memang menelepon Jumat sore. Tetapi bukan kami yang menurunkan paksa," kata
mantan Camat Klojen tersebut.
Kalau sekarang spanduk tersebut sudah tidak ada di jalanan, Diana mengaku tugasnya sudah
berkurang. Sebab bagaimana pun juga, menertibkan spanduk tak berizin memang sudah menjadi
tugas rutin satpol.
Bagaimana dengan tidak diberikannya izin oleh Dinas Perizinan? Diana mengaku itu bukan menjadi
wewenangnya. Yang jelas, Dinas Perizinan mempunyai pertimbangan lain. "Di sana kan juga dilihat
isinya. Izinnya termasuk izin reklame insidentil," tegas Diana.
(fir/yos)http://www.jawapos.co.id/index.php?act=detail_radar&id=129730&c=88

ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN


BAGAN ALIR
DAMPAK NEGATIF PEMBANGUNAN JALAN FLY OVER ANTASARI

Dampak Bio Fisik


SosEkBud

Dampak
Penebangan 150 Pohon untuk
kelancaran pembangunan

Berkurangnya
daerah resapan
air hujan

Berkurangny
a suplai O

banjir

Menyusutnya
air tanah

Polusi
udara
Suhu udara
semakin
panas

Kerusakan sarana
dan prasarana

Penyakit
pernafasan

Toko toko di
samping jalan
fly over mati

Ekonomi
sekitar
menurun

Kemacetan
saat proses
konstruksi

Memacu
masyarakat
untuk berdemo

Depresi
dan
frustasi

Stress
dan
emosi

Beralihnya Jakarta sebagai kota


metropolitan menjadi kota
nekropolitan (kota kematian)

DAMPAK POSITIF PEMBANGUNAN JALAN FLY OVER ANTASARI

Dampak bio-fisik

Dampak sosekbud
Dilaksanakannya pembangunan
jalan Fly Over Antasari

Meningkatny
a
infrastruktur
kota

Kemacetan
teratasi

Menunjukkan
kota besar
dan
berkembang

Terciptanya
kelancaran
lalu lintas

Memperindah
kota

Terciptanya
kelancaran
system
transportasi

Menjadikan
kota yang
teratur dan
tertata

Mempersingk
at jarak
tempuh

Terjadinya efektifitas dan kemudahan untuk


mobilitas yang tinggi dari sebuah kota.

Taraf hidup
yang
meningkat
bagi
karyawan
Meningkatnya
kualitas sdm (
karena tidak
stress )

Anda mungkin juga menyukai