Anda di halaman 1dari 12

Nama : Muhamad Zulfi Fauzan

Nim : 02011282025185
Mk: Pidana Diluar KUHP

Penerapan Tindak Pidana Korporasi yang terjadi di indonesia dalam tindak


Pidana Terdakwa Korporasi Kasus Jiwasraya

A. Pendahuluan
Kejahatan atau crimes adalah perbuatan yang secara hukum dilarang oleh
negara dilihat dari segi hukum (Legal definition),Kejahatan adalah tindakan yang
dapat dikenakan hukuman oleh hukum pidana1
Selanjutnya bila memperhatikan rumusan dalam pasal-pasal Kitab undang-
undang hukum pidana (KUHP) Maka yang dimaksud dengan kejahatan adalah
semua perbuatan yang memenuhi peremusan ketentuan-ketentuan yang
disebutkan dalam KUHP 2
Namun jika ditinjau kembali dalam RUU KUHP berbeda dengan KUHP
Dimana dalam RKUHP Tidak terdapat pemisahan ketentuan antara kejahatan
Dengan pelanggaran dimana didalam buku Pertama RKUHP Memuat tentang
aturan umum dan buku kedua memuat mengenai aturan tindak pidana3
Korporasi menurut kitab undang - undang hukum pidana adalah kumpulan
orang dan /atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum
maupun bukan badan hukum”
Tindak pidana korporasi dapat dikategorikan sebagai kejahatan
transnasional yang bersifat terorganisir, karena kejahatan korporasi melibatkan
suatu sistem yang tersistematis serta unsur-unsurnya yang sangat kondusif.
Kejahatan sistematik selalu melibatkan sekelompok orang yang tersistematis
karena adanya organisasi kejahatan (criminal group) yang sangat solid baik karena
ikatan etnis, kepentingan politis maupun kepentingan-kepentingan lain. “Unsur-
unsurnya yang sangat kondusif” sebagaimana disebut di atas, karena dalam tindak
1
Prof.Dr.M.Arief Amrullah,S.H.,M.Hum, Perkembangan kejahatan korporasi dampak dan
permasalahan penegak hukum ,Jakarta,Prenadamedia group,2018,hlm 8
2
ibid
3
ibid
pidana korporasi selalu ada kelompok (protector) yang antara lain terdiri atas para
oknum penegak hukum dan professional, dan kelompok masyarakat yang
menikmati hasil kejahatan yang dilakukan secara tersistematis tersebut.4
Pembangunan dunia hingga saat ini telah memperlihatkan kemajuan yang
siginifikan, pembangunan tersebut tidak hanya menyangkut pembangunan di
bidang ekonomi semata namun manyangkut seluruh aspek kehidupan masyarakat
termasuk pembangunan dibidang hukum. Dibidang ekonomi, pertumbuhan
ditandai oleh globalisasi dan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang
begitu cepat sehingga tidak hanya menimbulkan dampak positif tetapi juga
banyak menimbulkan dampak negatif yang perlu di waspadai. Dampak negatif
tersebut diikuti dengan timbulnya “globalisasi kejahatan” dan
meningkatnyakuantitas serta kualitas tindak pidana di berbagai negara dan antar
negara. Menurut Saparinah Sadli, kejahatan atau tindak kriminal merupakan salah
satu bentuk dari perilaku menyimpang yang selalu ada dan melekat pada tiap
bentuk masyarakat, tidak ada masyarakat yang sepi akan dari kejahatan.5
Pembangunaan di segala bidang dan globalisasi dan modernisasi tepatnya
dalam hal kemajuan teknologi, komunikasi, informasi, dan transportasi, telah
menyebabkan perkembangan yang sangat pesat khususnya kegiatan usaha yang
sudah tentu akan berdampak pada masyarakat. Pada masyarakat sederhana,
kegiatan usaha cukup dijalankan secara perserorangan. Namun seiring dengan
perekembangan masyarakat dan perkembangan "aman, maka akan timbul
kebutuhan untuk mengadakan kerja sama dengan pihak lain dalam menjalankan
kegiatan usahannya. Dalam hal ini, muncul korporasi dalam bentuk perseroan
terbatas dan badan hukum lainnya yang menawarkan saham dan barang jasa
padamasyarakat sehingga jumlah kerja sama dapat mencapai ratusan bahkan
ribuan orang.
Seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan manusia, korporasi
juga berkembang menjadi lebih kompleks. Korporasi tidak lagi seperti dulu yang

4
Ikka Puspitasari, Erdiana Devintawati, Jurnal URGENSI PENGATURAN KEJAHATAN KORPORASI
DALAM PERTANGGUNGJAWABAN TINDAK PIDANA KORPORASI MENURUT RKUHP
5
Muladi dan barda nawawi arief, Teori-teori dan kebijakan Pidana .Bandung,Alumni,,1998,hlm
148
masih menggunakan sistem yang sederhana. Berbagai sistem dan metode dalam
menjalankan korporasi terus dikembangkan dalam rangka untuk mendapatkan
keuntungan yang sebesar besarnya.
Dewasa ini korporasi yang masuk dalam kategori perusahaan raksasa atau
perusahaan multinasional sudah banyak berkembang di berbagai negara. Mereka
tidak hanya membangun imperium di negara asal, tetapi juga di negar-negara lain
terutama negara berkembang dalam rangka mendapatkan keuntungan yang lebih
besar. Pada tahun1978, dua perusahaan terbesar di Amerika Serikat yaitu General
Motor dan Exxon masing-masing sudah memiliki nilai penjualan melebihi 12
miliar dollar, suatu jumlah yang jauh melebihi total pendapatan dari negara bagian
& Amerika Serikat yang manapun dan kebanyakan negara di dunia.6 Data tersebut
menunjukkan betapa besar kekuatan modal korporasi yang bertaraf multinasional
pada saat itu.
Dalam mencapai tujuannya, yakni mendapat keuntungan yang sebesar-
besarnya, korporasi dapat dengan mudah melakukan monopoli pasar, melakukan
penipuan, melakukan penggelapan pajak dan tindak pidana lainnya yang sudah
tentu sangat merugikan negara negara berkembang karena pada hakikatnya
negara-negara berkembang adalah objek dari globalisasi. Dengan demikian, dapat
dilihat bahwa keberdaan suatu korporasi tidak hanya menimbulkan dampak positif
melainkan dapat pula menimbulkann dampak negatif yakni melalu berbagi tindak
pidana. 7
Semakin besarnya peranan korporasi dewasa ini perlu ada perhatian secara
khusus yang diarahkan untuk meningkatkan tanggung jawab sosial korporasi
dengan menggunakan hukum pidana. kedudukan korporasi sebagai subjek hukum
pidana mengalami perubahan dan perkembangan secara bertahap. Pada umumnya
secara garis besarnya dapat dibedakan dalam tiga tahap, yaitu tahap pertama yang
ditandai dengan usaha-usaha agar sifat delik yang dilakukan korporasi dibatasi
pada perorangan (naturlijk person). Sehingga apabila suatu tindak pidana

6
Sutan Remi Sjhandeini,Pertanggungan jawaban pidana korporasi,Jakarta:Grafiti Pers 2006,Hlm
2
7
Kristian,Hukum pidana korporasi (Kebijakan Integral (Integral Policy) Formulasi
Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Di Indonesia.Bandung,Nuasa aulia,2014,hlm 3.
terjadidalam lingkungan korporasi, maka tindak pidana itu dianggap dilakukan
oleh pengurus korporasi tersebut. Dalam tahap ini membebankan “tugas
pengurus” kepada pengurus. Tahap kedua ditandai dengan pengakuan yangtimbul
sesudah perang dunia pertama dalam perumusan undang-undang bahwa suatu
tindak pidana, dapat dilakukan oleh perserikatan atau badan usaha korporasi.
tanggung jawab untuk itu juga menjadi beban dari pengurus badan hukum
tersebut. Sementara tahap ketiga, pertanggung jawaban pidana korporasisecara
langsung sudah dikenal. Dalam tahap ini dibuka kemungkinan untuk menuntut
korporasi dan meminta pertanggung jawabannya menurut hukum pidana8
Sistem pertangung jawaban pidana korporasi bukanlah ciri yang universal
dari sistem hukum modern saat ini, beberapa negaranya seperti Swedia, tidak
memberikan pertanggung jawaban korporasi namun demikian mereka memiliki
system sanksi administrative yang dapat dijatuhkan kepada korporasi atas
perbuatan pidana dari beberapa karyawannya.

PEMBAHASAN
Indonesia adalah negara yang memiliki masyarakat yang banyak serta
memiliki norama dan kaedah serta budaya yang kuat di setiap wilayahnya dalam
hal ini Indonesia pun sebagai negara yang merupakan bagian dari negara hukum
yang menjungjung tinggi Kaedah Hukum yang di implementasikan dan
tercurahkan dalam bentuk peraturan,terkhususnya seperti perbuatan atau tindakan
pidana yang tercurahkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Korporasi sebagai suatu enttas atau subjek hukum yang keberadaannya
memberikan kontribusi yang besar dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi
dan pembangunan nasional, namun dalam kenyataannya korporasi ada kalanya
juga melakukan pelbagai tndak pidana (corporate crime) yang membawa dampak
kerugian terhadap negara dan masyarakat.9

8
Muladi dan Dwidja Priyatno,Pertanggungjawaban Pidana Korporasi.jakarta:prenada media
grup.hlm 53-57
9
Budi suharyanto, PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI BERDASARKAN CORPORATE
CULTURE MODEL DAN IMPLIKASINYA BAGI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
Subjek Hukum pidana korporasi di Indonesia dikenal sejak tahun 1951,
yaitu terdapat dalam undang-undang tindak pidana ekonomi, tentang
“Penimbunan barang” terdapat dalam pasal 15 ayat (1) UU Darurat No. 7 Tahun
1955, serta ditemukan dalam pasal 17 ayat (1) UURI No. 11 PNPS Tahun 1963
tentang Tindak Pidana Subversi.10
Banyak Aturan yang di bahas dalam peraturan di indonesia salah satunya
adalah korporasi,Korporasi dalam hukum pidana lebih luas pengertiannya bila
dibandingkan dengan pengertian korporasi dalam hukum perdata. Sebab korporasi
dalam hukum pidana bisa berbentuk badan hukum atau non badan hukum,
sedangkan menurut hukum perdata korporasi mempunyai kedudukan sebagai
badan hukum. Banyak undang-undang (UU) yang menjadikan korporasi sebagai
subjek hukum pidana. Korporasi menjadi subjek hukum pidana diperkenalkan
sejak UU Drt. Nomor 7 Tahun 1955 tentang Pengusutan, Penuntutan, dan
Peradilan Tindak Pidana Ekonomi (UU TPE). Namun, dalam UU TPE tersebut
korporasi disebut dengan nama badan hukum, perseroan, perserikatan atau
yayasan11
Istilah korporasi tidak ada dalam kodifikasi yang diterima dalam rezim
lama. Secara etimologi, kata “korporasi” (Belanda: corporatie, Inggris:
corporation, Jerman: korporation) berasal dari kata “corporation” dalam bahasa
Latin, berarti hasil dari pekerjaan membadankan, dengan lain perkataan badan
yang dijadikan orang, badan yang diperoleh dengan perbuatan manusia sebagai
lawan terhadap badan manusia, yang terjadi menurut alam.2 Mengacu pada
ketentuan Pasal 8 ayat (2) Reglement op de Burgerlijke Rechtsvordering, bahwa
yang dimaksud dengan corporatie adalah sesuatu yang dapat disamakan dengan
“person” yakni “rechtspersoon’’
Korporasi Black’s Law Dictionary mendefinisikan korporasi adalah suatu
yang disahkan/tiruan yang diciptakan oleh atau dibawah wewenang hukum suatu
negara atau bangsa, yang terdiri, dalam hal berberapa kejadian, tentang orang

10
Yudi krismen,(JURNAL) PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI DALAM KEJAHATAN
EKONOMI
11
Putri hikmawati,jurnal KENDALA PENERAPAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI
SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI
tunggal adalah seorang pengganti, menjadi pejabat kantor tertentu, tetapi biasanya
terdiri dari suatu asosiasi banyak individu12
Dalam konteks KUHP yang ada saat ini dan masih diberlakukan di
Indonesia, asas universalitas delinguere non potest ini dapat mempengaruhi
kemunculan pasal 59 KUHP yang menggambarkan bahwa subjek tindak pidana
yaitu korporasi belumdikenal dan diakui sebagai subjek dalam tindak pidana
secara umum adalah orang. Dalam RKUHP korporasi telah ditempatkan sebagai
pembuat tindak pidana yang dapat diminta pertanggungjawaban pidananya, dalam
sistem pemidanaan di Indonesia sulit untuk menentukan sanksi pidana yang tepat
untuk korporasi, oleh karena itu perlu diadakan pengaturan tersendiri dalam
peraturan perundang- undangan di masa yang akan datang terhadap pidana
korporasi.13
Di Indonesia Penerapan korporasi di atur dalan Peraturan mahkamah
agung no 13 tahun 2016 tentang tata cara penanganan perkara tindak pidana oleh
korporasi dimana dalam hal ini aturan mengenai tindak pidana korporasi merujuk
pada perma no 13 tahun 2016 sedangkan dalam UU KUHP mengatur badan
hukum atau korporasi sebagai pihak yang dapat bertanggung jawab dan dipidana
Jika ditinjau dari Apa yang akan di bahas terkait kasus tindak pidana
korporasi yang dimana Terdakwa Korporasi Kasus Jiwasraya, dalam kasus ini
terdapat putusan amar putusan dimana
Adapun amar Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat Nomor : 62/Pid.Sus-TPK/2021/PN.Jkt.Pst tanggal 30 Maret
2022 berbunyi sebagai berikut.

1. Menyatakan Terdakwa Korporasi Sinarmas Asset Management telah terbukti


secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi
sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang
RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
12
Garner, Bryan A (editor in chief), black’s law dictionary , seventh edition,Paul, minim, west
publishing Co, 1999)
13
Abdurrakhman Alhakim, Eko Soponyono., Jurnal KEBIJAKAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA
KORPORASI TERHADAP PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang R.I. Nomor 20 Tahun 2001
tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana Dakwaan Kesatu Primair
Jaksa Penuntut Umum.

2. Menyatakan Terdakwa Korporasi Sinarmas Asset Management tidak terbukti


secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang
sebagaimana Dakwaan Kedua Primair dan Dakwaan Kedua Subsidiair.

3. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Korporasi Sinarmas Asset


Management dengan pidana denda sebesar Rp 1 miliar dengan ketentuan jika
Terdakwa Korporasi tidak mampu membayar denda tersebut paling lambat 1
(satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh putusan tetap,
maka harta bendanya disita oleh Jaksa Penuntut Umum dan dilelang untuk
menutupi denda tersebut.

4. Membebankan biaya perkara terhadap Terdakwa Korporasi sebesar Rp 10.000,-


(sepuluh ribu rupiah). Dalam perkara ini, Negara mengalami kerugian keuangan
negara sebesar Rp 16,8 triliun, sebagaimana Laporan Hasil Pemeriksaan
Investigasi oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia
Nomor:35/S/II/03/2020 tertanggal 09 Maret 2020.

Jika ditinjau dari amar putusan dimana pt jiwasraya melakukan korporasi


tindak pidana korupsi sehingga dimana jika ditinjau secara lebih lanjut dimana
Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Dalam Tindak Pidana Korupsi Subjek
hukum dalam tindak pidana korupsi adalah setiap orang, setiap orang diartikan
sebagai orang-perorangan dan/atau korporasi (Pasal 1 angka 3 UU No. 31 Tahun
1999) dan pegawai negeri. Dengan demikian, maka subjek hukum yang dapat
dijerat sebagai pelaku tindak pidana korupsi tidak saja orang perorang sebagai
individu (baik kapasitasnya sebagai orang swasta maupun pegawai negeri), tetapi
juga suatu Korporasi.14
14
Rony Saputra jurnal PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI DALAM TINDAK PIDANA
KORUPSI (Bentuk Tindak Pidana Korupsi Yang Merugikan Keuangan Negara Terutama Terkait
Jika melihat rumusan tindak pidana yang diatur dalam UU Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, dan dihubungkan dengan subjek hukum yang dikenal
dalam UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, maka tidak semua tindak
pidana korupsi dapat dilakukan oleh Korporasi. Korporasi yang dapat ditarik
menjadi subjek dalam UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi setidaknya
terdapat dalam ketentuan Pasal 2 ayat (1), Pasal 5 ayat (1), Pasal 6 ayat (1), Pasal
7, Pasal 13, Pasal 15, dan Pasal 16 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun
2001.
Perumusan subjek tindak pidana korupsi dengan menggunakan kata orang
sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (2) dapat ditafsir bahwa termasuk dalam
pengertian pelakunya adalah korporasi, oleh karena konsep tentang orang,
menurut Satjipto Rahardjo, dalam hukum orang mempunyai kedudukan yang
sangat sentral, oleh karena semua konsep yang lain seperti hak, kewajiban,
penguasaan, hubungan hukum dan lain-lain, pada akhirnya berpusat pada konsep
mengenai orang. Orang inilah yang menjadi pembawa hak dan bisa juga dikenai
kewajiban dan seterusnya.
Korporasi mempunyai ciri-ciri sebagai barikut, memiliki kekayaan sendiri
yang terpisah dari kekayaan orang-orang yang menjalankan kegiatan badan-badan
hukum tersebut; memiliki hak-hak dan kewajiban yang terpisah dari hak-hak dan
kewajiban-kewajiban orang-orang yang menjalanan kegiatan badan hukum
tersebut; memiliki tujuan tertentu; berkesinambungan (memiliki kontinuitas)
dalam arti keberadaannya tidak terikat pada orang-orang tertentu, karena hak-hak
dan kewajibannya tetap ada meskipun orang-orang yang menjalankannya
berganti. Maka ha dipandang sebagai persoon yang dapat dimintakan
pertanggung jawaban.
Pertanggung jawaban Korporasi dalam tindak pidana korupsi dapat kita lihat
dalam rumusan pasal 20 UU PTPK setidaknya ada 7 (tujuh) penjabaran mengenai
bentuk pertanggungjawaban itu, yaitu:

Dengan Pasal 2 Ayat (1) UU PTPK


1). Dalam hal tindak pidana korupsi dilakukan oleh atau atas nama suatu
korporasi, maka tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap
korporasi dan atau pengurusnya.
2). Tindak pidana korupsi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut
dilakukan oieh orang-orang baik berdasarkan hubungan kerja maupun
berdasarkan hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik
sendiri maupun bersama-sama.
3). Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi maka korporasi terus
diwakili oleh pengurus.
4). Pengurus yang mewakili korporasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)
dapat diwakili oleh orang lain.
5). Hakim dapat memerintahkan supaya pengurus korporasi menghadap sendiri
dipengadilan dan dapat pula memerintahkan supaya pengurus tersebut dibawa ke
sidang pengadilan.
6). Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, maka panggilan
untuk menghadap dan penyerahan surat panggilan tersebut disampaikan ke
pengurus di tempat tinggal pengurus atau ditempat pengurus berkantor.
7). Pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi hanya pidana denda,
dengan ketentuan maksimum pidana ditambah 1/3 (satu pertiga).
Dari rumusan Pasal 20 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di atas,
setidaknya memberikan gambaran bahwa tindak pidana korupsi dilakukan oleh
korporasi, apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang-orang yang
berdasarkan hubungan kerja maupun hubungan lain, bertindak dalam lingkungan
korporasi tersebut baik sendiri maupun bersama-sama.
Beban pertanggungjawaban korporasi menurut ketentuan Pasal ini ditempatkan
pada korporasi itu sendiri dan atau pada pengurusnya. Sifat pertanggungjawaban
ini dikenal dengan komulatif-alternatif. Hal ini bisa dilihat dengan adanya kalimat
korporasi dan dengan atau pengurus dalam rumusan pasal 2- ayat (1), maka
untuk menuntut dan menjatuhkan pidana dalam hal tindak pidana korupsi
dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi menurut ketentuan ini dapat
dilakukan terhadap korporasi dan pengurus atau terhadap korporasi saja atau
pengurus saja.
Dalam ketentuan Pasal 20 khususnya ayat (7) disebutkan terhadap
korporasi hanya dapat dijatuhi pidana pokok berupa pidana denda dengan
ketentuan maksimum dapat ditambah 1/3. Selain pidana denda, terhadap korporasi
juga bisa dijatuhi pidana berupa perampasan barang bergerak yang berwujud atau
yang tidak berwujud barang tidak bergerak yang digunakan untuk yang diperoleh
dari tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana dimana tindak
pidana korupsi dilakukan, begitupun dari barang yang menggantikan barang
tersebut, dan penutupan usaha atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama
1 (satu) tahun (vide Pasal 18 ayat (1) huruf a dan c).
Selain itu, menarik jika kita melihat kebelakang, yaitu penjatuhan sanksi
tambahan dalam UU No. 7 Drt/1955 Tentang Tindak Pidana Ekonomi. Dalam UU
ini dikenal bentuk sanksi berupa tindakan tata tertib diantaranya:

1. penempatan perusahan di bawah pengampuan;


2. kewajiban membayar uang jaminan;
3. kewajiban mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak atau meniadakan apa
yang dilakukan tanpa hak; dan
4. kewajiban membayar sejumlah uang sebagai pencabutan keuntungan

Selain dalam penetapan tersebut beberapa orang menjadi tersangka tindak


pidana korupsi pt jiwasraya pun terkena dampak dari perbuatan korporasi dan
telah dinyatakan bersalah melakukan Korupsi dan diharuskan Membayar sanksi
pidana terhadap Terdakwa Korporasi Sinarmas Asset Management dengan pidana
denda sebesar Rp 1 miliar dengan ketentuan jika Terdakwa Korporasi tidak
mampu membayar denda tersebut paling lambat 1 (satu) bulan sesudah putusan
pengadilan yang telah memperoleh putusan tetap, maka harta bendanya disita oleh
Jaksa Penuntut Umum dan dilelang untuk menutupi denda tersebut

Anda mungkin juga menyukai