Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Kompetensi Dasar dan Standar Kelulusan


1. Kompetensi Dasar
Setelah menyelesaikan kuliah ini (pada akhir semester) mahasiswa dapat memahami,
menyebutkan dan menjelaskan serta menganalisis secara sistimatis tentang pengertian
dan penggolongan korporasi, pengertian tindak pidana korporasi, Pengertian Korporasi
Dalam Berbagai Perundang-undangan
2. Indikator Kelulusan
Setelah mengikuti kuliah ini (pada akhir pertemuan ke-1 & 2) mahasiswa mampu
memahami, menjelaskan secara sistemik pengertian dan penggolongan korporasi,
pengertian tindak pidana korporasi, Pengertian korporasi dalam berbagai perundang-
undangan
B. PENGERTIAN DAN PENGGOLONGAN KORPORASI
1. Pengertian Korporasi
Batasan pengertian korporasi erat kaitannya dengan masalah dalam bidang hukum
perdata. Sebab pengertian korporasi merupakan terminologi yang berkaitan erat dengan
istilah badan hukum (rechtspersoon), dan badan hukum itu sendiri merupakan terminologi
yang erat kaitannya dengan bidang hukum perdata.
Soetan K. Malikoel Adil, menguraikan pengertian korporasi secara etimologis
Corporatie, (Belanda), Corporation (Inggris), Korporation (Jerman) berasal dari
kata”corporatio” dalam bahasa latin. Seperti halnya dengan kata-kata lain yang berakhir
dengan “tio” maka “corporatio” sebagai kata benda ( substantivum), berasal dari kata kerja
“corporare” yang banyak dipakai orang pada jaman abad pertengahan atau sesudah itu.
“Corporare” sendiri berasal dari kata “corpus” (Indonesia = badan), yang berarti
memberikan badan atau membadankan. Dengan demikian maka akhirnya “corporatio” itu
berarti hasil dari pekerjaan membadankan, dengan lain perkataan badan yang dijadikan
orang, badan yang diperoleh dengan perbuatan manusia sebagai lawan terhadap badan
manusia, yang terjadi menurut alam. 1
Apabila suatu hukum memungkinkan perbuatan manusia untuk menjadikan badan
itu di samping manusia. Dengan manusia disamakan, maka itu berarti bahwa kepentingan
masyarakat membutuhkannya, yakni untuk mencapai sesuatu yang oleh para individu
tidak dapat dicapai atau amat susah untuk dicapai. Begitupun manusia itu
mempergunakan “illuminasi” bila lumen (cahaya) dari bintang dan bulan tidak mencukupi
atau tidak ada.2
Berdasarkan uraian di atas, Satjipto Raharjo, menyatakan bahwa: “Korporasi adalah
suatu badan hasil ciptaan hukum. Badan yang diciptakannya itu terdiri dari “corpus”, yaitu
sturktur fisiknya dan ke dalamnya hukum memasukkan unsur “animus” yang membuat
badan itu mempunyai kepribadian. Oleh karena badan hukum itu merupakan ciptaan
hukum maka kecuali penciptaannya, kematiannyapun juga ditentukan oleh hukum.” 3
Subekti dan Tjitrosudibio, menyatakan, bahwa yang dimaksud “corporatie atau
korporasi adalah suatu perseroan yang merupakan badan hukum”. 4

1
Soetan. Malikoel Adil, Pembaharuan Hukum Perdata Kita, PT. Pembangunan, Jakarta 1995:83
2
Ibid.
3
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, 2004: 110.

10
Sedangkan Rudi Prasetyo Menyatakan: “Kata korporasi sebutan yang lazim
dipergunakan di kalangan pakar hukum pidana untuk menyebut apa yang biasa dalam
bidang hukum lain, khususnya bidang hukum perdata, sebagai badan hukum, atau yang
dalam bahasa Belanda disebut sebagai recht persoon, atau yang dalam bahasa Inggris
disebut legal entities atau corporation. 5
Korporasi sebagai badan hukum keperdataan dapat dirinci dalam beberapa
golongan, dilihat dari cara mendirikan dan peraturan perundang-undangan sendiri, yaitu:
1. Korporasi egoistis yaitu korporasi yang menyelenggarakan kepentingan para
anggotanya, terutama kepentingan harta kekayaan, misalnya Perseroan Terbatas,
Serikat Pekerja;
2. Korporasi yang altruistis, yaitu korporasi yang tidak menyelenggarakan
kepentingan para anggotanya, seperti perhimpunan yang memperhatikan nasib orang-
orang tuna netra, tuna rungu, penyakit tbc, penyakit jantung, penderita cacat, Taman
Siswa, Muhamadiyah dan sebagainya. 6
Menurut Utrecht dan Moh. Soleh Djindang tentang korporasi, ialah “suatu gabungan orang
yang dalam pergaulan hukum bertindak bersama-sama sebagai suatu subjek hukum
tersendiri suatu personifikasi. Korporasi adalah badan hukum yang beranggota, tetapi
mempunyai hak kewajiban sendiri terpisah dari hak kewajiban anggota masing-masing” 7
Andi Zainal Abidin menyatakan bahwa korporasi dipandang sebagai realita sekumpulan
manusia yang diberikan hak oleh sebagai unit hukum, yang diberikan hukum, untuk tujuan
tertentu.8
Yan Pramadya Puspa menyatakan yang dimaksud dengan korporasi adalah: “Korporasi
atau badan hukum, adalah suatu perseroan yang merupakan badan hukum; korporasi
atau perseroan di sini yang dimaksud adalah suatu perkumpulan atau organisasi yang
oleh hukum diperlakukan seperti seorang manusia (Persona) ialah sebagai pengemban
(atau pemilik) hak dan kewajiban memiliki hak menggugat ataupun digugat di muka
pengadilan. Contoh badan hukum itu adalah PT (perseroan Terbatas) N.V. (Namloze
Vennootschap) dan Yayasan (Stichting); bahkan negarapun juga merupakan badan
hukum.9
Menurut Wirjono Prodjodikoro korporasi adalah suatu perkumpulan orang, dalam korporasi
biasanya yang mempunyai kepentingan adalah orang-orang manusia yang merupakan
anggota dari korporasi itu, anggota-anggota mana juga mempunyai kekuasaan dalam
peraturan korporasi berupa rapat anggota sebagai alat kekuasaan yang tertinggi dalam
peraturan korporasi10
Jadi kesimpulannya bahwa korporasi atau badan hukum adalah subyek hukum yaitu
segala sesuatu yang dapat memperoleh hak dan kewajiban dari hukum. Yang dapat
memperoleh hak dan kewajiban dari hukum hanyalah manusia jadi manusia oleh hukum
4
Subekti dan R. Tjitrosudibjo, Kamus Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta 1979:34. Bandingkan pula
Marjinne Termorshuizen, Kamus Hukum Belanda-Indonesia, Jabatan, Jakarta, 1999:88 menyatakan pula
bahwa corporatie merupakan badan hukum.
5
Rudi Prasetyo, Perkembangan Korporasi Dalam Proses Modernisasi Dan Penyimpangan-
penyimpangannya, Nakalah disampaikan pada Seminar Nasional Kejahatan Korporasi di FH UNDIP,
Semarang, 23-24 November, 1989
6
Ibid, halaman 69
7
Chidir Ali, Badan Hukum, Alumni, Bandung 1987: 64.
8
A.Z.Abidin, Bunga Rampai Hukum Pidana.Pradnya Paramita, Jakarta 1983:54.
9
Yan Pradmadya Puspa, Kamus Hukum, C.V. Aneka Semarang 1977: 256
10
Chidir Ali, Op. Cit, hal; 74.

11
diakui sebagai penyandang hak dan kewajiban, sebagai subjek hukum atau sebagai
orang,11 bahkan janin yang masih ada dalam kandungan seorang wanita dalam berbagai
tatanan hukum modern, sudah dipandang sebagai subjek hukum sepanjang
kepentingannya memerlukan pengakuan dan perlindungan hukum. 12
2. Penggolongan Korporasi
Ronald A. Anderson, Ivan Fox dan David P. Twomey Menggolongkan korporasi
didasarkan kepada:
a. Hubungannya dengan publik;
b. Sumber Kekuasaan dari korporasi tersebut;
c. Sifat aktivitas dari korporasi.
Dari penggolongan tersebut yang dikenal di Negara Anglo Saxon, maka jenis-jenis
korporasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Korporasi Publik adalah sebuah korporasi yang didirikan oleh pemerintah yang
mempunyai tujuan untuk memenuhi tugas-tugas administrasi dibidang urusan publik
contohnya di Indonesia seperti Pemerintahan Kabupaten atau Kota.
b. Korporasi Privat adalah sebuah korporasi yang didirikan untuk kepentingan
ptivat/pribadi, yang dapat bergerak di bidang keuangan, industri dan perdagangan.
Korporasi Privat ini sahamnya dapat dijual kepada masyarakat, maka penyebutannya
ditambah dengan istilah “publik” contoh di Indonesia P.T. Garuda Tbk, menunjukkan
bahwa perusahaan tersebut telah “go public” atau sahamnya perusahaan telah dijual
kepada masyarakat melalui bursa saham.
c. Korporasi Publik Quasi, lebih dikenal dengan korporasi yang melayani kepentingan
umum (publik services)13 contohnya di Indonesia adalah P.T. Kereta Api Indonesia,
Perusahaan Listrik Negara, Pertamina, Perusahaan Air Minum.
I.S. Susanto, mengemukakan secara umum korporasi memiliki lima ciri penting yaitu:
1. Meruapakan subjek hukum buatan yang memiliki kedudukan hukum khusus.
2. Memiliki jangka waktu hidup yang tak terbatas.
3. Memperoleh kekuasaan (dari Negara) untuk melakukan kegiatan bisnis
tertentu.
4. Dimiliki oleh pemegang saham.
5. Tanggung jawab pemegang salam terhadap kerugian korporasi biasanya
sebatas saham yang dimilikinya
Dalam kenyataan kemasyarakatan dewasa ini, bukan hanya manusia saja yang oleh
hukum diakui sebagai subjek hukum. Untuk memenuhi kebutuhan manusia itu sendiri, kini
dalam hukum juga diberikan pengakuan sebagai subjek hukum pada yang bukan
manusia. Subjek hukum yang bukan manusia itu disebut badan hukum (legal person).
Jadi, badan hukum adalah pendukung hak dan kewajiban berdasarkan hukum yang bukan
manusia, yang dapat menuntut atau dapat dituntut subjek hukum lain dimuka pengadilan.
Ciri-ciri dari sebuah badan hukum adalah:
1. Memiliki kekayaan sendiri yang terpisah dari kekayaan orang-orang yang
menjalankan kegiatan dari badan-badan hukum tersebut;
11
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum suatu Pengantar. Liberty, Yogyakarta 1999:67.
12
Mocthar Kusumaatmadja dan B. Arief Sidharta, Pengantar Ilmu Hukum, suatu Pengertian Pertama
Ruang Berlakunya Ilmu Hukum, Buku I, Alumni, Bandung 2000:80-81
13
Bandingkan dengan Daniel V. Davidson, Brenda E. Knowles. Lynn M. Forsythe Robert R. Jespersen,
Comprehensive Business Law, Principle and Cases. Massachusetts, Kent Punlishing Company, Boston
1987:834.

12
2. Memiliki hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang terpisah dari hak-hak dan
kewajiban-kewajiban yang mejalankan kegiatan badan hukum tersebut;
3. Memiliki tujuan tertentu;
4. Berkesinambungan (memiliki kontinuitask) dalam arti keberadaannya tidak
terikat pada orang-orang tertentu, karena hak-hak dan kewajiban-kewajibannya tetap
ada meskipun orang-orang yang mejalankannya berganti 14
Badan hukum dapat pula dibedakan atas dua jenis, yakni
1. Badan hukum publik dan
2. Badan hukum privat
Di Indonesia kriteria yang dipakai untuk menentukan sesuatu badan hukum termasuk
badan hukum dewa-dewi atau badan hukum publik atau termasuk badan hukum privat ada
dua macam:
a. Berdasarkan terjadinya, yakni badan hukum privat didirikan oleh perseorangan
sedangkan badan hukum publik didirikan oleh pemerintah/negara
b. Berdasarkan lapangan kerjanya yakni apakah lapangan pekerjaannya itu untuk
kepentingan umum atau tidak. Kalau lapangan pekerjaannya untuk kepentingan
umum, maka badan hukum tersebut merupakan badan huku publik. Tetapi kalau
lapangan pekerjaannya untuk kepentingan perseorangan, maka badan hukum itu
termasuk badan hukum privat15
Badan hukum publik misalnya: Negara Republik Indonesia, Daerah Propinsi,
Kabupaten/Kota, sedangkan badan hukum privat misalnya Perseroan Terbatas (UU No 1
tahun 1995), yayasan (UU No. 16 tahun 2001) dan sebagainya.
Pada saat sekarang empat perguruan tinggi negeri yaitu UI (Berdasarkan PP No. 152
Tahun 2000, UGM (Berdasarkan PP No. 153 Tahun 2000, IPB (Berdasarkan PP No. 154
tahun 2000), ITB (Berdasarkan PP No. 155 tahun 2000, mempunyai status badan hukum
milik negara (BHMN). Berdasarkan PP No. 61 Tahun 1999 tentang penetapan perguruan
tinggi negeri sebagai badan hukum antara lain didasarkan pada pertimbangan bahwa
perguruan tinggi telah memiliki kemampuan otonomi, dan tanggung jawab yang lebih
besar.
C. Pengertian Tindak Pidana Korporasi
Pengertian Korporasi di dalam hukum pidana sebagai “ius constituendum” dapat kita jumpai
dalam usul Rancangan KUHP Baru Buku I 1987/1988, Pasal 120 yang menyatakan:
“Korporasi adalah kumpulan terorganisir dari orang atau kekayaan baik merupakan badan
hukum ataupun bukan.16
Ternyata pengertian korporasi dalam Rancangan Buku I KUHP Baru 1987/1988 tersebut mirip
dengan pengertian Korporasi di Negeri Belanda, sebagaimana terdapat dalam bukunya Van
Bemmelen deel” antara lain menyatakan:...................”dalam naskah dari bab ini selalu dipakai
dalil umum “korporasi”, dalam mana termasuk semua badan hukum khusus dan umum
(maksudnya badan hukum privat dan badan hukum publik, penulis), perkumpulan, yayasan,
pendeknya semua perseorangan yang tidak bersifat alamiah. 17
Rumusan tersebut di atas dapat dijumpai dalam pasal 51 W.v.S. Belanda, yang berbunyi:
1. Tindak Pidana dapat dilakukan oleh manusia alamiah dan badan hukum;
14
Mochtar Kusumaatmadja; Op., Cit., 82-83
15
Riduan Syahrani, Rangkuman Inti Sari Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung 1999: 150
16
Rancangan KUHP Baru Buku 1 1987/1988 (Jakarta:BPHN 1987). Halaman 80.
17
J.M.van Bemmelen, HukumPidana 1 Hukum Pidana Material bagian Umum, diterjemahkan oleh
Hasnan, (Bandung, Binacipta, 1986), halaman 238

13
2. Apabila suatu tindak pidana dilakukan oleh badan hukum, dapat dilakukan
tuntutan pidana, dan jika dianggap perlu dapat dijatuhkan pidana dan tindakan-tindakan
yang tercantum dalam undang-undang terhadap:
a. Badan hukum atau;
b. Terhadap mereka yang memerintahkan melakukan perbuatan itu, demikian
pula terhadap mereka yang bertindak sebagai pemimpin melakukan tindakan yang
dilarang itu, atau;
c. Terhadap yang disebutkan di dalam a dan b bersama-sama;
3. Bagi pemakaian ayat selebihnya disamakan dengan badan hukum perseroan
tanpa hak badan hukum, perserikatan dan yayasan.
Dengan demikian ternyata korporasi dalam hukum pidana lebih luas pengertiannya bila
dibandingkan dengan pengertian korporasi dalam hukum perdata. Sebab korporasi dalam
huku pidana bisa berbentuk badan hukum atau non badan hukum, sedangkan menurut
perdata korporasi adalah badan hukum.
Kalau kita menengok kebelakang tentang pengertian korporasi dalam perundang-undangan
khusus di luar KUH Pidana seperti dalam Pasal 15 UU No. 7 Drt Tahun 1955 tentang Tindak
Pidana Ekonomi, dinyatakan bahwa:
Ayat(1): “Jika suatu tindak pidana ekonomi dilakukan oleh atau atas nama suatu badan
hukum, suatu perseroan, suatu perserikatan orang atau yayasan, maka....dst.
Dalam Pasal 17 UU No. 11 Pnps Tahun 1963 Tentang Tindak Pidana Subversi, dinyatakan
bahwa:
Ayat (1) Jika suatu tindak pidana subversi dilakukan oleh oleh atau atas nama suatu badan
hukum, perseroan, perserikatan orang, yayasan, atau organisasi lainnya, maka tindakan
peradilan dilakukan, baik terhadap ......... dst.
Pasal 49 UU. N0. 9 Tahun 1976, UU tentang Narkotika, berbunyi:
“Jika suatu tindak pidana mengenai narkotika dilakukan oleh atau atas nama suatu badan
hukum, suatu perseroan, suatu perserikatan orang yang lainnya, atau suatu yayasan, maka
tuntutan pidana .................. dan seterusnya.
Perkembangan perundang-undangan khusus di luar KUH Pidana, khususnya tentang subyek
hukum pidana yaitu korporasi perumusannya lebih luas bila dibandingkan dengan pengertian
korporasi menurut hukum perdata, menurut hukum pidana pengertian korporasi bisa berbentuk
badan hukum atau tidak. Misalnya dalam tindak pidana subversi dikatakan perserikatan orang
adalah maatschap (Pasal 16, 18 dan seterusnya KUH Perdata), Firma (Pasal 16 dan
seterusnya KUH Dagang) dan Perseroan Komanditer/C.V. (Pasal 19 dan seterusnya dalam
KUH Dagang), merupakan bentuk badan usaha yang bukan badan hukum. Apabila dalam
tindak pidana subversi dikenal sebagai subyek hukum “organisasi lainnya” inipun tidak jelas
apakah organisasi tersebut berbadan hukum atau tidak.
Dengan demikian, hal ini membuktikan bahwa subyek hukum pidana korporasi dalam hukum
pidana luas pengertiannya (bisa berbentuk badan hukum atau tidak), dan hanya dikenal di luar
KUH Pidana, khususnya dalam perundang-undangan khusus, sebagai produk legistatif setelah
Indonesia merdeka. Sebab Berdasarkan Pasal 59 KUH Pidana sunyek hukum pidana
korporasi tidak dikenal, karena menurut hukum pidana umum subyek hukumnya adalah
manusia.
Pengertian Korporasi dalam hukum perdata berdasarkan uraian sebelumnya ternyata dibatasi,
sebagai badan hukum. Sedangkan apabila ditelah lebih lanjut, pengertian korporasi dalam
hukum pidana ternyata lebih luas. Di Indonesia perkembangan korporasi sebagai subjek tindak
pidana terjadi di luar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dalam perundang-

14
undangan khusus. Sedangkan KUHP sendiri masih tetap menganut subjek tindak pidana
berupa “orang” (lihat pasal 59 KUHP). Sedangkan subjek tindak pidana korporasi, dapat
ditemukan dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Narkotika, Pasal 1 angka 13,
undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001, Pasal 1
angka 1 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-undang Nomor 15 Tahun
2002, pasal 1 angka 2, tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang pada intinya
mengatakan:
“Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan
badan hukum maupun bukan badan hukum. 18
Ketentuan yang hampir sama juga dapat ditemukan dalam UU Nomor 7 Drt 1955 tentang
Tindak Pidana Ekonomi, Pasal 15 ayat (1) menyatakan bahwa:
“Jika suatu tindak pidana ekonomi dilakukan atas nama suatu badan hukum, suatu perseroan,
suatu perserikatan orang atau yayasan , (cetak miring, penulis) maka.....dan seterusnya.”
Rumusan tersebut juga ditemukan dalam Pasal 51 W.v.S (KUHP Belanda), yang telah
diperbaharui pada tahun 1976. adapun bunyinya adalah:
1. Tindak Pidana dapat dilakukan oleh manusia alamiah dan badan hukum;
2. Apabila suatu tindak pidana dilakukan oleh badan hukum, dapat dilakukan tuntutan
pidana, dan jika dianggap perlu dapat dijatuhkan pidana dan tindakan-tindakan yang
tercantum dalam undang-undang terhadap:
a. Badan hukum atau;
b. Terhadap mereka yang memerintahkan melakukan perbuatan
itu, demikian pula terhadap mereka yang bertindak sebagai pemimpin melakukan
tindakan yang dilarang itu, atau;
c. Terhadap yang disebutkan di dalam a dan b bersama-sama;
3. Bagi pemakaian ayat selebihnya disamakan dengan badan hukum
perseroan tanpa hak badan hukum perserikatan dan yayasan.” 19
Sehubungan dengan perubahan KUHP Belanda pada tanggal 1 September tahun 1976,
khususnya yang menyangkut isi rumusan pasal 51 W.v.S (Pasal 59 KUHP Indonesia), Andi
Hamzah Menyatakan:
“Sudah jelas, jika korporasi menjadi subjek, pidana yang dapat dijatuhkan tentulah bukan
pidana penjara melainkan pidana denda atau ganti kerugian beserta pidana tambahan yang
lain. Oleh karena itu NW. V. S (KUHP Baru Belanda, penulis) pun diubah yang menentukan
bahwa semua delik di dalam NW. V. S. Ada ancaman pidana denda sebagai alternatif,
walaupun tiak dapat dipidana denda. Mungkin pembuat revisi NW. V. S mendapat kesulitan
untuk memilah-milah delik apa sajakan yang dapat dilakukan oleh korporasi melakukan delik
perkosaan atau penganiayaan. Oleh karena itu, rupanya pembuat ketentuan korporasi menjadi
subjek delik di dalam NW.vS, diserahkan kepada praktek, delik mana saja yang koporasi dapat
menjjadi subjek, seperti Pasal 127 KUHP tentang leveransir tentara yang melakukan
perbuatan curang. Begitu pula Pasal 387 dan 388 yang menyangkut pemborong yang
melakukan perbuatan curang yang dapat mendatangkan bahaya bagi negara dalam keadaan
perang. Bukanlah pemborong atau leveransir besar-besaran itu berupa korporasi?.” 20
18
Isi Rumusan tersebut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana 1999-2000, pasal 162 (Jakarta, Direktorat
Perundang-undangan,
19
Muladi dan Dwidja Priyatno, Pertanggungjawaban korporasi Dalam Hukum Pidana (Bandung, STHB,
1991), hlm 20.
20
Andi Hamzah, Pembaharuan Hukum Pidana, (Persuruan, Bahan Penataran Hukum Pidana da
Kriminologi, ASPEHUPIKI dan FH UBAYA tanggal 13-19 Januari 2002), hlm 2.

15
Konsekuensi logis tentang kedudukan korporasi sebagai badan hukum, membawa pengaruh
terhadap tindak pidana yang dapat dilakukan terdapat beberapa pengecualian. Sehubungan
dengan hal tersebut Barda Nawawi Arief Menyatakan, walaupun pada asasnya korporasi
dapat dipertanggungjawabkan sama dengan orang pribadi, namun ada beberapa
pengecualian, yaitu:
1. Dalam perkara-perkara yang menurut kodratnya tidak dapat dilakukan
oleh korporasi, misalnya bigami, perkosaan, sumpah palsu
2. Dalam perkara yang satu-satunya pidana yang dapat dikenakan tidak
mungkin dikenakan kepada korporasi misal pidana penjara atau pidana mati. 21
Senada dengan pendapat tersebut di atas Michael J. Allen, dalam bukunya yang berjudil
Textbook on Criminal Law, menyatakan lebih lanjut:
“Thus a corporation cannot be tried for murder or treason as the only punishments available to
the court on conviction are life imprisonment or death. Where a corporation is convicted of an
offence it will be punished by the imposition of a fine and/or compensation order. 22
Konsekuensi logis lainnya yaitu apabila korporasi diartikan luas yaitu mempunyai kedudukan
sebagai badan hukum dan non badan badan hukum, seperti yang dianut di Belanda dan di
Indonesia (dalam perundang-undangan khusus di luar KUHP). Maka secara teoritis dapat
melakukan semua tindak pidana, walaupun dalam proses penegakan hukumnya dilandaskan
kepada praktek, seperti yang terjadi di negeri Belanda.
Korporasi dilihat dari bentuk hukumnya dapat diberi arti yang sempit maupun arti yang luas.
Menurut artinya yang sempit, korporasi adalah badan hukum. Dalam artinya yang luas
korporasi dapat berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum.
Dalam artinya yang sempit, yaitu sebagai badan hukum, korporasi merupakan figur hukum
yang eksistensi dan kewenangannya untuk dapat atau berwenang melakukan perbuatan
hukum diakui oleh hukum perdata. Artinya, hukum sebagai suatu figur hukum. Demikian juga
hanya dengan “matinya” suatu korporasi. Suatu korporasi hanya “mati” secara hukum apabila
“matinya” korporasi itu diakui oleh hukum.
Akan tetapi, eksistensi suatu korporasi sebagai badan hukum bukan muncul begitu saja.
Artinya, bukan muncul demi hukum. Korporasi sebagai badan hukum bukan ada dengan
sendirinya, tetapi harus ada yang mendirikan, yaitu oleh pendiri atau pendiri-pendiri yang
menurut hukum perdata diakui memiliki kewenangan secara hukum untuk dapat mendirikan
korporasi. Menurut hukum perdata, yang diakui memiliki kewenangan hukum untuk dapat
mendirikan korporasi adalah orang (manusia) atau natural person dan badan hukum atau legal
person.
Demikian juga dalam hal “matinya” suatu korporasi. Suatu korporasi hanya “mati” apabila
dinyatakan “mati” oleh hukum perdata, yaitu tidak lagi “ada” (eksistensi berakhir) sehingga
karena “tidak ada” lagi, maka dengan demikian tidak dapat lagi melakukan perbuatan hukum.
Dalam istilah hukum dikatakan bahwa korporasi yang mati itu “bubar”.
Matinya atau bubarnya suatu korporasi dapat terjadi demi hukum atau dibubarkan. Matinya
atau bubarnya korporasi dapat terjadi karena:
1. Jangka waktu pendiriannya telah sampai, sedangkan para pendirinya tidak
memperpanjang “usia” dari korporasi itu; bubarnya korporasi yang demikian ini disebut
bubar demi hukum;

21
Barda Nawawi Arief, Perbandingan Hukum Pidana, (Jakarta, Rajawali Pers, 1990), hlm 37.
22
Allen, Michael J, Textbook on Criminal Law, (Great Britain, Blacstone Press Limited , 1997), Fourt
Edition, hlm 215.

16
2. dibubarkan oleh para pendirinya atau oleh para pemegang saham (berdasarkan
keputusan RUPS);
3. Dibubarkan oleh pengadilan berdasarkan putusan pengadilan pertimbangan-
pertimbangan hukum yang diambil oleh hakim atau majelis hakim yang memeriksa
perkara tersebut; atau
4. dibubarkan oleh undang-undang.
Di Inggris, putusan pengadilan dalam perkara Salomon vs Salomon (1897) AC 22
menegaskan bahwa suatu korporasi adalah suatu separate legal person sekalipun korporasi
tidak memiliki eksistensi jasmaniah. Mengingat korporasi tidak memiliki tubuh jasmani, maka
korporasi hanaya dapat bertindak melalui mereka yang dipekerjakan oleh suatu korporasi atau
bertindak sebagai kuasa (agents) dari korporasi tersebut (Molan, dkk., 2003:124). Untuk
pertama kali eksistensi korporasi sebagai badan hukum di Indonesia diakui oleh Kitab Undang-
Undang Hukum Dagang yang merupakan bagian dari hukum perdata.
Dilihat dari bentuk hukumnya, hukum pidana Indonesia memberikan pengertian korporasi
dalam arti yang luas. Menurut hukum pidana Indonesia, pengertian korporasi tidak sama
dengan pengertian korporasi dalam hukum perdata. Pengertian korporasi menurut hukum
pidana lebih luas daripada pengertiannya menurut hukum perdata. Menurut hukum perdata,
subjek hukum, yaitu yang dapat atau berwenang melakukan perbuatan hukum dalam bidang
hukum perdata, misalnya membuat perjanjian, terdiri atas dua jenis, yaitu orang perseorangan
(manusia atau natural person) dan badan hukum (legal person).
Seperti telah dikemukakan di atas, yang dimaksud dengan korporasi dalam pengertian hukum
perdata adalah badan hukum ( legal person). Namun dalam hukum pidana, pengertian
korporasi tidak hanya badan hukum. Dalam hukum pidana, korporasi meliputi baik badan
hukum maupun bukan badan hukum. Bukan saja badan-badan hukum seperti perseroan
terbatas, yayasan, korporasi, atau perkumpulan yang telah disahkan sebagai badan hukum
yang digolongkan sebagai korporasi hukum pidana, tetapi juga Firma, Perseroan Komanditer
atau CV, dan Persekutuan atau Maatschap, yaitu badan-badan usaha yang menurut hukum
perdata bukan suatu badan hukum. Sekumpulan orang yang terorganisasi dan memiliki
pimpinan dan melakukan perbuatan-perbuatan hukum, misalnya melakukan perjanjian dalam
rangka kegiatan usaha atau kegiatan sosial yang dilakukan oleh pengurusnya untuk dan atas
nama kumpulan orang tersebut, juga termasuk ke dalam apa yang dimaksudkan dengan
korporasi.
D. Pengertian Korporasi Dalam Berbagai Perundang-undangan
Dalam Rancangan KUHP tahun 1987/1988, korporasi dalam Buku I Pasal 120 diberi
pengertian sebagai berikut:
Korporasi adalah kumpulan terorginasi dari orang atau kekayaan baik merupakan badan
hukum atau pun bukan”.23
Dengan demikian, sudah sejak 1987 korporasi di dalam pemikiran para ahli hukum pidana,
tidak hanya diartikan badan hukum seperti pengertian korporasi dalam hukum perdata, tetapi
juga yang bukan badan hukum.
RUU KUHP 2004 mana dimaksud dalam Pasal 166 sebagai berikut: 24
Korporasi adalah kumpulan terorganisasi dari orang dan/atau kekayaan, baik merupakan
badan hukum maupun bukan badan hukum.

23
Badan Pembinaan Hukum Nasional, Rancangan KUHP Baru 1987/1988, Buku 1. 1987:80.
24
Lihat Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia,
2004

17
Definisi mengenai apa yang dimaksud dengan korporasi adalah sehubungan dengan
ketentuan pasal sebelumnya, yaitu Pasal 165, yang menentukan bahwa yang dimaksud
dengan “setiap orang” adalah “termasuk korporasi”
Pendirian bahwa korporasi dalam pengertian hukum pidana bukan hanya terbatas pada badan
hukum seperti halnya pendirian hukum perdata, tetapi juga non-badan hukum yang bukan
orang perseorangan sebagaimana dianut dalam RUU KUHP 1987/1988, RUU KUHP 1999-
2000, dan terakhir dalam RUU KUHP 2004 tampak pula dalam berbagai peraturan
perundang-undangan pidana Indonesia yang dibuat belakangan. Artinya, menurut hukum
pidana Indonesia, yang dimaksud dengan korporasi bukan badan hukum saja, tetapi juga
bukan badan hukum. Undang-undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, misalnya,
menentukan bahwa:
Korporasi adalah kumpulan terorganisasi dari orang dan atau/atau kekayaan, baik merupakan
badan hukum maupun bukan.
Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 20 Tahun 2001 memberikan
pengertian mengenai apa yang dimaksudkan dengan korporasi sebagai berikut:
Korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan
badan hukum maupun bukan badan hukum.
Undang-Undang No. 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana
telah diubah dengan Undang-undang No. 25 tahun 2003 memberikan definisi yang sama
mengenai apa yang dimaksudkan dengan korporasi, yaitu:
Korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan
badan hukum maupun bukan badan hukum.
Pengertian korporasi dalam berbagai dalam undang-undang tersebut di atas diambil dari
pengertian korporasi dalam RUU KUHP.
Pendirian hukum pidana Belanda juga mengartikan korporasi Merujuk kepada ayat (3) Pasal
51 Sr. Belanda, yang disamakan dengan korporasi adalah persekutuan bukan badan hukum,
de maatschap (Persekutuan perdata), de rederij (Perusahaan perkapalan), dan het
doelvermogen (harta kekayaan yang dipidahkan demi pencapaiantujuan tertentu; social fund
atau yayasan).25 Selain itu pula, mencangkup persekutuan bukan badan hukum seperti
vennootschap omder firma (Perseroan firma), dan commanditaire vennootschap (CV.; Person
komanditer).

25
Baca bunyi Pasal 51 Sr. Belanda tersebut dalam Bab 2 Sub bab 5 (Sejarah Korporasi sebagai Pelaku
Tindak Pidana) buku ini.

18

Anda mungkin juga menyukai