• kerugian di bidang kesehatan dan keselamatan jiwa pada kenyataannya sangat serius. Menurut Geis:
setiap tahunnya korporasi bertanggung jawab terhadap ribuan kematian dan cacat tubuh yang terjadi di seluruh dunia.
data statistik kriminal FBI dan data dari The President’s Report on Occupational Safety and Health tahun 1973, Reiman :
menyimpulkan bahwa kematian maupun kerugian fisik yang diakibatkan oleh kejahatan korporasi luar biasa besarnya
dibandingkan dengan kejahatan warungan, yaitu 100.000 dibandingkan dengan 9.235 untuk kematian dan 390.000 berbanding
dengan 218.385 untuk kerugian fisik.
crime of clocks bagi pembunuhan terjadi setiap 26 menit pada tahun 1974 bila dibandingkan dengan kematian yang terjadi
dibidang industri adalah setiap 4,5 menit.
Kematian atau cacat yang diakibatkan oleh industri ini bukanlkarena kecelakaan ditempat kerja semata, akan tetapi sebagian
besar disebabkan oleh “penyakit” yang pada umumnya karena kondisi-kondisi di luar “kontrol” pekerja, seperti kadar coal dust
(yang menyebabkan sakit black lung) atau debu tekstil (yang menyebabkan byssinosis atau brown lung) atau serat asbestos (yang
dapat menyebabkan kanker) atau ter arang (coal tars) yang menyebabkan kanker paru-paru.
Kerugian di bidang sosial dan moral:
Dampak yang ditimbulkan oleh korporasi adalah merusak
kepercayaan masyarakat terhadap prilaku bisnis
Pernyataan dari The President’s Commision on Law
Enforcement and Administration of Justice:
kejahatan korporasi merupakan kejahatan yang paling
mencemaskan, bukan saja karena kerugiannya yang sangat
besar, akan tetapi karena akibat yang merusak terhadap
ukuran-ukuran perilaku bisnis orang Amerika. Kejahatan
bisnis (korporasi) merongrong kepercayaan publik terhadap
sistem bisnis.
Sebab:
kejahatan demikian diintegrasikan ke dalam “struktur
bisnis yang sah” (the structure of legitimate business).
Bentuk kejahatan korporasi , yang lain:
pemberian suap dan korupsi yang dilakukan oleh korporasi-korporasi besar, yang
merupakan bentuk kejahatan yang sangat merusak karena kesenjangan yang
ditimbulkannya.
-
-
KORBAN KEJAHATAN KORPORASI
-
- MENURUT - KARMEN, SAAT INI KATA KORBAN DIGUNAKAN DALAM KONTEKS YANG
BERBEDA DAN DIINTERPRETASIKAN SECARA LUAS.
PENGGUNAAN ISTILAH KORBAN YANG BERMACAM-MACAM, BAIK DALAM PERCAKAPAN
MAUPUN DALAM TULISAN TELAH MENGUBAH CARA BERPIKIR ORANG MENGENAI KORBAN,
SEHINGGA- KONOTASINYA SUDAH MELUAS DI LUAR PENGERTIAN SEJARAHNYA.
ISTILAH KORBAN KEJAHATAN TELAH DIPERGUNAKAN UNTUK MEMASUKKAN ORANG
PERORANGAN, KELOMPOK ORANG ATAU BADAN (ENTITAS) YANG TELAH MENDERITA
ATAU KORBAN AKIBAT DARI KEGIATAN ILEGAL.
KERUGIAN- YANG DIALAMI KORBAN BISA BERSIFAT FISIK, PSIKOLOGIS MAUPUN
EKONOMI, ARTINYA MELIPUTI KORBAN PENIPUAN, ATAU KECURANGAN DI BIDANG
KEUANGAN, BISNIS ATAU BAHKAN DI BIDANG PEMERINTAHAN.
DEFINISI TENTANG KORBAN ADALAH : ORANG BAIK SECARA INDIVIDU MAUPUN
KOLEKTIF YANG TELAH MENDERITA KERUGIAN BAIK FISIK, MENTAL, EMOSIONAL
MAUPUN PEMBUSUKAN (IMPAIRMENT) TERHADAP HAK-HAK DASAR MEREKA. BAIK
SEBAGAI AKIBAT PERBUATAN MAUPUN TIDAK BERBUAT.
-
MULADI MEMBEDAKAN KORBAN KEJAHATAN
KONVENSIONAL DENGAN KEJAHATAN KORPORASI
setiap bentuk kejahatan korporasi, mulai dari produk yang salah atau membahayakan hingga pada
penyuapan, kecurangan dan bahkan pencurian selalu dimungkinkan.
Pejabat-pejabat pada tingkat yang lebih tinggi dapat membebaskan dirinya dari pertanggungan
jawab dengan memberikan alasan bahwa tindakan-tindakan ilegal dalam mencapai tujuan-tujuan
korporasi yang begitu luas berlangsung tanpa sepengatahuan mereka.
Pendelegasian tanggung jawab dan perintah yang tak tertulis menjaga mereka yang ada di puncak
struktur korporasi jauh dari akibat-akibat yang ditimbulkan oleh keputusan-keputusan dan
perintah mereka, seperti halnya para pimpinan kejahatan terorganisir (organized crime)
kebanyakan tetap tak tersentuh oleh hukum.
Kriesberg :
3 model pengambilan keputusan korporasi yang
melanggar hukum
yaitu :
-- Rational actor model,
korporasi dilihat sebagai unit tunggal yang secara rasional bermaksud melanggar hukum apabila hal
tersebut merupakan kepentingan korporasi.
iklan yang menyesatkan, produk-produk yang tidak melalui pengujian yang cermat
atau memanipulasi hasil pengujian, pelanggaran terhadap UU PPLH atau keselamatan
kerja dapat menghasilkan sejumlah keuntungan bagi korporasi.
korporasi bersikap pasif :
terhadap perubahan-perubahan yang ada,
akan tetapi seringkali mereka secara
aktif berusaha untuk menguasai
sumber-sumber yang dapat
mempengaruhi dan menggerakkan
lingkungan sekitarnya.
1. Persaingan
korporasi dihadapkan pada penemuan teknologi baru, teknik
pemasaran, usaha-usaha memperluas atau menguasai pasaran.
→ tindakan korporasi untuk memata-matai saingannya, meniru,
memalsukan, mencuri, menyuap atau mengadakan persekongkolan
mengenai harga atau daerah pemasaran.
2. Pemerintah
Untuk mengamankan kebijaksanaan ekonominya, pemerintah antara
lain melakukannnya dengan memperluas peraturan yang mengatur
kegiatan bisnis, baik melalui peraturan baru maupun melalui penegakan
yang lebih keras terhadap peraturan-peraturan yang ada.
Dalam menghadapi keadaan yang demikian, korporasi dapat
melakukannya dengan cara melanggar peraturan yang ada seperti
pelanggaran terhadap peraturan perpajakan, memberikan dana-
dana kampanye yang ilegal kepada para politisi dengan imbalan
janji-janji untuk mencabut peraturan yang ada atau memberikan
proyek-proyek tertentu, mengekspor perbuatan ilegal ke negara
lain.
3. Karyawan
Tuntutan perbaikan dalam penggajian, peningkatan kesejahteraan dan perbaikan dalam kondisi-kondisi kerja. Dalam
hubungan dengan karyawan, tindakan-tindakan korporasi yang berupa kejahatan misalnya pemberian upah di bawah
minimal, memaksa kerja lembur atau menyediakan tempat kerja yang tidak memenuhi peraturan mengenai keselamatan
kerja dan kesehatan kerja.
4. Konsumen
Ini terjadi karena adanya permintaan konsumen terhadap produk-produk industri yang bersifat elastis dan berubah-ubah,
atau karena meningkatnya aktivitas dari gerakan perlindungan konsumen. Adapun tindakan korporasi terhadap konsumen
yang dapat menjurus pada kejahatan korporasi atau yang melanggar hukum, misalnya iklan yang menyesatkan, pemberian
label yang dipalsukan, menjual barang-barang yang sudah kadaluwarsa, produk-produk yang membahayakan tanpa
pengujian terlebih dahulu atau memanipulasikan hasil pengujian.
5. Publik
Hal ini semakin meningkat dengan tumbuhnya kesadaran akan perlindungan terhadaplingkungan seperti konservasi
terhadap air bersih, udara bersih, serta penjagaan terhadap sumber-sumber alam. Dalam menghadapi lingkungan publik,
tindakan-tindakan korporasi yang merugikan publik dapat berupa pencemaran udara, air dan tanah, menguras sumber-
sumber alam.
• tindakan korporasi yang tidak kalah merugikannya adalah merusakkan
proses demokrasi, memerosotkan moral masyarakat, membuat
pemerintah korup serta cenderung memiskinkan rakyat miskin
(khususnya di negara-negara ketiga) dengan melakukan penyuapan
atau bantuan kepada pemimpin/penguasa di negara-negara ketiga
dengan imbalan berupa pendirian pabrik-pabrik yang limbahnya
berbahaya, penjualan produk-produk yang membahayakan dan
sebagainya.
dapat digunakan sebagai petunjuk terjadinya kejahatan yang bersifat keorganisasian.
• Bahwa tindakan korporasi bertentangan dengan norma-norma yang berlaku bagi orang-orang lain di luar
organisasi. Dalam menentukan telah terjadinya penyimpangan perilaku organisasi, maka “konsensus” yang
sangat penting adalah dengan cara melihat siapakah yang seharusnya memperoleh manfaat dari adanya
organisasi. Misalnya organisasi rumah sakit ditujukan untuk melayani orang sakit, sehingga pelanggaran
terhadap konsensus ini merupakan satu unsur dari penyimpangan organisasi.
• Bahwa tindakan penyimpangan tersebut harus di sokong oleh norma-norma internal yang berlaku dalam
organisasi. Dalam kenyataannya norma-norma internal tersebut seringkali bertentangan dengan tujuan-tujuan
organisasi yang dinyatakan kepada publik. Sokongan terhadap perilaku yang menyimpang tersebut dapat
dilakukan secara aktif maupun secara pasif, misalnya kelompok elit dalam organisasi (sebagai wakil organisasi)
mengetahui pola yang menyimpang dari perilaku organisasi akan tetapi diam saja, dalam arti tidak mengambil
tindakan terhadap penyimpangan tersebut.
Secara umum kekuasaan korporasi:
dipakai untuk mencapai 3 tujuan yang saling berkaitan:
1. Dipakai untuk menahan atau menjaga agar tindakan korporasi yang ilegal berada di luar peradilan
pidana.
• Dalam hubungan ini korporasi akan berusaha agar tindakan-tindakan yang ilegal tidak diperiksa atau
diselesaikan lewat peradilan pidana, akan tetapi di selesaikan lewat badan administratif. Sebab
mempengaruhi atau campur tangan terhadap badan administratif relatif lebih mudah dilakukan untuk
disesuaikan dengan kepentingannya dari pada terhadap badan peradilan pidana.
• Misalnya pada kasus penggajian upah di bawah ketentuan upah minimal (UMR) di Jawa Tengah pada
awal tahun 1990 yang diajukan di Pengadilan Negeri Karanganyar, maka begitu masalahnya di rembug
oleh Apindo Jawa Tengah dengan pejabat-pejabat administratif Jawa Tengah, maka perkara-perkara di
bidang ini segera “lenyap” dari peredaran, dalam arti tidak ada lagi kasus upah minimal yang diajukan
ke pengadilan di daerah Jawa Tengah.
2. Keputusan dari bekerjanya badan administratif itu pun merupakan subjek dari campur tangan kekuasaan
korporasi.
• Atas tindakan korporasi yang melanggar hukum, maka korporasi akan berusaha agar tindakan atau
keputusan badan administratif yang dikenakan kepadanya tidak atau seminimal mungkin merugikan
kepentingannya.
3. Kekuasaan korporasi di pakai untuk mencegah tindakan-tindakan tertentu dari korporasi yang merugikan
masyarakat dijadikan perbuatan yang dilarang oleh undang-undang pidana (delik). Barang kali ini
merupakan penggunaan kekuasaan korporasi yang sangat penting, sehingga menghasilkan langkahnya
tindakan-tindakan korporasi yang merugikan masyarakat di jadikan tindak pidana, akibatnya tindakan-
tindakan korporasi yang merugikan masyarakat luas menjadi sah atau legal, walaupun secara moral
sulit untuk membedakan antara tindakan-tindakan korporasi yang merugikan masyarakat dengan
bentuk tertentu dari kejahatan warungan atau konvensional. Hal ini agaknya sesuai dengan pandangan
Chambliss & Seidman yang menyatakan bahwa kejahatan bukan merupakan persoalan moral
melainkan masalah yang bersifat politik, karena undang-undang (pidana) seringkali merupakan jalan
untuk menangani kepentingan dan kebutuhan sosial dari kelompok yang berkuasa
wajah kejahatan dipengaruhi oleh bentuk masyarakatnya:
masyarakat kapitalis akan memiliki wajah kejahatan yang berbeda dengan
masyarakat komunis, masyarakat industri akan memiliki wajah kejahatan yang
berbeda dengan masyarakat agraris. Dengan demikian pada era industrialisasi,
wajah kejahatan yang kita miliki berbeda dengan kejahatan sebelumnya.
ciri industrialisasi:
meningkatnya peranan dan kekuasaan korporasi di hampir semua
segi kehidupan, sehingga seolah-oleh hidup matinya masyarakat
di tangan korporasi.
Di sisi lain,
dalam mencapai tujuannya korporasi cenderung
melakukan pelanggaran hukum dan nilai-nilai social
lainnya, sehingga menimbulkan kerugian yang luar biasa
besarnya pada masyarakat luas.
3. Aksi konsumen
Konsumen sebagai kelompok besar, karena sifatnya yang tidak terorganisir dan karena
adanya berbagai keterbatasan kedudukannya yang sangat lemah bila dihadapkan dengan korporasi,
sehingga merupakan korban yang sangat empuk bagi kejahatan korporasi.
Namun kerjasama konsumen secara luas merupakan penggunaan tekanan yang berarti
terhadap korporasi. Kerjasama konsumen cenderung digunakan untuk menekankan tanggung jawab
etis dalam melakukan bisnis, mereka juga dapat mempengaruhi aktifitas korporasi melalui
kemampuannya untuk “mendiktekan” standard produk yang dihasilkannya. Gerakan kerjasama
menawarkan cara-cara alternatif dalam mencegah kejahatan korporasi dan sekaligus memberi
kemungkinan untuk menjadi produk yang berkualitas dengan harga yang murah.
Pertanggungjawaban Pidana
Korporasi
Teori Strict Liability