Anda di halaman 1dari 7

Begini Kritik Susi terhadap Proyek

Reklamasi Teluk Kendari


Oleh : 

Tempo.co
Minggu, 17 September 2017 08:09 WIB
  KOMENTAR
Roboto
     

 

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Tempo/Hendartyo Hanggi

TEMPO.CO, Kendari - Menteri Perikanan dan Kelautan RI Susi Pudjiastuti mengkritik


proyekreklamasi di kawasan Teluk Kendari. Proyek reklamasi Teluk kendari itu dinilai
hanya akan menghancurkan teluk yang semula merupakan kawasan yang indah bakal
berubah menjadi daratan.

"Suatu saat Teluk Kendari sudah tidak indah, tetapi hitam dan berbau. Nanti
bagaimana ikan-ikan tidak masuk lagi sampai ke dalam. Barangkali ini yang harus
dijaga," ujar Menteri Susi saat menjadi pembicara dalam 1st International Seminar on
Sustainability in The Marine Fisheries Sector (ISSMFS) 2017 di Auditorium
Mokodompit Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari, Sabtu 16 September 2017.

Baca: Menteri Susi: Reklamasi Harus Sesuai Arahan Presiden Jokowi

Proyek reklamasi itu dalam rangka pembangunan tambat labuh Kota Kendari,
Sulawesi Tenggara (Sultra). Pembangunan tambat berlabuh yang sedang dikerjakan
Walikota Asrun ini disebut-sebut akan membuat teluk kendari menjadi sempit,
sehingga sedimentasi juga makin tinggi dan akhirnya membuat pendangkalan 
semakin cepat.

Proyek tambat labuh merupakan bagian dari program smart point. Proyek ini menelan
anggaran Rp 66 miliar dan dimulai sejak tahun 2015.

Menteri Susi menyebut, visi menjadikan laut masa depan bangsa belum
diimplementasikan di Kendari. Hal ini terlihat karena masih banyak yang menjadikan
laut itu tempat pembuangan sampah. "Jangan sampai Teluk Kendari seperti Teluk
Jakarta. Jakarta sudah hancur teluknya. Air lautnya sudah hitam, mau berenang saja
harus satu jam ke tengah laut baru dapat air yang agak jernih," katanya.

ADVERTISEMENT

Susi juga memberi saran kepada Plt Gubernur Sultra Saleh Lasata untuk membuat
insentif kepada masyarakat agar memutar beranda rumahnya. Hal ini berarti halaman
depannya menjadi laut, halaman belakangnya menjadi jalan raya.

Kalau ada masyarakat yang mau membangun seperti itu, kata Susi, pemerintah
memberikan insentif. “Jadi akhirnya laut menjadi beranda di depan rumah kita. Kalau
kita jadikan beranda rumah depan kita pun pasti akan jaga, karena kita tidak mau
buang sampah di rumah depan," katanya.

ROSNIAWANTY FIKRI

Mahasiswa Demo Tolak Reklamasi Teluk Kendari KONTRIBUTOR KENDARI, KIKI ANDI PATI
Kompas.com - 21/01/2013, 16:06 WIB KENDARI, KOMPAS.com -- Rencana Pemerintah Provinsi
Sulawesi Tenggara untuk melakukan revitalisasi Teluk Kendari, menuai protes sejumlah mahasiswa
dan aktivis Walhi Sulawesi Tenggara. Senin (21/1/2013), mereka mendatangi gedung DPRD
setempat, untuk menolak rencana reklamasi Teluk Kendari yang dinilai berkedok revitalisasi. Dalam
orasinya, massa mendesak DPRD Sultra agar tidak menyetujui rencana revitalisasi Teluk Kendari.
Pasalnya, kebijakan revitalisasi Teluk Kendari yang memuat rencana reklamasi seluas 259 hektar,
sebuah kebijakan salah. Sebab mereka khawatir, revitalisasi itu akan merampas ruang kelola
masyarakat yang selama ini memanfaatkan Teluk Kendari sebagai basis ekonomi dan sumber
kehidupan. "Jangan sampai revitalisasi Teluk Kendari hanya untuk kepentingan kelas menengah ke
atas dan investor semata. Kebijakan revitalisasi yang memuat reklamasi, dapat dipastikan merusak
ekosistem Teluk Kendari, menghilangkan kawasan mangrove yang berperan penting dalam
mengatur siklus air, menahan terjadinya abrasi dan mencegah intrusi air laut serta tempat
berkembangnya ekosistem pesisir," teriak Dimas Hasrul Asgari, koordinator aksi di teras gedung
DPRD Sultra. Menurutnya, jika reklamasi tetap dilakukan, Pemerintah Sultra sama saja
mengundang terjadinya bencana ekologi yang nantinya akan merugikan masyarakat. Pasalnya,
reklamasi Teluk Kendari yang akan diikuti oleh pembangunan berbagai prasarana bisnis di
sepanjang Teluk, akan mengakibatkan percepatan sedimentasi. Menurutnya, pengerukan hanyalah
kamuflase untuk kepentingan reklamasi dan investasi bisnis. "Kebijakan revitalisasi sesungguhnya
untuk kepentingan usaha dan merupakan bagian dari penguasaan sumber daya alam oleh pihak
swasta atau privatisasi sumber daya alam. Kebijakan itu jelas mengancam eksistensi Teluk Kendari
sebagai ikon kota dan milik seluruh masyarakat Kendari," bebernya. Wakil Ketua DPRD Sultra, La
Pili yang menerima para pendemo mengatakan, pihaknya hingga kini belum mengeluarkan
rekomendasi persetujuan rencana revitalisasi Teluk Kendari. "Seharusnya hari ini ada rapat
mengenai rencana revitalisasi Teluk Kendari, tetapi ditunda hingga hari Rabu. Anggota dewan
masih berbeda pendapat terkait hal itu, ada yang setuju dan ada juga yang masih membutuhkan
penjelasan secara rinci dari Pemprov Sultra," tegasnya di hadapan para pengunjuk rasa, Senin
(21/1/2013). Pihaknya, lanjut La Pili, perlu berhati-hati menyikapi rencana revitalisasi Teluk Kendari.
Sebab, ia tidak ingin kegiatan tersebut akan berdampak pada kerusakan lingkungan seperti banjir
dan bencana alam lainnya.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mahasiswa Demo Tolak Reklamasi Teluk
Kendari", https://regional.kompas.com/read/2013/01/21/16065251/Mahasiswa.Demo.Tolak.Reklama
si.Teluk.Kendari. 
Penulis : Kontributor Kendari, Kiki Andi Pati

Kewenangan Reklamasi, Wapres Tegaskan


Aturan Tertinggi yang Berlaku

Ilustrasi ( Foto: Beritasatu.com )

o
o

 / HA Senin, 11 April 2016 | 20:48 WIB


Jakarta - Perihal polemik kewenangan reklamasi di kawasan Pantai Utara
(Pantura) yang muncul pascakasus korupsi yang melibatkan anggota Dewan
Perwakilan Daerah (DPRD) Mohamad Sanusi, Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla
(JK) menegaskan bahwa aturan yang dipakai adalah yang tertinggi, yaitu Undang-
Undang.

"Saya belum tahu itu aturannya yang benar (mengenai kewenangan reklamasi).
Selalu aturan itu yang berlaku yang tertinggi kan. Kalau ada undang-undangnya,
UU yang berlaku," kata JK di kantor Wapres, Jakarta, Senin (11/4).

Jika mengikuti aturan tertinggi, maka harusnya kewenangan reklamasi mengacu


pada UU No.27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang
telah diperbaharui dengan UU No.1 tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Tetapi, JK tidak menyimpulkan jika sesuai aturan tertinggi maka kewenangan


reklamasi berada di pemerintah pusat atau kementerian yang terkait. Sebab, ia
mengaku belum membaca secara detil mengenai aturannya.

JK mengingatkan bahwa reklamasi bukanlah sesuatu hal yang tidak boleh tetapi
tergantung analisa lingkungannya, kepentingannya dan perlindungan terhadap
rakyat. Ia mencontohkan, negara tetangga Singapura yang kerap melakukan
reklamasi untuk kepentingan masyrakatnya.

Namun, JK mengatakan bahwa dalam reklamasi di manapun yang terpenting adalah


adanya izin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) sehingga tidak
mengganggu masyarakat yang tinggal di sekitarnya.

"Yang paling penting itu tentu semua upaya seperti begitu harus ada amdalnya.
Saya tidak tahu amdalnya (reklamasi). Tetapi, biasanya kalau yang (proyek) besar
amdalnya itu (izin amdal) di pusat," ungkap JK.

Menteri Kelautan dan Menteri KLH Harus Dilibatkan


Terkait polemik izin reklamasi 17 di Teluk Jakarta, Sekretaris Kabinet (Seskab)
Pramono Anung pekan lalu mengatakan bahwa Basuki Tjahaja Purnama sebagai
Gubernur DKI tidak perlu izin pemerintah pusat melalui Kementerian Kelautan dan
Perikanan (KKP) serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terkait
reklamasi tersebut.

“Izin reklamasi pantura Jakarta itu diberikan oleh Keppres (keputusan presiden)
Nomor 52/1995. Dalam Pasal 4, wewenang dan tanggung jawab reklamasi pantura
berada pada Gubernur DKI,” kata Pramono di Gedung Sekretariat Negara, Jakarta,
Rabu (6/4).

Tetapi, lanjutnya, Keppres 54/2008 yang merupakan aturan baru mencabut


kewenangan itu, yaitu aturan tata ruang menjadi kewenangan pusat tetapi
kewenangan terhadap reklamasinya masih berada di tangan Gubernur.

“Di dalam Pasal 69 Keppres 54/2008 bunyinya sepanjang tata ruang


wilayah/rencana rinci tata ruang berikut peraturan zonasi belum ditetapkan,
digunakan rencana tata ruang kawasan Jabodetabek sebagai acuan pemberian izin
pemanfaatan ruang. Artinya, reklamasi Jakarta juga bukan merupakan daerah yang
masuk dalam zonasi,” ungkapnya.

Namun, ungkap Pramono, dalam Pasal 16 Perpres 122/2012 disebutkan bahwa


Menteri Kelautan dan Perikanan adalah pihak yang berwenang memberikan izin
lokasi dan pelaksanaan reklamasi pada Kawasan Strategis Nasional Tertentu (KSN-
T).

Oleh karena itu, Pramono mengatakan bahwa masalah reklamasi di Teluk Jakarta
bukan pada peraturan, melainkan keterlibatan pihak pengembang dalam proyek
reklamasi. Peraturan daerah (perda) tentang kapasitas keterlibatan pihak
pengembang belum juga terbit.

“Sumber masalah dari reklamasi Jakarta ini adalah persoalan kontribusi


pengembang. Memang itu tidak diatur dalam Perpres, harusnya diatur dalam Perda.
Supaya ini tidak menjadi persoalan di kemudian hari, lebih baik pemerintah
provinsi DKI Jakarta dan Menteri KKP duduk bersama dan dengan KLH untuk
memetakan secara keseluruhan.” katanya.
7 Alasan Proyek Reklamasi Teluk Jakarta Melanggar
Aturan
Oleh Damiana Simanjuntak | Rabu, 13 April 2016 | 15:26

Menteri KKP Susi Pudjiastuti


(kiri) menyerahkan draft RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan kepada Wakil Ketua Komisi IV DPR
Herman Khaeron (kanan) saat Rapat Kerja di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (3/3). Foto ilustrasi:
Investor aily/ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma/aww/16. 

Berita Terkait
 DPR Minta Moratorium Reklamasi Teluk Jakarta
 Teluk Jakarta Masuk Kawasan Strategis Nasional
 Reklamasi Akan Tingkatkan Kekeruhan
 DPR: Tak Ada Alasan Tolak Reklamasi
 Reklamasi Teluk Jakarta Menguntungkan Secara Ekonomi
Herman memaparkan tujuh alasan yang mendasari proyek reklamasi pantai Teluk Jakarta melanggar
peraturan perundang-undangan berlaku. Pertama, menerbitkan izin reklamasi tanpa Rencana Zonasi
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) dan/ atau Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
sesuai Pasal 30 UU 1/2014.

Kedua, menerbitkan izin tanpa ada konsultasi kontinu dengan kementerian terkait sehingga bertentangan
dengan UU 1/2014. “Ketiga, izin reklamasi tidak dapat dikeluarkan hanya berdasarkan rencana tata ruang
dan wilayah, tapi harus RZWP3K, dimana sampai saat ini Pemerintah Provinsi DKI Jakarta belum
memiliki Perda- nya,” tutur Herman.

Pelanggaran keempat, lanjut dia, terkait telah dicabutnya Keppres 52/1995 melalui PP No 54/2008,
menjadikan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak mempunyai landasan menerbitkan izin reklamasi.

“Kelima, menerbitkan izin reklamasi tanpa didasarkan pada kajian lingkungan strategis yang diatur UU
32/2009. Keenam, menerbitkan izin reklamasi di luar kewenangannya (Pemprov DKI) sehingga
bertentangan dengan PP No 26/2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, yang di dalamnya
mengatur Jakarta sebagai Kawasan Strategis Nasional. Maka, kewenangan pengeloalaan dan
pemanfaatannya ada di pemerintah pusat,” kata Herman.
Ketujuh, lanjut Herman, penerbitan izin proyek reklamasi tidak mengindahkan Surat Keputusan Menteri
Lingkungan No 14/2013 tentang Ketidaklayakan Reklamasi.

“Kesimpulan hari ini akan kami bawa ke tingkat Raker dengan Menteri KKP dan Menteri Lingkungan
Hidup dan Kehutanan agar keputusannya tingkat lebih tinggi dan mengikat. Kami juga akan meninjau ke
lokasi pada 20 April 2016,” kata Herman. (SP/jn/gor)

Anda mungkin juga menyukai