Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia secara


umum diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2005 Indonesia menempati posisi yang
buruk jauh di bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand. Kondisi tersebut
mencerminkan kesiapan daya saing perusahaan Indonesia di dunia internasional masih
sangat rendah. Indonesia akan sulit menghadapi pasar global karena mengalami
ketidakefisienan pemanfaatan tenaga kerja (produktivitas kerja yang rendah). Padahal
kemajuan perusahaan sangat ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya. Karena itu
disamping perhatian perusahaan, pemerintah juga perlu memfasilitasi dengan peraturan
atau aturan perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Nuansanya harus bersifat
manusiawi atau bermartabat. Seperti yang disebutkan pada UUD 1945 pasal 27 ayat (2)
menyatakan bahwa “Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan”. Dan atas dasar pasal tersebut dikeluarkanlah UU No. 14 Tahun
1969 tentang Pokok-Pokok Tenaga Kerja, yaitu pasal 9 : “Setiap tenaga kerja berhak
mendapat perlindungan atas keselamatan kesehatan, pemeliharaan moril kerja serta
perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama”.

Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis


sejak lama. Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan
kinerja karyawan dan pada gilirannya pada kinerja perusahaan. Semakin tersedianya
fasilitas keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan
kerja.Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi
pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara
menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat
luas.

1
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas
kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika
kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari
beberapa pengamatan) menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai
faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta
keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko
kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam
penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah
mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan
kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan
lingkungan disekitarnya.

Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan hidupnya.


Dalam bekerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor yang sangat
penting untuk diperhatikan karena seseorang yang mengalami sakit atau kecelakaan
dalam bekerja akan berdampak pada diri, keluarga dan lingkungannya. Salah satu
komponen yang dapat meminimalisir Kecelakaan dalam kerja adalah tenaga kesehatan.
Tenaga kesehatan mempunyai kemampuan untuk menangani korban dalam kecelakaan
kerja dan dapat memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk menyadari pentingnya
keselamatan dan kesehatan kerja.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana Kebijakan K3?

1.2.2 Bagaimana Kriteria Kebijakan K3?

1.2.3 Bagaimana Proses Pengembangan Kebijakan K3?

1.2.4 Bagaimana Organisasi managemen K3?

1.2.5 Bagaimana Kandungan Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja ?

1.2.6 bagaimana Regulasi Terkait Kebijakan K3?

2
1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Mengetahui Kebijakan K3!

1.3.2 Mengetahui Kriteria Kebijakan K3

1.3.3 Mengetahui Proses Pengembangan Kebijakan K3

1.3.4 Mengetahui Organisasi managemen K3

1.3.5 Mengetahui Kandungan Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

1.3.6 Mengetahui Regulasi Terkait Kebijakan K3

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kebijakan K3

Kebijakan merupakan persyaratan utama dalam semua system manajemen seperti


Manajemen Lingkungan, Manajemen mutu dan lainnya. Kebijakan merupakan roh dari
semua system, yang mampu memberikan spirit dan daya gerak untuk keberhasilan suatu
usaha. Kebijakan adalah arah yang ditentukan untuk dipatuhi dalam proses kerja dan
organisasi perusahaan. Kebijakan yang ditetapkan manajemen menuntut partisipasi dan kerja
sama semua pihak. Setiap peserta diberi arahan dan pemikiran yang akan membantunya
mencapai sasaran dan hasil. Setiap kebijakan mengandung sasaran jangka panjang dan
ketentuan yang harus dipatuhi setiap kategori fungsionaris perusahaan (Direksi, Manajer,
Penyelia, dan Mandor).

Kebijakan K3 (OH&S Policy) merupakan perwujudan dari komitmen pucuk pimpinan


yang memuat visi dan tujuan organisasi, komitmen dan tekad untuk melaksanakan
keselamatan dan kesehatan kerja, kerangka dan program kerja. Oleh karena itu, kebijakan K3
sangat penting dan menjadi landasan utama yang diharapkan mampu menggerakkan semua
partikel yang ada dalam organisasi sehingga program K3 yang diinginkan dapat berhasil
dengan baik. Namun demikian, suatu kebijakan hendaknya jangan hanya bagus dan indah
diatas kertas tetapi tidak ada implementasi atau tindak lanjutnya sehingga akan sia-sia belaka.
Tanpa adanya kebijakan yang dilandasi dengan komitemen yang kuat, apapun yang
direncanakan tidak akan berhasil dengan baik.

Frank Bird dalam bukunya “Commitment”, menyebutkan bahwa komitmen adalah niat
atau tekad untuk melaksanakan sesuatu yang menjadi daya dorong yang sangat kuat untuk
mencapai tujuan. Tekad dan keinginan tersebut, akan tercermin dalam sikap dan tindakannya
tentang K3. Tanpa komitmen dari semua unsure dalam organisasi, khususnya para pimpinan,
pelaksanaan K3 tidak akan berjalan dengan baik. Komitmen bukan sekedar diucapkan atau
dituangkan dalam tulisan dan instruksi, tetapi harus diwujudkan secara nyata dalam tindakan
dan sikap sehari-hari.

4
Berbagai bentuk komitmen yang dapat diwujudkan oleh pimpinan dan manajemen dalam K3
antara lain:

 Dengan memenuhi semua ketentuan K3 yang berlaku dalam organisasi, seperti


penggunaan alat keselamatan yang diwajibkan dan persyaratkan K3 lainnya.
 Memasukkan K3 dalam setiap kesempatan, rapat manajemen dan pertemuan lainnya.
 Secara berkala dan konsisten mengkomunikasikan keinginan dan harapannya
mengenai K3 kepada semua pemangku kepentingan.
 Melibatkan diri dalam setiap kegiatan yang berkaitan dengan K3 seperti pertemuan
keselamatan, kampanye keselamatan dan kesehatan kerja, petemuan audit K3.
 Memberikan dukungan nyata dalam bentuk sumberdaya yang diperlukan untuk
terlaksananya K3 dalam organisasi.
 Memberikan keteladanan K3 yang baik dengan menjadikan K3 sebagai bagian
integral dalam setiap kebijakan organisasi.

Kebijakan K3 dibuat melalui proses konsultasi antara pengurus dan wakil tenaga kerja
yang kemudian harus dijelaskan dan disebarluaskan kepada semua tenaga kerja, pemasok dan
pelanggan. Kebijakan K3 bersifat dinamik dan selalu ditinjau ulang dalam rangka
peningkatan kinerja K3.

Kebijakan K3 harus tertulis dan formal karena:

1. Kebijakan K3 sebagai pedoman kerja sehari-hari.


2. Mempermudah pelaksanaan dan pengawasannya.
3. Mempermudah pekerja untuk mengikuti ketentuan dan peraturan K3 (hak dan
kewajiban).
4. Kebijakan K3 menjadi pedoman dalam menyusun peraturan K3 perusahaan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan penyusunan (perumusan), penetapan,


dan penyebarluasan kebijakan K3 yaitu:

1. Singkat, mudah dimengerti, disetujui oleh manajemen tertinggi dan diketahui oleh
semua tenaga kerja dalam organisasi.

5
2. Pernyataan kebijakan harus diformulasikan dan dirancang dengan jelas agar sesuai
dengan organisasi.
3. Tertulis dan mencakup rencana organisasi untuk memastikan adanya K3.
4. Mengalokasikan berbagai tanggungjawab terhadap K3 dalam perusahaan.
5. Memberikan informasi kebijakan untuk diketahui tiap tenaga kerja, supervisor, dan
manajer.
6. Menetapkan bagaimana cara mengatur pelayanan kesehatan kerja.
7. Menetapkan tindakan-tindakan yang diambil untuk surveilans kesehatan tenaga kerja
dan lingkungan kerja.
8. Kebijakan dapat dinyatakan dalam bentuk pernyataan misi dan visi organisasi sebagai
suatu dokumen yang mencerminkan nilai-nilai keselamatan dan kesehatan kerja
perusahaan.
9. Kebijakan tersebut juga harus menegaskan tugas dan tanggungjawab pimpinan
departemen atau tim K3 sebagai penggerak utama didalam proses menterjemahkan
tujuan-tujuan kebijakan K3.
10. Dicetak ke dalam bahasa atau media yang mudah dimengerti oleh tenaga kerja. Bila
kemampuan baca rendah, ddapat digunakan bentuk komunikasi non verbal.
11. Dokumen ini harus diedarkan sehingga setiap tenaga kerja mempunyai kesempatan
mengenalnya.
12. Kebijakan ini sebaiknya dipajang di tempat kerja sebagai pengingat untuk semua orang.
13. Kebijakan ini juga dikirimkan ke semua kantor manajemen agar para manajer ingat
akan kewajiban mereka terhadap aspek-aspek penting pelaksanaan perusahaan.

2.2 Kriteria Kebijakan K3

Suatu kebijakan K3 yang baik disyaratkan memenuhi criteria sebagai berikut:

1. Sesuai dengan sifat dan skala resiko K3 organisasi


Kebijakan K3 adalah perwujudan dari visi dan misi suatu organisasi, sehingga
harus disesuaikan dengan sifat dan skala organisasi. Kebijakan K3 tentu berbeda
antara suatu organisasi dengan organisasi lainnya, tergantung sifat dan skala
resiko K3 yang dihadapi, serta strategi bisnis organisasi.

6
2. Mencakup komitmen untuk peningkatan berkelanjutan
Dalam kebijakan K3 harus tersirat adanya komitmen untuk peningkatan
berkelanjutan. Aspek K3 tidak statis, karena berkembang sejalan dengan
teknologi, operasi dan proses produksi. Karena itu, kinerja K3 harus terus
menerus ditingkatkan selama organisasi beroperasi. Komitmen untuk
peningkatan berkelanjutan akan memberikan dorongan bagi semua unsure dalam
organisasi untuk terus-menerus meningkatkan K3 dalam organisasi.

3. Termasuk adanya komitmen untuk sekurangnya memenuhi perundangan K3 yang


berlaku dan persyaratan lainnya yang diacu organisasi
Hal ini berarti bahwa manajemen akan mendukung pemenuhan semua
persyaratan dan norma K3, baik yang disyaratkan dalam perundangan maupun
petunjuk praktis atau standar yang berlaku bagi aktivitasnya.

4. Didokumentasikan, diimplementasikan dan dipelihara


Kebijakan K3 harus didokumentasikan artinya bukan hanya dalam bentuk
ungkapan lisan atau persyaratan manajemen, tetapi dibuat tertulis sehingga dapat
diketahui dan dibaca oleh semua pihak berkepentingan. Disamping itu kebijakan
tersebut harus diimplementasikan, bukan sekedar pajangan atau bagian dari
manual K3.
Salah satu bentuk implementasinya adalah dengan menggunakan kebijakan K3
sebagai acuan dalam setiap kebijakan organisasi, pengembangan strategi bisnis
dan rencana kerja organisasi.
Kebijakan K3 juga harus dipelihara, artinya selalu disempurnakan sesuai
perkembangan, tuntutan, dan kemajuan organisasi.

5. Dikomunikasikan
Dikomunikasikan kepada seluruh pekerja dengan maksud agar pekerja
memahami maksud dan tujuan kebijakan K3, kewajiban serta peran semua pihak
dalam K3. Komunikasi kebijakan K3 dapat dilakukan melalui berbagai cara atau

7
media, misalnya ditempatkan di lokasi-lokasi kerja, dimasukkan dalam buku saku
K3, website organisasi atau bahan pembinaan dan pelatihan.

6. Tersedia bagi pihak lain yang terkait


Kebijakan K3 juga harus diketahui oleh pihak lain yang terkait dengan bisnis atau
aktivitas organisasi seperti konsumen, pemasok, instansi pemerintah, mitra bisnis,
pemodal, atau masyrakat sekitar. Dengan mengetahui kebijakan K3 tersebut,
mereka dapat mengantisipasi, mendukung atau mengapresiasi K3 organisasi.
Kebijakan K3 harus dapat diakses misalnya melalui situs organisasi.

7. Ditinjau ulang secara berkala


Ditinjau ulang secara berkala untuk memastikan bahwa masih relevan dan sesuai
bagi organisasi. Kebijakan K3 bersifat dinamis dan harus selalu disesuaikan
dengan kondisi baik internal maupun eksternal organisasi. Karena itu harus
ditinjau secara berkala apakah masih relevan dengan kondisi organisasi.

2.3 Proses Pengembangan Kebijakan K3

Banyak organisasi yang memiliki kebijakan K3 yang indah dan tertulis rapi dalam
bingkai kaca. Namun kebijakan ini sering kali hanya berupa slogan kosong yang tidak
tercermin dalam pelaksanaan dan kinerja K3 organisasi. Salah satu factor penyebab antara
lain karena pengembangan kebijakan K3 tidak melalui proses yang baik.

Pengembangan kebijakan K3 harus mempertimbangkan factor berikut:

 Kebijakan dan objektif organisasi secara korporat


Kebijakan K3 harus sejalan atau mendukung kebijakan umum atau strategi bisnis
yang ditetapkan. Sering kebijakan tidak bisa diimplementasikan karena tidak
sejalan atau tidak mempertimbangkan kebijakan organisasi secara menyeluruh,
misalnya rencana pengembangan produk, jasa, teknologi dan bisnis.

 Resiko dan potensi bahaya yang ada dalam organisasi

8
Kebijakan K3 pada dasarnya adalah untuk merespons resiko K3 yang ada dalm
organisasi. Karena itu dalam mengembangkan kebijakan K3 harus
mempertimbangkan factor resiko.

 Peraturan dan standard K3 yang berlaku


Kebijakan K3 didasarkan kepada berbagai standar dan ketentuan perundangan
dan standar lain yang terkait dengan kegiatan bisnis organisasi. Kebijakan K3
harus dapat menjawab kebutuhan untuk memenuhi persyaratan perundangan yang
berlaku.

 Kinerja K3
Kebijakan K3 disusun dengan mempertimbangkan kinerja K3 sebelumnya,
sehingga kebijakan K3 dapat menjadi pedoman untuk peningkatan berkelanjutan.
Kinerja K3 secara berkala harus dievaluasi melalui kajian manajemen. Dengan
demikian, kebijakan K3 juga bersifat dinamis dan harus disempurnakan secara
berkala.

 Persyaratan pihak luar


Persyaratan yang diminta oleh pihak lain yang terkait dengan bisnis organisasi,
misalnya mitra usaha, konsumen, pemerintah atau pihak lainnya. Dewasa ini,
banyak organisasi yang mensyaratkan mitra kerjanya (kontraktor atau pemasok)
untuk memiliki system manajemen K3, termasuk adanya kebijakan K3 yang dapat
mendukung objektif K3 mereka.

 Peningkatan berkelanjutan
Kebijakan K3 juga harus dapat memberikan ruang untuk peningkatan
berkelanjutan. Masalah K3 akan selalu timbul selama organisasi masih hidup atau
beroperasi. Karena itu, upaya K3 harus terus-menerus ditingkatkan. Kebijakan K3
harus mempertimbangkan hal tersebut.

 Ketersediaan sumber daya

9
Kebijakan K3 sering tidak dapat direalisir karena sumber daya organisasi tidak
mendukung. Sebaliknya kebijakan K3 sering dibuat tanpa mempertimbangkan
kemampuan organisasi serta sumber daya yang tersedia, sehingga tidak mampu
direalisir.

 Peran pekerja
Adanya peran pekerja dalam pengembangan dan penyusunan kebijakan, sehingga
akan memperoleh dukungan dan partisipasi aktif dari semua pihak.
Pengembangan K3 dapat dilakuka misalnya melaui komite K3, P2K3, atau
perwakilan pekerja lainnya sehingga mereka merasa memiliki dan turut
bertanggung jawab untuk merealisirnya.

 Partisipasi semua pihak


Kebijakan K3 tidak akan berrhasil jika tidak didukung oleh semua pihak dalam
organisasi. Banyak terjadi kebijakan K3 yang telah ditandatangani oleh
manajemen puncak hanya dianggap sebagai dokumen belaka, tidak memiliki arti
dalam kegiatan sehari-hari. Karena itu diperlukan peran semua pihak termasuk
pihak terkait dengan bisnis organisasi seperti kontraktor, atau pihak eksternal
lainnya.

Berdasarkan masukan yang diterima dan dihimpun dari semua pihak, disusun kebijakan.
Kebijakan ini harus ditandatangani oleh pimpinan tertinggi dalam organisasi atau unit
kegiatan. Selanjutnya kebijakan tersebut dikomunikasikan kepada semua pihak, misalnya
dalam bentuk brosur, intranet, buletin, dan pedoman K3.

Kebijakan K3 harus mudah dimengerti, dipahami dan didokumentasikan serta


didistribusikan kepada semua pihak terkait dalam organisasi.

2.4 Organisasi

Dalam perencanaan maupun pelaksanaan kebijakan K3, banyak pihak yang terkait yang
mana disusun dalam satu kerangka organisasi. Susunan organisasi perusahaan yang
mengutamakan keselamatan dan kesehatan kerja mencerminkan keterlibatan semua pihak,

10
baik staf maupun lini. Fungsionaris lini bertanggungjawab akan pemeliharaan kondisi kerja
yang aman (safe working conditions) sedangkan fungsionaris staf wajib melibatkan diri
dalam pencegahan kecelakaan (accident prevention).

Berikut ini merupakan gambar dari kerangka organisasi :

DIREKTUR UTAMA

DIREKTUR DIREKTUR DIREKTUR DIREKTUR


KEUANGAN
PEMASARAN PABRIK UMUM

Pada bagan diatas, pengemban kebijakan perusahaan adalah Direktur Umum, sedangkan
Direktur Pabrik bertanggungjawab atas organisasinya. Jadi, kedudukan Direktur Kesehatan
dan Keselamatan Kerja harus dijabat oleh Direktur Umum sebagai pengemban kebijakan,
sedangkan Direktur Pabrik diserahi tanggungjawab memelihara kondisi yang aman dan
selamat.

2.5 Kandungan Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Berikut ini tertulis contoh dari kandungan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja

A. Pendahuluan
1. Kebijakan Kesehatan dan Keselamatan Kerja menggarisbawahi hubungan kerja
manajemen dan karyawan dalam rangka pelaksanaan program Kesehatan dan
Keselamatan Kerja yang efektif.

11
2. Kebijakan Kesehatan dan Keselamatan Kerja merupakan komponen dasar kebijakan
manajemen yang akan member arah bagi setiap pertimbangan yang menyangkut aspek
operasional dari mutu, volume, hubungan kerja dan aspek lainnya dari kebijakan
manajemen.
3. Setiap program Kesehatan dan Keselamatan Kerja dilaksanakan oleh Direkturnya sebagai
pengemban fungsi Direktur Utama. Tugas utamanya adalah menggalakkan kesadaran
Kesehatan dan Keselamatan Kerja di kalangan fungsionaris lini dengan mengadakan
bahan-bahan promosi, perencanaan program, motivasi, rapat-rapat, inspeksi, dan
sebagainya, untuk Kesehatan dan Keselamatan Kerja.

B. Maksud dan Tujuan


Perusahaan harus menjunjung tinggi keselamatan, kesehatan, dan kesejahteraan karyawan.
Bekerja dengan selamat lebih diutamakan dari produksi. Berdasarkan hal ini, dan sejalan
dengan praktek manajemen modern, maka hal berikut harus dijadikan sasaran setiap
kegiatan:
1. Pemeliharaan kondisi kerja yang aman dan sehat.
2. Taat asas dengan setiap prosedur operasional yang dirancang untuk mencegah luka
atau penyakit.
3. Mematuhi Undang-Undang Pokok Keselamatan dan Kesehatan Kerja No. 1/1970 dan
seluruh peraturan yang berrkaitan dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

C. Tanggung jawab Manajerial


1. Direktur Utama bertanggungjawab atas pembinaan program pencegahan kecelakaan
dan bahaya kebakaran.
2. Direktur Pabrik bertanggungjawab atas:
a) Pemeliharaan kondisi kerja yang aman di seluruh ruang lingkup
wewenangnya.
b) Pimpinan pasukan pemadam kebakaran.
3. Manajer dan Penyelia bertanggungjawab atas pencegahan kecelakaan dalam bagian
mereka masing-masing.

12
a) Mereka bertanggungjawab atas pemeliharaan kondisi kerja yang aman dan
keselamatan bawahan mereka.
b) Pengurusan tempat kerja yang baik dan serasi.
c) Setiap Penyelia bertanggungjawab melatih bawahannya dengan baik. Bahaya
kerja dan prosedur yang selamat wajib diterangkan kepada karyawan baru.
d) Setiap Penyelia bertanggungjawab atas pengadaan perlengkapan keselamatan
kerja yang sesuai dengan ketentuan.
e) Setiap Pengawas wajib menggalakkan saran-saran Keselamatan dan
Kesehatan dari bawahannya, kemudian mempertimbangkannya.
f) Para Pengawas wajib menjadwalkan rapat Keselamatan dan Kesehatan Kerja
berkala untuk meningkatkan cara bekerja yang selamat.
4. Tanggungjawab Mandor :
a) Mencegah kecelakaan di kalangan bawahan.
b) Melaksanakan seluruh peraturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja baik
khusus (departmental) maupun umum (perusahaan).
c) Melaporkan setiap kecelakaan dan melaksanakan tugas PPPK dimana perlu.
d) Melakukan inspeksi atas setiap kejadian kecelakaan atau hampir kecelakaan
dan menyusun laporan.
e) Setiap pemuka harus terlatih dalam PPPK.

5. Tanggungjawab Direktur Keselamatan dan Kesehatan Kerja


a) Direktur Keselamatn dan Kesehatan Kerja bertindak selalu pengemban
kebijakannya atas nama Direktur Utama.
b) Tanggungjawab utama Direktur Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah
memberikan nasehat, penyuluhan, dan yang sejenis dengan itu kepada para
penyelia dalam rangka pencegahan kecelakaan.
c) Instruksi mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja bagi karyawan baru.
d) Mengawasi penggunaan perlengkapannya (sepatu, helm, dan sebagainya).
e) Merencanakan rapat-rapat K3.
f) Mengadakan bahan untuk rapat atau pendidikan K3.
g) Menyiapkan formulir yang berkaitan dengan K3.

13
h) Mengikuti perkembangan hasil penyelidikan K3.
i) Menempatkan karyawan yang cacat akibat kecelakaan.
j) Menyusun laporan dan surat-menyurat tentang K3.
k) Mengatur secara berkala inspeksi perusahaan dan pemeriksaan kesehatan
karyawan.
l) Merencanakan rapat-rapat dan pendidikan K3 bagi seluruh karyawan.
TUGAS TAMBAHAN:
a. Mengorganisasi dan memimpin Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (P2K3).
b. Menyusun (untuk disetujui Direktur Utama) program kerja tahunan P2K3.
c. Mempersiapkan statistic kecelakaan dan menyusun anjungan (rekomendasi)
pencegahan kecelakaan.
d. Senantiasa membenahi diri dan para anggota P2K3 dengan teknik mutakhir
pencegahan kecelakaan, peralatan dan perlengkapan K3 dan program-
program yang berkaitan dengan peningkatan K3.
e. Mengkoordinasi usaha bersama manajemen dan karyawan tentang K3.
f. Bekerja sama dengan Kepala Regu Pemadam Kebakaran dan Dokter
Perusahaan dalam rangka K3, khususnya dalam penanggulangan penyakit
akibat kerja dan bahaya kebakaran.
g. Mengatur program latihan dan pendidikan bagi anggota P2K3, Pengawas
Pemuka, dan Karyawan.

6. Tanggungjawab Karyawan
a) Seluruh karyawan bertanggungjawab atas perbuatan-perbuatan kearah
pencegahan kecelakaan.
b) Tidak satu kerja pun yang dapat dinyatakan rampung jika karyawan tidak
memelihara keselamatan dirinya dan teman-teman sejawatnya.
c) Seluruh karyawan harus melaporkan kepada dan meminta pertolongan
pertama dari mandor mereka untuk setiap luka betapa pun kecilnya.
d) Kondisi, peralatan, atau perbuatan yang kurang selamat harus segera
dilaporkan kepada mandor.

14
e) Setiap karyawan wajib membaca, memahami, dan mematuhi seluruh petunjuk
dan arahan tentang K3.
f) Setiap karyawan yang mendapat perlengkapan K3 wajib mempergunakannya.
g) Setiap karyawan harus menganggap rapat-rapat K3 sebagai bagian dari
tugasnya.
D. Sanksi-sanksi
Dalam pelaksanaan setiap kebijakan yang diterapkan perlu adanya sanksi-sanksi yang
diberlakukan, hal ini merupakan bukti ketegasan dari kebijakan itu sendiri. Adapun hal-hal
yang perlu diperhatikan adalah :
1. Petunjuk dan arahan yang tidak dipatuhi harus diuabah menjadi perintah Direktur Utama.
2. Setiap karyawan yang tidak membaca, memahami, dan mematuhi buku pintar (pedoman)
K3 harus dibebaskan dari tugas tanpa upah untuk mempelajari buku pintar K3. Setelah
menguasai inti buku tersebut, barulah dia dibenarkan bekerja kembali.
3. Untuk setiap kecelakaan, kelompok yang bersangkutan harus memperbincangkannya di
tempat kerja diluar jam kerja.
a) Untuk setiap keadaan hampir celaka tanpa ada waktu terbuang yang dilaporkan,
anggota kelompok yang bersangkutan harus menambah jam kerja selama 15
menit.
b) Untuk setiap kecelakaan dengan waktu terbuang yang dilaporkan, anggota
kelompok yang bersangkutan harus menambah jam kerja selama 1 jam.
4. Jika seseorang mengakibatkan terjadinya kecelakaan yang menimbulkan cacat, cacat
total, meninggal dunia, dan atau kerusakan peralatan, maka setelah penelitian diadakan
karyawan yang bersangkutan harus diberhentikan.

Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja tidak akan berarti jika Pimpinan Utama
Perusahaan tidak menetapkan kebijakannya yang konsisten dan berlaku di seluruh
Perusahaan. Pedoman manufaktur yang baik, maupun Buku Pegangan K3 masih
membutuhkan kebijakan manajerial agar efektif dan bermakna dalam rangka pencegahan
kerugian menyeluruh.

Penanggulangan kecelakaan dan penyakit akibat kerja hanya akan berhasil jika:

15
a) Manajemen sungguh-sungguh menyadarri bahwa akar dari setiap kecelakaan atau
penyakit akibat kerja terletak pada manajemen.
b) Manajemen memberi wewenang penuh kepada manajer K3.
c) Kebijakan K3 ditetapkan.
d) Perlengkapan kebijakan K3 dimasyarakatkan kepada karyawan.

2.6 Regulasi Terkait Kebijakan K3

Kebijakan K3 merupakan langkah awal didalam pelaksanaan K3 atau penerapan SMK3.


Regulasi yang berkaitan dengan kebijakan K3 diatur dalam Peraturan Pemerintah RI No.50
Tahun 2012 tentang Penerapan SMK3 pada:

1. Pasal 7:
 Ayat 1: Penetapan kebijakan K3 sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat 1 huruf a
dilaksanakan oleh pengusaha.
 Ayat 2: Dalam menyusun kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, pemgusaha
paling sedikit harus:
a. Melakukan tinjauan awal kondisi K3 yang meliputi:
1. Identifikasi potensi bahaya, penilaian dan pengendalian resiko;
2. Perbandingan penerapan K3 dengan perusahaan dan sector lain yang lebih baik;
3. Peninjauan sebab akibat kejadian yang membahayakan;
4. Kompensasi dan gangguan serta hasil penilaian sebelumnya yang berkaitan
dengan keselamatan; dan
5. Penilaian efisiensi dan efektivitas sumber daya yang disediakan.
b. Memperhatikan peningkatan kinerja manajemen K3 secara terus-menerus;
dan
c. Memperhatikan masukan dari pekerja/buruh dan/atau serikat
pekerja/serikat buruh.
 Ayat 3: Kebijakan K3 sebagaimana dimaksud pada ayat 1 paling sedikit memuat:
a. Visi;
b. Tujuan perusahaan;

16
c. Komitmen dan program kerja yang mencakup kegiatan perusahaan secara
menyeluruh yang bersifat umum dan/atau operasional.
d. Pasal 8: Pengusaha harus menyebarluaskan kebijakan K3 yang telah ditetapkan kepada
seluruh pekerja/buruh, orang lain selain pekerja/buruh yang berada di perusahaan, dan pihak
lain yang terkait.

Untuk lebih jelasnya Pasal 7 dan 8 tersebut diatas dapat dilihat penjelasannya pada
Lampiran 1 PP RI No. 50 Tahun 2012 sebagai berikut:

1. Penyusunan kebijakan K3 dilakukan melalui:


a. Tinjauan awal kondisi K3; dan
b. Proses konsultasi antara pengurus dan wakil pekerja/buruh.
2. Penetapan kebijakan K3 harus:
a. Disahkan oleh pucuk pimpinan perusahaan;
b. Tertulis, tertanggal dan ditandatangani;
c. Secara jelas menyatakan tujuan dan sasaran K3;
d. Dijelaskan dan disebarluaskan kepada seluruh pekerja/buruh, tamu, kontraktor,
pemasok, dan pelanggan;
e. Terdokumentasi dan terpelihara dengan baik;
f. Bersifat dinamik; dan
g. Ditinjau ulang secara berkala untuk menjamin bahwa kebijakan tersebut masih
sesuai dengan perubahan yang terjadi dalam perusahaan dan peraturan perundang-
undangan.
3. Untuk melaksanakan ketentuan angka 2 huruf c sampai dengan huruf g, pengusaha
dan/atau pengurus harus:
a. Menempatkan organisasi K3 pada posisi yang dapat menentukan keputusan
perusahaan;
b. Menyediakan anggaran, tenaga kerja yang berkualitas dan sarana-sarana lain yang
diperlukan di bidang K3;
c. Menetapkan personil yang mempunyai tanggungjawab, wewenang dan kewajiban
yang jelas dalam penanganan K3;
d. Membuat perencanaan K3 yang terkoordinasi;

17
e. Melakukan penilaian kinerja dan tindak lanjut pelaksanaan K3.
4. Ketentuan tersebut pada angka 3 huruf a sampai dengan huruf e diadakan peninjauan
ulang secara teratur.
5. Setiap tingkat pimpinan dalam perusahaan harus menunjukan komitmen terhadap K3
sehingga SMK3 berhasil diterapkan dan dikembangkan.
6. Setiap pekerja dan orang lain yang berada di tempat kerja harus berperan serta dalam
menjaga dan mengendalikan pelaksanaan K3.

Kebijakan K3 yang telah ditetapkan oleh pengusaha menjadi referensi dalam menyusun
program (perencanaan) K3. Program K3 tidak dapat disusun tanpa adanya kebijakan K3.

18
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Kebijakan K3 merupakan bukti otentik dari komitmen manajemen dalam pelaksanaan
K3 dan menjadi acuan bagi manajemen untuk menyusun program K3 yang akan
dilaksanakan.
2. Kebijakan K3 harus tertulis dan formal hal ini diperuntukkan sebagai pedoman kerja
sehari-hari, mempermudah pelaksanaan dan pengawasannya, serta mempermudah
pekerja untuk mengikuti ketentuan dan peraturan K3 (hak dan kewajiban).
3. Keriteria kebijakan K3 adalah sesuai dengan sifat dan skala resiko K3 organisasi,
mencakup komitmen untuk peningkatan berkelanjutan, termasuk adanya komitmen,
didokumentasikan, diimplementasikan dan dipelihara serta dikomunikasikan, tersedia
bagi pihak lain yang terkait dan ditinjau ulang secara berkala.
4. Faktor yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kebijakan K3 adalah kebijakan
dan objektif organisasi secara korporat, resiko dan potensi bahaya yang ada dalam
organisasi, peraturan dan standard K3 yang berlaku, kinerja K3, persyaratan pihak luar,
peningkatan berkelanjutan, ketersediaan sumber daya, peran pekerja, dan partisipasi
semua pihak.
5. Regulasi terkait kebijakan K3 yaitu Peraturan Pemerintah RI No.50 Tahun 2012 tentang
Penerapan SMK3 pada pasal 7 dan pasal 8.

3.2 Saran
1. Setiap perusahaan sebaiknya memiliki kebijakan K3 yang sesuai dengan kebutuhan
perusahaan serta mengikuti/ berpedoman pada PP RI No.50 Tahun 2012.
2. Dalam kebijakan K3 semua pihak terkait harus melaksanakan peranannya sebaik
mungkin.

19
DAFTAR PUSTAKA

John Ridley. (2008). Ikhtisar Kesehatan dan Keselamatan Kerja.(Ahli bahasa: Soni Astranto,
S.Si.). Jakarta : Erlangga.
Daryanto. (2010). Keselamatan Kerja Peralatan Bengkel dan Perawatan Mesin. Bandung :
Alfabeta.
Soedirman & Suma’mur P. (2014). Kesehatan Kerja Dalam Prespektif Hiperkes & Keselamatan
Kerja. Jakarta : Erlangga.
Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa.
Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
http://prokum.esdm.go.id/uu/1970/uu-01-1970.pdf

http://k3danlingkungan.blogspot.com/2012/09/uu-no-1-tahun-1970-tentang-keselamatan.html

https://www.academia.edu/5385328/K3_makalah_tugas

http://www.slideshare.net/mobile/rerulyanee/uu-no-1tahun-1970

20

Anda mungkin juga menyukai