Anda di halaman 1dari 4

Langkah yang Dapat Ditempuh untuk Menangkap Koruptor Kabur

Adapun cara yang dapat dilakukan penyidik KPK untuk dapat menangkap tersangka
yang bersembunyi dan menjadi warga negara Singapura adalah dengan cara
sebagai berikut:

1. Perjanjian Ekstradisi Singapura dengan Indonesia

Apa itu ekstradisi? Berdasarkan Pasal 1 UU Ekstradisi yang berbunyi:[3]

Ekstradisi adalah penyerahan oleh suatu negara kepada negara yang meminta
penyerahan seseorang yang disangka atau dipidana karena melakukan suatu
kejahatan di luar wilayah negara yang menyerahkan dan di dalam yurisdiksi wilayah
negara yang meminta penyerahan tersebut, karena berwenang untuk mengadili dan
memidananya.

Artinya ekstradisi merupakan upaya dari suatu negara kepada negara lain agar
negara tersebut menyerahkan orang yang dimaksud untuk diadili di negara yang
memintanya.

Terdapat syarat ekstradisi yang pada umumnya dilakukan oleh kedua belah negara
yakni kejahatan tersebut diakui oleh kedua negara kecuali kejahatan politik [4] karena
kejahatan tersebut bersifat subjektif dan dapat terjadi jika negara tersebut tingkat
demokratisasinya sangat rendah.

Kesepahaman mengenai jenis kejahatan yang dapat dilakukan ekstradisi dituangkan


dalam perjanjian[5] ekstradisi antara negara yang bersangkutan.

Perjanjian (treaty) ekstradisi antar negara, dalam hal ini adalah Indonesia dengan
Singapura, nantinya akan diratifikasi menjadi hukum nasional berbentuk undang-
undang.

Akan tetapi, apabila belum ada perjanjian ekstradisi, maka ekstradisi dapat
dilakukan berdasarkan hubungan balik antar negara dan apabila kepentingan
Indonesia menghendakinya.

Hal tersebut sesuai dengan Pasal 2 ayat (2) UU Ekstradisi yang menyebutkan:

Dalam hal belum ada perjanjian tersebut dalam ayat (1), maka ekstradisi dapat
dilakukan atas dasar hubungan baik dan jika kepentingan Negara Republik
Indonesia menghendakinya.

Berdasarkan artikel Indonesia-Singapura Teken Perjanjian Ekstradisi Cegah


Kejahatan Lintas Batas, untuk dapat menangkap koruptor kabur atau menjadi
warga negara Singapura saat ini telah memiliki dasar hukum yang kuat karena pada
tanggal 25 Januari 2022 pemerintah Indonesia telah menandatangani perjanjian
ekstradisi Singapura-Indonesia.

Perjanjian ini bermanfaat untuk mencegah dan memberantas tindak pidana yang
bersifat lintas batas negara salah satunya adalah tindak pidana korupsi.

Perjanjian ekstradisi ini akan menciptakan efek gentar (deterrence) bagi pelaku
tindak pidana di Indonesia dan Singapura. Terlebih lagi tersangka korupsi yang
melarikan diri ke Singapura dapat dengan mudah ditangkap oleh KPK dengan
berdasarkan perjanjian ekstradisi ini.

1. Perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik (Mutual Legal Assistance)

Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) UU 1/2006 yang berbunyi:

Bantuan timbal balik dalam masalah pidana, yang selanjutnya disebut Bantuan,
merupakan permintaan Bantuan berkenaan dengan penyidikan, penuntutan, dan
pemeriksaan di sidang pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan Negara Diminta.

Pasal tersebut menjelaskan bahwa dua negara dapat melakukan perjanjian untuk
tujuan bertukar informasi dan bantuan lain dalam upaya menegakkan hukum pidana.

Bantuan yang dimaksud dapat berupa:[6]

1. mengidentifikasi dan mencari orang;

2. mendapatkan pernyataan atau bentuk lainnya;

3. menunjukkan dokumen atau bentuk lainnya;

4. mengupayakan kehadiran orang untuk memberikan keterangan atau


membantu penyidikan;

5. menyampaikan surat;

6. melaksanakan permintaan penggeledahan dan penyitaan;

7. perampasan hasil tindak pidana;

8. memperoleh kembali sanksi denda berupa uang sehubungan dengan tindak


pidana;

9. melarang transaksi kekayaan, membekukan aset yang dapat dilepaskan atau


disita, atau yang mungkin diperlukan untuk memenuhi sanksi denda yang
dikenakan, sehubungan dengan tindak pidana;
10. mencari kekayaan yang dapat dilepaskan, atau yang mungkin diperlukan
untuk memenuhi sanksi denda yang dikenakan, sehubungan dengan tindak
pidana; dan/atau

11. bantuan lain yang sesuai dengan undang-undang.

Permintaan bantuan akan ditolak oleh salah satu negara (sesuai dengan rincian
dalam perjanjian) untuk tindak pidana politik atau berdasarkan hukum militer, atau
jika tindak pidana tidak dihukum secara sama di kedua negara.[7]

Disamping UU 1/2006, Mutual Legal Assistance (“MLA”) juga diatur dalam UU


TPPU, yang menyatakan bahwa MLA pada intinya dapat dibuat secara bilateral atau
multilateral. MLA bilateral ini dapat didasarkan pada perjanjian MLA atau atas dasar
hubungan baik timbal balik (resiprositas) dua negara.[8]

Baca juga: Cara Menarik Dana Pencucian Uang yang Ditempatkan di Luar
Negeri

Sejauh ini, Indonesia sudah memiliki kerjasama MLA multilateral di regional Asia
Tenggara melalui MLA in Criminal Matters yang sudah ditandatangani hampir semua
negara anggota ASEAN, termasuk Indonesia. MLA ini juga sudah diratifikasi oleh
Indonesia dengan UU 15/2008.

Artinya pihak Indonesia dalam hal ini KPK dapat meminta pihak Singapura untuk
mengidentifikasi atau mencari orang yang telah masuk dalam daftar pencarian orang
atau koruptor kabur ke Singapura atau menjadi warga negara Singapura.

Menjawab pertanyaan Anda, upaya KPK untuk melakukan penangkapan tersangka


tindak pidana korupsi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu melaksanakan
perjanjian ekstradisi dan dengan perjanjian bantuan hukum timbal balik atau MLA.

Demikian jawaban dari kami tentang menangkap koruptor kabur ke luar negeri,
semoga bermanfaat.

Dasar Hukum:

1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1979 tentang Ekstradisi ;

2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan


Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Peratuan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi yang disahkan oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun
2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menjadi
Undang-Undang dan diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor
19 tahun 2019 Tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;

3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006 tentang Bantuan Hukum Timbal Balik


dalam Masalah Pidana;

4. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pengesahan Treaty on


Mutual Legal Assistance in Criminal Matters (Perjanjian tentang Bantuan
Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana);

5. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan


Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang;

6. ASEAN Treaty on Mutual Legal Assistance in Criminal Matters 2004.

Anda mungkin juga menyukai