Anda di halaman 1dari 10

TATANAN KELEMBAGAAN DALAM MENCEGAH KECURANGAN

NAMA: SITI HASANAH (180420038)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
LHOKSEUMAWE
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tindak kecurangan saat ini terus terjadi. Kecurangan atau yang sering disebut
fraud dilakukan dengan beragam modus dan semakin berkembang seiring perkembangan
zaman. Kecurangan secara umum merupakan suatu perbuatan melawan hukum yang
dilakukan oleh orang-orang dari dalam dan atau luar organisasi, dengan maksud untuk
mendapatkan keuntungan pribadi dan atau kelompoknya yang secara langsung merugikan
pihak lain. Orang awam seringkali mengasumsikan secara sempit bahwa fraud sebagai
tindak pidana atau perbuatan korupsi.
Korupsi telah merugikan masyarakat. Saat ini jamak diketahui bahwa untuk
mendapat pelayanan prima dari instansi pemerintah, masyarakat seringkali terpaksa
memberikan gratifikasi ke aparat pemerintah. Tanpa gratifikasi tersebut, aparat
pemerintah seringkali memperlambat pelayanannya kepada masyarakat dengan berbagai
alasan. Parahnya tingkat korupsi di Indonesia tercermin dari adanya 51,592 laporan yang
diterima KPK pada tahun 2011. Masalah besar bangsa ini yaitu korupsi. Korupsi adalah
penyalahgunaan kekuasaan dan jabatan pada organisasi publik untuk keuntungan pribadi,
penyalahgunaan jabatan dapat menghasilkan uang untuk kepentingan partai, suku, kelas,
teman, keluarga yang sangat dirahasiakan terhadap pihak lain di kalangan sendiri itu
(Umar, 2012). Masalahnya beraneka ragam, mulai dari upaya pencegahan dan
pemberantasan sampai pada penanganan kasus korupsi sejak orde baru yang mencapai
lebih dari satu quadrillion rupiah (lebih dari Rp.1000 triliun).
Jumlah ini akan terus meningkat, baik karena kasus maupun karena opportunity
cost (Tuanakotta 2010:131) Praktik korupsi di Indonesia masih tergolong tinggi baik
untuk tingkat Asia maupun dunia. Oleh karena itu tatanan kelembagaan merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari pokok bahasan akutansi forensik di Indonesia
(Tuanakotta, 2010: 131). Dengan maraknya korupsi di Indonesia maka pemerintah
membuat organisasi pemberantan korupsi. Pembarantasan korupsi perlu dilakukan untuk
mendorong pembagunan, namun tentunya dengan strateginya yang tepat agar tidak
terjadi kontra produktif. Dengan strategi yang lebih tepat, pemberantasan korupsi
tentunya akan mendorong pembagunan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat
(Umar, 2012).

1.2 Tujuan Makalah


1.2.1 Untuk mengetahui upaya pencegahan tindak kecurangan di instansi pemerintah
1.2.2 Untuk mengetahui peraturan apa saja yang terkait dengan pencegahan tindak kecurangan
di intansi pemerintah
1.2.3 Untuk mengetahui apa pengertian tatanan kelembagaan
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Tatanan Kelembagaan


Menurut Tuanakota (2010: 132), UUD 1945 menyebutkan lembaga negara atau lembaga
penyelenggaraan negara, baik di tingkat pusat maupun di daerah. Hal tersebut menganut asas
tris politika yaitu ekskekutif, legislatif dan yudikatif. Terdapat dua kotak besar dengan
bingkai garis putus-putus. Kotak besar pertama berisi tiga kotak kecil masing-masing: Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Majelis Permusyawaratan
Rakyat (MPR). Hal ini sejalan dengan Pasal 2 ayat (1) bahwa “Majelis Permusyawaratan
Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan
Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-
undang”.
Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim
agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan,
keluhuran martabat serta perilaku hakim. Mahkamah konstitusi berwenang mengadili pada
tingkat pertama dan terakhir yang keputusannya bersifat final untuk menguji undang-undang
terhadap UUD yang memutusskan sengketa kewenangan lembaga negara yang
kewenangannya dberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutuskan perbubaran partai
politik, dan memutuskan perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Berikut merupakan bagan kepala lembaga negara dan lembaga kuasi negara yang
berkaitan dengan sektor keuangan negara dan pemberantasan tindak pidana korupsi: Laporan
hasil pemeriksaan, laporan hasil pemeriksaan kinerja, dan ikhtisar hasil pemeriksaan BPK
diatur di dalam UU Nomor 15 tahun 2004 dan UU Nomor 15 tahun 2006 mengenai BPK.
Arus laporan ini dimulai dari BPK menuju ke DPR dan DPD (Pasal 17 ayat 1 dan Pasal 18
ayat 1), DPRD (Pasal 17 ayat 2), Presiden/Gubernur/Bupati/Walikota (Pasal 17 ayat3 dan 6,
dan Pasal 18 ayat 2), DPR/DPD/DPRD (Pasal 17 ayat 5). Apabila di dalam pemeriksaan
terdapat unsur pidana, BPK melaporkan kepada instansi yang berwenang (kepolisian,
kejaksaan, KPK) sesuai dengan Pasal 14 ayat 1.

2.2 Lembaga Pemberantas Korupsi


KPK dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberatasan Tindak Pidana Korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi diberi amanat
melakukan pemberantasan korupsi secara profesional, intensif, dan berkesinambungan
(www.kpk.go.id). KPK didirikan karena kelemahan aparat penegak hukum di bidang
penyelidikan dan penyidikan (kepolisian dan kejaksaan). Dalam menghadapi tuntutan
konvensi pemberatasan korupsi PBB (United Nations Convention Against Corruption –
UNCAC).
Tugas Pemburu Koruptor selain memburu para koruptor yang kini bebas di luar negeri,
juga berupaya mengembalikan aset-aset milik negara yang dibawa mereka kabur ke luar
negeri. Awalnya tim ini hanya memburu terpidana yang ‘melarikan diri’. Akan tetapi, dalam
perkembangannya yang menjadi tersangka juga menjadi target. Mengenai Tim Pemburu
Koruptor ini, harian Kompas, 12 Agustus 2009, menulis “Tak jelas kinerjanya, ditiadakan
saja. Pasalnya hasil kerja tim di bawah koordinasi Menteri Koordinator Politik Hukum dan
Keamanan itu tidak jelas, bahkan tumpang tindih dengan bidang lain.”
Kemudian ada Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang lebih dikenal dengan
nama Timtas Tipikor. Timtas Tipikor yang dibentuk berdasarkan Keppres No. 11 tahun 2005
beranggotakan 48 orang dari kejaksaan, kepolisian, dan Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BKKP). Secara resmi Timtas Tipikor Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
pada tanggal 11 Juni 2007. Pekerjaan yang belum selesai akan dilanjutkan kejaksaan dan
kepolisian.
Tugas-tugas KPK meliputi kegiatan:
a) Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak
pidana korupsi.
b) Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak
pidana korupsi.
c) Penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.
d) Pencegahan tindak pidana korupsi.
e) Pemantauan (monitoring) penyelenggaraan pemerintahan negara
Dalam hal ini KPK mengambil alih penyidikan atau penuntutan, kepolisian atau
kejaksaan wajib menyerahkan tersangka dan seluruh berkas perkara beserta alat bukti dan
dokumen lain yang diperlukan dalam waktu paling lama 14 hari kerja sejak tanggal
diterimanya permintaan KPK. Penyerahan dilakukan dengan berita acara penyerahan dan
sejak saat itu tugas dan wewenang kepolisian atau kejaksaan beralih ke KPK. Pengambilan
penyidikan atau penuntutan oleh KPK dilakukan dengan alasan:
a) Laporan masyarakat mengenai tindak pidana korupsi tidak ditindak lanjuti.
b) Penanganan tindak pidana korupsi berlarut-larut atau tertunda-tunda tanpa alasan
yang dapat dipertanggungjawabkan.
c) Penanganan tindak pidana korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku tindak
pidana korupsi yang sesungguhnya
d) Penanganan tindak pidana korupsi mengandung unsur korupsi
e) Ada hambatan penanganan tindak pidana korupsi karena investasi dari eksekutiif,
legislatif atau yudikatif
2.3 Mencegah Tindak Kecurangan
Mengingat definisi tindak kecurangan sudah tercakup dalam klasifikasi tindak pidana
korupsi sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-undang
Nomor 20 Tahun 2001, maka pembahasan mengenai pencegahan tindak kecurangan akan
difokuskan pada pencegahan tindak pidana korupsi.6 Korupsi merupakan permasalahan yang
dihadapi oleh setiap negara di dunia. Bentuk dan praktik kejahatan korupsi juga sangat
beragam. Setiap negara berusaha menanggulangi dan memberantas korupsi melalui berbagai
tindakan dan kebijakan. Indonesia, khususnya pasca era reformasi, juga telah melakukan
beberapa upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi, antara lain dengan hal-hal berikut:
a) Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
Salah satu upaya pemerintah dalam mengendalikan korupsi yang ada di
Indonesia adalah melalui pembentukan peraturan perundang-undangan yang terkait
dengan pengendalian korupsi. Beberapa peraturan perundang-undangan yang telah
dibentuk pemerintah bersama DPR bertersebut antara lain:
1) Undang-undang tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas
dari korupsi, kolusi dan nepotisme
2) Undang-undang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi
3) Undang-undang tentang komisi pemberantasan tindak pidana korupsi
(KPK)
4) Undang-undang tentang Keuangan Negara
5) Undang-Undang tentang Badan Usaha Milik Negara
6) Undang-Undang tentang Perlindungan Saksi dan Korban
7) Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
8) Undang-Undang tentang Keterbukaan Informasi Publik
b) Perbaikan oleh Instansi Pemerintah
Dalam rangka pencegahan korupsi, instansi pemerintah telah melakukan beberapa
perbaikan di lingkungannya. Aparat yang punya fungsi pencegahan korupsi, juga
telah berupaya mencegah terjadinya korupsi di lembaga-kembaga pemerintah yang
ada. Beberapa lembaga tersebut di antaranya adalah sebagai berikut:
1) Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
Dalam pencegahan korupsi, BPKP telah mengembangkan Sistem Kendali
Korupsi (SKK) sejak tahun 2005. Ide awal BPKP untuk menyusun dan
mengembangkan SKK diperoleh dari hasil investigasi BPKP yang
menyimpulkan bahwa selama ini penanganan korupsi bersifat represif,
padahal bila korupsi tersebut dicegah sebelum terjadi, maka
penanggulangan korupsi akan lebih efektif.
2) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
Dalam rangka pencegahan korupsi dan peningkatan kerjasama dengan
lembaga lain, BPK melakukan penandatanganan Memorandum of
Understanding (MoU) atau Nota Kesepahaman dengan lembaga negara
atau entitas pemeriksaan atau dengan Supreme Audit Institution (SAI)
negara lain.
3) KPK
KPK memiliki fungsi pencegahan dan penindakan korupsi. Perumusan
dan perencanaan implementasi pencegahan korupsi telah dilakukan KPK
dibawah koordinasi Litbang KPK. Berikut penjelasan singkat mengenai
peran KPK dalam pemberantasan korupsi. KPK juga menyelenggarakan
Penilaian Inisiatif Anti Korupsi (PIAK) sejak tahun 2009. PIAK adalah
adalah alat ukur dalam menilai kemajuan suatu instansi publik dalam
mengembangkan upaya pemberantasan korupsi di instansinya. PIAK
ditujukan untuk mengukur apakah suatu instansi telah menerapkan sistem
dan mekanisme yang efektif untuk mencegah dan mengurangi korupsi di
lingkungannya.
Dalam pencegahan korupsi, KPK menginisiasi seluruh kementerian,
lembaga, dan BUMN/BUMD, untuk melakukan perluasan LHKPN hingga
menyentuh ke level bawah. Terutama, bagi pegawai yang berhubungan
langsung dengan layanan publik dan keuangan. Komitmen memperluas
LHKPN itu pun, disambut baik oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Muaranya, Kemenkeu memperluas LHKPN sehingga jumlah wajib lapor
meningkat tajam. Jika sebelumnya wajib lapor LHKPN Kemenkeu
berjumlah 8.000 orang, maka dengan adanya perluasan, jumlahnya
meningkat tajam menjadi 28.000. Aturan tersebut tertuang dalam
Keputusan Menteri Keuangan (KMK) No.38/KMK.01/2011 tanggal 25
Januari 2011, yang berlaku mulai tiga bulan sejak tanggal ditetapkan.
4) Kejaksaan
Pengendalian korupsi yang dilakukan di lingkungan kejaksaan meliput:
 membangun kode etik bagi aparat kejaksaan,
 membentuk inspektorat untuk menjamin pelaksanaan kegiatan
yang dilakukan oleh aparat kejaksaan bebas dari korupsi dan
penyimpangan.
 ) melakukan pengawasan melekat, yaitu pemantauan terhadap
kegiatan yang dilakukan oleh atasan terhadap staf di lingkungan
unit kerjanya,
 membuka media pengaduan masyarakat terhadap tindakan
penyimpangan yang dilakukan oleh aparat kejaksaan dalam
melaksanakan tugasnya,
 mencantumkan kalimat-kalimat peringatan terhadap aparat
kejaksaan untuk selalu bekerja sesuai dengan aturan , misalnya
dalam bentuk neon box. S
Sampai saat ini kejaksaan belum memiliki SKK. Kejaksaan merasa
dengan adanya kegiatan inspeksi dan pengawasan melekat sudah cukup
sebagai alat untuk mengendalikan korupsi pada lingkungan kejaksaan.
5) Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI)
POLRI melakukan beberapa usaha pencegahan korupsi melalui penetapan
aturan-aturan, SOP, pakta integritas bagi pejabat kepolisian dan beberapa
prosedur lainnya. Untuk pendeteksian korupsi, POLRI membuka ruang
publik untuk menampung semua keluhan dan aduan masyarakat. Di
samping itu, POLRI berusaha mengefektifkan kerja sama dengan aparat
penegak hukum, lembaga pengawas, BPK, dan KPK serta
memaksimalkan peran dan fungsi Itwasum POLRI. Untuk penanganan
kasus korupsi di POLRI dilakukan melalui perumusan dan penetapan kode
etik, pemberian sanksi dari tingkat paling ringan sampai tingkat berat
seperti hukum pidana
6) Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)
SKK di PPATK diatur dalam good governance yang diadopsi oleh
PPATK. Menurut PPATK, SPI masih belum cukup untuk mengendalikan
korupsi, karena terdapat beberapa komponen yang tidak ada di SPI seperti
conflict of interest dan fairness. SPI di PPATK lebih pada level
operasional, sedangkan untuk level strategis lebih banyak diatur dalam
good governance. Setelah PPATK secara internal menerima laporan
mengenai adanya korupsi, kemudian bagian audit internal akan melakukan
validasi atas informasi tersebut, informasi tersebut akan dianalisis, lalu
dilaporkan kepada pimpinan. Jika ditemukan indikasi adanya korupsi akan
disampaikan kepada Kepolisian, Kejaksaan, dan KPK
7) Ditjen Perbendaharaan
Sebagai pendukung program anti korupsi, Ditjen Perbendaharaan telah
melakukan:
a. Transparansi Penyelenggara Negara
b. Penyampaian LHKPN
c. Sosialisasi Anti Gratifikasi dan Pelaporan Gratifikasi
d. Promosi Anti Korupsi dan Akses Publik dalam Memeroleh
Informasi melalui media website, banner, flyer, running text,
annual report, talkshow di TV/Radio, dll.
e. Seruan/sosialisasi anti korupsi dalam setiap kesempatan kepada
seluruh pejabat/pegawai
f. Tindaklanjut Pemeriksaan Aparat Pemeriksa/Pengawas Fungsional
(BPK, Itjen Kemenkeu, KPK).
8) Ditjen Bea Cukai
Ditjen Bea Cukai (DJBC) telah memetakan keberadaan fraud di
institusinya dan menggolongkan dalam fraud di bidang kepabean, di
bidang cukai, dan di bidang kepatuhan internal. Fraud di DJBC termasuk
pelanggaran administratif dan pidana. Sedangkan fraud di kepatuhan
internal adalah fraud yang terjadi karena tindakan yang berlawanan
dengan norma-norma yang sudah didefinisikan yang menimbulkan potensi
kerugian negara. Unit khusus yaitu unit Penindakan dan Penyidikan (P2)
dan audit menangani pelanggaran di bidang kepabeanan oleh importir dan
eksportir, sedangkan fraud yang dilakukan oleh personal pegawai menjadi
bidang kepatuhan internal. Contoh: pegawai yang tidak masuk selama
sebulan merupakan fraud kepatuhan internal.
9) Garuda Indonesia
Garuda Indonesia telah membentuk pengendalian terhadap korupsi sejak
tahun 2002. Unit-unit yang terlibat dalam pengendalian korupsi adalah
SPI, corporate legal, personalia, corporate comunication. Pada tahun 2002,
berdasarkan surat Menpan dan Kemeneg BUMN, Garuda sudah membuat
mekanisme penanganan pengaduan masyarakat. Pada tahun 2006 dibentuk
komite penanganan pengaduan korupsi, kolusi, dan nepotisme dengan
media kotak pengaduan, internet, dan tromol pos. Terakhir pada tahun
2011 dibentuk whistle-blower system, etika kerja dan etika bisnis, serta
pengendalian gratifikasi yang ditangani oleh corporate
secretary.Pengendalian korupsi di Garuda didasarkan pada konsep Good
Corporate Gorvenance (GCG) dan nilai perusahaan. GCG terdiri dari tiga
pilar utama, yaitu:
a. compliance/kepatuhan, yaitu kepatuhan terhadap ketentuan dan
perundangan yang berlaku;
b. conformity/kepatutan, yaitu penyelenggaraan perusahaan sesuai
dengan etika dan moral;
c. performance/kinerja, yaitu ketercapaian sasaran/target
perusahaan. Nilai perusahaan ditetapkan oleh garuda dengan
istilah “FLY HI”, yaitu F (Efisien dan efektif), L (Loyalty), Y
(Customer Satisfity) H (Honesty), I (Integrity). Garuda juga
melakukan pengukuran yang terkait dengan pengendalian korupsi
sejak tahun 2007, yakni pengukuran yang dilakukan oleh KPK
bekerjasama dengan MUC, BPKP, dan IICG (Indonesian Institute
for Corporate Governance).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tatanan kelembagaan penyelenggara negara telah di atur di dalam Undang-Undang
Dasar 1945 dengan menganut asas tris politica yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif
dengan ditambah satu lembaga pemeriksa yang bebas dan independen. Dalam hal
pemberantasan tindak pidana korupsi, Indonesia memiliki suatu Anti-Corruption Agency
(ACA) yang dinamakan Komisi Pemberantas Tindak Pidana Korupsi (KPK). KPK memiliki
tugas dan fungsi yang meliputi koordinasi, supervisi, penyelidikan, pencegahan dan
pemantauan terhadap tindak pidana korupsi. Dalam memberantas korupsi, KPK
berkoordinasi dengan lembaga-lembaga lainnya seperti kepolisan, kejaksaan, BPK, BPKP,
inspektorat jenderal, inspektorat daerah dan lembaga-lembaga terkait lainnya.
Landskap audit pemerintahan dapat mencakup BPK, BPKP maupun lembaga-lembaga
audit intern atau APIP (Aparat Pengawas Internal Pemerintah). Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) atau Non-Governmental Organisation (NGO) bersama pers bukanlah
bagian dari tatanan kelembagaan pemerintah. Namun, keberadaanya memainkan peran
penting dalam proses check and balance sebagai kelompok penekan atau pressure group.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang bertugas dan berwenang memeriksa, mengadili dan
memutus tindak pidana korupsi yang penuntutannya diajukan oleh Komisi Pemberantasan
Korupsi.
DAFTAR PUSTAKA

Hertanto, Hasril. 2014. Evaluasi Pengadilan Pidana Korupsi di Indonesia. Jurnal Hukum
dan Pembangunan. Volume 44, Nomer 1. Hal. 1-47.
Tampubolon, Samuel Mangapul. 2014. Peran Pemerintah Dalam Upaya Pemberantasan
Korupsi Kaitannya Dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004. Lex et Stocietatis.
Vol.2, No.6: 138-146.
Tuanakotta, Theodorus M. 2010. Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif. Salemba
Empat: Jakarta.
Umar, Haryono. 2012. Pengawasan Untuk Pemberantasan Korupsi. Jurnal Akutansi dan
Auditing. Vol. 8, No.2: 95-189.
www.kpk.go.id

Anda mungkin juga menyukai