Anda di halaman 1dari 11

PENGERTIAN KORUPSI

Definisi Korupsi Berbicara masalah korupsi, tentu tidak akan terlepas dari definisi dan
Sejarah korupsi sendiri. Kata ‘korupsi’ berakar pada bahasa latin corruption atau Dari kata
asal corrumpere. Secara etimologi, dalam bahasa Latin kata corruption Bermakna busuk,
rusak, menggoyahkan, memutar balik, dan menyogok. Sedangkan dalam bahasa Inggris, kata
corrupt bermakna orang-orang yang Memiliki korupsi berkeinginan melakukan kecurangan
secara tidak sah untuk Memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi (Jonathan Crowther (ed),
1995). Secara terminologis para ahli memiliki definisi korupsi antara lain: Robert Klitgaard
mendefinisikan “corruption is the abuse of public power For private benefit”, korupsi adalah
penyalahgunaan kekuasaan publik untuKeuntungan pribadi. Korupsi juga berarti memungut
uang bagi layanan yang Sudah seharusnya diberikan, atau menggunakan wewenang untuk
mencapai tujuan Yang tidak sah (Robert Klitgaard dkk., 2002: 3). Sayyid Husain al-Alatas
menyimpulkan bahwa korupsi tidak akan lepas Dari beberapa ciri khusus, yaitu: (a) suatu
pengkhianatan terhadap kepercayaan, (b) penipuan terhadap badan pemerintahan, lembaga
swasta atau masyarakat Umum, (c) dengan sengaja melalaikan kepentingan umum untuk
kepentingan Khusus, (d) dilakukandengan rahasia, (e) melibatkan lebih dari satu orang atau
Pihak, (f) adanya kewajiban dan keuntungan bersama, (g) terpusatnya kegiatan Korupsi pada
mereka yang menghendaki keputusan yang pasti dan mereka yang Dapat mempengaruhinya,
(g) adanya usaha untuk menutupi perbuatan korup Dalam bentuk pengesahan hukum, (i)
menunjukkan fungsi ganda pada setiap Individu yang melakukan korupsi.

PENGERTIAN NARKOBA
Narkoba merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika, Bahan adiktif lainnya.Secara
etimologis narkoba atau narkotika Berasal dari bahasa Inggris narcose atau narcosis yang
berarti Menidurkan dan pembiusan. Narkotika berasal dari bahasa Yunani Yaitu narke atau
Narkam Yang berarti terbius sehingga tidak merasakan apa-apa. Narkotika berasal dari
perkataan narcotic yang Artinya sesuatu yang dapat menghilangkan rasa nyeri dan dapat
menimbulkan efek stupor (bengong), bahan-bahan pembius dan obat bius. Dan dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia mengistilahkan Narkoba atau narkotika adalah obat yang dapat
menenangkan syaraf, Menghilangkan rasa sakit, menimbulkan rasa mengantuk atau
Merangsang. Narkoba adalah Obat untuk menenangkan saraf,Menghilangkan rasa sakit, dan
menidurkan (dapat memabukkan,Sehingga dilarang dijual untuk umum). Narkoba
mempunyai banyakmacam, bentuk, warna, dan pengaruh terhadap tubuh. Akan tetapi dari
Sekian banyak macam dan bentuknya, narkoba mempunyai banyak Persamaan, diantaranya
adalah sifat adiksi (ketagihan), daya toleran (penyesuaian) dan daya habitual (kebiasaan)
yang sangat tinggi. Ketiga Sifat inilah yang menyebabkan pemakai narkoba tidak dapat lepas
dari “cengkraman” nya. Narkoba terdiri dari dua zat, yakni narkotika dan psikotropika.Dan
secara khusus dua zat ini memiliki pengertian, jenis (golongan), Serta diatur dengan undang-
undang yang berbeda. Narkotika diatur dengan Undang – Undang No.35 Tahun 2009,
sedangkan psikotropika Diatur dengan Undang – Undang No.5 Tahun 1997. Dua undang –
Undang ini merupakan langkah pemerintah Indonesia untukMeratifikasi Konferensi PBB
Gelap Narkotika Psikotropika Tahun 1988. Narkotika, sebagaimana bunyi pasal 1 UU No.22
Tahun 1997 di Definisikan sebagai zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukanTanaman baik buatan atau semi buatan yang dapat menyebabkan Penurunan atau
perubahan kesadaran, mengurangi sampai menimbulkan nyeri dan dapat menimbulkan
ketergantungan.

KORUPSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM


Korupsi dalam Presfektif Hukum Jika dilihat dalam konteks hukum, Korupsi tergolong
sebagai suatu Tindakan yang melanggar hukum dan dapat dipidanakan. Dalam konteks
hukum, Setiap tindakan yang melanggar peraturan Perundang-Undangan maka dapat
Dipidanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Berkaitan dengan Penyelewengan
bantuan bencana alam, maka Undang-undang yang dapat menjerat Pelaku yaitu Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1999 Sebagaimana telah diubah Dengan Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2001 Tentang pemberantasan tindak Pidana Korupsi. UU No.31 Tahun 1999
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
pemberantasan tindak pidana Korupsi, memuat 29Pasal berkaitan dengan tindakan yang
dikategorikan sebagai tindakan korupsi. Sebagai persoalan hukum dan telah diatur dalam
perundang-undangan, maka Segala bentuk tindakan individu ataupun kelompok yang
melanggar UU tersebut Dapat dipidanakan dan dikenakan sanksi yang berat.Adapun
pemberatan pidana menurut Undang-undang ini selain ancaman Pidana yang lebih berat dari
UU sebelumnya (UU No.3 Th.1971), UU ini juga Memberikan pemberatan terhadap hal-hal
sebagai berikut: (Wijayanto: 573-575) Terhadap perbuatan korupsi yang dilakukan dalam
keadaan tertentu, ancamannya Dapat berupa pidanan mati. Adapun yang dimaksud dengan
keadaan tertentu yaitu Keadaan saat negara ditetapkan dalam keadaan bahaya sesuai dengan
UU yang Berlaku; Terjadi Bencana Alam Nasional; Pengulangan tindak pidana korupsi; dan
Dalam keadaan krisis moneter.Apabila oleh UU yang lain dikatakan sebagi perbuatan
Korupsi, maka Diberlakukan UU ini; Percobaan, upaya membantu atau permufakatan jahat
untuk Melakukan tindak pidana korupsi dipidana dengan pidana yang sama; Orang diluar
Negeri yang memberikan bantuan, kesempatan, sarana, atau keterangan untuk terjadinya
tindak pidanan korupsi dipidana dengan pidana yang sama dengan
Pelaku; Dilakukan dalam hal ini tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud
Dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu pidana mati dapat dijatuhkan.
Dalam perkara pidana korupsi sealain pidana tambahan sebagaimana
Dimaksud dalam KUHP, juga dapat dijatuhkan sebagai pidana tambahan berupa:
Pertama, Perampasan barang bergerak yang berwujud dan tidak berwujud atau
Barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak
Pidana korupsi. Kedua, pembayaran uang Penganti yang jumlahnya sebanyakbanyaknya
sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, Dan apabila dalam
tenggang waktu satu bulan setelah putusan pengadilan yang Telah memperoleh kekuatan
hukum tetap terpidana tidak membayar uang Pengganti, harta bendanya dapat disita oleh
jaksa dan dilelang untuk menutupi Uang pengganti tersebut. Namun jika terpidana tidak
memiliki harta benda yang Mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka dipidana
dengan pidana Penjara yang lamanya melebihi ancaman maksimum dari pidana pokoknya
Sesudah putusan pengadilan. Ketiga, penutupan seluruh atau sebagian perusahaan Untuk
waktu paling lama satu tahun. Keempat, pencabutan seluruh atau sebagian Hak-hak tertentu
atau penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan tertentu, Yang telah atau diberikan oleh
pemerintah kepada terpidana.Jika melihat konteks hukum dan perundang-undangan yang
berlaku, maka Tidakan individu atau kelompok dalam menyelewengkan bantuan bencana
Alam Juga tergolong sebagai tindak pidana korupsi. Sesuai UU no.31 tahun 1999 jo UU
No.20 Tahun 2001, pelaku penyelewengan bantuan menurut UU tersebut dapat Menerima
pemberatan pidana yaitu pidana mati. Pidana mati ini dapat dijatuhkan Karena perbuatan
korupsi yang dilakukan dalam keadaan tertentu, yaitu ketika Negara sedang menghadapi
Bencana alam Nasional. Hal ini sesuai dengan Pasal 2 Ayat (2) UU No.31 Tahun 1999.
Ancaman pidana mati yang terkandung dalam Pasal 2 ayat (2) UU No.31 Tahun 1999 sesuai
dengan pernyataan Kejaksaan Tinggi Jawatimur yang memberikan warning kepada pelaku
penyelewengan bantuan bancana alam Meletusnya gunung kelud februari 2014
(EncietyNews, 2014).
Pemberantasan korupsi sebagai persoalan hukum dilakukan sebagai upaya
Yang lebih bersifat represif dari pada upaya yang bersifat preventif. Upaya Pemberntasan ini
dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK Sebagai lembaga yang bertugas
untuk membernatas kasus korupsi di Indonesia
Dibentuk berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 2002.
Sementara untuk mengadili pelaku tindak pidana korupsi dilakukan oleh Pengadilan Tindak
Pidana Korupsi (Tipikor). Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
Adalah pengadilan khusus yang berada dilingkungan peradilan umum dan Berkedudukan
didaerah kabupaten atau kota yang daerah hukumnya meliputi Daerah hukum pengadilan
negeri bersangkutan. Demikian pula ditingkat Banding, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di
Ibu kota Provinsi yang daerah hukumnya Meliputi daerah hukum pengadilan tinggi yang
bersangkutan. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi iniberwewenang memeriksa dan
memutuskan perkara tindak Pidana korupsi dan tindak pidana lainnya yang berkaitan dengan
korupsi (Isra & Eddy, dalam Wijayanto, 2009:575).Korupsi Dalam Perspektif Hukum
Korupsi harus dipahami sebagai
Tindakan melawan hukum dan ada pandangan sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary
crime). KPK mengungkap tiga sebab mengapa korupsi di Indonesia Menjadi kejahatan luar
biasa yaitu:Korupsi di Indonesia sifatnya transnasional sehingga beberapa koruptor Indonesia
mengirimkan uang ke luar negeri. Hasil pendataan KPK menunjukkan Bahwa 40 persen
saham di Singapura adalah milik orang Indonesia. Oleh sebab Itu, Singapura hingga saat ini
tak mau meratifikasi perjanjian ekstradisi dengan Indonesia. Tujuan dari perjanjian ini adalah
meminta buron dari suatu negara yang Lari ke negara lain untuk dikembalikan ke negara
asalnya.Pembuktian korupsi di Indonesia itu super. Artinya, membutuhkan usaha Ekstrakeras.
Seperti diketahui, 50 persen kasus korupsi bentuknya penyuapan.
Koruptor yang menyuap tidak mungkin menggunakan tanda terima atau kuitansi. Secara
hukum, pembuktiannya cukup sulit.Dampak korupsi memang luar biasa. Contohnya, dari
sektor ekonomi, Utang Indonesia di luar negeri mencapai Rp1.227 triliun. Utang ini dibayar
tiga Tahap, 2011–2016, 2016–2021, dan 2021–2042. Permasalahan yang muncul Apakah kita
dapat melunasinya pada 2042? Di sisi lain, menjelang tahun itu banyak Timbul utang-utang
baru dari korupsi baru. (Republika, 2014) Pandangan lain Berpendapat bahwa tindak pidana
korupsi itu hanya dianggap sebagai tindak Pidana biasa dan bukan merupakan extraordinary
crime. Para ahli hukum tersebut merujuk pada Statuta Roma tahun 2002, yang Dalam hal ini
statuta tersebut menggolongkan korupsi bukan suatu kejahatan luar Biasa yang tergolong
extraordinary crime, yaitu kejahatan genosida, kejahatan Terhadap kemanusiaan, kejahatan
perang, dan kejahatan agresi. Namun, Indonesia Sendiri bukanlah negara yang ikut
meratifikasi Statuta Roma tersebut.Seluruh negara telah menyatakan perang terhadap korupsi
dan koruptor, Bahkan sebagai anggapan kejahatan luar biasa maka ada negara yang
Memberlakukan hukuman mati untuk para koruptor. Indonesia telah membuat Undang-
undang tersendiri untuk mencegah dan memberantas korupsi.Beberapa Undang – Undang
dan peraturan pemerintah yang erat kaitannya Untuk mencegah dan memberantas korupsi
yaitu:
a. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana;

b. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih


dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme;

c. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana


Korupsi;

d. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran
Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi.

KORUPSI DALAM PERSPEKTIF AGAMA


Agama sebagai dasar dari segala kepercayaan dan keyakinan tiap individu Berperan penting.
Dalam semua ajaran agama, tidak ada yang mengajarkan Umatnya untuk berlaku atau
melakukan tindakan korupsi. Namun, pada Kenyataannya praktik korupsi sudah menjadi
kebiasaan yang dilakukan orangorang beragama.Agama memang mengajarkan dan
mengarahkan para penganutnya untuk Hidup jujur, lurus, dan benar. Korupsi termasuk
kategori perilaku mencuri yang Diharamkan agama dan tindakan pendosa. Logikanya
seseorang yang beragama Atau memegang teguh ajaran agamanya tidak akan melakukan
korupsi. Penyebabnya tentu dapat dilihat dari berbagai perspektif. Harus disadari bahwa
Kelakuan seseorang tidak hanya ditentukan oleh agamanya. Ada banyak faktor Yang
memengaruhi orang untuk bertindak atau berperilaku koruptif, antara lain Faktor genetik,
faktor neurologis, faktor psikologis, faktor sosiologis, faktor Pendidikan dan pengasuhan.
Ada faktor lain yang bisa mengalahkan pengaruh ajaran agama sebagai
Godaan manusiawi, yaitu
1. Nilai – nilai agama tidak menjadi pedoman dalam tindak perilaku di Masyarakat

2. Ketiadaan apresiasi terhadap nilai-nilai kemuliaan disertai dengan lemahnya Disiplin


diri dan etika dalam bekerja

3. Adanya sifat tamak dan egois yang hanya mementingkan diri sendiri.

Dengan gaya hidup modern sekarang ini, orang dengan mudah melupakan Atau
dengan sengaja mengabaikan ajaran-ajaran agama yang dianutnya, lalu Melakukan
tindak pidana korupsi. Ada kalanya uang hasil tindak pidana korupsi Itu digunakan
untuk hal-hal yang berbau religi. Dalam hal ini tentu harus ada Introspeksi diri dari
kita semua, termasuk dari para pemuka agama.

KORUPSI DALAM PERSPEKTIF SOSIAL

Dalam perspektif sosial korupsi dipandang suatu perbuatan yang dapat Meningkatkan angka
kemiskinan, perusakan moral bangsa, hilangnya rasa percaya Terhadap pemerintah, akan
timbul kesenjangan dalam pelayanan umum dan Menurunnya kepercayaan pemerintah dalam
pandangan masyarakat. Dalam Sistem ini, menerima sesuatu dari rakyat, walaupun untuk
rakyat itu sendiri harus Berkorban dan menderita, tanpa diketahui oleh rakyat itu sendiri
mereka telah Diperlakukan tidak adil oleh oknum-oknum korupsi yang tidak bertanggung
Jawab, merupakan perbuatan tercela dan penerimaan itu jelas dapat dimasukkan Sebagai
perbuatan korupsi.
KORUPSI DALAN PERSPEKTIF POLITIK
Dalam perspektif politik korupsi dapat mempersulit demokrasi dan tata Cara pemerintahan
yang baik dengan cara menghancurkan proses formal, sistem Politik akan terganggu
cenderung tidak dipercaya oleh masyarakat, akan timbul Aklamasi-aklamasi untuk
menguatkan kekuatan politik (menjaga keberlangsungan Korupsi) dan akan timbul
ketidakpercayaan rakyat terhadap lembaga-lembaga Politik.

KORUPSI DALAN PERSPEKTIF BUDAYA

Korupsi sebagai kejahatan pencurian uang dalam bentuk penyalahgunaan Wewenang,


memiliki arti yang sangat luas. Jika korupsi dilihat dari sudut pandang Budaya, maka
pengertian korupsi memiliki dimensi tradisi atau kebudayaan. Beberpa ahli mengemukakan
pendapat bahwa tindakan korupsi sekarang ini bukan Sebagai fenomena penyimpangan,
namun telah manjadi tindakan yang masif terjadi Dan telah menjadi budaya.Pengertian
“membudaya” dalam konteks korupsi memberikan pengertian Bahwa prilaku koruptif telah
masuk dalam struktur kesadaran masyarakat sebagai Proses yang wajar dan tak terbantahkan
dalam relasi sosial, politik, dan ekonomi. Hal tersebut seperti pernyataan Mohammad Hatta
(wakil presiden RI pertama) Bahwa “prilaku korupsi telah membudaya dalam masyarakat
Indonesia”. Pernyataan hatta tersebut di lontarkannya pada tahun 1970an, ketika ia menjadi
Penasehat Presiden Soeharto dalam upaya pemberantasan korupsi saat itu (Margana, dalam
Wijayanto, 2009:415-416). Melebel korupsi sebagai tindakan yang membudaya akan
menghubungkan Korupsi dengan konsep “determinisme kultural” (cultural determinism).
Determinisme kultural ini merupakan konsep yang sering menjadikan acuan Beberapa ahli
dalam mengamati dan mempelajari korupsi yang semakin tumbuh Meluas dalam masyarakat.
Dimana determinisme kultural memberikan pengertian Bahwa kebudayaan tertentu dalam
masyarakat tertentu telah memberikan landasan Mentalitas menguatnya tindakan korupsi dan
penyelewengan.Dalam sejumlah kebudayaan, terdapat nilai-nilai yang sedemikian berbeda
Sehingga korupsi kurang dituntut kepengadilan, lebih dapat diterima, atau bahkan Merupakan
bagian dari adat istiadat itu (Klitgaard, 2001:82). Nillai-nilai dan adat istiadat yang
sedemikian itu telah menjadikan praktek tindakan korupsi danPenyelewengan semakin masif
terjadi di masyarakat. Perbedaan adat-istiadat,
Kebiasaan, dan pedoman berperilaku masyarakat satu dengan masyarakat lain, Pada
gilirannya, dapat menjelaskan bagaimana berbagai macam jenis serta tingkat Korupsi terjadi.
Perbedaan-perbedaan “budaya” disalahgunakan untuk mendukung
Tindakan korupsi.Banyak teori dapat digunakan untuk menjelaskan korupsi sebagai
Persoalan budaya. Diantaranya adalah teori dari Emile Durkheim (185-1917).
Sosiolog Prancis ini memandang bahwa watak manusia sebenarnya bersifat pasif
Dipengaruhi dan dikendalikan oleh struktur dalam masyarakatnya. Individu secara Moral,
netral, dan masyarakatlah yang menciptakan kepribadiannya (Kamil,
2009:848). Dalam konteks prilaku koruptif dan penyelewengan bantuan bencana,
Berarti bahwa sistem budaya dan kelembagaan yang ada dalam masyarakat yang
Membentuk prilaku individu. Ketika individu berada dalam struktur kelembagaan
Yang korup, maka struktur yang korup tersebut akan membentuk individu yang
Korup pula. Sebesar apapun sifat baik yang dimiliki seorang individu, ketika ia Masuk dalam
lembaga yang korup maka lama kelamaan akan masuk dalam
Pusaran hitam prilaku korupsi.Sistem budaya yang korup akan mempengaruhi dan
membentuk prilaku
Individu. Ketika suatu lembaga memiliki sistem budaya yang korup, nilai dan Moral telah
bergeser dan membentuk nilai baru, yang selanjutnya dipegang Bersama oleh anggotanya
sebagai pedoman berperilaku. Nilai baru inilah yang
Dianggap sebagai nilai yang benar walaupun dalam ukuran nilai yang sebelumnya
Merupakan nilai yang menyimpang. Sehingga ketika ada seorang Indvidu yang Memiliki
kepribadian yang baik dengan pegangan moral dan nilai yang kuat akan Dianggap
menyimpang ketika ia berada dalam lembaga yang korup tersebut.Sementara Gabriel
Almond, seorang ahli teori kebudayaan politik yang Banyak dipengaruhi oleh teori Sosiologi
Fungsionalisme struktural Talcot Parson Dan Behavioral Science dari disiplin Psikologi,
memiliki pengertian yang lain Mengenai tindakan korupsi dan penyelewengan berkaitan
dengan kebudayaan. Bagi Almond, yang banyak dipengaruhi fungsionalisme struktural,
Jmemahami Kebudayaan dan masyarakat dengan pengertian yang luas, dimana masyarakat
Dipandang sebagai suatu sistem dengan bagian-bagian yang saling bergatung
(interdeoendensi). Baginya praktik politik dalam bntuk tindakan korupsi tidak bisa Dilihat
sebagai entitas yang berdiri sendiri, namun saling berkaitan dan Berinteraksi dengan struktur
lain seperti ekonomi, dan budaya (Kamil,2009:848-850).Dalam perspektif budaya, korupsi
menjadi sesuatu yang dianggap biasa Karena telah dilakukan, baik secara sadar maupun tidak
sadar dalam sikap hidup Sehari-hari. Jika dikategorikan secara berjenjang perilaku seseorang
terhadap Praktik korupsi dimulai dari sangat permisif, permisif, antikorupsi, dan sangat
Antikorupsi.Dalam hal ini pelaku sadar bahwa tindakannya akan merugikan suatu pihak Dan
akan ada konsekuensi yang dihadapinya apabila kecurangan itu diketahui. Fenomena kasus
koruptif yang sering terjadi dalam dunia kesehatan dan dianggap
Sebagai suatu kebiasaan yaitu:
a. Kebiasaan masyarakat memberikan uang pelicin atau tips kepada petugas Kesehatan
untuk mendapatkan kemudahan dalam memperoleh pelayanan Kesehatan.
b. Seorang petugas kesehatan merekomendasikan obat pesanan sponsor karena Ia telah
menerima gratifikasi dari produsen obat tersebut.

c. Penyalahgunaan kartu miskin/Jamkesmas/Jamkesda untuk mendapatkan Fasilitas


kesehatan gratis yang dilakukan masyarakat dalam golongan mampu.

d. Manipulasi data pelaporan tindakan medis yang berdampak pada besarnya Klaim
pada asuransi kesehatan atau sejenisnya.

NAPZA DALAM PERSPEKTIF HUKUM


Sebelum diundangkannya Undang-undang No. 22 tahun 1997 tentang Narkotika dan
Undang-undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika, peraturan
Yang berlaku adalah:

1. Undang-undang Obat Bius (Verdoovende Middelen Ordonantie)


Undang-undang obat bius mi merupakann kumpulan-kumpulan dan Pelbagai undang-undang
serta ketentuan-ketentuan mengenai candu dan obat-obat Bius lainnya yang tersebar dalam
sejumlah perundang-undangan. Aturan hukum di Atas berlaku pada zaman pemerintahan
kolonial Belanda. Segala aturan hukum Yang berlaku pada waktu itu selama belum diganti
atau diubah dengan aturan Yang baru, maka berdasarkan ketentuan pasal-pasal aturan
peralihan Undangundang Dasar 1945 masih tetap berlaku. Demikian juga halnya dengan
Undangundang Obat Bius.

2. Undang-undang Obat Keras (Lembagan Negara No 419 tahun 1949)


Undang-undang ini dibuat pada tahun 1949 dengan Lembaran Negara No. 419 yang
merupakan penyempurnaan dan Undang-undang Obat Bius karena Dianggap
memiliki banyak kekurangan di beberapa sisi. Antara lain tidak memuat Opiates
sinthetis dan segala obat-obatan yang memiliki efek samping yang sama Atau
cenderung disalahgunakan yang dapat mengakibatkan ketergantungan Sebagaimana
jenis-jenis obat bius yang terdapat dalam Undang-undang Obat Bius.

3. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)Undang-undang ini memberikan dasar


pegakan hukum umumnya, Memberikan kemungkinan untuk mengisi kekurangan-
kekurangan dari kedua Undang-undang tersebut di atas, dan juga guna pemantapan
Hukum Acara Pidana Dan mekanisme penyidikannya.Di dalam pasal. 204 KUH
Pidana dinyatakan:

• Barang siapa menjual, menawarkan, menerima, atau membagi-bagikan Barang, sedang


diketahui bahwa barang itu berbahaya bagi jiwa atau Kesehatan orang atau sifat berbahaya itu
didiamkannya, dihukum penjara Selama-lamanya lima belas tahun;

• Kalau orang mati lantaran perbuatan itu, yang bersalah dikenakan pidana Seumur hidup
atau pidana selama waktu tertentu paling lama dua puluh Tahun.Di dalam Undang-undang
Tindak Pidana Narkotika, perkara tersebut Termasuk perkara yang didahulukan dari perkara
lain untuk diajukan kepengadilan Guna mendapat pemeriksaan dan penyelesaian dalam
waktu yang sesingkatsingkatnya. Ini sesesuai dengan lex specialis derogat lex generalis. Dan
dalam Pemeriksaan didepan pengadilan, saksi atau orang lain yang bersangkutan dengan
Perkara yang sedang dalam pemeniksaan dilarang dengan sengaja menyebut Nama, alamat,
atau hal lain yang memberi kemungkinan dapat diketahui identitas Pelapor (pasal 28).

4. Instruksi Presiden Nomor 6 tahun 1971 Instruksi Presiden R.I. No. 6/1971 pada
BAKIN (Badan Koordinasi Intelejen Nasionai) yang diserahi lima masalah yaitu: (1)
Masalah kenakalanAnak-anak, (2) Masalah bahaya narkotika, (3) Masalah subversi,
(4) Masalah Penyelundupan, dan (5) Masalah uang palsu.Di antara masalah-masalah
di atas yang resmi diperbincangkan adalah Masalah penyalahgunaan narkotika.

5. Undang-undang No 9 tahun 1976


Dengan berlakunya Undang-undang narkotika yang diundangkan pada Tanggal 26 Juli 1976,
maka pada saat itu juga Undang-undang obat bius (Verdoovende Middelen Ordonantie) Stb.
1927 No. 278 jo 536 sebagaimana telah Diubah dan ditambah, menjadi tidak berlaku lagi.
Sebab Undang-undang No.9 Tahun 1976 itu memutuskan mencabut Undang-undang obat
bius dan menetapkan Berlakunya Undang-undang narkotika.

6. Undang-undang No 22 tahun 1997 tentang Narkotika dan Undang-undang No 5 tahun


1997 tentang Psikotropika Undang-undang narkotika No. 22 tahun 1997 dan Undang-
undang tentang Psikotrapika No. 5 tahun 1997 menpunyai sistematika dan isi yang
lebih up to Date dari pada Undang-undang Obat Bius atau undang-undang
sebelumnya. Secara umum Undang-undang Obat Bius hanya mengatur hal- hal yang
berkenaan Dengan pengadaan, distribusi, dan penggunaan narkotika. Sedangkan
masalahmasalah yang berhubungan dengan pengobatan dan rehabilitasi pecandu serta
Usaha-usaha pencegahan lainnya tidak diatur. Demikian pula mengenai ancaman
Hukuman, baik bagi para pelaku pelanggaran maupun para pelaku kejahatan, dan
Ketentuan pidana di bidang ini relatif sangat ringan, sehingga tidak mempunyai Daya
pencegahan terhadap masyarakat serta dirasakan sebagai hambatan terhadap Usaha
penegak hukum.Perbincangan yang juga penting dikemukakan adalah menyangkut
jenisjenis NAPZA.

Berikut ini penulis kemukakan beberapa jenis NAPZA yang cukup Populer ;

1) Candu (Opium)

Opium adalah getah berwama putih yang seperti susu yang keluar dari Kotak biji tanaman
Papaver Somniverum yang belum masak. Jika buah candu Yang bulat telur itu kena torehan,
getah tersebut jika ditampung dan kemudian Dijemur akan menjadi opium mentah. Cara
modern untuk memperosesnya Sekarang adalah dengan jalan mengolah jeraminya secara
besarbesaran, kemudian Dari jerami candu yang matang setelah diproses akan menghasilkan
alkaloida Dalam bentuk cairan, padat, atau bubuk. Sebenarnya tanaman candu sudah dikenal
lama sebagai penghasil Narkotika alami dan merupakan sumber utama bagi jenis narkotik
lainnya, sepertiMorphine, heroine, codeine, dan narcaine. Di sekitar abad keempat sebelum
Masehi diketahui tanaman ini tumbuh subur di kawasan Mediterania.

2. Morphine.
Morphine adalah jenis narkotika yang bahan bakunya berasal dari candu Atau opium. Sekitar
4-21% morphine dapat dihasilkan dari opium. Morphine Adalah prototipe analegtik yang
kuat, tidak berbau, rasanya pahit, berbentuk kristal Putih, dan warnanya makin lama berubah
menjadi kecokelat-cokelatan.Dalam dunia kedokteran, morphine merupakan obat yang
banyak Digunakan, karena dapat menghilangkan rasa sakit. Yakni memiliki daya khusus
Menghilangkan rasa sakit pada urat syaraf. Konon, sejak abad ke 19, para tentara Yang
bertangkat ke medan perang di Eropa dan Amerika dibekali morphine, agar Dapat
menghilangkan rasa nyeri apabila mereka terluka. Pada perkembangan Selanjutnya, karena
kurangnya pengawasan, kasus ketagihan morphine di Kalangan mlliter menjadi merajalela,
sehingga muncul apa yang disebut ―Penyakit Militer‖.Kegunaannya morphine pada
prinsipnya sama saja dengan candu. HanyaSaja morphine boleh digunakan untuk tujuan
medis dengan petunjuk khusus dari dokter. Penggunaan di luar tujuan medis dan ilmu
pengetahuan itu tidak Diperbolehkan karena akan berakibat fatal bagi pemakainya, serta akan
Menimbulkan ketergantungan secara fisik dan psikis. Para pengguna morphine ini Akan
menghadapi beberapa gejala khas antara lain: mengantuk, rasa takut, Halusinasi, rasa
gembira, gagap (berbicara tidak jelas), fungsi koordinasi badan Tidak sempurna, selera
makan hilang, dan anak mata mengecil. Apabila Dikonsumsi secara berlebihan (over dosis),
maka akan berisiko kematian bagi Pemakainya.

2) Heroine
Setelah ditemukan zat kimia morphine pada tahun 1806 oleh Fredich Sertumer. Kemudian
pada tahun 1898, Dr. Dresser, seorang ilmuan Berkebangsaan Jerman telah menemukan zat
heroine.31 Semula zat baru ini (heroine) diduga dapat menggantikan morphine dalam dunia
kedokteran dan Bermanfaat untuk mengobati para morfinis. Akan tetapi, harapan tersebut
tidak Benlangsung lama. Karena terbukti adanya kecanduan yang berlebihan bahkan Lebih
cepat dari pada morphine serta lebih susah disembuhkan bagi para Pecandunya.

Anda mungkin juga menyukai