Anda di halaman 1dari 9

TUGAS MEMBUAT LATAR BELAKANG

MATA KULIAH MPKIH

Dosen Pembimbing

Disusun oleh :
OMAS TRIO PRAWIRA : 16120000063

JURUSAN ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM KADIRI
2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Di Indonesia tindak pidana korupsi masih banyak terjadi di semua lini. Mulai
dari tingkat bawah sampai tingkat atas. Bagi banyak orang korupsi bukan lagi sebagai
perbuatan melanggar hukum, melainkan sekedar suatu kebiasaan. Karena sudah
membudaya maka sulit sekali di berantas. Pada saat ini budaya korupsi masih saja ada
dan tumbuh subur di segala lini.
Tidak ada definisi khusus dalam tindak pidana korupsi. Tetapai secara umum
tipikor adalah suatu perbuatan curang yang merugikan keuangan Negara atau
penyelewengan atau penggelapan uang Negara untuk kepentingan pribadi dan orang
lain. Faktor pemicunya salah satunya lemahnnya dalam pendidikan agama , moral,
dan etika.
Perkembangan korupsi di Indonesia mendorong pemerintah untuk memberantas
korupsi di Indonesia. Namun hingga saat ini pemberantasan korupsi di Indonesia
belum menunjukkan peringkat yang memuaskan. Hal ini di tunjukan dari banyaknya
kasus-kasus di Indonesia. Sebenarnya Indonesia sudah membentuk pihak yang
berwenang yaitu KPK. KPK sendiri telah berusaha melakukan pemberantasan korupsi
dengan maksimal, tetapi KPK memiliki kendala yaitu banyaknya kasus-kasus korupsi
dan tenaga yang dimilki KPK.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan suatu lembaga Negara yang
dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat Indenpenden dan bebas dari
pengaru kekusaan manapun (pasal 3 UU No. 30 tahun 2002). Sebagai lembaga
indenpenden artinya tidak boleh ada intervensi dari pihak lain dalam penyelidikannya
agar diperoleh hasil sebaik mungkin.
Komisi ini didirikan oleh presiden Megawati Soekarno Putri berdasarkan
Undang-undang republic Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 mengenai Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pendirian KPK ini di dasari pada istitusi
kejaksaan dan kepolisian yang di nilai kotor dalam melaksanakan penindakan. Dalam
melaksanakan tugasnya KPK berpedoman pada 5 Asas, yaitu : kepastian hukum,
keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum dan proposionalitas. Lahirnya KPK
sendiri didasarkan pada perkembangan pemikiran hukum bahwasanya korupsi adalah
kejahatan luar biasa. Dalam hal ini sangat cocok di pakai di Indonesia, mengingat
korupsi sudah merusak bangsa Indonesia. Maka, tidak mengherankan jika hari ini
Indonesia masih terjebak di social ekonomi dan politik yang memprihatinkan.
KPK sendiri memiliki kewenangan penuh dalam proses penangakapan dan
menyelidiki kasus tindak pidana korupsi. Dalam hal ini KPK berperan aktif dalam
preses penegakan hukum yang menimbulkan kekhawatiran bagi para koruptor yang
masih belum tertangkap yaitu para pejabat Negara dan para elit politik di legislative.
Karena KPK dapat melakukan penangkaapan bagi para pelaku yang di curigai
melakukan tindak pidana korupsi. Dan penangkapan ini tidak mengenal waktu dan
tempatnya. Bahkan kantor DPR R.I tidak luput dari pantauan KPK.
Sikap KPK yang cukup tegas dan tepat itu, mungkin menjadi therapy shock bagi
para koruptor. Secara tidak langsung kewenangan yang dimilki oleh KPK di anggap
tidak wajar karena mélanggar privasi sesorang, inilah yang membuat sesorang berfikir
ulang dalam melakukan tindak pidana korupsi karena takut di tangkap oleh KPK yang
datang tanpa melalui undangan. Akan tetapi, dengan hasil kerja KPK yang berhasil
mengungkap banyak kasus korupsi membuat para pihak yang merasa terganggu
sehingga mereka berusaha melemahkan KPK. Salah satunya dengan merevisi UU
KPK.
KPK sendiri di tujukan untuk menekan angka korupsi dan meningkatakan daya
guna dan hasil dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Dengan serangkaian
tindakan untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi melalui upaya
koordinsi, penyelidikan, penyidikan, dan pemeriksaan di siding pengadilan, dengan
peran serta masyarakat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dengan demikian pemerintah berharap KPK dapat memberantas semua tindak
pidana korupsi dengan maksimal. Dan membuat Negara Indonesia bersih dari tindak
pidana korupsi. Meskipun dalam prakteknya masih banyak tindak pidana korupsi
yang di lakukan.
Pada saat ini KPK sendiri berkududukan di pusat Ibu kota Negara Republik
Indonesia dan wilayah kerjanya di seluruh Republik Indonesia. KPK sendiri dapat
membentuk perwakilan di tingkat provinsi (pasal 19 ayat (1) dan (2) UU. No 30
Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi). Dan KPK
bertanggung jawab kepada public dan menyampaikan laporannya secara terbuka dan
berkala kepada Presiden, DPR dan BPK(pasal 10 ayat (1) UU No.30 Tahun 2002).
Dalam melaksanakan tugas supervise, KPK berwenang melakukan pengawasan,
penelitian, atau penelaahan terhadap instansi dalam melaksankan tugas dalam
melaksanakan pemberantasan tindak pidana korupsi, dan instansi dalam
melaksanakan pelayanan public (Pasal 8 ayat (1) UU No. 30 Tahun 2002).
KPK juga berwenang mengambil alih (take over) penyidikan dan penuntutan
pelaku tindak pidana korupsi yang sedang di tangani oleh kepolisian ( Pasal 8 ayat (2)
UU No. 30 Tahun 2002). Karena itu kepolisian dan kejaksaan yang tengah menyidik
atau menuntut suatu perkara tindak pidana korupsi tapi di minta oleh KPK untuk di
tangani, wajib menyerahkan tersangka dan seluruh berkas perkara, alat bukti, dan
dokumen lainnya kepada KPK (Pasal 8 ayat (3) UU No. 30 2002).
Pengambil alihan penyidikan dan penuntutan perkara tipikor yang sedang di
tangani oleh kepolisian atau kejaksaan dalam kondisi (Pasal 9 UU No.30 Tahun
2002):
1. Laporan masyarakat mengenai tipikor tidak ditindak lanjuti.
2. Proses penangkapan tipikor berlarut-larut/tertunda-tunda tanpa alasan yang
bisa di pertanggung jawabkan.
3. Penanganan tipikor ditunjukkan untuk melindungi pelaku tipikor yang
sesungguhnya.
4. Penanganan tipikor mengandung unsure tipikor
5. Hambatan penanganan tipikor karena campur tangan dari eksekutif,
yudikatif dan legislative.
6. Keadaan lain yang menurut pertimbangan kepolisian atau kejaksaan
penanganan tipikor sulit dilaksanakan secara baik dan dapat
dipertanggungjawabkan.

Dalam melaksanakan tugas yang sebagaimana di maksud dalam pasal 6 huruf c


KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana
korupsi (pasal 11 UU No. 30 Tahun 2002) :

1. Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara Negara, dan orang lain


yang ada kaitannya dengan tipikor yang dilakukan oleh aparat penegak
hukum dan penyelenggara negara.
2. Mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat; dan / atau
3. Menyangkut kerugian Negara paling sedikit Rp1.000.000.000(satu milliard
rupiah).

Dalam melaksanakan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan perkara tipikor,


KPK diberikan wewenang tambahan yang tidak dimilki institusi
penyelidikan/penyidikan dan penuntutan lain, yaitu (pasal 12 UU No. 30 Tahun
2002):

1. Melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan


2. Memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang sesorang
berpergian keluar negeri
3. Meminta keterangan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya tentang
keadaan keuangan tersangka atau terdakwa sedang diperiksa
4. Memerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya untuk
memblokir rikening yang diduga hasil tipikor milik tersangka, terdakwa,
atau pihak lain yang terkait.
5. Meminta data kekayan dan data perpajakan tersangka atau terdakwa kepada
instansi tersebut
6. Menghentikan sementara sebuah transaksi keuangan, transaksi perdagangan,
dan perjajian lainnya atau pencabutan sementara perizinan, lisensi serta
konsesi yang dilakukan atau yang dimilki oleh tersangka atau terdakwa yang
diduga berdasarkan bukti awal yang cukup ada hubungannya dengan tipikor
yang sedang diperiksa.
7. Meminta bantuan Interpol Indonesia atau instansi penegak hukun Negara
lain untuk melakukan pencurian, penahanan, penangkapan, dan penyitaan
barang bukti diluar negeri dan
8. Meminta bantuan kepolisian atau instansi lain yang terkait untuk melakukan
penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan dalam perkara
tipikor yang sdeang ditangani

Dalam hal tertangkap tangan atau yang sering disebut dalam KPK adalah OTT
(operasi tangkap tangan) yang mengacu dalam pasal 102 (2) KUHAP yang isinya
adalah “dalam hal tertangkap tangan tanpa menunggu perintah penyidik, penyelidik
wajib segera melakukan tindakan yang diperlukan dalam rangka penyelidikan
sebagaimana tersebut pada pasal 5 ayat (1) huruf b”.

Kelebihan lain KPK dibandingkan Kepolisan dan Kejaksaan adalah KPK tidak
berwenang mengeluarkan surat perintah penyidikan dan penuntutan dalam perkara
tipikor, sebagaimana wewenang yang dimiliki oleh kepolisian dan kejaksaan. Hal ini
untuk menghindari main mata antara tersangka dan aparat KPK (Pasal 40 UU No. 30
Tahun 2002).
Dalam penetapan tersangka tindak pidana korupsi yang tertuang dalam Pasal 1
butir 14 UU No. 8 Tahun 1981 Hukum Acara Pidana yang berbunyi : “tersangka
adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti
permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.”
Dan dalam pasal 44 ayat (1) UU No.30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juga menyebutkan: “jika penyelidik dalam
melakukan penyelidikan menemukan bukti permulaan yang cukup adanya dugaan
tindak pidana korupsi, dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak
tanggal ditemukan bukti permulaa yang cukup tersebut, penyidik melaporkan kepada
Komisi Pemberantasan Korupsi”. Dan ayat (2) menjelaskan “bukti permulaan yang
cukup dianggap telah ada apbila telah ditemukan sekurang-kurangnya 2(dua) alat
bukti, termasuk dan tidak terbatas pada informasi atau data yang di ucapkan, dikirm,
diterima, atau disimpan baik secara biasa maupun elektronik atau optic”. Dalam RUU
KUHAP penetapan tersangka tersebut dapat dianggap sebagai salah satu upaya paksa
sehingga dijadikan sebagai objek praperadilan.
Dengan terkumpulnya bukti permulaan yang cukup maka ada perintah
penangkapan yang tercantum pada Pasal 17 KUHAP yang bunyinya “perintah
penangkapan dilakukan terhadap seseorang yang diduga keras melakukam tindak
pidana berdasarkan bukti permulaan”. Maksudnya dalam pasal ini dalam komentar di
KUHP adalah perintah penangkapan perlu ada dugaan keras bahwasnya orang
tersebut melakuka tindak pidana yang berdasarkan dengan bukti permulaan. Dan jika
bukti-bukti terkumpul, baru terhadapnya dilakukan penangkapan, bukti-bukti itu
misalnya :
1. Bekas lahir atau bekas material
2. Bekas dalam batin manusia
KPK juga berhak melakukan tindakan penahanan seperti yang tertuang dalam
pasal 20 (1) KUHAP yang isinya “untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau
penyidik pembantu atas perintah penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 11
berwenang melakukan penahanan. Proses penahanan yang di lakukan oleh KPK untuk
menghindari tersangka untuk kabur dan menghilangkan barang bukti seperti yang
dijekaskan dalam pasal 21 ayat (1) KUHAP yang isinya “perintah penahanan atau
penahan lanjut dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras
melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup dalam hal adanya keadaan
yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri,
merusak barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana”. Penahanan yang dilakukan
penyidik KPK memiliki batas waktu seperti dalam pasal 24 KUHAP yaitu : batas
waktu paling lama 20 hari. Apabila masih diperlukan dengan seizing JPU, waktu
penahanan dapat diperpanjang paling lama 40 hari. Jika 60 hari sebelum pemeriksaan
telah selesai tahanan telah di keluarkan dan, jika sampai 60 hari perkara juga belum
putus, maka demi hukum penyidik harus mengelurakan tersangka/terdakwa dari
tahanan.
Dalam hal penuntutan diatur dalam pasal 1 butir 7 KUHAP yang artinyaa
“penuntutan adalah tindakan penintut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke
pengadilan negeri yang berwenang dalam hal menurut cara yang diatur dalam undang-
undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakimdi siding
pengadilan”. Dalam hal ini KPK sesuai kewenangannya berhak menuntut atau
menindak semua orang atau pejabat Negara yang diduga melakukan tindak pidana
korupsi, meskipun yang diduga akan mencalonkan diri sebagai kepala daerah atau
pemilu.
Pada saat ini KPK sudah menetapkan beberapa calon kepala daerah yang akan
maju di pilkada serentak 2018 meskipun belum adanya bukti permulaan tetapi proses
tetap berlanjut. Sehingga hal menimbulkan kegaduhan antara penegak hukum KPK
dan para elite politik di Indonesia.
Hal ini membuat pemerinah melalui Wiranto (menkopolhukam) meminta KPK
untuk menunda pengumuman mengenai penetapan tersangka calon kepala daerah
dalam Pilkada serentak 2018 yang terjerat kasus korupsi. Alasannya adalah agar
tahapan pilkada serentak pencalonan kandidat tidak terganggu dengan adanya proses
hukum yang harus dipenuhi oleh calon kepala daerah. Wiranto yakin penetapan
tersangka ini penuh unsure dan menjalar ke ranah politik. Menurutnya jika KPK ingin
menetapkan tersangka, seharusnya di lakukan sebelum kandidat di tetapkan oleh KPU
(Komisi Pemlihihan Umum).
Kemudian pemerintah mengusulkan agar KPU merevisi peraturan KPU untuk
pencalonan calon kepa daerah yang tersangkut jeratan Hukum. KPK sebelumnya
mengusulkan kepada pemerintah untuk mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti
Undang-undang agar dapat mengganti peserta pilkada yang telah ditetapkan
tersangka. Namun pemerintah berpendapat saat ini Perpu tersebut belum di perlukan.
Dalam diskusi yang di selenggarakan di ILC (Indonesia Lawyers Club) tentang
apakah KPK di itervensi oleh pemerintah. Menurut Artalia Dahlan anggota DPR R.I
yang mempunyai pendapat lain yaitu dalam pendapatnya adalah apakah KPK
mengintervensi pemerintah. Hal ini di jelaskan bahwasannya dalam menetapkan
tersangka pada calon kepala daerah itu bisa membunuh karakter bagi peserta. Dalam
argumennya dlam ILC Artalia Dahlan setuju dengan pendapat menkopolhukam,
bahwasannya penetapan tersangka perlu untuk ditunda dalam proses penyelidikan
selama terpilihnya calon kepala daerah.
Dalam hal ini KPK dengan tegas menolak penundaan proses penyidikan.
Karena KPK mengacu pada KUHAP, UU KPK, dan UU tipikor. Berarti dalam hal ini
KPK tetap berjalan melakukan penindakan sesuai undang-undang yang berlaku.
Menurut KPK melalui jubir Febri Diansyah penetapan tersangka ini di lakukan pada
penyelnggara Negara bukan calon kepala daerah, jadi jikakalau calon kepala daerah
tersebut di tetapkan tersangka berarti calon kepala daerah itu statusnya masih
penyelenggara Negara.
Banyak dukunngan yang mengaharuskan menolak usulan Wiranto salah
santunnya Zulkifli ketua MPR. Bahwasanya mengintervensi kebijakan KPK itu sama
saja dengan melanggar Undang-undang. Sehingga KPK tetap pada koridor hukumnya.
Menurut pakar hukum Prof. Andi Hamzah dalam ILC tidak ada di seluruh dunia
itu diadakan penetapan tersangka dan hanya di Indonesia. Bahwasanya dalam
penetepan tersangka inilah bisa rawan melakukan menghilangkan barang bukti dan
dapat menjadi objek praperadilan. Beliau juga mengoreksi bahwasnya dalam OTT
tersebut harus memiliki surat perintah penahanan karena dalam melaksanakan OTT
sudah mempunyai rencana dalam hal penangkapan. Menurut beliau dalam Rancangan
KUHAP tindakan penetapan tersangka tidak perlu di ungkap di public. Beliau juga
menanggapai pernyattaan menkopolhukam, bahwasanya dapat merugikan materi dan
tenaga sehingga perlu dilakukan sekarang juga.
Bagi masyarakat Indonesia kepastian hukum yang tidak terikat oleh kepentingan
pribadi dan golongan perlu di wujudkan. Bagi masyarakat Indonesia KPK di ibaratkan
sebagai pemberantas hama yaitu hama korupsi. Dan berharap KPK tidak di intervensi
oleh pihak manapun, karena KPK adalah Lembaga Indenpenden yang di milki oleh
Indonesia.
KPK di bentuk bukan untuk mengambil alih tugas pemberantasan korupsi dari
lembaga-lembaga yang ada sebelumnya. Penjelasa undang-undang menyebutkan
peran KPK sebagai trigger mechanism, yang berarti mendorong atau sebagai stimulus
agar upaya pemberantasan korupsi oleh lembaga-lembaga yag telah ada sebelumnya
menjadi lebih efektif dan efisien.
Setelah terbentuknya KPK tahun 2002, KPK sebagai momok menakutkan oleh
para koruptor dan elit politik. Sehingga KPK ingin di lemahkan dengan aturan aturan
yang menurut masyaratak dan para penegak hukum itu nyleneh.
Banyak alasan KPK harus tetap di pertahankan salah satunya KPK bertindak
secara berani, tegas, dan tanpa mengenal siapapun. KPK juga merupakan harapan
besar bagi rakyat untuk memberantas korupsi, karena aparat hukum dipandang belum
mampu melaksanakan pemberantasan korupsi. Meskipun banyak di tekan oleh para
elite politik dan yang mempunyai kepentingan.
Kalau pun KPK menunda pentepan tersangka berarti KPK telah di intervensi
oleh pihak pihak yang mempunyai kepentingan. Dan bisa di kategorikan KPK bukan
berarti lembaga Indenpenden melaikan lembaga milik yang berkepentingan. KPK
akan tetap bertahan dengan dukungan masyarakat umum. Dan peran KPK saat ini
masih perlu di butuhkan sampai kapanpun.
Dalam mengamati semua polemic hukum tentang penetapan tersangka pada
calon kepala daerah dalam kajian subtansi (landasan hukum) serta perdebatan untuk
menunda penetapan tersangka oleh pemerintah yang di sampaikan oleh
menkopolhukam. Seaakan menjadi indikasi bahwasannya KPK telah di intervensi
oleh pemerintah.
Dengan alasan tersebut penelitian yang d buat penulis di harapkan mampu
menghadapi masalah yang timbul akibat dari korupsi. Penulis di harapkan mampu
mengumpulkan data dan mengolah informasi data dengat cermat, serta memahami
tujuan dan wewenang KPK dalam menegakkan hukum.
Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan penulis mengangkat judul
“status hukum bagi calon kepala daerah yang telah sah di tetapkan tersangka
oleh KPK”

B. DENGAN RUMUSAN MASALAH SEBAGAI BERIKUT


1. Apakah dalam menetapkan tersangka oleh KPK sudah sesuai dengan ketentuan
Peraturan undang-undang ?
2. Bagaimana status hukum bagi calon kepala daerah yang telah sah di tetapkan
sebagai tersangka oleh KPK ?

Anda mungkin juga menyukai