PENDAHULUAN
Korupsi merupakan suatu momok bagi setiap negara yang ada di dunia, hampir
menjadi mustahil apabila disuatu negara tidak ada suatu tindak korupsi didalamnya, korupsi
yang saat ini telah mengakar dengan demikian kuatnya akan membawa konsekuensi
masyarakat, praktik korupsi ini dapat ditemukan dalam berbagai modus operandi dan dapat
dilakukan oleh siapa saja, dari berbagai strata sosial dan ekonomi. Korupsi menjadi salah
satu tindak pidana yang selalu menjadi sorotan di Indonesia, korupsi bukanlah hal yang asing
lagi di negeri ini. Praktik, kebiasaan, dan maraknya korupsi harus segera diatasi dengan
konsisten, dan kontinyu, baik melalui upaya sarana pencegahan maupun sarana
penindakan. 2
Korupsi di Indonesia bahkan sudah tergolong extra-ordinary crime atau kejahatan luar
biasa karena telah merusak, tidak saja keuangan negara dan potensi ekonomi negara, tetapi
juga telah meluluhkan pilar-pilar sosio budaya, moral, politik, dan tatanan hukum keamanan
pidana korupsi sejak tahun 1971, yaitu Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang
1
Suyatno, Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2005, Hlm. 10.
2
Tri Nanda, Elly Sudarti, Yulia Monita, Eksekusi Putusan Pengadilan oleh Jaksa Terhadap Pidana Pembayaran Uang
Pengganti Pada Tindak Pidana Korupsi di Kejaksaan Negeri Muaro Jambi, PAMPAS: Journal of Criminal, Volume 2
Nomor 2, 2021. Hlm. 55.
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Namun karena peraturan ini dianggap sudah tidak
mampu lagi mengikuti perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat maka terbitlah
UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang kemudian
Selain melalui UU Tipikor upaya negara dalam mencegah korupsi di Indonesia dapat
terlihat dengan diciptakannya UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian
Uang serta peraturan perundangan lainnya yang secara khusus dibentuk untuk mengatasi
tindak pidana Korupsi. Di Indonesia Penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana dinilai
kurang maksimal hal ini dapat terlihat dari rencana hukuman mati terhadap koruptor yang
belum terlaksana. Pemerintah terkesan lambat dalam proses pemberantasan dan penegakan
terhadap koruptor apa lagi terhadap elit di pemerintahaan. Pemberantasan tindak pidana
Korupsi sering melibatkan struktur pemerintah sehingga para penegak hukum tersebut
terlibat dalam praktek korupsi. Apalagi yang mempunyai hubungan dengan kekuasaan dan
konlomerat, saat diproses, terkesan formalitis, sekedar memenuhi tuntutan rakyat, sekalipun
ada yang lolos ke pengadilan dan dijatuhi pidana, mereka hanyalah koruptor kelas teri,
sedangkan koruptor kelas kakap banyak divonis bebas, atau bahkan sudah melarikan diri
negara dan masalah pelik yang sulit untuk diberantas, hal ini tidak lain karena masalah
3
Wendy, Andi Najemi, Pengaturan Uang Pengganti Sebagai Pidana Tambahan dalam Tindak Pidana Korupsi,
PAMPAS: Journal Of Criminal Volume 1, Nomor 1, 2020. Hlm. 26.
korupsi bukan hanya berkaitan dengan permasalahan ekonomi semata, melainkan juga
Upaya Pemberatas Korupsi juga diperkuat dengan Tekad dunia internasional untuk
memberantas korupsi yang diwujudkan dengan lahirnya United Nations Convention Againts
Corruption, 2003 (UNCAC 2003) yang diterima oleh Sidang Majelis Umum PBB (SMU
PBB) pada tanggal 31 Oktober 2003, Konvensi ini memberikan enforcement (paksaan) bagi
di dalamnya termasuk sanksi bagi negara pihak yang tidak melaksanakan kewajiban. Salah
satu materi penting Konvensi adalah mengenai tentang Penyuapan baik itu suap terhadap
Corruption (UNCAC), 2003 melalui Undang-Undang No. 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan
United Nation Convention Against Corruption, 2003. Hal tersebut membawa implikasi
Indonesia, terdapat tiga puluh dua rekomendasi untuk dilaksanakan. Hingga saat ini baru
yang belum dilaksanakan adalah kriminalisasi penyuapan di sektor privat (bribery in private
sector).
4
Adami Chazawi, Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di Indonesia, Bayumedia Publishing, Jawa
Timur, 2005, hlm. 38.
5
Yenti Garnasih, Paradigma Baru Dalam Pengaturan Anti Korupsi Di Indonesia Dikaitkan dengan UNCAC
2003, Jurnal Hukum Prioris, 2009, Hlm. 161.
6
Vidya Prahassacitta, Tinjauan Atas Kebijakan Hukum Pidana terhadap Penyuapan Di Sektor Privat Dalam
Hukum Nasional Indonesia, Suatu Perbandingan Dengan Singapura, Malaysia dan Korea Selatan, Jurnal Hukum &
Pembaruan 2017, Hlm. 397.
Suap adalah salah satu masalah yang sudah sangat lama terjadi dalam masyakat. Pada
umumnya suap diberikan kepada orang yang berpengaruh atau pejabat agar melakukan atau
tidak melakukan sesuatu yang berhubungan dengan jabatannya. Orang yang memberi suap
biasanya memberikan suap agar keinginannya tercapai baik berupa keuntungan tertentu
umpamanya dalam pemberian izin ataupun pemberian proyek pemerintah. Suap sering
diberikan kepada para penegak hukum umpamnya polisi, jaksa, hakim. Demikian juga
kepada para pejabat bea cukai, pajak dan pejabat-pejabat yang berhubungan denga
pemberian izin baik beruap izin berusaha, izin mendirikan bangunan dan lain-lain. 7
Terlebih dahulu perlu untuk diketahui bahwa Sektor swasta atau yang dalam bahasa
Inggris: dikena dengan private sector adalah salah satu bagian dalam sektor ekonomi suatu
negara yang terdiri dari kegiatan di bidang badan usaha yang sebagian besar modalnya
dikuasai oleh pihak swasta dan tidak dikuasai oleh pemerintah. Sektor swasta terbagi dari
individu (rumah tangga) dan bisnis (badan usaha milik swasta). Organisasi nirlaba maupun
pemerintah lainnya, termasuk juga karyawan yang tidak bekerja untuk pemerintah. Dalam
sektor ini, faktor-faktor produksi dimiliki oleh individu atau pribadi. Individu atau kelompok
individu mengendalikan bisnis dengan tujuan utama untuk mendapat keuntungan. Dalam
7
Muladi “Hakekat Suap dan Korupsi https://www.kompas.com/skola/read/2019/12/ 11/185540869/hakekat-
suap-dan-korupsi ” diakses pada 9 Oktober 2021
ilmu ekonomi makro, sektor ini terbagi lagi menjadi dua, yakni sektor bisnis dan sektor
rumah tangga.8
Sektor swasta juga tidak lepas dari tindakan korupsi. Hal tersebut sejalan dengan
penyalahgunaan jabatan untuk keuntungan pribadi. Kantor tersebut dapat berupa jabatan
publik, atau dapat berupa posisi kekuasaan apa pun, termasuk sektor swasta, organisasi
nirlaba, bahkan profesor universitas” Mengenai pemahaman korupsi pada sektor swasta
secara umum, Antonio Argandona menjelaskan “Korupsi sektor swasta berarti bahwa
seorang manajer atau karyawan memilih untuk bertindak demi keuntungannya sendiri, dan
mencegah korupsi yang melibatkan sektor swasta, meningkatkan standar akuntansi dan audit
di sektor swasta, dan jika perlu menyediakan sistem administrasi yang efektif, proporsional,
serta mengatur hukuman administratif atau pidana apabila gagal mematuhi langkah-langkah
tersebut”. Demikian pula Pasal 21 UNCAC yang pada pokoknya merekomendasikan kepada
negara pihak untuk membuat legislasi tindak pidana suap di sektor swasta. Namun hingga
saat ini, rekomendasi dari UNCAC belum terealisasi menjadi produk legislasi.
Bentuk suap di sektor swasta pun bermacam-macam, seperti yang kemukakan oleh
bentuknya, di antaranya suap, pengaruh yang tidak semestinya, penipuan, pencucian uang,
8
Dorothea Wahyu Ariani, Pengertian Dasar Bisnis, Kewirausahaan, dan Lingkungan Bisnis, Penerbit
Universitas Terbuka, Jakarta, 2014. Hlm. 2.
9
Andreas Nathaniel Marbun, ‘Suap di Sektor Privat: Dapatkah Dijerat?’ Jurnal Integritas KPK, Vol. 3, Nomor
1, Tahun 2017. Hlm. 57.
dan kolusi.”Dari penjelasan Transparency International tersebut, dapat dilihat bahwa suap
di sektor swasta merupakan salah satu bentuk korupsi yang dapat terjadi pada sektor privat. 10
Korupsi pada bidang swasta juga sudah separah dengan korupsi yang terjadi pada bidang
publik, bilamana aktivitas bisnisnya terkait atau berhubungan dengan sektor publik,
Bribery in the private sector atau penyuapan di sektor swasta berupa tindakan yang
menjanjikan, menawarkan atau memberikan secara langsung atau tidak langsung suatu
keuntungan yang tidak semestinya kepada seseorang yang memimpin atau bekerja dalam
suatu kapasitas untuk suatu badan di sektor swasta, untuk dirinya sendiri atau orang lain,
agar ia dengan melanggar tugas-tugasnya, melakukan sesuatu atau menahan diri dari
melakukan suatu tindakan. Demikian pula tindakan berupa memohon atau menerima secara
langsung atau tidak langsung suatu keuntungan yang tidak semestinya yang dilakukan oleh
seseorang yang memimpin atau bekerja dalam suatu kapasitas apapun untuk suatu badan
sektor swasta, untuk dirinya sendiri atau orang lain, agar ia secara melawan hak, melakukan
penyuapan di sektor publik karena tidak hanya merusak kepercayaan masyarakat akan bisnis
di sektor privat lebih dari itu merusak persaingan usaha yang adil dan merusak fungsi pasar
yang pada akhirnya akan merusak ekonomi suatu negara. Kerugian yang diakibatkan suap
di sektor privat, tidak hanya soal jumlah uang, tetapi juga menciptakan inefisiensi,
10
Ibid
investasi nasional secara makro. Tak heran, dikarenakan sedemikian parahnya dampak yang
diciptakan,
Dalam hal ini, penyuapan di sektor swasta juga harus diberantas karena tidak hanya
memberi efek pada hubungan antar sektor swasta, tetapi juga memberi dampak pada
masyarakat, meskipun tidak ada kerugian keuangan secara langsung. Pertama, suap
mengganggu jalannya aktivitas pasar dengan cara bersaing secara tidak sehat/merusak
persaingan yang adil. Kondisi ini menurunkan kepercayaan dari pelaku pasar lainnya dalam
masyarakat.11
Disamping itu, korupsi menimbulkan biaya tambahan untuk suap atau untuk
membangun jaringan yang korup, mengeluarkan biaya suap juga untuk pesaing lainnya demi
peluang untuk mendapatkan kontrak. Biaya ini akibatnya ditransmisikan kepada konsumen
melalui harga yang lebih tinggi atau kualitas produk dan layanan yang lebih rendah. 12
Namun, hingga detik ini Indonesia belum mengkategorikan suap di sektor swasta
sebagai suatu tindak pidana korupsi. Sehingga, setiap pelaku suap di sektor swasta tidaklah
dapat dijerat dengan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Wajar jika
kerap kali masyarakat kebingungan mencari cara bagaimana agar sistem hukum Indonesia
Pengaturan Penyuapan apabila dilakukan oleh penjabat publik dengan mudah dapat
ditegakan karena payung hukum yang mengaturnya telah jelas bisa melalui Kitab Undang-
11
Prianter Jaya Hairi, Urgensi Penanganan Tindak Pidana Korupsi di Sektor Swasta, Jurnal Info Singkat
Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI,Vol. X, No. 24, 2018. Hlm. 5.
12
Ibid
Undang Hukum Pidana yang dipertegas dengan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana
denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah:
1. barang siapa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seorang pejabat dengan
maksud menggerakkannya untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam
jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya;
2. barang siapa memberi sesuatu kepada seorang pejabat karena atau berhubung
dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak
dilakukan dalam jabatannya.
Pasal 419 :
Diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun seorang pejabat:
1. yang menerima hadiah atau janji padahal diketahuinya bahwa hadiah atau janji
itu diberikan untuk menggerakkannya supaya melakukan atau tidak melakukan
sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya;
2. yang menerima hadiah mengetahui bahwa hadiah itu diberikan sebagai akibat.
atau oleh karena si penerima telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu
dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.
Berdasarkan ketiga pasal tersebut dapat terlihat yang menjadi subjek dalam tindak
pidana tersebut adalah penyelenggara negara. Sehingga apabila yang menjadi subjek sektor
swasta belum mampu terakomodir dengan ketentuan peraturan ini. Selanjutnya jika dilihat
Pasal 3 :
Barangsiapa menerima sesuatu atau janji, sedangkan ia mengetahui atau patut dapat
menduga bahwa pemberian sesuatu atau janji itu dimaksudkan supaya ia berbuat
sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan
kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum, dipidana
karena menerima suap dengan pidana penjara selama-lamanya 3 (tiga) tahun atau
denda sebanyak-banyaknya Rp.15.000.000.- (lima belas juta rupiah)
Meskipun ketentuan tersebut memiliki formulasi delik dimana penerima suap tidak
dijelaskan apakah harus seorang pejabat publik ataukah setiap orang, namun dengan unsur
“supaya ia berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan
Selanjutnya hal yang dapat mempertegas bahwa UU Nomor 11 Tahun 1980 ini tidak
dapat menjerat sektor swasta adalah dari penjelasan pasal UU tersebut yang menjelaskan
bahwa dalam pasal 2 “Yang dimaksud dengan "kewenangan dan kewajibannya" termasuk
kewenangan dan kewajiban yang ditentukan oleh kode etik profesi atau yang ditentukan oleh
organisasi masing-masing” Kalimat berdasarkan kode etik inilah erat kaitannya dengan
Tindak pidana korupsi di sektor swasta semakin marak. Menurut data KPK, pelaku
dari sektor swasta tercatat menjadi yang tertinggi. Sepanjang 2004-2017, terdapat 183 orang
pelaku dari sektor swasta yang ditangkap KPK karena terlibat suap serta korupsi dengan
lembaga eksekutif dan legislative Tingginya data korupsi yang melibatkan pihak swasta
tersebut diyakini sebagai salah satu faktor penyebab masih sulitnya pemberantasan korupsi
tahun 2017 yang menempatkan Indonesia pada peringkat 96 dari 180 negara dengan skor 37,
menjadi lebih buruk jika dibandingkan dengan laporan tahun sebelumnya, bahwa indonesia
Selama ini aparat penegak hukum sebenarnya cukup terbantu ketika Mahkamah
Agung menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung No 13/2016 tentang Tata Cara Penanganan
Perkara Tindak Pidana oleh Korporasi (Perma No 13/2016). Perma tersebut selama ini
dijadikan pedoman bagi aparat penegak hukum dalam penanganan perkara pidana dengan
Namun, Perma tersebut dirasakan kurang dapat menjangkau pelaku korupsi di sektor
swasta, karena hingga saat ini salah satu unsur dari tindak pidana korupsi dalam UU Tipikor
masih terbatas pada adanya unsur kerugian keuangan negara. Selain itu, Putusan Mahkamah
semakin mempertegas mutlaknya eksistensi unsur tersebut dalam suatu perbuatan tindak
pidana korupsi, yakni perlu adanya kerugian negara yang konkrit/nyata dalam unsur tindak
pidana korupsi.
Suap di sektor swasta dipandang sudah mendesak untuk segera diatur dalam
perundang-undangan yang lebih baik. Salah satu pertimbangan karena suap tidak hanya
memberi efek pada hubungan antar sektor swasta, tetapi juga memberi dampak pada
masyarakat, meskipun tidak ada kerugian secara langsung. Tindakan suap mengganggu
jalannya aktivitas pasar dengan cara bersaing secara tidak sehat dan merusak persaingan
yang adil. Dengan keberadaan aturan mengenai tindak pidana suap dapat membantu untuk
melindungi integritas dan kejujuran dalam aktivitas ekonomi, keuangan, atau komersial
Berdasarkan permasalahan diatas maka penulis tertarik untuk menganalisis lebih lanjut
sebuah skripsi yang berjudul “Penyuapan di Sektor Swasta Dalam Tindak Pidana
Korupsi di Indonesia”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka penulis dapat menarik rumusan
Indonesia?
1. Tujuan Penelitian
2. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penulisan skripsi ini dapat dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu:
a. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk memperkaya
D. Kerangka Konseptual
Yang dimaksud dengan kerangka konseptual adalah batasan konsep atau permasalahan
yang akan dibahas dalam suatu penelitian guna menghindari penafsiran yang berbeda.
1. Penyuapan
Menurut UU No. 11 Tahun 1980 Tentang Tindak Pidana Suap memberikan definisi
Penyuapan atau suap adalah tindakan memberikan uang dan barang atau bentuk lain dari
pembalasan dari pemberi suap kepada penerima suap yang dilakukan untuk mengubah
dengan penerima. Dalam kamus hukum Black's Law Dictionary, penyuapan diartikan
sebagai tindakan menawarkan, memberikan, menerima, atau meminta nilai dari suatu
barang untuk mempengaruhi tindakan pegawai lembaga atau sejenisnya yang bertanggung
2. Sektor Swasta
Sektor swasta atau yang dalam bahasa Inggris: dikena dengan private sector adalah
salah satu bagian dalam sektor ekonomi suatu negara yang terdiri dari kegiatan di bidang
badan usaha yang sebagian besar modalnya dikuasai oleh pihak swasta dan tidak dikuasai
oleh pemerintah. Sektor swasta terbagi dari individu (rumah tangga) dan bisnis (badan
usaha milik swasta). Organisasi nirlaba maupun perusahaan laba dapat termasuk ke dalam
sektor swasta. Beberapa di antaranya ialah perusahaan, korporasi, bank, dan organisasi
non-pemerintah lainnya, termasuk juga karyawan yang tidak bekerja untuk pemerintah.
Dalam sektor ini, faktor-faktor produksi dimiliki oleh individu atau pribadi. Individu atau
keuntungan. Dalam ilmu ekonomi makro, sektor ini terbagi lagi menjadi dua, yakni sektor
Tindak pidana dalam bahasa Belanda disebut Straafbaarfeit, yang terdapat dua unsur
pembentuk kata, yaitu straafbaar dan feit. Perkataan feit dalam bahasa Belanda diartikan
sebagian dari kenyataan, sedangkan straafbaar berarti dapat dihukum, sehingga secara
harfiah perkataan straafbaarfeit berarti sebagian dari penyataan yang dapat dihukum. 14
Istilah Korupsi berasal dari kata latin ”corruptio” atau ”corruptus” yang berarti
kerusakan atau kebobrokan, atau perbuatan tidak jujur yang dikaitkan dengan keuangan.
Ada pula yang berpendapat bahwa dari segi istilah ”korupsi” yang berasal dari kata
”corrupteia” yang dalam bahasa Latin berarti ”bribery” atau ”seduction”, maka yang
diartikan ”corruptio” dalam bahasa Latin ialah ”corrupter” atau ”seducer”. ”Bribery”
dapat diartikan sebagai memberikan kepada seseorang agar seseorang tersebut berbuat
untuk keuntungan pemberi. Sementara ”seduction” berarti sesuatu yang menarik agar
seseorang menyeleweng. 15
13
Dorothea Wahyu Ariani, Log. Cit
14
Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta, 2012. Hlm. 5.
15
Anwar, Yesmil dan Adang, Pembaruan Hukum Pidana. Grasindo, Jakarta, 2008. Hlm. 14.
Berdasarkan uraian mengenai tindak pidana korupsi di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa tindak pidana korupsi merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan moral
dan melawan hukum yang bertujuan menguntungkan dan/atau memperkaya diri sendiri
dengan meyalahgunakan kewenangan yang ada pada dirinya yang dapat merugikan
E. Landasan Teoretis
1. Teori Pemidanaan
Hukum pidana merupakan salah satu bagian dari hukum pada umumnya. Hukum
pidana ada untuk memberikan sanksi bagi siapa saja yang melakukan kejahatan.
Berbicara mengenai hukum pidana tidak terlepas dari hal-hal yang berkaitan dengan
pemidanaan. Arti kata pidana pada umumnya adalah hukum sedangkan pemidanaan
Pemidanaan merupakan bagian penting dalam hukum pidana hal tersebut dikatakan
people guilty without any formal consequences following form that guilt”. Hukum pidana
tanpa pemidanaan berarti menyatakan seseorang bersalah tanpa ada akibat yang pasti
Muladi dan Barda Nawawi, berpendapat bahwa unsur pengertian pidana, meliputi:
Menurut teori ini pidana dijatuhkan karena orang telah melakukan kejahatan.
Pidana sebagai akibat mutlak yang harus ada sebagai suatu pembalasan kepada orang
yang melakukan kejahatan. Jadi dasar pembenarannya terletak pada adanya kejahatan itu
sendiri.
Dalam sejarah hukum pidana kita mengenal 3 teori besar tentang tujuan
pemidanaan, dimana ketiga teori tersebut memiliki perbedaan secara filosofi dalam
memaknai pidana yang akan dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana, ketiga teori tersebut
pembalasan atas kesalahan yang dilakukan. Jadi teori ini berorientasi pada perbuatan dan
terjadinya perbuatan itu sendiri dan pemidanaan pantas diterapkan karena dianggap
Teori retributif ini memandang bahwa hakekat pidana merupakan nestapa atau derita
pembalasan atas kesalahan pelaku, tetapi sebagai sarana mencapai tujuan yang
16
Chairul Huda, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggungjawaban Pidana
Tanpa Kealahan. Tinjauan Kritis Terhadap Teori Pemisahan Tindak Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana.
Kencana Prenada Media, Jakarta, 2006. Hlm. 125.
bermanfaat untuk melindungi masyarakat menuju kesejahteraan. Dalam teori ini
munculah tujuan pemidanaan sebagai sarana pencegahan, baik pencegahan khusus yang
ditujukan kepada pelaku maupun pencegahan umum yang ditujukan pada masyarakat.
Oleh karena itu menurut teori bahwa pidana bukan sekedar untuk melakukan pembalasan
kepada orang yang telah melakukan kejahatan tetapi agar orang jangan melakukan
kejahatan.
Ketiga, integratif (gabungan) yaitu suatu teori yang menggabungkan antara tujuan
pemidanaan dalam teori retributif dan tujuan pemidanaan dalam teori relatif sehingga
teori ini bercorak ganda dimana menganggap pemidanaan sebagai unsur penjeraan
dibenarkan tetapi tidak mutlak dan harus memiliki tujuan untuk membuat si pelaku dapat
1) Tersedia aturan -aturan yang jelas (jernih), konsisten dan mudah diperoleh,
diterbitkan oleh dan diakui karena (kekuasaan) negara.
2) Instansi-instansi penguasa (pemerintah) menerapkan aturan-aturan hukum
tersebut secara konsisten dan juga tunduk dan taat kepadanya.
3) Warga secara prinsipil menyesuaikan prilaku mereka terhadap aturanaturan
tersebut.
4) Hakim-hakim (peradilan) yang mandiri dan tidak berpikir menerapkan
aturan-aturan hukum tersebut secara konsisten sewaktu mereka
menyelesaikan sengketa hukum.
5) Keputusan peradilan secara konkrit dilaksanakan.” 17
jaminan bahwa hukum tersebut harus dijalankan dengan cara yang baik. Kepastian hukum
17
Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, PT. Sinar Grafika, Jakarta., 2011, hlm. 14.
menghendaki adanya upaya pengaturan hukum dalam perundang-undangan yang dibuat
oleh pihak yang berwenang dan berwibawa, sehingga aturan-aturan itu memiliki aspek
yuridis yang dapat menjamin adanya kepastian bahwa hukum berfungsi sebagai suatu
F. Metode Penelitian
1. Tipe Penelitian
dengan isu hukum dikarenakan terjadinya Kekosongan Norma yang mengatur mengenai
penelitian hukum kepustakaan yang dilakukan dengan cara melakukan penelitian terhadap
2. Pendekatan Penelitian
normatif banyak pendekatan yang dapat digunakan magister terpisah-pisah berdiri sendiri
maupun secara kolektif sesuai dengan isu atau permasalahan yang dibahas, adapun
18
Asikin Zainal, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Rajawali Press, Jakarta.
2012, hlm.17.
19
Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 200. Hlm. 13.
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-
undangan (Statute approach) yaitu dengan cara melakukan analisis terhadap peraturan
terhadap konsep-konsep yang berhubungan langsung dengan objek yang diteliti. Serta
Pendekatan yang ketiga adalah pendekatan kasus yang melihat berdasarkan kasus kasus
Jenis bahan-bahan hukum yang penulis gunakan dalam penulisan proposal skripsi
ini,yakni:
Korupsi
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang dapat memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer, seperti pendapat para pakar hukum baik berbentuk
buku, jurnal hukum, ataupun berbentuk makalah, seperti: karya ilmiah dari
kalangan hukum, jurnal hukum, makalah hukum, dan situs-situs internet yang
penjelasan Terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti: kamus hukum
dibahas.
diteliti.
G. Sistematika Penulisan.
Agar dapat memberikan uraian yang teratur dan memudahkan untuk mengetahui
hubungan antara bagian-bagian dalam penulisan skripsi ini, maka perlu diperhatikan
BAB I Pendahuluan Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka konseptual, metode penelitian, dan
sistematika penulisan.
BAB II Tinjauan Pustaka Bab ini akan menguraikan tentang apa itu punyuapan sector swasta
dan apa itu pemidanaan.
BAB III Pembahasan Bab ini akan menguraikan mengenai Bagaimana pengaturan
Penyuapan Tinda Pidana Korupsi di Sektor Swasta di Indonesia, dan bagaimana Ius
Constituendum Tindak Pidana Penyuapan di Sektor Swasta yang Ideal di Indonesia
BAB IV Penutup Penutup, bab ini memuat kesimpulan dari apa yang telah diuraikan pada
bab-bab sebelumnya dan saran-saran yang diharapkan dapat bermanfaat.Bab ini memuat
kesimpulan dari apa yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya dan saran-saran yang
diharapkan dapat bermanfaat.