Anda di halaman 1dari 9

SISTEM KORPORASI

Oleh:

Adilia Bi Maya Antari 20190620081

Dosen pembimbing :

Dr. Adriano, S.H., M.H.

PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS HANG TUAH

SURABAYA

2020

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.............................................................................................................i

BAB I.......................................................................................................................1

1.1 Latar Belakang..........................................................................................2

BAB II......................................................................................................................3

2.1 Korporasi...................................................................................................3

2.2 Bentuk-bentuk Korporasi..........................................................................3

2.3 Konsep Korporasi......................................................................................4

2.4 Korporasi dalam Perspektif Subyek Hukum Pidana......................................5

2.4 Puskismas sebagai korporasi.....................................................................6

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................8

i
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Korporasi adalah perikatan beberapa orang yang bersepakat dengan tujuan

mencari keuntungan dan diakui keberadaannya secara hukum (berbadan hukum).

Korporasi sebagai subyek hukum pidana dapat dipersamakan dengan manusia.

Karena di dalamnya terdapat hak dan kewajiban yang diberikan oleh hukum, dan

karenanya kecakapan korporasi juga dipersamakan dengan kecakapan manusia

yang terlibat di dalamnya. Pembahasan pokok hukum pidana mencakup tiga

aspek, yaitu 1) perbuatan, 2) pertanggungjawaban, dan 3) pidana (sanksi yang

diberikan terhadap pelanggar hukum). Secara terori dan praktis ketiganya

merupakan unsur yang terpisah dan berbeda satu sama lain. Seseorang dinyatakan

telah melanggar hukum pidana apabila perbuatan yang dilakukan tidak sesuai dan

bertentangan dengan norma hukum yang telah termaktub dalam perundang-

undang yaitu Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Pada dasarnya asas legalitas

lazim disebut juga dengan terminologi “principle of legality”, “legaliteitbeginsel”,

“non-retroaktif”, “de la legalite” atau “ex post facto laws”. Ketentuan asas

legalitas diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

(KUHP) Indonesia yang berbunyi: “Tiada suatu peristiwa dapat dipidana selain

dari kekuatan ketentuan undang-undang pidana yang mendahuluinya.” (Geen feit

is strafbaar dan uit kracht van een daaran voorafgegane wetteljke strafbepaling).

ii
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Korporasi
Korporasi merupakan istilah yang biasa digunakan oleh para ahli hukum
pidana dan kriminologi untuk menyebut apa yang dalam bidang hukum lain,
khususnya bidang hukum perdata sebagai badan hukum, atau dalam bahasa
Belanda disebut rechtperson atau dalam bahasa Inggris dengan istilah legal person
atau legal body.1

Arti badan hukum atau korporasi bisa diketahui dari jawaban atas pertanyaan,
“apakah subjek hukum itu?” pegertian subjek hukum pada pokoknya adalah
manusia dan segala sesuatu yang berdasarkan tuntutan kebutuhan masyarakat,
yang oleh hukum diakui sebagai pendukung hak dan kewajiban. Pengertian yang
kedua inilah yang dinamakan badan hukum (Ali, 1991:18).

2. Bentuk-bentuk Korporasi
Dari penggolongan tersebut, maka bentuk-bentuk korporasi dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:

1. Korporasi Publik Korporasi yang didirikan oleh pemerintah yang


mempunyai tujuan untuk memenuhi tugas-tugas administrasi di bidang
urusan publik. Contoh, pemerintah kabupaten atau kota.

1
Setiyono, Kejahatan Korporasi, Bayumedia Publishing, Malang, 2009, hlm. 2

iii
2. Korporasi Privat Korporasi yang didirikan untuk kepentingan
privat/pribadi, yang dapat bergerak di bidang keuangan, industri, dan
perdagangan. Korporasi privat ini sahamnya dapat dijual kepada
masyarakat, maka ditambah dengan istilah go public.
3. Korporasi Publik Quasi Korporasi yang melayani kepentingan umum
(Public Service). Contoh, PT Kereta Api Indonesia, Perusahaan Listrik
Negara, Pertamina, Perusahaan Air Minum.
Korporasi Publik Quasi, lebih dikenal dengan korporasi yang melayani
kepentingan umum (public services). Berbeda dengan pengertian korporasi
dalam hukum perdata, hukum pidana menambahkan yang "bukan badan
hukum" yang belum ada dalam hukum perdata.

3. Konsep Korporasi

Secara etimologis, pengertian korporasi dalam istilah lain dikenal dengan


corporatie (Belanda), corporation (Inggris), korporation (Jerman), berasal dari
bahasa latin yaitu “corporatio”. “Corporatio” sebagai kata benda (subatantivum)
berasal dari kata kerja “coporare” yang banyak dipakai orang pada jaman abad
pertengahan atau sesudah itu. “Corporare” sendiri berasal dari kata “corpus”
(badan), yang berarti memberikan badan atau membadankan. Dengan demikian,
maka akhirnya “corporatio” itu berarti hasil dari pekerjaan membadankan, dengan
kata lain badan yang dijadikan orang, badan yang diperoleh dengan perbuatan
manusia sebagai lawan terhadap badan manusia, yang terjadi menurut alam”. 2 Ada
beberapa definisi yang dikemukakan mengenai korporasi. Menurut Sutan Remi
Sjahdeini, korporasi dapat dilihat dari artinya yang sempit, maupun artinya yang
luas. Kemudian Sutan Remi Sjahdeini mengungkapkan bahwa : “Menurut artinya
yang sempit, yaitu sebagai badan hukum, korporasi merupakan figur hukum yang
eksistensi dan kewenangannya untuk dapat atau berwenang melakukan perbuatan
hukum diakui oleh hukum perdata. Artinya, hukum perdatalah yang mengakui
“eksistensi” korporasi dan memberikannya “hidup” untuk dapat berwenang
melakukan perbuatan hukum sebagai suatu figur hukum. Demikian juga halnya
2
Soetan. K. Malikoel Adil dalam Muladi dan Dwidja Priyatno, Pertanggungjawaban
KorporasiDalam Hukum Pidana, STHB, Bandung, 1991.

iv
dengan "matinya” korporasi. Suatu korporasi hanya “mati” secara hukum apabila
“matinya” korporasi itu diakui oleh hukum”.3 Istilah korporasi dalam hukum
Indonesia atau biasa disebut Perseroan Perdata hanya dikenal dalam Hukum
Perdata. Dalam Pasal 1654 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, disebutkan
bahwa Korporasi dapat didefinisikan sebagai: “Perseroan perdata adalah suatu
persetujuan antara dua orang atau lebih, yang berjanji untuk memasukkan sesuatu
ke dalam perseroan itu dengan maksud supaya keuntungan yang diperoleh dari
perseroan itu dibagi di antara mereka.” Berdasarkan penjelasan ini, maka
korporasi sejak awal telah dikenal dalam hukum perdata dan telah didudukan
sebagai subyek hukum. Terdapat dua macam Subyek Hukum dalam pengertian
hukum perdata adalah:

a. Natuurlijke Persoon (natural person) yaitu manusia pribadi (Pasal 1329


KUHPerdata). b. Rechtspersoon (legal entitle) yaitu badan usaha yang
berbadan hukum (Pasal 1654 KUHPerdata).
b. Oleh karena itu konsep korporasi dalam hukum perdata telah
berkedudukan sama/dipersamakan dengan manusia sebagai subyek
hukum. Karenanya terhadap orang dan korporasi sebagai badan hukum
dapat melakukan penuntutan dan atau dituntut secara hukum. Hal ini
menegaskan bahwa hukum perdatalah yang telah membentuk korporasi
sebagai subyek hukum.

2.4 Korporasi dalam Perspektif Subyek Hukum Pidana


Korporasi Sebagai Subyek Hukum Pidana Subyek hukum pertama-tama
adalah manusia.

Badan hukum dibandingkan dengan manusia, memperlihatan banyak sifat-


sifat yang khusus. Karena badan hukum tidak termasuk kategori manusia, maka
tidak dapat memperoleh semua hak-hak, tidak dapat menjalankan semua
kewajiban-kewajiban, tidak dapat pula melakukan semua perbuatan-perbuatan
hukum sebagaimana halnya pada manusia.4

3
Sutan Remi Sjahdeini, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, Grafiti Pers, Jakarta.

v
Badan hukum itu bukan makhluk hidup sebagaimana halnya pada
manusia. Badan hukum kehilangan daya berfikir, kehendaknya, dan tidak
5
mempunyai “centraal-bewustzijn” , karena itu ia tidak dapat melakukan
perbuatan-perbuatan hukum sendiri. Ia harus bertindak dengan perantaraan orang-
orang biasa (natuurlijke personen), akan tetapi orang yang bertindak itu tidak
bertindak untuk dirinya, atau untuk dirinya saja, melainkan untuk dan atas
pertanggung-gugat badan hukum.6

Dari penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa korporasi merupakan sebuah


pribadi buatan dengan manusia sebagai pengendali dan yang menjalankan fungsi
korporasi. Korporasi tidak dapat bergerak sendiri karena korporasi hanyalah
“benda mati” yang digerakkan oleh manusia. Korporasi dikatakan sebagai subyek
tindak pidana maka korporasi dianggap mampu untuk bertanggungjawab atas
tindakan yang dilakukan oleh korporasi itu sendiri maupun jajaran pengurus dari
sebuah korporasi.

Meskipun demikian, korporasi yang dianggap sebagai subyek hukum


pidana sebagaimana manusia, ketika melakukan sebuah tindak pidana maka
pengaturan pidana dan pemidanaannya tentunya tetap berbeda dengan subyek
hukum manusia. Diantaranya korporasi tidak dapat dijatuhi pidana mati, pidana
seumur hidup, pidana penjara, dan pidana kurungan. Namun, korporasi dapat
dijatuhi pidana denda sebagai pidana pokok dan pidana tambahan berupa
pencabutan hak-hak tertentu.

4. Puskismas sebagai korporasi

Upaya untuk mempertegas hak dan kewajiban setiap warga Negara dan
penduduk serta terwujudnya tanggung jawab negara dan korporasi dalam
penyelenggaraan pelayanan publik, diperlukan norma hukum yang memberi
pengaturan secara jelas, sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas dan
menjamin penyediaan pelayanan publik sesuai dengan asas-asas umum
4
Ali Rido, 1986, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi,
Yayasan, Wakaf, Bandung, Penerbit Alumni, hlm. 12.
5
Central bewustzijn merupakan kesadaran pusat.
6
Ali Rido, Op.Cit, hlm. 17.

vi
pemerintahan dan korporasi yang baik serta untuk memberi perlindungan bagi
setiap warga Negara dan penduduk dari penyalahgunaan wewenang di dalam
penyelenggaraan pelayanan publik.
Salah satu bentuk upaya pemerintah dalam menyelenggarakan kesehatan
kepada masyarakat maka di tiap kecamatan dibangun instansi pemerintah sebagai
unit penyelenggara pelayanan kesehatan masyarakat, yakni Pusat Kesehatan
Masyarakat atau yang biasa disebut Puskesmas. Peraturan menteri kesehatan
republik Indonesia nomor 75 tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat
(Puskesmas) adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya
kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan
lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya pembangunan
kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan untuk:
1. Memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat;
2. mampu menjangkau pelayanan kesehatan bermutu
3. hidup dalam lingkungan sehat; dan
4. memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga,
5. kelompok dan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Setiyono, Kejahatan Korporasi, Bayumedia Publishing, Malang, 2009,

hlm.2

vii
2. Soetan. K. Malikoel Adil dalam Muladi dan Dwidja Priyatno,

Pertanggungjawaban KorporasiDalam Hukum Pidana, STHB, Bandung,

1991.

3. Sutan Remi Sjahdeini, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, Grafiti

Pers, Jakarta.

4. Ali Rido, 1986, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan,

Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf, Bandung, Penerbit Alumni,

hlm. 12.

5. Central bewustzijn merupakan kesadaran pusat.

6. Ali Rido, Op.Cit, hlm. 17.

viii

Anda mungkin juga menyukai