B. Rumusan Masalah
Dengan mengacu pada uraian pendahuluan di atas, maka selanjutnya akan
dirumuskan beberapa hal yang dijadikan sebagai permasalahan. Adapun hal-hal tersebut
adalah:
1. Bagaimana peraturan hukum positif Indonesia mengatur tentang tindak pidana
korupsi dilihat dari pertanggungjawaban pidana dan penjatuhan pidananya?
2. Apa saja langlah-langkah strategis kebijakan kriminal dalam tindak pidana korupsi di
Indonesia menurut UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana dan Penjatuhan Pidana dalam UU No.
31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001
Pengertian tindak pidana korupsi telah jelas diatur dalam 13 pasal dalamUndang-
Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (LN Tahun 2001 Nomor 134; TLN No.
4150). Salah satu diantara pengertian tersebut adalah Berdasarkan ketentuan Undang-
Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang dimaksud dengan korupsi adalah
sebagai berikut.
Pasal 2
(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana
penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan
denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
b. Pidana Penjara
1) Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4
(empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda
paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) bagi setiap orang
yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan
keuangan Negara atau perkonomian Negara. (Pasal 2 ayat 1).
2) Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1
(satu) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah) dan paling banyak satu Rp 1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah) bagi setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan
diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan
kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena
jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara
atau perekonomian Negara (Pasal 3).
3) Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua
belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp
150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta) bagi setiap orang yang dengan
sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung
atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di
siding pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa ataupun para
saksi dalam perkara korupsi. (Pasal 21)
4) Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua
belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 150.000.000,00
(seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp
600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) bagi setiap orang
sebagaimana dimaksud dalam pasal 28, pasal 29, pasal 35, dan pasal
36.
c. Pidana Tambahan
1) Perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak
berwujud atau barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau
yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan
milik terpidana dimana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pula
dari barang yang menggantikan barang-barang tersebut.
2) Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya
sama dengan harta yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.
3) Penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling
lama 1 (satu) tahun.
A. Terhadap Tindak Pidana yang dilakukan Oleh atau Atas Nama Suatu
Korporasi :
Pidana pokok yang dapat dijatuhkan adalah pidana denda dengan ketentuan
maksimal ditambah 1/3 (sepertiga). Penjatuhan pidana ini melalui procedural ketentuan
pasal 20 undang-undang 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi
adalah sebagai berikut:
1. Dalam hal tindak pidana korupsi dilakukan oleh atau atas nama suatu
korporasi, maka tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap
korporasi dan/atau pengurusnya.
2. Tindak pidana korupsi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana
tersebut dilakukan oleh orang baik berdasarkan hubungan kerja maupun
berdasarkan hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut
baik sendiri maupun bersama-sama.
B. Langkah Strategis Kebijakan Kriminal menurut UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU
No. 20 Tahun 2001 sebagai Upaya Penanggulangan Korupsi
Pendayagunaan UU No. 20 Tahun 2001 termasuk sebagai kebijakan kriminal,
yang menurut Sudarto, sebagai usaha yang rasional dari masyarakat untuk
menanggulangi kajahatan. Di dalamnya mencakup kebijakan hukum pidana yang disebut
juga sebagai kebijakan penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana, yang dalam arti
paling luas merupakan keseluruhan kebijakan yang dilakukan melalui perundang-
undangan dan badan resmi, yang bertujuan untuk menegakkan norma-norma sentral dari
masyarakat.[1]Istilah kebijakan kriminal diterjemahkan dari istilah criminal
policy (bahasa Inggris). Istilah tersebut merupakan persamaan dari istilah politiek
criminal (Bahasa Belanda). G. Peter Hoefnagels menjelaskan, bahwa (a) criminal policy
is the science of science responses; (b) criminal policy is thescience of crime prevention;
(c) criminal policy is a designating human behavior as crime; (d) criminal policy is a
rational total of the responses to crime.
Kebijakan kriminal adalah ilmu pengetahuan yang memberi tanggapan.
Kebijakan tersebut merupakan ilmu pengetahuan dalam penanggulangan kejahatan.
Kebijakan kriminal juga merupakan penjelmaan dari ilmu pengetahuan dan bersifat
terapan. Berdasarkan pendapat Hoefnagels, dapat diketahui bahwa penerapan hukum
pidana untuk menangulangi kejahatan meliputi ruang lingkup berikut.
1. Administrasi peradilan pidana dalam arti sempit, yaitu pembuatan hukum
pidana dan yurisprudensi, proses peradilan pidana dalam arti luas (meliputi
kehakiman, ilmu kejiwaan, ilmu sosial), dan pemidanaan.
2. Psikiatri dan psikologi forensik.
3. Forensik kerja sosial.
4. Kejahatan, pelaksanaan pemidanaan dan kebijakan statistik.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penulisan makalah ini, dapat ditarik beberapa kesimpulan yang diambil
adalah berdasar pembahasan permasalahan disertai dengan uraian penjelasannya, yaitu :
1. Kebijakan kriminal secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi 2 :
A. kebijakan kriminal dengan menggunakan sarana hukum pidana
(penal policy); dan
B. kebijakan kriminal dengan menggunakan sarana di luar hukum
pidana (nonpenal policy).
Kedua sarana (penal dan nonpenal) tersebut di atas merupakan suatu pasangan
yang satu sama lain tidak dapat dipisahkan, bahkan dapat dikatakan keduanya saling
melengkapi dalam usaha penanggulangan kejahatan di masyarakat.
1. Pendayagunaan sanksi hukum pidana untuk menanggulangi kejahatan,
lebih konkretnya mengoperasikan UU 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 tahun
2001 tentang tindak pidana korupsi, memperhatikan beberapa langkah
strategis yang dimulai dari substansi hukum, struktur hukumnya dan
pemberdayaan masyarakat atau disebut budaya hukum dalam rangka
mencegah tindak pidana korupsi yang kian marak di negeri ini.
B. Saran
Saran yang dapat diberikan berdasarkan penulisan makalah ini adalah Upaya
penanggulangan tindak pidana korupsi tidak dapat dilepaskan dari penghapusan rezim
KKN, pencegahan sentralisasi kekuasaan, dan penguatan penegakan hukum. Sehingga,
alangkah lebih baik jika semua lapisan masyarakat betul-betul membantu upaya
pemberantasan korupsi. Aparat penegak hukum bekerja dengan baik, sedang masyarakat
ikut mendukung segala upaya demi melaksanakan Undang-Undang yang telah dibentuk
agar terciptanya negara demokrasi yang bebas korupsi.
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Muladi, 1995, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Semarang, Badan Penerbit
Universitas Diponegoro.
Arief, Barda Nawawi, 2011, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Jakarta, Penerbit
Kencana.
Arief, Barda Nawawi, 2010, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung, PT Citra Aditya
Bakti..
Djaja, Ermansjah, 2008, Memberantas Korupsi Bersama KPK : Kajian Yuridis
Normatif UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU Nomor 20 Tahun 2001
versi UU Nomor 30 Tahun 2002, Jakarta, Sinar Grafika.
Hartanti, Efi, 2007, Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Sinar Grafika.
Sudarto, 1981, Hukum dan Hukum Pidana, Bandung, Alumni.
Undang-Undang
UU Nomor 31 Tahun 1999
UU Nomor 20 Tahun 2001