Anda di halaman 1dari 62

Hukum Pidana Korporasi

Bintang Wicaksono Ajie, S.H., M.H.


Sekolah Tinggi Ilmu Hukum IBLAM
T.A. 2022/2023
SILABUS
1. Pendahuluan, Pengertian, Ruang Lingkup dan Metode pendekatannya
2. Tindak Pidana Korporasi dalam pendekatan kriminologi
3. Tindak Pidana korporasi dalam pendekatan normatif: Jenis persyaratan korporasi sebagai subyek umum dan Problematika
korporasi sebagai subyek tindak pidana dalam penegakan hukum pidana
4. Kerugian akibat Tindak Pidana Korporasi dan Korban dalam Tindak Pidana Korporasi
5. Korporasi, Industrialisasi dan Organisasi
6. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi : Teori Vicarious Responsibility dalam rangka menjawab persoalan Actus Reus
7. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi : Teori Strict-absolut Responsibility dalam rangka menjawab persoalan Mens Rea
8. Formulasi Korporasi sebagai subyek tindak pidana dalam UU PPLH dan UU Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan
Hutan
9. Formulasi Korporasi sebagai subyek tindak pidana dalam UU Tindak Pidana Korupsi
10. Formulasi Korporasi sebagai subyek tindak pidana dalam UU di Bidang Perpajakan
11. Problematika Pengakan Hukum Pidana Korporasi di bidang Lingkungan dan Perusakan Hutan (tugas/ studi kasus)
12. Problematika Penagakan Hukum Pidana Korporasi di bidang Tindak Pidana Korupsi (tugas/ studi kasus)
13. Problematika Penegakan Hukum Pidana Korporasi di bidang Perpajakan (tugas/ studi kasus)
14. Ius Constituandum: pengaturan dan penegakan hukum pidana terhadap korporasi beserta Pengaturan mengenai Tindak
Pidana Korporasi dalam R KUHP
Pendahuluan
Pengertian Tindak Pidana
Korporasi
• Secara istilah korporasi diartikan sebagai suatu gabungan orang yang dalam pergaulan
hukum bertindak bersama sama sebagai subjek hukum tersendiri atau suatu
personifikasi.
• Korporasi adalah badan hukum (legal entities) yang beranggota serta memiliki hak
dan kewajiban sendiri terpisah dari hak dan kewajiban anggota masing-masing.
• Tindak Pidana korporasi adalah tindak pidana/ kejahatan yang dilakukan oleh badan
hukum yang dapat dikenakan sanksi.
• Marshaal Clinard : a corporate crime is any act committed by corporation that is
punished by the state, regadless of wether it is punished under administrative, civil, or
criminal law. (Terjemahan bebas : Tindak pidana/ kejahatan korporasi adalah setiap
perbuatan yang dilakukan oleh korporasi yang dihukum oleh negara, terlepas dari
apakah itu dihukum berdasarkan hukum administrasi, perdata, atau pidana.
Berbagai Istilah Lain

• Crime for corporation (corporate crime), tindak pidana/


kejahatan korporasi dilakukan untuk kepentingan korporasi dan
bukan sebaliknya.
• Crime againts corporation (employee crimes), tindak
pidana/kejahatan yang dilakukan oleh karyawan terhadap
korporasi (misal: penggelapan dana perusahaan).
• Criminal corporation, korporasi yang sengaja dibentuk dan
dikendalikan untuk melakukan tindak pidana/ kejahatan.
Unsur Kejahatan Korporasi

• Tindak Pidana/ Kejahatan, yang dilakukan oleh orang


terhormat, dari status sosial tinggi, dalam
hubungannya dengan pekerjaan, dengan melanggar
kepercayaan publik.
• Tindak Pidana/ Kejahatan korporasi tidak termasuk ke
dalam kejahatan yang terorganisasi (organized crime),
sebab badan hukum itu adalah kesatuan yang lahir
dengan sah dan formal.
Karakteristik Tindak Pidana
Korporasi
1. Kejahatan tersebut sulit dilihat (low visibility) karena biasanya tertutup oleh
kegiatan pekerjaan yang normal dan rutin.
2. Kejahatan tersebut sangat kompleks (complexity) karena selalu berkaitan
dengan kebohongan, penipuan dan melibatkan orang banyak.
3. Terjadinya penyebaran tanggungjawab akibat kompleksitas organisasi.
4. Penyebaran korban yang sangat luas (diffusion of victimization) seperti polusi
dan penipuan.
5. Hambatan dalam pendeteksian dan penuntutan karena profesionalisme yang
tidak seimbang antara penegak hukum dengan pelaku.
6. Peraturan yang tidak jelas (ambiguitas law) yang sering menimbulkan
kerugian dalam penegakan hukum.
7. Sikap mendua status pelaku.
Kejahatan Korporasi Dalam
Pendekatan Kriminologi
Munculnya Kejahatan

• Kejahatan selalu tumbuh dan berkembang bersama


masyarakat, kejahatan bukan merupakan variabel
yang berdiri sendiri.
• Semakin maju masyarakat maka tipologi dan
karakteristik kejahatan akan muncul ke permukaan.
• Jadi tidak ada masyarakat yang sepi dari kejahatan
sekecil apapun kejahatan itu
Dimensi Kejahatan

• Kejahatan yang berasal dari dimensi kepapaan, melahirkan


street crime, konventional crime.
• Kejahatan yang berasal dari dimensi keserakahan,
menimbulkan kejahatan krah putih/ white collar crime.
• Kejahatan yang timbul dari dimensi kekuasaan, melahirkan
corruption, crime againt humanity, war crime, genocide.
Crime trends

• Kejahatan komputer, kejahatan perbankan,


kejahatan konsumen, money laundering, illegal
loging, illegal fishing, trafficking dsb.
• Termasuk kejahatan korporasi, semuanya timbul
sebagai ekses dari kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi, terutama efek negatifnya.
Dimensi Kejahatan Korporasi

• Defrauding stockholder, tidak melaporkan dengan sesungguhnya


keuntungan sehingga menimbulkan penipuan terhadap pemegang saham
(diberi informasi yang tidak benar).
• Defrauding the public, penipuan terhadap masyarakat berupa
persekongkolan penentuan harga dan produk yang representatif, penipuan
iklan
• Defrauding government, tindakan penipuan oleh korporasi yang ditujukan
langsung kepada pemerintah (bayar pajak).
• Endangering the public welfare, membahayakan kesejahteraan umum
(polusi).
• Endangering employee, tidak memperdulikan keselamatan kerja. Illegal
intervention in the public process, intervensi dalam kebijakan pemerintah.
Korporasi Sebagai
Subjek Hukum Pidana
Korporasi Sebagai Subjek
Hukum Pidana

• Ajaran societas delenquere non potest (Pasal 59 KUHP).


• KUHP tidak mengenal badan hukum sebagai subjek
hukum pidana karena dipengaruhi oleh teori fiksi dari
Von Savigny.
• Teori fiksi menganggap bahwa kepribadian hukum
merupakan kesatuan dari manusia merupakan hasil dari
suatu khayalan. Kepribadian hanya ada pada manusia.
Keberatan

• Menyangkut kesengajaan, kesengajaan dan kesalahan hanya ada pada


person alamiah.
• Bahwa yang merupakan tingkah laku materil yang merupakan syarat
dapat dipidananya beberapa macam tindak pidana hanya dapat
dilaksanakan oleh person alamiah, tidak bisa oleh korporasi.
• Pidana penjara tidak bisa diterapkan pada korporasi.
• Tuntutan dan pemidanaan pada korporasi akan mengenai orang yang
tidak bersalah.
• Sulitnya menentukan menuntut pidana, korporasi atau pengurus.
Ide Menjadikan Sebagai Subjek Hukum

• Faktanya tidak jarang korporasi mendapat


keuntungan dari hasil kejahatan yang
dilakukan pengurusnya.
• Adanya kerugian yang diderita masyarakat
karen sebab perbuatan pengurusnya.
Tahap Pertama

Sifat delik yang dilakukan korporasi dibatasi


pada perorangan. Tindak pidana dianggap
dilakukan oleh pengurus dengan
membebankan “tugas pengurus” kepada
pengurus.
Tahap Kedua

• Pengakuan dalam UU bahwa perbuatan pidana dapat


dilakukan korporasi ( PD ke I) dengan tanggungjawab
menjadi beban pengurus yang secara nyata
memimpin korporasi tersebut.
• Dalam tahap ini diakui bahwa korporasi dapat
melakukan tindak pidana, tetapi tanggungjawab
pidana terletak pada pengurus
Tahap Ketiga

• Mulai korporasi dapat dimintai pertanggungjawaban


pidana.
• Pidana tidak mungkin hanya dijatuhkan kepada pengurus
saja karena masyarakat sudah dirugikan serta tidak ada
jaminan korporasi tidak melakukan kejahatan lagi.
• Memidana korporasi dengan tujuan memaksa korporasi
mentaati peraturan yang bersangkutan.
Kontruksi Yuridis Straafbarfeit

• Perbuatan pidana adalah kelakuan


seseorang baik yang bersifat pasif maupun
aktif yang menimbulkan suatu akibat
tertentu yang dilarang oleh hukum dan
pelakunya dapat dikenai sanksi pidana.
• Unsur-unsurnya : sebuah perbuatan
terlarang, melawan hukum, pemidanaan.
Menurut Doktrin

• Teori pelaku fungsional (functionale daaderschap),


korporasi tidak perlu melakukan perbuatan secara
langsung cukup pegawainya saja tetapi dalam
lingkup fungsi dan kewenangan korporasi.
• Teori identifikasi, korporasi dapat melakukan tindak
pidana secara langsung melalui orang-orang yang
berhubungan erat dengan korporasi dan dipandang
sebagai korporasi itu sendiri.
Konklusi
• Dalam hukum dikenal pengertian subjek hukum yang dalam
istilah Belanda meliputi “Persoon” dan “Rechtpersoon”.
• “Persoon” adalah manusia atau orang yang memiliki
kewenangan untuk bertindak dalam lapangan hukum,
khususnya hukum perdata.
• “Rechtpersoon” ialah badan hukum yang diberi kewenangan
oleh Undang-undang untuk dapat bertindak sebagaimana
orang yang masuk dalam golongan “persoon”.
• Di Indonesia, badan hukum dapat berupa: Perum, Persero,
Perseroan Terbatas, Yayasan dan Koperasi,
• Pengertian korporasi diambil dari istilah dalam bahasa Inggris “Corporation” yang berarti badan
hukum atau sekelompok orang yang oleh Undang-undang diperbolehkan untuk melakukan
perbuatan sebagaimana seorang individu sebagai subjek hukum, berbeda dengan para pemegang
sahamnya. Istilah dalam kamus Belanda untuk korporasi ialah “corpora’tie” yang berarti
perhimpunan, perkumpulan atau persatuan.
• Dalam Kamus World Book 1999, disebutkan bahwa korporasi adalah sekelompok orang yang
mendapat kewenangan untuk bertindak sebagai orang pribadi. Selain itu, korporasi dapat pula
diberi pengertian sebagai sekelompok orang yang diberi kewenangan untuk bertindak sebagai
individu dalam kaitan dengan tujuan-tujuan bisnis. Oleh karena sasarannya adalah mencari
keuntungan bagi pemegang saham dan perusahaan itu sendiri, maka korporasi, baik itu dalam
bentuk PT. Persero maupun Perseroan Terbuka, selalu bersifat ekspansif dan penuh dinamika dalam
mengikuti perkembangan ekonomi yang demikian cepat. Salah satu ciri dari korporasi yang
demikian adalah selalu memerlukan investasi untuk menunjang ekspansi bisnis yang ditargetkan
• Menurut David J. Rachman dalam bukunya “Business Today 6’th
Edition”, secara umum korporasi memiliki lima ciri penting, yaitu:
1. merupakan subjek hukum buatan yang memiliki kedudukan
hukum khusus;
2. memiliki jangka waktu hidup yang tak terbatas;
3. memperoleh kekuasaan (dari negara) untuk melakukan kegiatan
bisnis tertentu;
4. dimiliki oleh pemegang saham;
5. tanggung jawab pemegang saham terhadap kerugian korporasi
biasanya sebatas saham yang dimilikinya.
Kerugian Yang Timbul Akibat
Kejahatan Korporasi
Kerugian ditimbulkan kejahatan korporasi:
meliputi :
• Kerugian di bidang ekonomi/ materi
• Kerugian di bidang kesehatan dan keselamatan jiwa
• Kerugian di bidang sosial dan moral.
Kerugian di bidang ekonomi/ materi:
tingkat kerugian ekonomi yang ditimbulkan oleh kejahatan ini luar biasa besarnya,
khususnya bila dibandingkan dengan kerugian yang ditimbulkan oleh kejahatan
konvensional seperti perampokan, pencurian, penipuan.

perkiraan yang dilakukan oleh Subcommittee on


Antitrust and Monopoly of the US Senate Judiciary
Committee yang diketuai oleh Senator Philip Hart:
memperkirakan
kerugian yang ditimbulkan oleh kejahatan korporasi
antara 174-231 milliar dolar pertahun, jauh bila
dibandingkan dengan kejahatan warungan yang berkisar
sekitar 3-4 milliar.
Kerugian di bidang kesehatan dan keselamatan jiwa:

• kerugian di bidang kesehatan dan keselamatan jiwa pada kenyataannya sangat serius. Menurut Geis:
setiap tahunnya korporasi bertanggung jawab terhadap ribuan kematian dan cacat tubuh yang terjadi di seluruh dunia.

• korban korporasi adalah masyarakat luas


- khususnya konsumen dan mereka yang bekerja pada korporasi.

data statistik kriminal FBI dan data dari The President’s Report on Occupational Safety and Health tahun 1973, Reiman :
menyimpulkan bahwa kematian maupun kerugian fisik yang diakibatkan oleh kejahatan korporasi luar biasa besarnya
dibandingkan dengan kejahatan warungan, yaitu 100.000 dibandingkan dengan 9.235 untuk kematian dan 390.000 berbanding
dengan 218.385 untuk kerugian fisik.

crime of clocks bagi pembunuhan terjadi setiap 26 menit pada tahun 1974 bila dibandingkan dengan kematian yang terjadi
dibidang industri adalah setiap 4,5 menit.

Kematian atau cacat yang diakibatkan oleh industri ini bukanlkarena kecelakaan ditempat kerja semata, akan tetapi sebagian
besar disebabkan oleh “penyakit” yang pada umumnya karena kondisi-kondisi di luar “kontrol” pekerja, seperti kadar coal dust
(yang menyebabkan sakit black lung) atau debu tekstil (yang menyebabkan byssinosis atau brown lung) atau serat asbestos (yang
dapat menyebabkan kanker) atau ter arang (coal tars) yang menyebabkan kanker paru-paru.
Kerugian di bidang sosial dan moral:
Dampak yang ditimbulkan oleh korporasi adalah merusak
kepercayaan masyarakat terhadap prilaku bisnis
Pernyataan dari The President’s Commision on Law
Enforcement and Administration of Justice:
kejahatan korporasi merupakan kejahatan yang paling
mencemaskan, bukan saja karena kerugiannya yang sangat
besar, akan tetapi karena akibat yang merusak terhadap
ukuran-ukuran perilaku bisnis orang Amerika. Kejahatan
bisnis (korporasi) merongrong kepercayaan publik terhadap
sistem bisnis.
Sebab:
kejahatan demikian diintegrasikan ke dalam “struktur
bisnis yang sah” (the structure of legitimate business).
Bentuk kejahatan korporasi , yang lain:
pemberian suap dan korupsi yang dilakukan oleh korporasi-korporasi besar, yang
merupakan bentuk kejahatan yang sangat merusak karena kesenjangan yang
ditimbulkannya.

Bentuk kejahatan ini terutama dilakukan terhadap penguasa (pemerintah) di


negara-negara ketiga dengan membujuk pemerintah mengikuti kepentingan
korporasi (trans nasional) untuk “melawan” kepentingan publik.

setiap tindakan korupsi politik akan menghasilkan kerusakan politik dan


memperburuk pilihan sosial yang dilakukan oleh pejabat-pejabat pemerintah yang
korup, akibatnya orang-orang yang memiliki prinsip kuat akan memasuki dunia
politik yang menjijikan
• merusakkan nilai-nilai demokrasi
karenanya menghambat proses demokrasi.
Kolusi antara korporasi dan pejabat pemerintah dilakukan secara tertutup dan karenanya
diupayakan untuk tidak transparan, sementara keterbukaan (transparansi) merupakan hal
yang penting bagi demokrasi.
Pengaruh lain yang ditimbulkan oleh kejahatan korporasi:
terjadinya perubahan “minat” (interesse) para pelaku bisnis,
yakni
dari efisiensi di bidang produksi ke efisiensi dalam tindakan manipulasi terhadap masyarakat,
termasuk manipulasi terhadap pemerintah dalam usaha mencapai tujuan untuk memperoleh
keuntungan yang diinginkan.
Hal ini punya pengaruh
(1) cenderung memiskinkan orang miskin – seolah-olah berbuat amal kepada penguasa atas
beban masyarakat (konsumen) dan
(2) cenderung membuat pemerintah korup.
Korban Kejahatan Korporasi
PERLINDUNGAN KORBAN KEJAHATAN KORPORASI

- KEJAHATAN KORPORASI PADA UMUMNYA SUDAH DIPANDANG OLEH


MASYARAKAT
- SEBAGAI KEJAHATAN YANG PALING SERIUS DAN BERBAHAYA.
- AKIBAT YANG DITIMBULKAN OLEH KEJAHATAN KORPORASI JAUH LEBIH
DAHSYAT DARIPADA AKIBAT YANG DITIMBULKAN OLEH KEJAHATAN
KONVENSIONAL.
-

-
-
KORBAN KEJAHATAN KORPORASI
-

MENURUT QUINNEY SEMUA KEJAHATAN PASTI MENIMBULKAN KORBAN.


SUATU PERBUATAN DIKATAKAN PERBUATAN JAHAT KARENA ADANYA SESEORANG
YANG DIANGGAP TELAH MENJADI KORBAN.

APA YANG-DIMAKSUD KORBAN ?


- MENURUT BENYAMIN MENDELSHON KORBAN ATAU VICTIM BERASAL
DARI BAHASA LATIN VICTIMA.
MENURUT KARMEN, KONSEP KORBAN JIKA DILIHAT SEJARAHNYA BERAKAR
DARI PENGGUNAAN KORBAN UNTUK KEGIATAN-KEGIATAN RITUAL YANG
-
MENGGUNAKAN JIWA ORANG ATAU HEWAN UNTUK DIPERSEMBAHKAN
KEPADA DEWA.
SELANJUTNYA KATA KORBAN TELAH MENGALAMI PERLUASAN ARTI, YAITU
MELIPUTI SETIAP ORANG YANG MENGALAMI KERUGIAN ATAU PENDERITAAN
YANG DISEBABKAN OLEH SESUATU.
-

- MENURUT - KARMEN, SAAT INI KATA KORBAN DIGUNAKAN DALAM KONTEKS YANG
BERBEDA DAN DIINTERPRETASIKAN SECARA LUAS.
PENGGUNAAN ISTILAH KORBAN YANG BERMACAM-MACAM, BAIK DALAM PERCAKAPAN
MAUPUN DALAM TULISAN TELAH MENGUBAH CARA BERPIKIR ORANG MENGENAI KORBAN,
SEHINGGA- KONOTASINYA SUDAH MELUAS DI LUAR PENGERTIAN SEJARAHNYA.
ISTILAH KORBAN KEJAHATAN TELAH DIPERGUNAKAN UNTUK MEMASUKKAN ORANG
PERORANGAN, KELOMPOK ORANG ATAU BADAN (ENTITAS) YANG TELAH MENDERITA
ATAU KORBAN AKIBAT DARI KEGIATAN ILEGAL.
KERUGIAN- YANG DIALAMI KORBAN BISA BERSIFAT FISIK, PSIKOLOGIS MAUPUN
EKONOMI, ARTINYA MELIPUTI KORBAN PENIPUAN, ATAU KECURANGAN DI BIDANG
KEUANGAN, BISNIS ATAU BAHKAN DI BIDANG PEMERINTAHAN.
DEFINISI TENTANG KORBAN ADALAH : ORANG BAIK SECARA INDIVIDU MAUPUN
KOLEKTIF YANG TELAH MENDERITA KERUGIAN BAIK FISIK, MENTAL, EMOSIONAL
MAUPUN PEMBUSUKAN (IMPAIRMENT) TERHADAP HAK-HAK DASAR MEREKA. BAIK
SEBAGAI AKIBAT PERBUATAN MAUPUN TIDAK BERBUAT.
-
MULADI MEMBEDAKAN KORBAN KEJAHATAN
KONVENSIONAL DENGAN KEJAHATAN KORPORASI

1. KEJAHATAN KONVENSIONAL KORBANNYA DAPAT DIIDENTIFIKASI


DENGAN MUDAH.
KEJAHATAN KORPORASI KORBANNYA SERINGKALI BERSIFAT ABSTRAK.
2. KERUGIAN PADA KEJAHATAN KONVENSIONAL SANGAT KECIL KEJAHATAN
KORPORASI KERUGIANNYA SANGAT BESAR.

- PERBEDAAN LAIN MENURUT CLINARD DAN YEAGER, KORBAN KEJAHATAN


KORPORASI SERINGKALI TIDAK MENYADARI BAHWA MEREKA TELAH
MENJADI KORBAN;
SEDANGKAN PADA KEJAHATAN KONVENSIONAL MEREKA
-
MENGETAHUI DAN MENYADARI BAHWA MEREKA TELAH MENJADI
KORBAN.
MENURUT MULADI, SEJAK BENJAMIN MONDELSON (1937) MENSTUDI
TENTANG KEPRIBADIAN KORBAN, ILMU YANG MEMPELAJARI TENTANG
-
KORBAN (VICTIMOLOGI) TERUS MENGALAMI PERKEMBANGAN.
MENURUT MONDELSON ADA KESEJAJARAN ANTARA KEPRIBADIAN OFFENDER
DAN VICTIM (TINGKAT PERLAWANAN).
Korporasi, Industrialisasi, dan
Organisasi
Korporasi:
suatu organisasi, suatu bentuk organisasi dengan tujuan tertentu yang
bergerak dalam bidang ekonomi atau bisnis.
untuk memahami kejahatan korporasi:
harus melihat kejahatan korporasi sebagai kejahatan yang bersifat
organisatoris,
yaitu:
suatu kejahatan yang terjadi dalam konteks hubungan-hubungan yang
kompleks dan harapan-harapan di antara dewan direksi, eksekutif dan
manajer di satu sisi dan di antara kantor pusat, bagian-bagian dan cabang-
cabang di sisi lain.
maka
teori-teori mengenai organisasi dapat memberikan berbagai wawasan, yakni
seberapa jauh sifat dan luasnya organisasi dapat berpengaruh dalam
pelanggaran hukum yang dilakukan oleh korporasi.
Begitu pula luasnya, penyebaran tanggung jawabnya, serta struktur hirarkis
dari korporasi besar dapat membantu berkembangnya kondisi-kondisi yang
kondusif bagi perbuatan yang menyimpang/ melanggar hukum yang
dilakukan oleh organisasi.
Pengaruh dari perkembangan korporasi maupun teknologi:
sejumlah tugas memerlukan spesialisasi atau profesionalisasi.

pada semua tingkat di dalam korporasi terdapat pelembagaan mengenai ketidak


bertanggungjawaban dengan membiarkan korporasi menjalankan fungsinya, namun dibalik itu
seolah-olah membiarkan individu-individu dalam korporasi tertutup oleh tirai yang seakan-akan
bertindak sesuai dengan hukum maupun moral.

setiap bentuk kejahatan korporasi, mulai dari produk yang salah atau membahayakan hingga pada
penyuapan, kecurangan dan bahkan pencurian selalu dimungkinkan.

Pejabat-pejabat pada tingkat yang lebih tinggi dapat membebaskan dirinya dari pertanggungan
jawab dengan memberikan alasan bahwa tindakan-tindakan ilegal dalam mencapai tujuan-tujuan
korporasi yang begitu luas berlangsung tanpa sepengatahuan mereka.

Pendelegasian tanggung jawab dan perintah yang tak tertulis menjaga mereka yang ada di puncak
struktur korporasi jauh dari akibat-akibat yang ditimbulkan oleh keputusan-keputusan dan
perintah mereka, seperti halnya para pimpinan kejahatan terorganisir (organized crime)
kebanyakan tetap tak tersentuh oleh hukum.
Kriesberg :
3 model pengambilan keputusan korporasi yang
melanggar hukum
yaitu :
-- Rational actor model,
korporasi dilihat sebagai unit tunggal yang secara rasional bermaksud melanggar hukum apabila hal
tersebut merupakan kepentingan korporasi.

-- Organization process model,


Korporasi dilihat sebagai suatu sistem unit-unit yang terorganisasi secara longgar, dimana macam-
macam unit korporasi mungkin tidak mematuhi hukum karena menghadap kesulitan untuk dapat
memenuhi produk yang ditargetkan, sehingga untuk dapat memenuhinya mereka cenderung
melakukannya dengan melanggar hukum seperti misalnya dengan mengurangi pengeluaran-
pengeluaran yang diperlukan untuk menjaga keselamatan kerja, iklan yang menyesatkan, dll

-- Kejahatan korporasi merupakan produk dari


keputusan-keputusan yang dibuat secara
individual untuk keuntungan pribadi
Clinard dan Yeager:
ada 2 pandangan yang secara umum dapat dipakai untuk
menjelaskan kejahatan bisnis, yaitu :

-- Model tujuan yang rasional


yakni yang mengutamakan mencari
keuntungan
-- Model organik
yakni yang menekankan pada hubungan
antara perusahaan dengan lingkungan
ekonomi dan politiknya
motif mencari keuntungan (sebesar-besarnya):
• sebagai alasan utama dilakukannya kejahatan korporasi
Persaingan yang berlebih-lebihan dalam usaha menguasai pasar, penekanan pada
sukses (memperoleh sukses dengan menghalalkan cara),
praktek bisnis yang bersifat nirpersonal dan eksploitatif dapat mendorong terhadap
perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum.

iklan yang menyesatkan, produk-produk yang tidak melalui pengujian yang cermat
atau memanipulasi hasil pengujian, pelanggaran terhadap UU PPLH atau keselamatan
kerja dapat menghasilkan sejumlah keuntungan bagi korporasi.
korporasi bersikap pasif :
terhadap perubahan-perubahan yang ada,
akan tetapi seringkali mereka secara
aktif berusaha untuk menguasai
sumber-sumber yang dapat
mempengaruhi dan menggerakkan
lingkungan sekitarnya.

menjadikan salah satu korporasi (besar) pada


dewasa ini untuk mengembangkan cara-cara yang
dapat mengurangi ketidakpastian dan risiko bisnis.
• Ada ciri tertentu :
menjadikan korporasi bersifat kriminogen:
keharusan untuk tetap hidup eksist, yang
ditunjukkan dengan untuk selalu berprestasi.
korporasi untuk berusaha “mengurangi”
ketidakpastian, yaitu menghilangkan hal-hal yang
dianggap dapat menghalangi tercapainya tujuan
utama korporasi yakni untuk memperoleh
keuntungan.
• usaha untuk mencapai tujuannya:
korporasi menghadapi keadaan-keadaan yang dapat berupa
hambatan seperti persaingan sesama produsen, peraturan
dan penegakan hukumnya.
korporasi dapat melakukan tindakan-tindakan yang berupa
mematuhi peraturan yang ada, melanggarnya maupun
tindakan-tindakan yang merugikan konsumen dan
masyarakat luas.
• Pelanggaran yang dilakukan korporasi,:
dipandang sekedar ongkos, yakni biaya atau pengurangan
dari keuntungan melalui denda yang harus dikalkulasikan
dan diperhitungkan sebelumnya -- ongkos yang harus
dikeluarkan untuk menghasilkan dan memasarkan
produknya
Steven Box :
terdapat 5 sumber masalah yang secara potensial mengganggu kemampuan
korporasi dalam mencapai tujuannya, sehingga dapat menghasilkan tekanan
untuk melakukan kejahatan.

1. Persaingan
korporasi dihadapkan pada penemuan teknologi baru, teknik
pemasaran, usaha-usaha memperluas atau menguasai pasaran.
→ tindakan korporasi untuk memata-matai saingannya, meniru,
memalsukan, mencuri, menyuap atau mengadakan persekongkolan
mengenai harga atau daerah pemasaran.

2. Pemerintah
Untuk mengamankan kebijaksanaan ekonominya, pemerintah antara
lain melakukannnya dengan memperluas peraturan yang mengatur
kegiatan bisnis, baik melalui peraturan baru maupun melalui penegakan
yang lebih keras terhadap peraturan-peraturan yang ada.
Dalam menghadapi keadaan yang demikian, korporasi dapat
melakukannya dengan cara melanggar peraturan yang ada seperti
pelanggaran terhadap peraturan perpajakan, memberikan dana-
dana kampanye yang ilegal kepada para politisi dengan imbalan
janji-janji untuk mencabut peraturan yang ada atau memberikan
proyek-proyek tertentu, mengekspor perbuatan ilegal ke negara
lain.
3. Karyawan
Tuntutan perbaikan dalam penggajian, peningkatan kesejahteraan dan perbaikan dalam kondisi-kondisi kerja. Dalam
hubungan dengan karyawan, tindakan-tindakan korporasi yang berupa kejahatan misalnya pemberian upah di bawah
minimal, memaksa kerja lembur atau menyediakan tempat kerja yang tidak memenuhi peraturan mengenai keselamatan
kerja dan kesehatan kerja.

4. Konsumen
Ini terjadi karena adanya permintaan konsumen terhadap produk-produk industri yang bersifat elastis dan berubah-ubah,
atau karena meningkatnya aktivitas dari gerakan perlindungan konsumen. Adapun tindakan korporasi terhadap konsumen
yang dapat menjurus pada kejahatan korporasi atau yang melanggar hukum, misalnya iklan yang menyesatkan, pemberian
label yang dipalsukan, menjual barang-barang yang sudah kadaluwarsa, produk-produk yang membahayakan tanpa
pengujian terlebih dahulu atau memanipulasikan hasil pengujian.

5. Publik
Hal ini semakin meningkat dengan tumbuhnya kesadaran akan perlindungan terhadaplingkungan seperti konservasi
terhadap air bersih, udara bersih, serta penjagaan terhadap sumber-sumber alam. Dalam menghadapi lingkungan publik,
tindakan-tindakan korporasi yang merugikan publik dapat berupa pencemaran udara, air dan tanah, menguras sumber-
sumber alam.
• tindakan korporasi yang tidak kalah merugikannya adalah merusakkan
proses demokrasi, memerosotkan moral masyarakat, membuat
pemerintah korup serta cenderung memiskinkan rakyat miskin
(khususnya di negara-negara ketiga) dengan melakukan penyuapan
atau bantuan kepada pemimpin/penguasa di negara-negara ketiga
dengan imbalan berupa pendirian pabrik-pabrik yang limbahnya
berbahaya, penjualan produk-produk yang membahayakan dan
sebagainya.
dapat digunakan sebagai petunjuk terjadinya kejahatan yang bersifat keorganisasian.
• Bahwa tindakan korporasi bertentangan dengan norma-norma yang berlaku bagi orang-orang lain di luar
organisasi. Dalam menentukan telah terjadinya penyimpangan perilaku organisasi, maka “konsensus” yang
sangat penting adalah dengan cara melihat siapakah yang seharusnya memperoleh manfaat dari adanya
organisasi. Misalnya organisasi rumah sakit ditujukan untuk melayani orang sakit, sehingga pelanggaran
terhadap konsensus ini merupakan satu unsur dari penyimpangan organisasi.
• Bahwa tindakan penyimpangan tersebut harus di sokong oleh norma-norma internal yang berlaku dalam
organisasi. Dalam kenyataannya norma-norma internal tersebut seringkali bertentangan dengan tujuan-tujuan
organisasi yang dinyatakan kepada publik. Sokongan terhadap perilaku yang menyimpang tersebut dapat
dilakukan secara aktif maupun secara pasif, misalnya kelompok elit dalam organisasi (sebagai wakil organisasi)
mengetahui pola yang menyimpang dari perilaku organisasi akan tetapi diam saja, dalam arti tidak mengambil
tindakan terhadap penyimpangan tersebut.
Secara umum kekuasaan korporasi:
dipakai untuk mencapai 3 tujuan yang saling berkaitan:
1. Dipakai untuk menahan atau menjaga agar tindakan korporasi yang ilegal berada di luar peradilan
pidana.
• Dalam hubungan ini korporasi akan berusaha agar tindakan-tindakan yang ilegal tidak diperiksa atau
diselesaikan lewat peradilan pidana, akan tetapi di selesaikan lewat badan administratif. Sebab
mempengaruhi atau campur tangan terhadap badan administratif relatif lebih mudah dilakukan untuk
disesuaikan dengan kepentingannya dari pada terhadap badan peradilan pidana.
• Misalnya pada kasus penggajian upah di bawah ketentuan upah minimal (UMR) di Jawa Tengah pada
awal tahun 1990 yang diajukan di Pengadilan Negeri Karanganyar, maka begitu masalahnya di rembug
oleh Apindo Jawa Tengah dengan pejabat-pejabat administratif Jawa Tengah, maka perkara-perkara di
bidang ini segera “lenyap” dari peredaran, dalam arti tidak ada lagi kasus upah minimal yang diajukan
ke pengadilan di daerah Jawa Tengah.
2. Keputusan dari bekerjanya badan administratif itu pun merupakan subjek dari campur tangan kekuasaan
korporasi.
• Atas tindakan korporasi yang melanggar hukum, maka korporasi akan berusaha agar tindakan atau
keputusan badan administratif yang dikenakan kepadanya tidak atau seminimal mungkin merugikan
kepentingannya.
3. Kekuasaan korporasi di pakai untuk mencegah tindakan-tindakan tertentu dari korporasi yang merugikan
masyarakat dijadikan perbuatan yang dilarang oleh undang-undang pidana (delik). Barang kali ini
merupakan penggunaan kekuasaan korporasi yang sangat penting, sehingga menghasilkan langkahnya
tindakan-tindakan korporasi yang merugikan masyarakat di jadikan tindak pidana, akibatnya tindakan-
tindakan korporasi yang merugikan masyarakat luas menjadi sah atau legal, walaupun secara moral
sulit untuk membedakan antara tindakan-tindakan korporasi yang merugikan masyarakat dengan
bentuk tertentu dari kejahatan warungan atau konvensional. Hal ini agaknya sesuai dengan pandangan
Chambliss & Seidman yang menyatakan bahwa kejahatan bukan merupakan persoalan moral
melainkan masalah yang bersifat politik, karena undang-undang (pidana) seringkali merupakan jalan
untuk menangani kepentingan dan kebutuhan sosial dari kelompok yang berkuasa
wajah kejahatan dipengaruhi oleh bentuk masyarakatnya:
masyarakat kapitalis akan memiliki wajah kejahatan yang berbeda dengan
masyarakat komunis, masyarakat industri akan memiliki wajah kejahatan yang
berbeda dengan masyarakat agraris. Dengan demikian pada era industrialisasi,
wajah kejahatan yang kita miliki berbeda dengan kejahatan sebelumnya.

ciri industrialisasi:
meningkatnya peranan dan kekuasaan korporasi di hampir semua
segi kehidupan, sehingga seolah-oleh hidup matinya masyarakat
di tangan korporasi.
Di sisi lain,
dalam mencapai tujuannya korporasi cenderung
melakukan pelanggaran hukum dan nilai-nilai social
lainnya, sehingga menimbulkan kerugian yang luar biasa
besarnya pada masyarakat luas.

Kejahatan dewasa ini → kejahatan korporasi,


kejahatan korporasi :
kejahatan yang paling serius, yang paling mencemaskan, yang paling
merugikan dan paling merusak pada dewasa ini.
perhatian yang sungguh-sungguh terhadap kejahatan
korporasi tidak dapat ditunda-tunda lagi terutama oleh
ilmuwan, pemerintah dan penegak hukum
Mengontrol kejahatan korporasi:
dilakukan melalui tiga pendekatan

1. Mengubah sikap dan struktur korporasi secara sukarela


dilakukan dengan mengembangkan dan memperkuat etika bisnis dan perubahan-
perubahan tertentu di bidang organisasi sehingga kondusif bagi berkembangnya
kepatuhan hukum, sebab adalah tidak mungkin untuk mengandalkan kontrol terhadap
pelanggaran hukum yang dilakukan oleh korporasi melalui penegak hukum semata.

2. Perubahan terhadap organisasi korporasi


Tindakan untuk mengubah struktur korporasi dapat dilakukan melalui campur tangan
pemerintah. Tindakan kontrol oleh pemerintah dapat dilakukan melalui peraturan perundang-
undangan dengan mengenakan sanksi hukum maupun melalui publisitas atau bahkan
pengambilalihan.

3. Aksi konsumen
Konsumen sebagai kelompok besar, karena sifatnya yang tidak terorganisir dan karena
adanya berbagai keterbatasan kedudukannya yang sangat lemah bila dihadapkan dengan korporasi,
sehingga merupakan korban yang sangat empuk bagi kejahatan korporasi.
Namun kerjasama konsumen secara luas merupakan penggunaan tekanan yang berarti
terhadap korporasi. Kerjasama konsumen cenderung digunakan untuk menekankan tanggung jawab
etis dalam melakukan bisnis, mereka juga dapat mempengaruhi aktifitas korporasi melalui
kemampuannya untuk “mendiktekan” standard produk yang dihasilkannya. Gerakan kerjasama
menawarkan cara-cara alternatif dalam mencegah kejahatan korporasi dan sekaligus memberi
kemungkinan untuk menjadi produk yang berkualitas dengan harga yang murah.
Pertanggungjawaban Pidana
Korporasi
Teori Strict Liability

• Dalam konsepsi tersebut, korporasi dianggap


bertanggungjawab atas perbuatan yang secara fisik
dilakukan oleh pemegang saham, pengurus, agen,
wakil atau pegawainya.
• Di bidang hukum pidana, “strict liability” berarti niat
jahat atau “mens rea” tidak harus dibuktikan dalam
kaitan dengan satu atau lebih unsur yang
mencerminkan sifat melawan hukum atau “actus
reus”, meskipun niat, kecerobohan atau pengetahuan
mungkin disyaratkan dalam kaitan dengan unsur-
unsur tindak pidana yang lain
• Menurut Prof. Barda Nawawi, teori tersebut dapat disebut juga
dengan doktrin pertanggungjawaban pidana yang ketat menurut
Undang-undang atau “Strict liability”
• Kerangka pemikiran ini merupakan konsekuensi dari korporasi
sebagai subjek hukum, yaitu dalam hal korporasi melanggar atau
tidak memenuhi kewajiban tertentu yang disyaratkan oleh undang-
undang, maka subjek hukum buatan tersebut harus
bertanggungjawab secara pidana.
• Hal yang penting dari teori ini adalah subjek hukum harus
bertanggungjawab terhadap akibat yang timbul, tanpa harus
dibuktikan adanya kesalahan atau kelalaiannya
• Pelanggaran kewajiban atau kondisi tertentu oleh korporasi ini
dikenal dengan istilah “strict liability offences”. Contoh dari
rumusan Undang-undang yang menetapkan sebagai suatu
delik bagi korporasi adalah dalam hal :
a. korporasi yang menjalankan usahanya tanpa izin;
b. korporasi pemegang izin yang melanggar syarat-syarat
(kondisi/situasi) yang ditentukan dalam izin itu;
c. korporasi yang mengoperasikan kendaraan yang tidak
diasuransikan di jalan umum.
Teori Vicarious Liability

Berdasarkan teori ini, maka secara umum dapat dikatakan


bahwa atasan harus bertanggungjawab atas apa yang
dilakukan oleh bawahannya.

Sebagaimana didefinisikan bahwa prinsip hukum “vicarious


liability” adalah seseorang bertanggungjawab untuk
perbuatan yang dilakukan oleh orang lain, ketika keduanya
termasuk dalam suatu bentuk kegiatan gabungan atau
kegiatan bersama.
• Doktrin tersebut secara tradisional merupakan
konsepsi yang muncul dari sistem hukum “common
law”, yang disebut sebagai “respondeat superior”,
yaitu tanggung jawab sekunder yang muncul dari
“doctrine of agency”, dimana atasan
bertanggungjawab atas perbuatan yang dilakukan
oleh bawahannya
• Di antara para ahli yang mengkaji teori ini, dengan bertolak dari hubungan pekerjaan
dalam kaitannya dengan “vicarious liability”, Peter Gillies membuat beberapa pemikiran
sebagai berikut :
a. Suatu perusahaan (seperti halnya dengan manusia sebagai pelaku/pengusaha) dapat
bertanggung jawab secara mengganti untuk perbuatan yang dilakukan oleh
karyawan/agennya. Pertanggungjawaban demikian hanya timbul untuk delik yang
mampu dilakukan secara vicarious.
b. Dalam hubungannya dengan “employment principle”, delik-delik ini sebagian’ besar
atau seluruhnya merupakan “summary offences” yang berkaitan dengan peraturan
perdagangan.
c. Kedudukan majikan atau agen dalam ruang lingkup pekerjaannya, tidaklah relevan
menurut doktrin ini. Tidaklah penting bahwa majikan, baik sebagai korporasi
maupun secara alami tidak telah mengarahkan atau memberi petunjuk/perintah
pada karyawan untuk melakukan pelanggaran terhadap hukum pidana.
Teori Identification

• Pertanggungjawaban pidana langsung atau “direct


liability” (yang juga berarti nonvicarious), menyatakan
bahwa para pegawai senior korporasi, atau orang-orang
yang mendapat delegasi wewenang dari mereka,
dipandang dengan tujuan tertentu dan dengan cara yang
khusus, sebagai korporasi itu sendiri, dengan akibat
bahwa perbuatan dan sikap batin mereka dipandang
secara langsung menyebabkan perbuatan-perbuatan
tersebut, atau merupakan sikap batin dari korporasi.
• Ruang lingkup tindak pidana yang mungkin dilakukan
oleh korporasi sesuai dengan prinsip ini lebih luas,
dibanding dengan apabila didasarkan pada doktrin
“vicarious”. Teori tersebut menyatakan bahwa
perbuatan atau kesalahan “pejabat senior” (senior
officer) diidentifikasi sebagai perbuatan atau
kesalahan korporasi. Konsepsi ini disebut juga doktrin
“alter ego” atau “teori organ”.

Anda mungkin juga menyukai