Anda di halaman 1dari 13

1

A. Latar Belakang Masalah

Tindak kejahatan merupakan suatu tindakan yang melanggar hukum.

Dalam mendefiniskan kejahatan, ada beberapa pandangan mengenai perbuatan

apakah yang dapat dikatakan sebagai kejahatan. Definisi kejahatan dalam

pengertian yuridis berbeda dengan pengertian kejahatan secara kriminologi

yang dipandang secara sosiologis. Secara yuridis kejahatan dapat didefinisikan

sebagai suatu tindakan yang melanggar undang-undang atau ketentuan yang

berlaku dan diakui secara legal. Secara kriminologi yang berbasis sosiologis

kejahatan merupakan satu pola tingkah laku yang merugikan masyarakat dan

suatu pola tingkah laku yang mendapat reaksi sosial. Tidak dapat dipungkiri lagi

bahwa kejahatan yang terjadi saat ini semakin berkembang dari waktu ke waktu

yang diakibatkan oleh berkembangnya teknologi dan sosio kultural serta politik

dimasyarakat.1

Kejahatan sering diartikan sebagai perilaku pelanggaran aturan hukum

akibatnya seseorang dapat dijerat hukuman. Kejahatan terjadi ketika seseorang

melanggar hukum baik secara langsung maupun tidak langsung, atau bentuk

kelalaian yang dapat berakibat pada hukuman. Perilaku dapat disebut sebagai

kejahatan hanya jika memiliki 2 faktor:2

1) mens rea (adanya niatan melakukan perilaku), dan

2) actus reus (perilaku terlaksana tanpa paksaan dari orang lain).

Contohnya: pembunuhan disebut kejahatan ketika pelaku telah memiliki

niat menghabisi nyawa orang lain, serta ide dan pelaksanaan perilaku

pembunuhan dimiliki pelaku sendiri tanpa paksaan dari orang lain.

1 Muhammad Mustafa, Kriminologi, FISIP UI PRESS, Depok, 2007, hlm 16


22 https://psikologi.unair.ac.id/id_ID/artikel-mengapa-orang-melakukan-kejahatan/
2

Pengertian kejahatan R Soesilo menjadi dua sudut pandang yakni sudut

pandang secara yuridis sudut pandang sosiologis. Dilihat dari sudut pandang

yuridis, menurut R. Soesilo, pengertian kejahatan adalah suatu perbuatan

tingkah laku yang bertentangan dengan undang-undang. Dilihat dari sudut

pandang sosiologis, pengertian kejahatan adalah perbuatan atau tingkah laku

yang selain merugikan si penderita, juga sangat merugikan masyarakat yaitu

berupa hilangnya keseimbangan, ketentraman dan ketertiban. 3

“Kejahatan bukan merupakan peristiwa hereditas (bawaan sejak lahir,

warisan) juga bukan merupakan warisan biologis. 4 Tindak kejahatan bisa

dilakukan siapapun baik wanita maupun pria dengan tingkat pendidkan yang

berbeda.

Tindak kejahatan bisa dilakukan secara sadar yaitu difikirkan,

direncanakan, dan diarahkan pada maksud tertentu secara sadar benar.

Kejahatan suatu konsepsi yang bersifat abstrak, dimana kejahatan tidak dapat

diraba dan dilihat kecuali akibatnya saja”. Definisi kejahatan menurut Kartono

bahwa : “Secara sosiologis, kejahatan adalah semua ucapan, perbuatan dan

tingkah laku yang secara ekonomis, politis dan sosial psikologis sangat

merugikan masyarakat, melanggar norma-norma susila dan menyerang

keselamatan warga masyarakat (baik yang telah tercantum dalam undang-

undang pidana)”.5

Pelaku kejahatan merupakan orang yang melakukan tindakan melanggar

hak dan kesejahteraan hidup seseorang, sedangkan korban adalah orang yang

33 https://tribratanews.kepri.polri.go.id/2021/02/05/definisi-kejahatan-serta-jenis-jenis-
kejahatan-internet/
44 Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Pidana Di Indonesia, Bandung: Repika
Aditama, 2003,hal.1
55 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Bandung:
Alumni.1998. hal. 2
3

terlanggar hak dan kesejahteraan hidupnya. Kejahatan bisa dilakukan oleh

orang perorang dan badan hukum atau korporasi.

Secara etimologi kata korporasi (Belanda: corporatie, Inggris: corporation,

Jerman: corporation) berasal dari kata corporatio dalam bahasa latin. Corporare

sendiri berasal dari kata “corpus” (Indonesia: badan), yang berarti memberikan

badan atau membadankan. Dengan demikian, corporation itu berarti hasil dari

pekerjaan membadankan, dengan lain perkataan badan yang dijadikan orang,

badan yang diperoleh dengan perbuatan manusia sebagai lawan terhadap

badan manusia, yang terjadi menurut alam. 6

B. Permasalahan

Dalam penulisan makalah ini agar nantinya tidak terlalu meluas maka

penulis akan membahas mengenai permasalahan tentang kejahatan korporasi

C. Pembahasan

Korporasi sebagai suatu subjek hukum yang keberadaannya memberikan

kontribusi yang besar dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan

pembangunan nasional, namun dalam kenyataannya korporasi ada kalanya juga

melakukan berbagai tndak pidana (corporate crime) yang membawa dampak

kerugian terhadap negara dan masyarakat. Dalam menghadapi persaingan,

korporasi dihadapkan pada penemuan teknologi baru, teknik pemasaran, dan

usahausaha memperluas atau menguasai pasar. Keadaan ini dapat

menghasilkan tndakan korporasi untuk memata-matai saingannya, meniru,

memalsukan, mencuri, menyuap, dan mengadakan persekongkolan mengenai

harga atau daerah pemasaran. Singkatnya, karena dorongan persaingan,

korporasi dapat dan seringkali melakukan suatu tndak pidana dalam rangka

66Muladi dan Dwidja Priyanto, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, Jakarta:


Kencana, 2010, hlm.23
4

mencapai tujuan.7Di dalam kehidupan sehari-hari yang menjadi subjek hukum

dalam sistem hukum Indonesia adalah individu (orang) dan badan hukum

(korporasi) . Berbicara masalah korporasi, maka kita tidak dapat melepaskan

pengertian tersebut dari bidang hukum perdata. Sebab korporasi merupakan

terminologi yang erat kaitannya dengan “badan hukum” (rechtspersoon) dan

“badan hukum” itu sendiri merupakan terminologi yang erat kaitannya atau

dipergunakan dalam ilmu hukum perdata. Dewasa ini dalam ilmu hukum pidana

telah diterima dikalangan akademisi maupun praktisi, suatu kejahatan khusus

yang melibatkan perusahaan yang disebut dengan Corporate Crime (Kejahatan

Korporasi). Sebelumnya, banyak kalangan yang tidak dapat menerima jika

sesuatu perseroan dianggap dapat melakukan tindak pidana. Mereka

berpegangan teguh pada adagium “Universitas Delinguere Non potest” (Badan

Hukum tidak dapat dipidana) dengan alasan bawa suatu badan

hukum/Perusahaan tidak memiliki Mensrea (niat jahat), dan badan hukum

bukanlah pribadi.8

Permasalahan pertanggungjawaban korporasi pelaku tndak pidana adalah

suatu hal yang tdak sederhana, mengingat korporasi adalah badan hukum.

Permasalahan ini berpangkal pada adanya asas tada pidana tanpa kesalahan.

Kesalahan adalah mens rea atau sikap kalbu yang secara alamiah hanya ada

pada orang alamiah. Mens rea adalah unsur yang sulit dibuktkan dari korporasi

yang dianggap melakukan tndak pidana mengingat korporasi hanya bisa

melakukan tndakan melalui organ direksi. Korporasi bisa dianggap melakukan

77S.Susanto, Kejahatan Korporasi, (Semarang: BP Universitas Diponegoro, 1995),


hlm.30
88 Dwidja Priyatno, Bunga Rampai Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia,
Bandung: Pustaka Reka Cipta, 2018, hlm. 60.
5

tndak pidana berdasarkan perbuatan yang dilakukan oleh orang yang

mengontrol pengurusan korporasi.9

Menurut David J. Rachman dalam bukunya “Business Today 6’th Edition”,

secara umum korporasi memiliki lima ciri penting, yaitu: 1010

1. merupakan subjek hukum buatan yang memiliki kedudukan hukum

khusus;

2. memiliki jangka waktu hidup yang tak terbatas;

3. memperoleh kekuasaan (dari negara) untuk melakukan kegiatan bisnis

tertentu;

4. dimiliki oleh pemegang saham;

5. tanggung jawab pemegang saham terhadap kerugian korporasi

biasanya sebatas saham yang dimilikinya

Dalam perkembangannya kejahatan dilakukan secara terorganisir dalam

perwujudan korporasi, banyak istilah atau pengertian kejahatan korporasi sering

terjadi kerancuan dalam membedakan mana sebenarnya kejahatan korporasi

baik dari pelaku maupun karakteristik dari kejahatan tersebut. Maka untuk

memperjelas masalah tersebut, bisa dijelaskan dengan beberapa batasan

pengertian kejahatan kaitannya dengan korporasi diantaranya adalah;

1. Crime for Corporation

Merupakan kejahatan korporasi yang dilakukan untuk kepentingan

korporasi itu sendiri bukan untuk kepentingan individu atau pelaku. Ini

dilakukan oleh organ korporasi (pengurus) semata-mata hanya untuk

keuntungan korporasi.
99 Hasbullah F. Sjawie, Direksi Perseroan Terbatas serta Pertanggungjawaban
Pidana Korporasi, (Bandung: Citra Aditya Bhakti, 2013), hlm.26
1010 Rodliyah, Any Suryani dan Lalu Husni ,Konsep Pertanggungjawaban Pidana
Korporasi (Corporate Crime) Dalam Sistem Hukum Pidana Indonesia Jurnal
Kompilasi Hukum Volume Volume 5 No. 1, Juni 202
6

2. Crime Againt Corporation

Kejahatan yang dilakukan untuk kepentingan individu yang sering

dilakukan oleh pekerja korporasi (employee crime) terhadap korporasi

tersebut, misalnya penggelapan dana perusahaan oleh pejabat atau

karyawan dari korporasi itu sendiri.

3. Criminal Corporation

Korporasi yang sengaja dikendalikan untuk melakukan kejahatan,

kedudukan korporasi disini hanya sebagai sarana untuk melakukan


1111
kejahatan, korporasi hanya sebagai topeng dari tujuan jahatnya.

Peraturan perundang-undangan yang menempatkan korporasi sebagai

subjek tindak pidana dan secara langsung dapat dipernggungjawabkan

secara pidana adalah Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 7

Tahun 1955 tentang Pengusutan, Penuntutan dan Peradilan Tindak Pidana

Ekonomi yang telah dikenal dengan nama Undang-Undang tentang Tindak

Pidana Ekonomi tepatnya pada Pasal 15, Pasal 38 ayat (1) huruf f Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos, Pasal 20

ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan

Pasal 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang

Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Tahap-

tahap perkembangan korporasi sebagai subjek tindak pidana sebagaimana

diuraikan di atas tentunya akan berpengaruh juga terhadap kedudukan

korporasi sebagai pembuat dan sifat pertanggungjawaban pidana korporasi


1111 H.Setiyono; Kejahatan Korporasi-Analisa Viktimologis dan Pertanggungjawaban
Korporasi Dalam Hukum Pidana Indonesia, Penerbit Averroes Press, Malang. 2002.
hal. 16
7

dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur korporasi

sebagai subjek hukum.

Badan Usaha (Korporasi) dinilai dapat melakukan tindak pidana tetapi

pertanggungjawabannya dilimpahkan kepada pengurus-pengurusnya.

Korporasi diakui dapat melakukan tindak pidana, akan tetapi yang dapat

mempertanggungjawabkan perbuatan tersebut secara pidana adalah para

pengurusnya yang secara nyata memimpin korporasi yang bersangkutan.

Bilamana sesuatu perbuatan yang dapat dihukum menurut undang-undang ini

dilakukan oleh atau atas kekuasaan suatu badan hukum, maka penuntutan

dapat dilakukan dan hukuman dapat dijatuhkan kepada pengurus atau

kepada wakilnya setempat.

Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, unsur-unsur yang harus

dipenuhi agar korporasi dapat diminta pertanggungjawabannya secara pidana

yakni:1212

a) Actus Reus, artinya perbuatan dilakukan harus didalam lingkup

kekuasaannya. Dengan kata lain, perbuatannya dalam menjalankan

tugasnya itu masih dalam cakupan tugas atau kewenangan korporasi.

b) Perbuatan itu dilakukan dengan sengaja (mens rea).

c) Perbuatan itu dilakuan oleh pelaku yang cakap jiwa atau mentalnya.

Tindakan Pidana Untuk Kejahatan Korporasi Dalam penjatuhan pidana

terhadap korporasi ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan yaitu : 1313

1. dampak dari kerugian yang ditimbulkan, tingkat keterlibatan pengurus

korporasi atau peran personel pengendali korporasi,


1212https://lawyeronline.id/kejahatan-korporasi-dan-pertanggungjawaban-pidana-
korporasi/
1313 Hanafi Amrani, “Perkembangan Konsep Pertanggungjawaban Pidana dan
Relevansinya Bagi Usaha Pembaharuan Hukum Pidana Nasional”, (Tesis Program
Pasca Sarjana Universitas Indonesia, 1997), hlm.143-144
8

2. lamanya tindak pidana yang dilakukan,

3. tingkat frekuensi tindak pidana oleh korporasi,

4. bentuk kesalahan tindak pidana,

5. pejabat yang terlibat,

6. nilai keadilan dan hukum yang ada ditengah-tengah masyarakat,

7. rekam jejak korporasi dalam melakukan kegiatan,

8. pengaruh pemidanaan terhadap korporasi dan/atau kerja sama

korporasi dalam penanganan tindak pidana.

Pidana terhadap korporasi terdiri atas pidana pokok dan pidana

tambahan, pidana pokok sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 138A

huruf a yaitu pidana denda, sedangkan pidana tambahan yang dapat

dikenakan terhadap korporasi terdiri atas perampasan barang tertentu,

penutupan permanen korporasi, pencabutan izin, dan/atau pengumuman.

Apabila pidana denda tersebut diatas tidak mampu dibayar penuh

dalam jangka waktu yang telah ditetapkan maka dapat diambil dari aset

kekayaan atau pendapatan korporasi, akan tetapi jika hal tersebut tidak

dilaksanakan maka akan dikenakan pidana pengganti berupa pencabutan

izin, pencabutan izin dilakukan terhadap salah satu izin atau seluruh izin

korporasi, dengan lama waktu pencabutan izin tersebut ditentukan oleh

Majelis Hakim.

Pidana tambahan berupa perampasan barang-barang tertentu,

yaitu sebagai berikut:1414

1. Barang yang dipakai untuk mewujudkan terjadinya tindak pidana

2. Barang yang dibuat khusus untuk melakukan tindak pidana


1414Deny Ardiansyah : “Pencabutan Hak Untuk Memilih dan Dipilih Bagi Terpidana
Tindak Pidana Korupsi”, Jurnal Cakrawala Hukum, Vol. 8, No.2, Desember (2017),
hlm. 143
9

3. Barang yang berhubungan dengan terwujudnya tindak pidana

4. Barang dan/atau tagihan kepunyaan terpidana ataupun pihak lain yang

diperoleh dari tindak pidana

5. Jenis keuntungan ekonomi apapun yang diperoleh secara langsung

maupun tidak langsung dari tindak pidana

6. Barang yang dipergunakan untuk menghalangi penyidikan suatu tindak

pidana.

Selain itu, terdapat beberapa tindakan yang dapat dikenakan

terhadap korporasi, seperti halnya pengambil alihan korporasi, bangunan

ditutup secara sementara, pelarangan baik sementara maupun selamanya

dalam melakukan perbuatan tertentu, perintah untuk mengembalikan

keadaan kedalam kondisi semula, pembiayan pelatihan kerja dan/atau

penempatan dibawah pengawasan.1515

Pembebanan pertanggungjawaban pidana kepada korporasi atas tindak

pidana yang dilakukan oleh seseorang adalah apabila dipenuhi semua unsur-

unsur atau syarat-syarat sebagai berikut:

a. Tindak pidana itu (baik dalam bentuk comission maupun omission)

dilakukan atau diperintahkan oleh personel korporasi yang di dalam

struktur organisasi korporasi memiliki posisi sebagai directing mind dari

korporasi;

b. Tindak pidana tersebut dilakukan dalam rangka maksud dan tujuan

korporasi;

c. Tindak pidana dilakukan oleh pelaku atau atas perintah pemberi

perintah dalam rangka tugasnya dalam korporasi;


1515Henry Donald Lbn. Toruan: “Pertanggung Jawaban Pidana Korupsi Korporasi
(Corruption Corporate Criminal Liability)”, Jurnal Rechtvinding Media Pembinaan
Hukum Nasional, Vol. 3, No.3, Desember (2014), hlm. 413.
10

d. Tindak pidana tersebut dilakukan dengan maksud memberikan

manfaat bagi korporasi;

e. Pelaku atau pemberi perintah tidak memiliki alasan pembenar atau

alasan pemaaf untuk dibebaskan dari pertanggungjawaban pidana;

f. Bagi tindak-tandak pidana yang mengharuskan adanya unsur

perbuatan (actus reus) dan unsur kesalahan (mens rea), kedua unsur

tersebut (actus reus dan mens rea) tidak harus terdapat pada satu

orang saja.

Mekanisme pertanggungjawaban dan sistem pemidanaannya diatur

secara rinci yaitu dalam hal tndak pidana korupsi dilakukan oleh atau atas nama

suatu korporasi, maka tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap

korporasi dan atau pengurusnya (vide Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang

tentang Pemberantasan Korupsi). Artnya secara komulatf-alternatf dapat dituntut

dan diputus pemidanaannya bilamana dilakukan oleh atau atas nama suatu

korporasi sehingga dapat dilakukan terhadap “korporasi dan pengurus” atau

terhadap “korporasi” saja atau “pengurus” saja. Selanjutnya untuk

mengidentfkasi bahwa tndak pidana korupsi dilakukan oleh korporasi adalah

apabila tndak pidana tersebut dilakukan oleh orang-orang baik berdasarkan

hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain, bertndak dalam lingkungan

korporasi tersebut baik sendiri maupun bersama-sama

D. Kesimpulan :

Korporasi sebagai suatu subjek hukum yang keberadaannya memberikan

kontribusi yang besar dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan

pembangunan nasional, namun dalam kenyataannya korporasi ada kalanya juga


11

melakukan berbagai tndak pidana (corporate crime) yang membawa dampak

kerugian terhadap negara dan masyarakat.

Korporasi dapat dimintai pertanggungjawaban dari apa yang telah

dilakukan oleh agen-agennya, berarti bahwa perbuatan dilakukan harus dalam

lingkup kekuasaannya, yang dengan kata lain dalam menjalankan tugas itu

masih dalam cakupan tugas korporasi. Keberadaan korporasi tidaklah dibentuk

tanpa suatu tujuan dan pencapaian tujuan korporasi tersebut, selalu diwujudkan

melalui perbuatan manusia alamiah. Oleh karena itu, kemampuan

bertanggungjawab oleh orang-orang berbuat untuk dan atas nama korporasi

dialihkan menjadi kemampuan bertanggungjawab korporasi sebagai subyek

tindak pidana.

Seluruh pengurus korporasi harus bertanggungjawab bila korporasi

terbukti melakukan kejahatan atau tindak pidana korporasi, melainkan

pertanggungjawaban pengurus korporasi harus didasarkan pada kualitas

perbuatan pidana yang dilakukan oleh masing-masing pengurus Korporasi yang

dipersangkakan melakukan tindak pidana. Dalam mengindentifikasi perbuatan

yang dilakukan oleh korporasi, dapat menggunakan kontruksi hukum lembaga

perwakilan sebagaimana yang dikenal dalam hukum perdata dan konsep

pemberian kuasa, sehingga dapat terlihat jelas dan nyata sumber perintah atau

arahan dari orang dalam korporasi dimaksud.


12

DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Mustafa, Kriminologi, FISIP UI PRESS, Depok, 2007

https://psikologi.unair.ac.id/id_ID/artikel-mengapa-orang-melakukan-
kejahatan/

https://tribratanews.kepri.polri.go.id/2021/02/05/definisi-kejahatan-serta-jenis-
jenis-kejahatan-internet/

Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Pidana Di Indonesia, Bandung:


Repika Aditama, 2003

Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Bandung:
Alumni.1998

Muladi dan Dwidja Priyanto, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, Jakarta:


Kencana, 2010

S. Susanto, Kejahatan Korporasi, (Semarang: BP Universitas Diponegoro,


1995)
13

Dwidja Priyatno, Bunga Rampai Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia,


Bandung: Pustaka Reka Cipta, 2018

Hasbullah F. Sjawie, Direksi Perseroan Terbatas serta Pertanggungjawaban


Pidana Korporasi, (Bandung: Citra Aditya Bhakti, 2013)

Rodliyah, Any Suryani dan Lalu Husni ,Konsep Pertanggungjawaban Pidana


Korporasi (Corporate Crime) Dalam Sistem Hukum Pidana Indonesia Jurnal
Kompilasi Hukum Volume Volume 5 No. 1, Juni 202

H.Setiyono; Kejahatan Korporasi-Analisa Viktimologis dan


Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Hukum Pidana Indonesia, Penerbit Averroes
Press, Malang. 2002

https://lawyeronline.id/kejahatan-korporasi-dan-pertanggungjawaban-pidana-
korporasi/

Hanafi Amrani, “Perkembangan Konsep Pertanggungjawaban Pidana dan


Relevansinya Bagi Usaha Pembaharuan Hukum Pidana Nasional”, (Tesis Program
Pasca Sarjana Universitas Indonesia, 1997)

Deny Ardiansyah : “Pencabutan Hak Untuk Memilih dan Dipilih Bagi


Terpidana Tindak Pidana Korupsi”, Jurnal Cakrawala Hukum, Vol. 8, No.2,
Desember (2017)
Henry Donald Lbn. Toruan: “Pertanggung Jawaban Pidana Korupsi Korporasi
(Corruption Corporate Criminal Liability)”, Jurnal Rechtvinding Media Pembinaan
Hukum Nasional, Vol. 3, No.3, Desember (2014)

Anda mungkin juga menyukai