Hayuningtyas Pambudi¹⁾
Mahfud Fahrazi²⁾
¹⁾Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik, Universitas Terbuka
²⁾Dosen Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Terbuka
ABSTRAK
Persaingan usaha dewasa ini semakin beragam dalam setiap sektor perekonomian ditanah
air. Salah satunya Persaingan usaha tersebut berbanding lurus dengan munculnya kelompok
perusahaan yang mempunyai satu misi dalam mempermudah dan memperluas usahanya yang
sering dikatakan sebagai perusahaan group diantaranya anak perusahaan dan induk
perusahaan. Munculnya anak perusahaan sejatinya ditujukan untuk memudahkan
menyelesaikan target perusahaan. Namun dalam realita yang terjadi terkandang anak
perusahaan terlibat melakukan tindak pidana seperti ikut serta dalam membakar hutan dan
lain sebagainnya. Sehingga permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimana
Keterikatan Perusahaan Induk Dengan Anak Perusahaan Dalam Sebuah Group Perusahaan?
DanBagaimanakah Induk Perusahaan Dapat Dipertanggungjawabkan Atas TIndak Pidana
Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan?. Metode yang digunakan dalam tulisan ini adalah
yuridis normatif yang disertai dengan teori dan pendapat ahli dengan metode pengkumpulan
data deskriptif analistis. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan Induk perusahaan
dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang dilakukan oleh anak Perusahaan atas
hubungan subordinasi antara induk perusahaan dengan anak perusahaan. Sehingga
keputusan strategis yang dimiliki oleh Induk Perusahaan yang dilakukan oleh Anak
Perusahaan apabila terjadi pelanggaran hukum dapat dipidana.
1. PENDAHULUAN
1
ini telah melahirkan juga berbagai krminilatas diberbagai bidang seperti ekonomi, bisnis,
teknologi yang justru dilakukan oleh perusahaan untuk mendapatkan keuntungan yang
sangat besar. Apabila kita sandingkan dampak yang ditimbulkan oleh tindak pidana yang
baru tersebut lebih masif dan meluas dibandingkan dengan tindak pidana biasa yang diatur
dalam KUHP seperti penipuan, penggelapan, pencurian dan lain sebagainnya.1
Dahulu dikenal sebuah adegium yang mengatakan tingginya angka kemiskinan dalam
sebuah negara maka pada saat itu juga semakin tinggi angka kejahatan di negara tersebut.
Akan tetapi bila implementasikan adegium tersebut hanya berlaku pada tindak pidana
konvensional malah yang terjadi saat ini Indonesia sedang dilanda krimininalitas
komptemporer dibidang ekonomi yang direncanakan dan dirancang sedemikian rupa agar
tidak terdeteksi2. Kejahatan yang sangat kompleks tersebut dilakukan oleh perusahaan
dalam bidang ekonomi. Menindaklanjuti semakin masifnya jenis kejahatan yang baru
dalam dunia perekonomian, PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) melalui Kongres ke 5 dan
ke 6 yang mendiskusikan mengenai “Prevention of Crime and the Tratment of Offenders”
telah melahirkan suatu kejahatan yang baru yaitu “Crime As Business” atau Kejahatan
Dalam Lingkup Bisnis Yang sah”. Dapat kita maknai bahwa Kejahatan dalam bidang
bisnis atau industri disusun secara sistematis dan terstruktur yang identik dilakukan orang
terpandang/berpengaruh yang memiliki kedudukan dan status sosial ditengah masyarakat.
Perbuatan tersebut sering dikatakan kejahatan “white collar crime”.
Sebagaimana telah kami singgung diawal, Kejahatan dibidang bisnis atau industri
identik dilakukan oleh korporasi atau perusahaan. Perusahaan yang melakukan tindak
pidana sering dikenal dengan istilah “Tindak Pidana Korporasi” atau“Kejahatan
Korporasi”. Apabila sedikit melihat perkembangan penegakan hukum pidana terhadap
tindak pidana korporasi telah mengalami perkembangan yang cukup pesat hingga
akhirnya korporasi sendiri dapat dipertanggungjawabkan secara pidana meskipun
pemidanaan tersebut tidak badaniah lebih ke ganti kerugian. Alasan diaturnya korporasi
sebagai pelaku tindak pidana sekaligus dapat dipertanggungjawabkan dikarenakan dalam
delik ekonomi, keuntungan yang diperoleh korpoerasi atau kerugian yang diderita oleh
1 Herlina Manullang, “Meminta Pertanggungjawaban Pidana Perusahaan Induk Atas Perbuatan Tindak Pidana
Lingkungan Hidup Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan”, Jurnal Hukum Samudra Keadilan, Vol. 15.
No.1, (2020), Hlm.113
2 Dwidja Priyatno, “Pertanggungjawaban Pidana Korporasi”, Makalah Pada Simposium Nasional Revitalisasi
Hukum Pidana Adat dan Kriminologie Kontemporer Serta Pelatihan Hukum Pidana dan Krinimnologi ke-V,
Hotel Inna Muara, (2018), Hlm.1
2
masyarakat harus dibebankan kepada korporasi agar kedepanya dapat menaati peraturan
perundang-undangan yang berlaku.3
Korporasi saat ini telah mengalami perkembangan yang sangat fundamental terkait dengan
pertanggungjawaban korporasi dalam sebuah perbuatan hukum yang dilakukan. Jika
sebelumnya pertanggungjawaban korporasi hanya dilakukan oleh korporasi tunggal
namun diera globalisasi ini persaingan semakin komplek hingga banyak muncul
perusahaan induk yang menaungi beberapa anak perusahaan4 Konsep perusahaan induk
perusahaan bertindak sebagai pimpinan sertral yang bertugas melakukan pengendalian dan
mengkoordinasikan anak-anak perusahaan dalam suatu kesatuan management ekonomi.
Keterkaitan yang sangat erat antara perusahaan induk dengan anak perusahaan dapat
dilihat dari kebijakan dalam menjalankan kebijakan ditentukan oleh perusahaan induk.
Namun apabila dikemudian hari ternyata ditemukan adanya pelanggaran yang dilakukan
oleh anak perusahaan apakah anak perusahaan tersebut akan bertanggungjawab secara
pribadi atau induk perusahaan yang mengelola dan yang membuat kebijakan apakah juga
dapat dipertanggungjawabkan. Atas dasar itulah penelitian ini berjudul “Tindak Pidana
Dan Pertanggungjawaban Perusahaan Induk Atas Tindak Pidana Yang Melibatkan
Anak Perusahaan”
2. METODE PENELITIAN
Penulis melihat bahwa hukum positif Indonesia telah berusaha untuk mengakomodir
konsep pertanggungjawaban perusahaan induk terhadap perbuatan pidana yang anak
perusahaan telah lakukan. Maka dari itu, penelitian kami menggunakan metode penelitian
yuridis normatif khususnya dengan melakukan pendekatan perundang-undangan, yaitu
melakukan penafsiran hukum mengenai ketentuan pidana yang berlaku di Indonesia.5
Penelitian ini juga menggunakan deskriptif analistis yang memuat bahan hukum primer
dan sekunder yang berkaitan dengan pertanggungjawaban pidana perusahaan Induk
terhadap tindak pidana yang anak perusahaan lakukan. Disamping itu Penulis juga
3 Kristian, Kejahatan Korporasi di Era Modern dan Sistem Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, (Bandung:
Refika Aditama, 2016), hlm. 35
4 Muhammad Iqbal, “Pertanggungjawabani Pidana Induk Perusahaan Terhadapi Tindaki Pidanai Yangi
Dilakukani Oleh iAnak iPerusahaan”, Skripsi Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Tahun 2018,
Hlm.5
5 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Edisi Revisi, (Surabaya: Kencana Prenada Group, 2014), hlm. 178.
3
melakukan analis hukum berdasarkan teori-teori dan pendapat-pendapat hukum yang
berhubungan dengan pertanggungjawaban pidana korporasi.
4
tersebut memiliki tujuan yang sama dalam menyelesaikan sebuah proyek dan
pekerjaan bersama.. Disinilah dapat dipahami antara Induk perusahaan dengan anak
perusahaan memiliki hubungan yang sangat erat dan saling ketergantungan satu
dengan yang lainnya. Karena sejatinya “sebuah perusahaan induk setidak-tidaknya
memiliki mayoritas saham dalam perusahaan anaknya”.9 Namun tidak berarti induk
perusahaan yang memiliki saham mayoritas menjadi peluang hadirnya “moral
hazard” atau sikap oportunitis induk perusahaan yang akan menyalangunakan
kontroksi perusahaan induk. Dalam kepengurusan induk perusahaan didominasi oleh
anak perusahaan dengan tujuan agar aktifitas anak perusahaan tidak berseberangan
dengan tujuan dibentuknya anak perusahaan tersebut dan tetap dapat dikontrol dengan
baik.10
Apabila ditarik garis benang keterkaitan antara perusahaan induk dan anak
perusahaan dapat diartikan bahwa tindakan induk perusahaan sebagai pemimpin
sentral/pusat yang menjalankan pengawasan dan pengendalian cabang perusahaan lain
sebagai satuan management. Sedangkan anak perusahaan adalah perusahaan-
perusahaan yang secara yuridis berdiri sendiri dan dibawa naungan perusahaan induk
(holding company) yang melaksanakan kebijakan yang dikeluarkan induk perusahaan.
Selain itu “Hubungan antara Perusahaan Induk dengan anak perusahaan layaknya
hubungan antara pengusaha, orang perorangan atau badan hukum yang terikat dalam
perjanjian kerja berdasarkan mekanisme RUPS dijadikan sebagai dasar perjanjian
kerja antara anak dan induk perusahaan.” 11 Selain dari itu hubungan anak perusahaan
dengan induk perusahaan dapat dicermati dari kewenangan yang dimiliki oleh
korporasi dalam menjalankan tugas dan fungsinya dalam melaksanakan perbuatan
hukum, berdasarkan: 12
9 A.A. Ngurah Mayun Dharma Wijaya dan A.A Ngurah Oka Yudistira Darmadi, “Analisis
Pertanggungjawaban Pidana Perusahaan Induk Atas Tindak Pidana Korupsi Perusahaan Anak”, Jurnal Kertha
Desa, Vol.10. No.1, (2017), Hlm.29.
10 Alvin Syahrin, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Dalam Ketentuan Pidana Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup” Makalah, disampaikan pada kegiatan
“Simposium Nasional, Pelatihan Hukum Pidana dan Kriminologie” Mahupiki, Padnag, (2018), Hlm. 13
11 Miranda Chairunnisa, dkk, “Pertanggungjawaban Perusahaan Induk Terhadap Perusahaan Anak Dalam Hal
Terjadinya Pencemaran Dan/Atau Kerusakan Lingkungan Hidup”, USU Law Journal, Vol1. No.2, (2013),
Hlm. 13.
12 Ibid.
5
b) Bahwa pemberi kuasa merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam
perjanjian yang telah disepakati sebelumnya
Dari sinilah dapat kita pahami bahwa keterkaitan antara induk dan anak perusahaan
sangatlah berkaitan dan saling bergantung satu dengan yang lain. Meskipun
perusahaan induk dan anak perusahaan secara yuridis tidak ada mengatur secara rigit
akan tetapi jika dilihat dari hubungan antara induk dan anak perusahaan, dimana induk
perusahaan berperan dalam memegang kebijakan dan anak anak perusahaan memiliki
peran untuk melaksanakan kebijakan dari induk perusahaan. Maka dengan sendirinya
apabila ada perbuatan yang melanggar hukum yang anak perusahaan lakukan dengan
kebijakan dari induk perusahaan maka dengan sendirinya induk perusahaan dapat
dibebankan atas pelanggaran hukum yang anak perusahaan telah lakukan.
13 Sulistiowati, “Doktrin-Doktrin HUkum Mengenai Tanggungjawab Hukum Dalam Perusahaan Group”, Jurnal
Hukum Bisnis”, Edisi No.3, Vol. 31, (2012), Hlm. 14
6
terhadap perusahaan anak. Sehingga secara perdata tidak boleh Induk perusahaan
dipertanggungjawabkan melebih dari modal atau saham yang diberikan pada
perusahaan anak. Dalam perkembangannya doktrin tersebut dapat juga sebagai
boomerang dalam perkembangan perusahaan itu sendiri. Karena banyak pemegang
saham dalam sebuah perusahaan memanfaatkan perusahaan tersebut untuk
menjalankan aksinya berupa melakukan perbuatan-perbuatan yang bertentangan
dengan hukum. Kejadian tersebutlah yang membuat adanya pembatasan konsep
limited liability yang dikenal dengan doktrin “Piercing the corporate veil”14
Salah satu indikator dalam penggunaan doktrin piercing the corporate veil
melalui teori instrumentality sebagaimana pernah diputus oleh Pengadilan Tinggi
Missouri Amerika dalam Perkara Collet Vs American National Soter Ins, diantaranya
sebagai berikut:15
a) Adanya control, bahwa perusahaan yang didominasi oleh saham mayoritas akan
mempengaruhi segala kebijakan yang dijalankan oleh perusahaan, sehingga
secara otomatis kebijakan bisnis anak perusahaan tergantung pada keputusan
induk perusahaan begitu juga sebaliknya apa yang dilakukan oleh anak
perusahaan sesuai dengan kebijakan yang ditentukan oleh induk perusahaan. Hal
14 Ridwal Khairandy, Hukum Perseoran Terbatas, (Yogyakarta: FH UII Press, 2014), Hlm. 340.
15 Nancy C. Collet V. American National Stores, INC., No. 494423, Missouri Court of Appeals
7
inilah yang membuat anak perusahaan yang secara yuridis mandiri akan tetapi
secara praktek ketergantungan bahkan didominasi oleh Induk Perusahaan.
Apabila ketiga indicator tersebut telah terpenuhi dan ditemukan anak perusahaan
merupakan instrumentality dari induk perusahaan maka dengan sendirinya induk
perusahaan bertanggungjawab penuh atas perbuatan yang dilakukan anak perusahaan.
Berkaitan dengan Pertanggungjawaban pidana pada dasarnya harus memiliki
hububungan kausalitas (sebab akibat) dan memiliki dolus (kesengajaan) atau culpa
(kelalaian). Maka dari itu seseorang baru bisa dipertanggungjawabkan asalkan orang
tersebut telah memiliki mens rea dan actus reus. Namun apabila dikaitkan dengan
korporasi harus bisa dibeadakan apakah yang melakukan tindak pidana tersebut adalah
pribadi dari pengurus atau memang kesepakatan dari perusahan. Untuk membedakan
hal tersebut perlu kita cermati bahwa “korporasi yang merupakan sebuah badan hukum
sejatinya tidak memiliki akal dan pikiran. Namun akal dan pikirannya tersebut harus
tergambar dalam pribadi seseorang yang memiliki visi tertentu atau bisa dikatakan
sebagai perantara yang benar-benar directing mind and will dari korporasi itu”.16 Maka
dari itu untuk menentukan apakah sebuah korporasi bertanggungjawab atau tidak
bukanlah hal yang gampang dalam harus dicerna dalam berbagai persepktif teori dan
pemikiran.
8
ditimbulkan oleh perusahaan baik materil, bahaya, immaterial yang sangat berdampak
pada kegiatan ekonomi maupun sosial.17
Selain dari teori strict liability dalam hukum pidana juga dikenal teori vicarious
liability yang mana orang lain dapat dipertanggungjawabkan atas kesalahan sendiri.
Prinsip ini mengatakan bahwa perbuatan agen diasumsikan sama dengan perbuatan
yang seakan akan dilakukan principal dan pengetahuan.18 Induk perusahaan dapat
menjalankan tanggung jawabnya atas tindak pidana yang anak buahnya lakukan.
Pertanggungjawab disini dapat dilihat dari hubungan subordinasi antara induk
perushaaan dengan anak perusahaan. Hal ini dapat kita lihat dalam konsep perusahaan
group dikenal pemegang saham terbesar/superior dan pemegang saham
terkecil/interior sehingga mempengaruhi segala kebijakan yang dijalankan oleh anak
perusahaan sesuai dengan kebijakan pihak superior atau induk perusahaan.
Kemampuan bertanggungjawab induk perusahaan terhadap tindak pidana yang
dilakukan oleh anak perusahaan tidak dapat dilepaskan karena kewenangan yang
dimiliki oleh anak perusahaan bersumber dari keputusan dan kebijakan induk
perusahaan. Sehingga apabila terjadi tindak pidana yang dilakukan oleh anak
perusahaan berhubungan dengan kewenanganya maka induk perusahaan dapat
dipertanggungjawabkan atas hal itu.
17 Eddy O.S Hiariej, Prinsip-Prinsip Hukum Pidana (Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka, 2014), Hlm. 162
18 Eli Lederman, “Models For Imposing Corporate Criminal Liability: From Adaptation and Imitation Toward
Aggregation and The Search For Self-Identity”, Buffalo Criminal Law Review, Vol.4 No.1, State University of
New York Buffalo School of Law, 2000, hlm.651.
9
induk perusahaan yang kemudian anak perusahaan lakukan. Lahirnya
pertanggungjawaban induk perusahaan terhadap tindak pidana yang anak perusahaan
lakukan tidak terlepas dari hubungan subordinasi antara anak dan induk perusahaan
yang tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lain dan selalu adanya koordinasi satu
dengan yang lain. Sehingga apabila memang anak perusahaan menjalankan sesuai
dengan perintah induk perusahaan maka dengan otomatis induk perusahaan dapat
dipidana sesuai dengan teori strict liability dan Teori vicarious liability. Dengan
adanya bukti bahwa anak perusahaan menjalankan instruksi induk perusahaan maka
dengan sendirinya Induk Perusahaan bertanggungjawab atas tindak pidana yang Anak
Perusahaan telah lakukan.
B. Saran
Bahwa pada dasarnya perusahaan induk ikut serta menanggung tanggung jawab atas
perbuatan yang dilakukan oleh anak perusahaan sepanjang sesuai dengan kebijakan
perusahaan induk. Akan tetapi jika memperhatikan hubungan antara perusahaan induk
dan anak perusahaan tidak terdapat aturan yang jelas mengenai pertanggungjawaban
tersebut. hanya saja karena adanya kaitan antara perusahaan induk dengan anak
perusahaan. Agar kedepannya dapat lebih mudah untuk membuktikan
pertanggungjawaban induk atas perbuatan yang dilakukan anak perusahaan maka
harus ada regulasi hukum yang menjelaskan dengan detail hubungan perusahaan induk
dan anak perusahaan dan sejauh mana induk perusahaan bertanggungjawab atas
perbuatan yang dilakukan oleh anak perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
10
Kristian, Kejahatan Korporasi di Era Modern dan Sistem Pertanggungjawaban Pidana
Korporasi, (Bandung: Refika Aditama, 2016)
Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Edisi Revisi, (Surabaya: Kencana Prenada
Group, 2014)
Sjahdeini, Sutan Remy, Ajaran Pemidanaan: Tindak Pidana Korporasi & Seluk Beluknya,
Ctk. Pertama, (Jakarta: Kencana, 2017)
Sulistiowati, Tanggung Jawab Pada Perusahaan Group di Indoesia, (Jakarta: Erlangga, 2013)
Tawalujan, Jimmy, “Pertanggungjawaban Korporasi Terhadap Korban Kejahatan”, Lex
Crime 1, No. 3 (2012)
JURNAL/ARTIKEL/SKRIPSI
A.A. Ngurah Mayun Dharma Wijaya dan A.A Ngurah Oka Yudistira Darmadi, “Analisis
Pertanggungjawaban Pidana Perusahaan Induk Atas Tindak Pidana Korupsi
Eli Lederman, “Models For Imposing Corporate Criminal Liability: From Adaptation and
Imitation Toward Aggregation and The Search For Self-Identity”, Buffalo Criminal
Law Review, Vol.4 No.1, State University of New York Buffalo School of Law, 2000
Nancy C. Collet V. American National Stores, INC., No. 494423, Missouri Court of Appeals
Sulistiowati, “Doktrin-Doktrin HUkum Mengenai Tanggungjawab Hukum Dalam Perusahaan
Group”, Jurnal Hukum Bisnis”, Edisi No.3, Vol. 31, (2012)
12