Anda di halaman 1dari 10

TUGAS MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

PERAN KEPEMIMPINAN SEBAGAI PEMBELAJAR DAN BERBAGI


PENGETAHUAN DAN KONSEP STARTEGI SAFETY LEADERSHIP

Yusuf Milan Prabowo


R0212053

PROGRAM STUDI DIPLOMA 4 KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Surakarta
2015

Jakarta (ANTARA News) - PT Jamsostek menyatakan dalam tahun 2012 setiap hari
ada 9 pekerja peserta Jamsostek yang meninggal dunia akibat kecelakaan kerja, sementara
total kecelakaan kerja pada tahun yang sama 103.000 kasus. Kepala Divisi Teknis Pelayanan
PT Jamsostek Afdiwar Anwar dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Rabu, mengatakan,
di wilayah Jawa Barat dan Banten terjadi 37.390 kasus kecelakaan kerja dengan pembayaran
klaim mencapai Rp139,6 miliar. Di wilayah pantura (Bekasi, Cikarang, Karawangdan
Purwakarta) terdapat 10.109 kasus kecelakaan kerja selama 2012 dengan total pembayaran
klaim sebesar Rp45 miliar.
"Kondisi itu menunjukkan semakin banyak pekerja yang meninggal akibat
kecelakaan lalu lintas. Data dari kepolisian menyebutkan setiap tiga jam terdapat satu orang
yang meninggal, tetapi kecelakaan kerja tertinggi tetap terjadi di lingkungan industri," ujar
Afdiwar.
Masih tingginya angka kecelakaan kerja tersebut akibat masih terjadinya pengabaian atas
keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di lingkungan perusahaan. "Contohnya kematian 32
pekerja tambang di Sawah Lunto, Sumbar, dan di Plaza Semanggi baru-baru ini yang tidak
memakai alat keamanan kerja sehingga jatuh dari Gondola," katanya.
Dia mengungkapkan bahwa di Indonesia hanya 2,1 persen dari 15.000 perusahaan
berskala besar yang menerapkan sistem manajemen K3. Bahkan ada perusahaan yang
menganggap program K3 hanya akan menjadi tambahan beban biaya perusahaan. Oleh
karena itulah, PT Jamsostek terus melakukan pelatihan dan sosialisasi K3 kepada perusahaan
peserta Jamsostek agar dapat diimplementasikan di lingkungaan perusahaannya. "Jika
perusahaan makin sadar akan pentingnya sistem manajemen K3, diharapkan dapat menekan
angka kecelakaan kerja," katanya. BUMN itu juga akan memberikan pelatihan kepada ahli
K3 untuk menjaga keselamatan pekerja dan orang lain, menjaga aset perusahaan, dan agar
semua aparat produksi dapat dipakai secara aman dan meningkatkan efisien dan
produktivitas.
(Sumber

http://www.antaranews.com/berita/360749/jamsostek-setiap-hari-9-meninggal-

karena-kecelakaan-kerja)
Dari berita diatas dapat kita ketahui bahwa tingkat kecelakaan yang tinggi
mengakibatkan pengeluaran biaya yang banyak untuk keperluan pengobatan maupun klaim.
Tingginya angka kecelakaan pada suatu perusahaan atau tempat kerja dapat diakibatkan oleh
beberapa faktor yakni unsafe act dan unsafe condition, dimana penyebab utama kecealakaan

kerja adalah unsafe act atau unsafe behaviour dari pekerja itu sendiri yang bekerja dengan
kondisi tidak aman.
Kondisi tidak aman yang diakukan oleh pekerja dapat berupa mengabaikan instruksi
kerja ataupun mengabaikan pemakaian alat pelindung diri yang sesuai dengan tempat kerja.
Prilaku bekerja tidak aman seperti ini dikarenakan keselamatan kerja belum menjadi sebuah
kebutuhan utama bagi pekerja. Menjadikan sebuah keselamatan kerja menjadi sebuah
kebutuhan tidak semudah selalu mengingatkan pekerja untuk memakai APD ketika bekerja,
namun harus menumbuhkan atau menyadarkan bahwa keselamatan kerja itu adalah sebuah
kebutuhan bagi tiap individu pekerja.
Membuat keselamatan kerja menjadi sebuah kebutuhan bagi pekerja akan
menciptakan keselamatan kerja menjadi sebuah budaya di tempat kerja. Untuk membuat atau
menciptakan sebuah budaya K3 di tempat kerja dibutuhkan kepemimpinan K3 yang disebut
Safety Leadership. Dalam GS-R3 IAEA tentang sistem manajemen fasilitas

dan

aktivitas pemanfaatan tenaga nuklir disebutkan bahwa salah satu karakteristik penting
untuk mewujudkan yang budaya keselamatan kuat adalah Safety leadership is clear.
Hal ini selaras dengan pengalaman para pakar yang sudah banyak menjalankan best
practices penerapan budaya keselamatan

kelas dunia yang dengan tegas mengatakan

bahwa Pengembangan budaya keselamatan dimulai dari manajemen puncak dan tim
manajemen dalam organisasi. Karena dari meja manajemen puncak dan meja-meja tim
manajemen inilah

mulai

digerakkannya

penerapan

budaya keselamatan

secara

berkesinambungan didalamorganisasinya. Tingginya kualitas dari kepemimpinan yang


telah mereka berikan dan budaya organisasi yang dihasilkannya. Tim manajemen dalam
organisasi mempunyai kepemimpinan keselamatan (safety leadership) yang efektif dan
mendemonstrasikan karakter khusus, berhubungan dengan

perilaku yang spesifik, dan

cenderung menciptakan budaya organisasi yang tepat. Kenyataan yang ditemui didalam
organisasi yang mempunyai kepemimpinan keselamatannya tinggi

dan efektif ternyata

juga sukses dalam kinerja operasional secara umum.


Faktanya menunjukkan bahwa kedua faktor itu memang saling terkait. Karena
tuntutan kepemimpinan
mengutamakan

keselamatan

dan mengandalkan

adalah terbentuknya seorang pemimpin yang


faktor

keteladanan,

etika

kerja

yang kuat,

tanggungjawab, watak, keterbukaan, konsistensi, komunikasi dan keyakinan. Hal ini akan
tercermin dari kinerja keselamatan

didalam organisasinya. Oliver goldsmith pernah

menulis bahwa Orang jarang mengalami peningkatan kalau mereka tidak mempunyai
teladan selain
mengajak

diri mereka sendiri untuk ditiru.

orang

lain

untuk

berubah.

Kepemimpinan

Itulah alasannya,

keselamatan juga

kenapa

kepemimpinan

keselamatan

yang sukses, akan membuat mereka juga sukses dalam memimpin

organisasi secara menyeluruh.


Faktor yang paling dominan sebagai penyebab terjadinya kecelakaan di industri
beresiko tinggi maupun instalasi nuklir adalah karena kondisi dan perilaku tidak selamat.
Perilaku tidak selamat inilah yang membetuk budaya keselamatan pada suatu organisasi.
Kesadaran pentingnya membangun budaya keselamatan yang kuat dimulai sejak
terjadinya kecelakaan chernobyl, hasil analisis tim INSAG IAEA menyimpulkan bahwa
kecelakaan ini dikarenakan lemahnya budaya keselamatan.
Pada setiap industri atau organisasi yang mempunyai mempunyai budaya
keselamatan

yang kuat , maka manajemen keselamatan yang disiapkan oleh

pihak

manajemen sebagai kerangka kerja keselamatan pasti akan dapat dilaksanakan dengan
efektif. Di Industri penerapan budaya keselamatan memang bervariasi tergantung pada
komitmen dari pimpinan,

namun

demikian

industri

yang

sehat, berkualitas

dan

profesional dan mengutamakan daya saing, sebagian besar sudah sangat memperhatikan
pengembangan budaya keselamatan.
Untuk meningkatkan budaya keselamatan industri

menggunakan manajemen

keselamatan terintegrasi seperti K3L (Keselamatan, Kesehatan, Keamanan,


Lingkungan). Untuk memastikan bahwa program itu dilaksanakan

dan

industri melakukan

sertifikasi dari lembaga yang sudah terakreditasi dari ISO dan OSHAS Internasional.
Komitmen mengembangkan budaya keselamatan dilakukan dengan menyiapkan
program keselamatan. Dalam suatu organisasi, budaya keselamatan merupakan bagian
dari budaya organisasi

yang harus memperhitungkan faktor pengambil kebijakan,

manajer dan pekerja dalam mewujudkan keselamatan yang terintegrasi. Ada tiga hal penting
dalam membangun budaya keselamatan. Pertama adanya tata nilai keselamatan; kedua
adanya pola perilaku yang sama; ketiga keselamatan adalah tanggungjawab semua orang
dalam organisasi. Isu yang muncul adalah cara untuk membentuk budaya keselamatan yang
kuat secara berkelanjutan, sehingga keselamatan menjadi tanggung jawab utama atau
fokus utama pada seluruh jenis kegiatan. Menurut Reason budaya keselamatan berfungsi
antara lain :
a. Meminimalkan kemungkinan kecelakaan akibat kesalahan yang dilakukan individu.
b. Meningkatkan kesadaran akan bahaya melakukan kesalahan
c. Mendorong pekerja utk menjalani setiap prosedur dalam semua tahap pekerjaan.
d. Mendorong pekerja untuk melaporkan kesalahan / kekurangan sekecil apapun yang
terjadi utk menghindari terjadinya kecelakaan.
IAEA GS-R.3 tentang The Management System for Facilities

and Activities

Safety Requirementsmenyatakan bahwa setiap organisasi harus menggunakan sistem

manajemen yang digunakan untuk mempromosikan dan mendukung budaya keselamatan,


dengan cara :
a. Memastikan pemahaman yang sama tentang aspek- aspek kunci budaya keselamatan
didalam organisasi.
b. Menyediakan sarana kepada organisasi untuk mendukung tim dan perorangan untuk
melaksanakan tugas mereka dengan selamat dan sukses, dengan memperhitungkan
interaksi antara perorangan, teknologi dan organisasi.
c. Menekankan sikap bertanya dan belajar pada semua tingkat organisasi.
d. Menyediakan sarana kepada organisasi untuk secara terus menerus menerapkan,
mengembangkan dan memperbaiki budaya keselamatannya.
dimana untuk penerapan budaya keselamatan dijabarkan menjadi 5 karakteristik budaya
keselamatan sebagai berikut :
a. Keselamatan adalah nilai yang diketahui dengan jelas.
b. Kepemimpinan untuk keselamatan adalah jelas
c. Pertanggungjawaban untuk keselamatan adalah jelas
d. Keselamatan merupakan penggerak pembelajaran
e. Keselamatan terintegrasi pada semua aktivitas
Dalam karakteristik kepemimpinan untuk keselamatan
hendaknya memimpin

dalam

mendukung

dan

adalah

jelas,

pimpinan

menunjukkan komitmen

terhadap

keselamatan dalam perkataan dan tindakan. Pesan keselamatan hendaknya disampaikan


secara konsisten dan terus menerus. Pimpinan mengembangkan dan mempengaruhi
budaya

melalui

tindakan

(dan non-tindakan)

dan melalui

nilai

serta

pandangan-

pandangan yang disampaikan. Pimpinan merupakan orang yang memiliki pengaruh


dalam berpikir,

bersikap dan berperilaku terhadap orang lain. Pimpinan sama sekali

tidak bisa mengendalikan

budaya keselamatan secara penuh, tetapi mereka memiliki

pengaruh terhadap budaya keselamatan. Pimpinan dan Manajer pada seluruh organisasi
hendaknya memberi contoh masalah keselamatan, misalnya melalui keterlibatannya
secara langsung dalam pelatihan serta pengawasan pada daerah kegiatan yang penting.
Setiap

individu

dalam

organisasi berupaya untuk mengikuti perilaku dan nilai yang

ditunjukkan oleh Pimpinan secara personal. Oleh karena itu suatu standar hendaknya
diatur didalam organisasi sebagai aspek yang penting terhadap keselamatan.
1. Peran Kepemimpinan Sebagai Pebelajar dan Berbagai Pengetahuan
a. Pemimpin Pembelajar
Salah satu kekuatan membangun budaya keselamatan

adalah

mempunyai ilmu pengetahuan keselamatan. Pemimpin yang sukses adalah


pemimpin yang berprestasi dan dapat dibanggakan oleh karyawannya. Pemimpin
tidak hanya sekedar dapat surat keputusan jabatan, kemudian perintah sana sini

tidak jelas. Senjata satu-satunya cuma menuliskan tindak lanjut tanpa pesan,
bawahan dibiarkan menyelesaikan pekerjaan tanpa arahan yang jelas.
Sebagai manusia pembelajar, belajar terus menerus disekolah dan
universitas realitas ini, menjadi suatu kebutuhan yang menyenangkan. Seorang
manusia

pembelajar

itu

haus

akan

ilmu pengetahuan,

selalu

berusaha

meningkatkan pengalamannya, serta mengembangkan sikap dan perilaku positip,


dalam membangun kepribadian dan aktulisasi diri. Manusia pembelajar inilah
yang akan pantas menjadi seorang pemimpin sejati (becoming a leader).
Untuk membangun safety leadership yang efektif, kita

bisa

mempelajari dan memilih style pendekatan gaya kepemimpinan yang banyak


dipakai oleh organisasi, yang mengutamakan aspek keselamatan.
konsep yang dikembangkan oleh Shell

Salah satu

Global Solution (SGS) dimana aspek

motivasi, sikap dan perilaku keselamatan dipertimbangkan dengan jelas. Materi ini
digunakan oleh RU- IV Pertamina Cilacap, sebagai module untuk melakukan
pengembangan safety leadership. Pada module ini gaya kepemimpinan disusun
dalam 4 kategori, yaitu Telling, Teaching, Participating, Delegating.
Konsep Teaching memberikan bimbingan dan arahan, serta penjelasan
dan dorongan. Telling lebih pada memberikan petunjuk yang benar tentang apa,
dimana, kapan dan bagaimana. Delegating memberikan kebebasan, kepercayaan,
dukungan dan monitoring. Sedangkan Participating lebih cenderung memberikan
dukungan, fasilitas, kerangka dan contoh. Anda bisa memilih style yang paling
cocok dikaitkan dalam 7 aspek yang berkaitan dengan budaya keselamatan.
Semakin banyak yang dipilih di kolom style yang ada, disitulah gaya
kepemimpinan anda yang paling dominan.
Contoh sebagai seorang supervisor harus dapat membuat
memotivasi

orang, berkomunikasi,

mengembangkan

dan

meng-coach

memberikan

penugasan

pekerja, melibatkan

keputusan,
yg

pekerja

jelas,
dalam

pelaksanaan Safety Walk and Talk.


Dalam Safety leadership, keterlibatan pimpinan dalam tim dilakukan
dengan menanyakan issue terkini dan ide baru,

menjadi panutan, konsisten

untuk datang ke fasilitas dan memberi masukan, menyampaikan apa-apa yang


dapat dilakukan

untuk

melakukan

perbaikan

kinerja keselamatan.

Safety

Leadership yang berjiwa ksatria, juga dilakukan dengan mengakui jika Anda
sebagai atasan melakukan kesalahan. Konsentrasi masalah keselamatan pada

tujuan bukan pada seseorang, dan berbesar hati dalam mendiskusikan setiap
perbedaan.
Prioritas utama keselamatan dalam safety leadership diwujudkan dengan
menciptakan iklim keselamatan di lingkungan kerjanya. Kegiatan Safety Pause
yang diagendakan selama 5-10 menit pertama dalam setiap pertemuan pimpinan,
merupakan salah best practices

dalam membangun budaya keselamatan yang

kokoh.
b. Berbagi Pengetahuan
Kepemimpinan untuk keselamatan harus jelas dalam membangun budaya
keselamatan,
transfer

mempunyai atribut

knowledge.

Menurut

tentang

pentingnya

kebudayaan

pimpinan

India, jika Tuhan

melakukan
dan

guru

bersanding bersama, siapakah lebih dahulu disalami murid? Jawabannya guru,


karena tanpa pengarahan dan bantuannya, murid tidak akan dapat bertemu
dengan

Tuhan. Seseorang pembimbing

atau

guru

adalah

orang

yang

pengalamannya dapat Anda jadikan pandangan untuk kehidupan masa depan yang
lebih baik. Kita semua tahu, bahwa pemimpin yang hebat pasti punya segudang
ilmu pengetahuan dan pengalaman yang tak ternilai harganya.

Dengan

demikian pimpinan dapat berperan menjadi guru bagi para juniornya, untuk
membekali dan meningkatkan kemampuan dan kompetensi sumberdaya manusia,
di lingkungan kerjanya.
Berdasarkan konsep behavior base safety leadership team building ,
kita bisa melihat

dari pengalaman bekerja, training untuk meningkatkan

kemampuan sumberdaya manusia dapat diberikan oleh seorang pimpinan yang


sudah berpengalaman. Pernyataan Harvey S. Firestone Kita dapat sukses secara
permanen, hanya ketika mengembangkan orang lain. Ia ingin meninggalkan
sesuatu

secara

permanen

ketika

ia meninggal.

Ia

ingin

meningkatkan

kehidupan orang di berbagai penjuru dunia, atau yang lebih baik, ingin melihat
mereka sibuk dengan sesuatu yang bermanfaat. Ini tidak berarti terkenal atau
kaya. Ini hanya berarti orang melanjutkan misinya, terhadap apa yang telah dibuat.
Dalam knowledge management ada dua, yang pertama explicit
knowledge, yaitu pengetahuan yang didapat dari sekolah, universitas, pelatihan
yang didasarkan pada literatur, buku acuan, prosedur yang tertulis. Sedangkan
tacit knowledge didapat dari pengalaman selama bekerja dan tersimpan dalam
pikiran atau brain memory saja. Penting bagi pimpinan (termasuk manajer dan
supervisor) untuk mentransfer pengetahuan explicit dalam pelatihanpelatihan

yang direncanakan, guna memberikan pengetahuan keselamatan,

sekaligus

membangun perilaku-perilaku selamat bagi para pekerja.


Sedangkan untuk transfer pengetahuan tacit, yang umum digunakan
metode coaching, mentoring, danconseling (CMC).

Pengetahuan tacit juga

banyak dipunyai oleh pekerja yang sudah hampir pensiun yang didapat dari
pengalamannya selama puluhan tahun di bidang keselamatan.
Coaching dari seorang pimpinan kepada pekerja merupakan
transfer

proses

knowledge yang kreatif dan memotivasi, untuk memberikan inspirasi

kepada pekerja, dalam mendukung keberhasilan organisasi.

Coaching yang

umum dilakukan di berbagai perusahaan, diwujudkan dalam bentuk pelatihan,


workshop,

atau

pada

saat pimpinan

melakukan

kunjungan

ke

lapangan.

Sebagaimana dikatakan oleh Avanti Vontana dalam bukunya Inovate We Can


halaman 213, tugas coach adalah memberikan dukungan untuk meningkatkan
kemampuan, sumberdaya, dan kreativitas yang sudah dimiliki oleh pekerja, secara
alamiah kreatif (creative), banyak akal (resourceful) dan utuh (whole). Dengan
memperhatikan tugas coach tersebut, maka pimpinan dapat berperan sebagai
coach yang efektif, karena pimpinan berpengetahuan luas dan punya pengalaman
banyak di

organisasi

ini,

lebih

memahami

dan

menjiwai apa-apa

yang

dibutuhkan oleh pekerja untuk berhasil mendukung visi organisasi. Consulting


merupakan transfer knowledge

dari atasan

dikonsultasikan, waktunya bisa kapan saja.


Mentoring merupakan transfer

kebawahan

terkait

materi

pengetahuan tasit yang didapat

pimpinan

meneruskan

Transfer tacit knowledge ini biasanya tidak

dikoordinasikan dengan

tersebut.
bagian

pelatihan,

tetapi

bawahan
sifatnya

yang

dari

pengalaman selama bekerja, dari


pekerjaan

kepada

yang

akan

lebih personal,

membutuhkan waktu yang lama dan tidak setiap hari tergantung waktu yang
disediakan oleh atasan. Mencapai
karena

punya

peran

prestasi sebagai pemimpin adalah berkah,

dalam membangun

keberhasilan

karyawan

dan

organisasinya.
Ada pepatah mengatakan, jika anda ingin menyentuh masa depan,
maka

didiklah

orang

lain untuk

melanjutkan

cita-cita.

Kita

pasti

akan

meninggal, tetapi cita-cita, harapan dan tujuan anda tidak akan pernah punah,
karena anda telah mendidik dan mempersiapkan orang lain.
Disinilah fungsi mentoring dari pimpinan diperlukan untuk membantu
mengembangkan keahlian dan menyiapkan estafet keberhasilan kepemimpinan

periode berikutnya. Pada program mentoring ini, pimpinan bertindak sebagai


partner untuk mengembangkan keberhasilan bawahannya.
2. Strategi Safety Leadership
a. Membuat komitmen tentang keseamatan kerja
Adanya komitmen tentang keselamatan kerja yang ditanda tangani oleh Top
Managemen dan semua tingkatan manajemen menyetujui tentang penerapan
keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan. Dengan dibuatnya landasan
penerapan K3 diharapkan akan mempermudah dalam segala tindakan yang
dilakukan dalam upaya untuk mewujudkan tujuan yang menjadi visi misi K3
perusahaan.
b. Mendorong setiap orang di lingkungan kerja bahwa safety adalah tanggung jawab
bersama.
Menanamkan sikap bahwa keselamatan kerja merupakan tanggung jawab
setiap pekerja dan HSE atau Departemen K3 adalah sebagai fasilitator terciptanya
keselamatan kerja diharapkan tumbuhnya kesadaran pada diri individu dalam safety.
Dengan tumbuhnya kesadaran dalam keselamatan kerja diharapkan akan menjadi
sebuah kebutuhan pekerja akan keselamatan kerja, dengan adanya kebutuhan ini
adalah hal yang paling penting dalam keberhasilan penerapan keselamatan kerja
yang akan mendorong keselamatan kerja menjadi sebuah kebudayaan.
c. Mendorong adanya pendidikan dan komunikasi K3.
Melakukan pelatihan dan sosialisasi tentang prosedur kerja kepada tenaga
kerja. Sistem yang dimaksud antara lain izin kerja, pelaporan kecealakaan kerja dan
lain sebagainya oleh HSE dan pemaparan risiko kerja yang dihadapi oleh tenaga
kerja. Dengan mengerti dan terlatihnya tenaga kerja terhadap sistem ini maka
diharapkan tenaga kerja juga paham mengenai bahaya yang mengintai mereka
sehingga menumbuhkan kebutuhan akan K3.
d. Pengawasan terkait efektif atau tidaknya upaya K3 yang dilakukan
Dapat dilakukan dengan merekap laporan kecelakaan kerja dari tahun-tahun
sebelumnya apabila tersedia data kecelakaan kerja dari perusahaan berdiri dengan
memetakan dan mengolah data menjadi grafik yang menunjukkan keefektifan upaya
K3 dengan pada naik turunnya grafik. Dan membuat upaya lain yang lebih efektif
dari upaya sebelumnya yang dinilai tidak efektif. Serta melakukan penilaian
terhadap K3 apakah telah sesuai dengan tujuan K3 pada komitmen yang telah
disepakati.
e. Petugas HSE menjadi panutan keselamatan kerja.
Petugas HSE tidak hanya melakukan instruksi kerja aman namun dia harus bisa
menanamkan

nilai-nilai

keselamatan

kerja

pada

dirinya

sendiri

sebelum

menanamkannya pada tenaga kerja lain dengan cara malakukan kesadarannya


terhadap keselamatan kerja dalam kegiatannya sebagai HSE.

Anda mungkin juga menyukai