Anda di halaman 1dari 19

HUKUM KORPORASI

1
Oleh:
Prof.Dr.H.Dwidja Priyatno,SH,MH,Sp.N
• Definisi Korporasi
• Batasan pengertian atau definisi korporasi,erat kaitannya
dengan masalah dalam bidang hukum perdata.Sebab pengertian
korporasi merupakan terminologi yang berkaitan erat dengan istilah
badan hukum(rechtspersoon),dan badan hukum itu sendiri
merupakan terminologi yang erat kaitannya dengan bidang hukum
perdata.
• Soetan.K.Malikoel Adil ,menguraikan pengertian korporasi
secara etimologis.Korporasi
(corporatie,Belanda),corporation(Inggris),korporation(Jerman)
berasal dari kata “corporatio” dalam bahasa Latin.Seperti halnya
dengan kata-kata lain yang berakhir dengan “tio”,maka “corporatio”
sebagai kata benda(substantivum),berasal dari kata kerja
“corporare”,yang banyak dipakai orang pada jaman abad
pertengahan atau sesudah itu.”Corporare” sendiri berasal dari kata
“corpus”( Indonesia =badan ),yang berarti memberikan badan atau
membadankan. Dengan demikian maka akhirnya “ corporatio” itu
berarti hasil dari pekerjaan membadankan, dengan lain perkataan
badan yang dijadikan orang, badan yang diperoleh dengan
perbuatan manusia sebagai lawan terhadap badan manusia, yang
terjadi menurut alam
• Satjipto Rahardjo, menyatakan bahwa :
• “Korporasi adalah suatu badan hasil ciptaan
hukum.Badan yang diciptakannya itu terdiri dari
“corpus”,yaitu struktur fisiknya dan ke dalamnya
hukum memasukkan unsur “animus” yang
membuat badan itu mempunyai
kepribadian.Oleh karena badan hukum itu
merupakan ciptaan hukum maka kecuali
penciptaannya, kematiannyapun juga ditentukan
oleh hukum.
• Subekti dan Tjitrosudibio,menyatakan,bahwa
yang dimaksud dengan “corporatie atau
korporasi adalah suatu perseroan yang
merupakan badan hukum”
• Ronald A.Anderson,Ivan Fox dan David
P.Twomey ,menggolongkan korporasi
didasarkan kepada:
• Hubungannya dengan publik;
• Sumber kekuasaan dari korporasi
tersebut;
• Sifat aktivitas dari korporasi .
• Dari penggolongan tersebut yang dikenal di negara
Anglo Saxon, maka jenis-jenis korporasi dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
• 1. Korporasi Publik adalah sebuah korporasi yang
didirikan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan untuk
memenuhi tugas-tugas administrasi di bidang urusan
publik.Contohnya di Indonesia seperti pemerintahan
kabupaten atau kota.
• 2. Koprorasi Privat adalah sebuah korporasi yang
didirikan untuk kepentingan privat/pribadi,yang dapat
bergerak di bidang keuangan,industri dan
perdagangan.Korporasi Privat ini sahamnya dapat dijual
kepada masyarakat,maka penyebutannya ditambah
dengan istilah “publik”.Contoh di Indonesia P.T.Garuda
Tbk,Tbk (terbuka)menunjukkan bahwa perusahaan
tersebut telah “ go public” atau sahamnya telah dijual
kepada masyarakat
• 3. Korporasi Publik Quasi,lebih dikenal dengan
korporasi yang melayani kepentingan
umum( public services)[1],Contohnya di
Indonesia adalah P.T.Kereta Api Indonesia,
Perusahaan Listrik Negara,
Pertamina,Perusahaan Air Minum
[1] Bandingkan dengan Daniel
v.Davidson,Brenda E.Knowles.Lynn
M.Forsythe,Robert R.Jespersen,
Comprehensive Business Law, Principle and
Cases,(Boston,Massachustts,Kent Publishing
Company, 1987, hlm 843.
• Selain jenis tersebut di atas ,dihubungkan
dengan penggolongan korporasi dikenal pula :
• Domestic and Foreign Corporations. “If a
corporation has been created under the law of a
particular state or nation,it is called a domestic
corporation with respect to that state or
nation.Any other corporation going into that state
or nation is called a foreign corporation.Thus a
corporation holding a Texas charter is a
domestic corporation in Texas but o foreign
corporation in all other states and nations.”
• Special Service Corporations.”Corporation
formed for
transportation,banking,insurance,savings and
loan operations, and similar specialized
functions,are subject to separate codes or
statutes with regard to their organization.”
• Close Corporation.”A corporation whose
share are held by a single shareholder or a
closely knit group of shareholders is known as
a close corporation.The share are not traded
publicly”.
• Professional Corporations.”A corporation
may be organized for the purpose of
conducting a profession
• Nonprofit Corporations. “A nonprofit
corporation( or an eleemosynary corporation)
is one that is organized for charitable or
benevolent purposes, such as certain
hospital,homes and universities”.Termasuk di
dalamnya juga “educational
institutions,charities, privat hospital, fraternal
orders,religious organizations, and other types
of non profit corporations”.

• Korporasi sebagai badan hukum keperdataan di
Indonesia dapat dirinci dalam beberapa
golongan,dilihat dari cara mendirikan dan
peraturan perundang-undangan sendiri,yaitu:
• Korporasi egoistis yaitu korporasi yang
menyelenggarakan kepentingan para
anggotanya, terutama kepentingan harta
kekayaan, misalnya Perseroan Terbatas,Serikat
Sekerja;
• Korporasi yang altruistis,yaitu korporasi yang
tidak menyelenggarakan kepentingan para
anggotanya,seperti perhimpunan yang
memperhatikan nasib orang-orang tuna
netra,tuna rungu,penyakit tbc,penyakit
jantung,penderita cacat,Taman
Siswa,Muhamadiyah dan sebagainya.
• KUHP sendiri masih tetap menganut subjek tindak
pidana berupa “orang” (lihat Pasal 59 KUHP).Sedangkan
subjek tindak pidana korporasi , dapat kita temukan
dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang
Psikotropika Pasal 1 angka 13,Undang-undang Nomor
22 Tahun 1997 tentang Narkotika,Pasal 1 angka
19,Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo.Undang-
undang Nomor 20 Tahun 2001,Pasal 1 angka 1 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
• Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002,Pasal 1 angka 2,
tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang pada
intinya mengatakan:
• “Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan
yang terorganisasi baik merupakan badan hukum
maupun bukan badan hukum.”
• Undang-undang Nomor 7 Drt 1955
tentang Tindak Pidana Ekonomi,Pasal 15
ayat(1),menyatakan bahwa:
• “Jika suatu tindak pidana ekonomi
dilakukan atas nama suatu badan
hukum,suatu perseroan,suatu
perserikatan orang atau yayasan,(cetak
miring,penulis)maka…. dan seterusnya.”
• Pasal 51 W.v.S (KUHP Belanda),yang telah diperbaharui pada tahun
1976.Adapun bunyinya adalah :

• “(1).Tindak Pidana dapat dilakukan oleh manusia alamiah dan badan


hukum;

• (2).Apabila suatu tindak pidana dilakukan oleh badan hukum,dapat


dilakukan tuntutan pidana,dan jika dianggap perlu dapat dijatuhkan pidana
dan tindakan-tindakan yang tercantum dalam undang-undang terhadap:

a.Badan hukum atau;

b.Terhadap mereka yang memerintahkan melakukan perbuatan itu,demikian


pula terhadap mereka yang bertindak sebagai pemimpin melakukan
tindakan yang dilarang itu,atau;

c.Terhadap yang disebutkan di dalam a dan b bersama-sama;

• (3).Bagi pemakaian ayat selebihnya disamakan dengan badan hukum


perseroan tanpa hak badan hukum,perserikatan dan yayasan
• Tahap-tahap Perkembangan Korporasi Sebagai Subjek Tindak
Pidana
• Tahap-tahap perkembangan korporasi sebagai subjek
tindak pidana,yang akhirnya memberikan pengakuan pada
pemidanaan korporasi(tanggungjawab pidana korporasi),secara
garis besar dapat dibedakan dalam tiga tahap.
• 1.Tahap Pertama
• Tahap ini ditandai dengan usaha-usaha agar sifat delik
yang dilakukan korporasi dibatasi pada perorangan (natuurlijk
persoon).Sehingga apabila suatu tindak pidana terjadi dalam
lingkungan korporasi,maka tindak pidana tersebut dianggap
dilakukan oleh pengurus korporasi tersebut.Dalam tahap ini
membebankan “tugas mengurus”(zorgplicht) kepada pengurus.
• Tahap ini,sebenarnya merupakan dasar bagi Pasal 51 W.v.Sr Ned
(Pasal 59 KUHP).Adapun bunyi pasal tersebut adalah sebagai
berikut:
• “Dalam hal-hal di mana karena pelanggaran ditentukan
pidana terhadap pengurus,anggota-anggota badan pengurus atau
komisaris-komisaris,maka pengurus,anggota badan pengurus atau
komisaris yang ternyata tidak ikut campur melakukan pelanggaran
tidak dipidana.”
• para penyusun Kitab Undang-undang Hukum Pidana
dahulu dipengaruhi oleh asas “societas delinquere non
potest” yaitu badan-badan hukum tidak dapat melakukan
tindak pidana
• Kesulitan yang dapat timbul dengan Pasal 59
KUHP,adalah sehubungan dengan ketentuan-ketentuan
hukum pidana yang menimbulkan kewajiban bagi
seorang pemilik atau seorang pengusaha.Dalam hal
pemilik atau pengusahanya adalah suatu
korporasi,sedangkan tidak ada pengaturan bahwa
pengurusnya bertanggungjawab, maka bagaimana
memutuskan tentang pembuat dan
pertanggungjawabannya ?.Kesulitan ini dapat diatasi
dengan perkembangan tentang kedudukan korporasi
sebagai subjek tindak pidana pada tahap kedua.

• Tahap Kedua
• Tahap kedua ini ditandai dengan pengakuan yang timbul
sesudah Perang Dunia I dalam perumusan undang-undang,bahwa
suatu perbuatan pidana dapat dilakukan oleh korporasi.Namun
tanggungjawab untuk itu menjadi beban dari pengurus badan
hukum tersebut.Perumusan yang khusus untuk ini yaitu apabila
suatu tindak pidana dilakukan oleh atau karena suatu badan
hukum,tuntutan pidana dan pidana harus dijatuhkan terhadap
anggota pimpinan.Secara perlahan-lahan tanggungjawab pidana
beralih dari anggota pengurus kepada mereka yang
memerintahkan,atau kepada mereka yang secara nyata memimpin
dan melakukan perbuatan yang dilarang tersebut.
• Dalam tahap ini,korporasi diakui dapat melakukan tindak pidana,
akan tetapi yang dapat dipertanggungjawabkan secara
pidana ,adalah para pengurusnya yang secara nyata memimpin
korporasi tersebut, dan hal ini dinyatakan secara tegas dalam
peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hal
tersebut.
• Dalam tahap ini pertanggungjawaban pidana korporasi secara
langsung masih belum muncul.Contoh peraturan perundang-
undangan dalam tahap ini :
• a.Undang-undang Nomor 12/Drt/1951,LN.1951-78 Tentang Senjata
Api.
• Pasal 4 ayat(1) : “Bilamana sesuatu perbuatan yang dapat
dihukum menurut undang-undang ini dilakukan oleh atau atas
kekuasaan suatu badan hukum, maka penuntutan dapat dilakukan
dan hukuman dapat dijatuhkan kepada pengurus atau kepada
wakilnya setempat.”(cetak miring oleh penulis)
• Ayat(2) “Ketentuan pada ayat(1) di muka berlaku juga terhadap
badan-badan hukum,yang bertindak selaku pengurus atau wakil
dari suatu badan hukum lain.”
• b.Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 jo.
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 ,tentang Perbankan.
• Pasal 46 ayat(2) : “Dalam hal kegiatan sebagaimana dimaksud
dalam ayat(1) dilakukan oleh badan hukum yang berbentuk
perseroan terbatas, perserikatan,yayasan atau koperasi,maka
penuntutan terhadap badan-badan dimaksud dilakukan baik
terhadap mereka yang memberikan perintah melakukan perbuatan
itu atau yang bertindak sebagai pemimpin dalam perbuatan itu atau
terhadap kedua-duanya.”(cetak miring,penulis)
• Tahap Ketiga
• Tahap ketiga ini merupakan permulaan adanya
tanggungjawab langsung dari korporasi yang dimulai
pada waktu dan sesudah Perang Dunia Kedua.Dalam
tahap ini dibuka kemungkinan untuk menuntut korporasi
dan meminta pertanggung-jawabannya menurut hukum
pidana.Alasan lain adalah karena misalnya dalam delik-
delik ekonomi dan fiskal keuntungan yang diperoleh
korporasi atau kerugian yang diderita masyarakat dapat
demikian besarnya,sehingga tidak akan mungkin
seimbang bilamana pidana hanya dijatuhkan kepada
pengurus korporasi saja.Juga diajukan alasan bahwa
dengan hanya memidana para pengurus tidak atau
belum ada jaminan bahwa korporasi tidak akan
mengulangi delik tersebut.Dengan memidana korporasi
dengan jenis dan beratnya yang sesuai dengan sifat
korporasi itu,diharapkan dapat dipaksa korporasi untuk
mentaati peraturan yang bersangkutan
• Peraturan perundang-undangan yang menempatkan korporasi
sebagai subjek tindak pidana dan secara langsung dapat
dipertanggungjawabkan secara pidana adalah Undang-undang
Nomor 7 Drt Tahun 1955 tentang Pengusutan,Penuntutan Dan
Peradilan Tindak Pidana Ekonomi,yang lebih dikenal dengan nama
Undang-undang tentang Tindak Pidana Ekonomi.Pasal 15 ayat
(1),berbunyi:
• “Jika suatu tindak pidana ekonomi dilakukan oleh atau atas
nama suatu badan hukum,suatu perseroan ,suatu perserikatan
orang atau yayasan, maka tuntutan pidana dilakukan dan hukuman
pidana serta tindakan tata tertib dijatuhkan,baik terhadap badan
hukum perseroan, perserikatan atau yayasan itu,baik terhadap
mereka yang memberi perintah melakukan tindak pidana ekonomi
itu atau yang bertindak sebagai pemimpin dalam perbuatan atau
kelalaian itu maupun terhadap kedua-duanya.”

• Hal serupa dapat kita temukan pula dalam Undang-undang
Nomor 6 Tahun 1984 tentang Pos,Pasal 19 ayat(3),Undang-undang
Nomor 31 Tahun 1999 Jo.Undang-undang Nomor 20 Tahun
2001,Pasal 20 ayat(1) tentang Tindak Pidana Korupsi,Pasal 4
ayat(1),Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002,tentang Tindak
Pidana Pencucian Uang..

Anda mungkin juga menyukai