Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Korporasi sebagai alat yang sangat luar biasa untuk memperoleh
keuntungan pribadi tanpa perlu adannya pertanggung jawaban. Pada berbagai sektor
perekonomian, dapat ditemukan satu contoh pelanggaran korporasi yang telah
menimbulkan banyak kerugian dan kerusakan. Walaupun terdapat berbagai bukti yang
menunjukkan adanya kejahatan korporasi, namun hukuman atas tindakan tersebut
selalu terabaikan. Kejahatan korporasi yang telah terjadi pada berbagai perusahaan di
masa lalu dapat hidup kembali. Oleh karena itu, perlu diketahui bagaimana untuk
mencegahnya
Banyak perusahaan sering, dengan sengaja bahkan berulang-ulang,
mencemoohkan hukum; mereka melakukan tidakan yang melanggar hokum namun
dengan mudah keluar dari tuntutan hukum. Padahal masyarakat sangat terganggu akibat
tindakan korporasi tersebut. Pandangan masyarakat pada bentuk kejahatan korporasi
sangat berbeda dengan pandangan mereka pada kejahatan jalanan. Hampir pada setiap
kejadian, efek dari kejahatan korporasi selalu lebih merugikan, memakan biaya lebih
besar, berdampak lebih meluas, dan lebih melemahkan daripada bentuk kejahatan
jalanan.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah diatas dapat dirumuskan suatu masalah yaitu :
1. Apa yang dimaksud dengan kejahatan Korporasi.
2. Sebab-sebab adanya kejahatan Korporasi.
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan kejahatan Korporasi.
2. Mengetahui sebab-sebab adanya kejahatan Korporasi.

D. Manfaat
Hasil penulisan makalah diharapkan bermanfaat bagi pengembangan
pembelajaran Ilmu Kriminologi terkait Kejahatan Korporasi guna mengkaji lebih rinci
tentang definisi kejahatan korporasi serta sebab-sebab munculnya kejahatan korporasi.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kejahatan Korporasi
1. Pengertian Kejahatan Korporasi
Kejahatan diartikan sebagai suatu perbuataan yang oleh masyarakat dipandang
sebagai kegiatan yang tercela, dan terhadap pelakunya dikenakan hukuman (pidana).
Sedangkan korporasi adalah suatu badan hukum yang diciptakan oleh hukum itu sendiri
dan mempunyai hak dan kewajiban. Jadi, kejahatan korporasi adalah kejahatan yang
dilakukan oleh badan hukum yang dapat dikenakan sanksi. Dalam literature sering
dikatakan bahwa kejahatan korporasi ini merupakan salah satu bentuk White Collar
Crime.Dalam arti luas kejahatn korporasi ini sering rancu dengan tindak pidana
okupasi, sebab kombinasi antara keduanya sering terjadi.
Menurut Marshaal B. Clinard dan Peter C Yeager sebagaimana dikutip oleh
Setiyono dikatakan bahwa setiap tindakan yang dilakukan oleh korporasi yang bias
diberi hukuman oleh Negara, entah di bawah hukum administrasi Negara, hokum
perdata maupun hukum pidana.
Menurut Marshaal B. Clinard kejahatan korporasi adalah merupakan
kejahatan kerah putih namun ia tampil dalam bentuk yang lebih spesifik. Ia lebih
mendekati kedalam bentuk kejahatan terorganisir dalam konteks hubungan yang lebih
kompleks dan mendalam antara seorang pimpinan eksekutif, manager dalam suatu
tangan. Ia juga dapat berbentuk korporasi yang merupakan perusahaan keluarga, namun
semuanya masih dalam rangkain bentuk kejahatan kerah putih.
Menurut Sutherland kejahatan kerah putih adalah sebuah perilaku keriminal
atau perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang dari kelompok yang
memiliki keadaan sosio- ekonomi yang tinggi dan dilakukan berkaitan dengan aktifitas
pekerjaannya.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kejahatan korporasi pada
umumnya dilakukan oleh orang dengan status social yang tinggi dengan memanfaatkan
kesempatan dan jabatan tertentu yang dimilikinya. Dengan kadar keahlian yang tinggi
dibidang bisnis untuk mendapatkan keuntungan dibidang ekonomi.
2. Karakteristik Kejahatan Korporasi
Salah satu hal yang membedakan antara kejahatan korporasi dengan kejahatan
konvensional atau tradisional pada umumnya terletak pada karakteristik yang melekat
pada kejahatan korporasi itu sendiri, antara lain :
a. Kejahatan tersebut sulit terlihat ( Low visibility ), karena biasanya tertutup oleh
kegiatan pekerjaan yang rutin dan normal, melibatkan keahlian professional dan
system organisasi yang kompleks.
b. Kejahatan tersebut sangat kompleks ( complexity ) karena selalu berkaitan dengan
kebohongan, penipuan, dan pencurian serta sering kali berkaitan dengan sebuah
ilmiah, tekhnologi, financial, legal, terorganisasikan, dan melibatkan banyak
orang serta berjalan bertahun tahun.
c. Terjadinya penyebaran tanggung jawab ( diffusion of responsibility ) yang
semakin luas akibat kompleksitas organisasi.
d. Penyebaran korban yang sangat luas (diffusion of victimization ) seperti polusi dan
penipuan.
e. Hambatan dalam pendeteksian dan penuntutan ( detection and prosecution )
sebagai akibat profesionalisme yang tidak seimbang antara aparat penegak
hukum dengan pelaku kejahatan.
f. Peraturan yang tidak jelas (ambiguitas law ) yang sering menimbulkan kerugian
dalam penegakan hukum.
g. Sikap mendua status pelaku tindak pidana. Harus diakui bahwa pelaku tindak
pidana pada umumnya tidak melanggar peraturan perundang undangan tetapi
memang perbuatan tersebut illegal.

B. Sebab-sebab Adanya Kejahatan Korporasi


Keinginan korporasi untuk terus meningkatkan keuntungan yang
diperolehnya mengakibatkan terjadinya tindakan pelanggaran hukum. Korporasi,
sebagai suatu badan hukum, memiliki kekuasaan yang besar dalam menjalankan
aktivitasnya sehingga sering melakukan aktivitas yang bertentangan dengan ketentuan
hukum yang berlaku, bahkan selalu merugikan berbagai pihak. Walaupun demikian,
banyak korporasi yang lolos dari kejaran hokum sehingga tindakan kejahatan korporasi
semakin meluas dan tidak dapat dikendalikan. Dengan mudahnya korporasi
menghilangkan bukti-bukti atas segala kejahatannya terhadap masyarakat. Sementara
itu, tuntutan hukum terhadap perilaku buruk korporasi tersebut selalu terabaikan karena
tidak ada ketegasan dalam menghadapi masalah ini.
Pemerintah dan aparat hukum harus mengambil tindakan yang tegas
mengenai kejahatan korporasi karena baik disengaja maupun tidak, kejahatan korporasi
selalu memberikan dampak yang luas bagi masyarakat dan lingkungan, bahkan dapat
mengacaukan perekonomian negara. Jika hukuman dan sanksi yang dijatuhkan kepada
korporasi tidak memiliki keberartian, perilaku buruk korporasi dengan melakukan
aktivitas yang illegal tidak akan berubah. Korporasi diharapkan tidak lagi melarikan
diri dari tanggung jawabnya, dalam hal ini tanggung jawab pidana. Terutama, korporasi
akan dibebani oleh lebih banyak tanggung jawab moral dan sosial untuk
memperhatikan keadaan dan keamanan lingkungan kerjanya, termasuk penduduk,
budaya, dan lingkungan hidup.
Menurut Gobert dan Punch, hal paling utama untuk mencegah terjadinya kejahatan
korporasi adalah dengan adanya pengendalian diri dan tanggung jawab sosial dan moral
terhadap lingkungan dan masyarakat di mana tanggung jawab tersebut berasal dari
korporasi itu sendiri maupun individu-individu di dalamnya.

Kejahatan korporasi yang lazimnya berbentuk dalam kejahatan kerah putih


(white-collar crime), biasanya dilakukan oleh suatu perusahaan atau badan hukum yang
bergerak dalam bidang bisnis dengan berbagai tindakan yang melanggar hukum pidana.
Berdasarkan pengalaman dari beberapa negara maju dapat dikemukakan bahwa
identifikasi kejahatan-kejahatan korporasi dapat mencakup tindak pidana seperti
pelanggaran undang-undang anti monopoli, penipuan melalui komputer, pembayaran
pajak dan cukai, pelanggaran ketentuan harga, produksi barang yang membahayakan
kesehatan, korupsi, penyuapan, pelanggaran administrasi, perburuhan, dan pencemaran
lingkungan hidup. Kejahatan korporasi tidak hanya dilakukan oleh satu korporasi saja,
tetapi dapat dilakukan oelh dua atau lebih korporasi secara bersama-sama. Apabila
perbuatan yang dilakukan korporasi, dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan
di bidang hukum pidana yang merumuskan korporasi sebagai subjek tindak pidana,
maka korporasi tersebut jelas dapat dipidana. Bercermin dari bentuk-bentuk tindak
pidana di bidang ekonomi yang dilakukan oleh korporasi dalam menjalankan aktivitas
bisnis, jika dikaitkan dengan proses pembangunan, maka kita dihadapkan kepada suatu
konsekuensi meningkatnya tindak pidana korporasi yang mengancam dan
membahayakan berbagai segi kehidupan di masyarakat. Korporasi, sebagai subjek
tindak pidana, dapat dimintai pertanggung jawaban atas tindakan pidana, jika tindakan
pidana tersebut dilakukan oleh atau untuk korporasi maka hukuman dan sanksi dapat
dijatuhkan kepada korporasi dan atau individu di dalamnya. Namun demikian perlu
diadakan indentifikasi pada individu korporasi misalnya pada direktur, manajer dan
karyawan agar tidak terjadi kesalahan dalam penjatuhan hukuman secara individual.
Tidak bekerjanya hukum dengan efektif untuk menjerat kejahatan korporasi, selain
karena keberadaan suatu korporasi dianggap penting dalam menunjang pertumbuhan
atau stabilitas perekonomian nasional, sering kali juga disebabkan oleh perbedaan
pandangan dalam melihat kejahatan yang dilakukan oleh korporasi. Kejahatan yang
dilakukan oleh korporasi lebih dianggap merupakan kesalahan yang hanya bersifat
administratif daripada suatu kejahatan yang serius. Sebagian besar masyarakat belum
dapat memandang kejahatan korporasi sebagai kejahatan yang nyata walaupun akibat
dari kejahatan korporasi lebih merugikan dan membahayakan kehidupan masyarakat
dibandingkan dengan kejahatan jalanan.
Akibat dari suatu kejahatan yang dilakukan oleh korporasi lebih
membahayakan dibandingkan dengan kejaharan yang diperbuat seseorang. Dasar
kesalahan perusahaan yang dapat diindikasikan sebagai kejahatan korporasi, terlihat
dalam kelalaian, keserampangan, kelicikan, dan kesengajaan atas segala tindakan
korporasi. Setiap suatu korporasi dimintai pertangungjawabannya oleh aparat penegak
hukum, selalu ada berbagai tekanan baik dari korporasi maupun pemerintah yang
akhirnya menghilangkan tuntutan hukum korporasi. Aparat penegak hukum seringkali
gagal dalam mengambil tindakan tegas terhadap berbagai kejahatan yang dilakukan
oleh korporasi. Hal ini sangat mengkhawatirkan, karena dampak kejahatan yang
ditimbulkan oleh korporasi sangat besar. Korbannya bisa berjumlah puluhan, ratusan,
bahkan ribuan orang. Contohnya, terbaliknya kapal the Herald of Free Enterprise yang
memakan korban ratusan orang. Selain itu korporasi, dengan kekuatan finansial serta
para ahli yang dimiliki, dapat menghilangkan bukti-bukti kejahatan yang dilakukan.
Bahkan, dengan dana yang dimiliki, korporasi dapat pula mempengaruhi opini serta
wacana di masyarakat, sehingga seolah-olah mereka tidak melakukan suatu kejahatan.
Salah satu penyebab utama gagalnya penuntutan dalam suatu perkara yang
terdakwanya korporasi adalah karena korporasi tersebut tidak memiliki direktur yang
bertanggung jawab atas keselamatan dan tidak memiliki kebijakan yang jelas yang
mengatur mengenai keselamatan. Kurangnya koordinasi structural dalam sebuah
organisasi dianggap sebagai penyebab terjadinya kejahatan korporasi. Misalnya pada
kasus terbaliknya kapal the Herald of Free Enterprise. Penyebab nyata terbaliknya
kapal yang menyebabkan kematian sekitar 200 nyawa ini adalah lemahnya koordinasi
di antara para pekerja sebagai akibat tidak adanya kebijakan-kebijakan tentang
keselamatan. Laporan mengenai investigasi terbaliknya kapal tersebut menyatakan
bahwa tidak ada keraguan kesalahan sebenarnya terletak pada korporasi itu sendiri
karena tidak memiliki kebijakankebijakan mengenai keselamatan dan gagal untuk
memberikan petunjuk keselamatan yang jelas. Kasus ini terutama disebabkan oleh
kecerobohan.
Hukuman atas segala kejahatan korporasi adalah sebuah persoalan politis.
Yang terjadi dalam peristiwa politis adalah tawar-menawar yang mencari
keseimbangan antara hak dan kewajiban warga negara. Dalam hitungan hak dan
kewajiban, korporasi dibolehkan menikmati hak-hak yang sangat luas dan menciutkan
kewajiban-kewajiban mereka. Kerugian akibat kejahatan korporasi sering sulit dihitung
karena akibat yang ditimbulkannya berlipat-lipat, sementara hukuman atau denda
pengadilan acap kali tidak mencerminkan tingkat kejahatan mereka Perusahaan
memiliki kekuatan untuk menentukan kebijakan melalui direktur dan para eksekutif dan
perusahaan seharusnya bertanggung jawab atas akibat dari kebijakan mereka. Namun
perusahaan tidak seperti manusia tidak dibebani oleh berbagai emosi dan perasaan
sehingga dengan mudahnya dapat menutupi perilaku buruknya.
Terdapat dua model kejahatan korporasi; pertama, kejahatan yang
dilakukan oleh orang yang bekerja atau yang berhubungan dengan suatu perusahaan
yang dipersalahkan; dan kedua, perusahaan sendiri yang melakukan tindakan kejahatan
melalui karyawan-karyawannya. Kejahatan yang terjadi dalam konteks bisnis dilatar
belakangi oleh berbagai sebab. Human error yang dipadukan dengan kebijakan yang
sesat dan kekeliruan dalam pengambilan keputusan merangsang terjadinya tindakan
pelanggaran hukum. Pada pendekatan di Amerika mengenai vicarious liability
menyatakan bahwa bila seorang pegawai korporasi atau agen yang berhubungan
dengan korporasi, bertindak dalam lingkup pekerjaannya dan dengan maksud untuk
menguntungkan korporasi dengan melakukan suatu kejahatan, tanggung jawab
pidananya dapat dibebankan kepada perusahaan. Tidak peduli apakah perusahaan
secara nyata memperoleh keuntungan atau tidak atau apakah perusahaan telah melarang
aktivitas tersebut atau tidak. Sedangkan di Inggris, various liability terbatas pada
tanggung jawab perusahaan terhadap kejahatan korporasi yang dilakukan oleh seorang
yang memiliki kekuasaan yang tinggi (identification). Teori ini menyatakan bahwa
korporasi tidak dapat melakukan sesuatu kecuali melalui seorang yang dapat
mewakilinya. Bila seorang yang cukup berkuasa dalam struktur korporasi, atau dapat
mewakili korporasi melakukan suatu kejahatan, maka perbuatan dan niat orang itu
dapat dihubungkan dengan korporasi. Korporasi dapat dimintai pertanggungjawaban
secara langsung. Namun, suatu korporasi tidak dapat disalahkan atas suatu kejahatan
yang dilakukan oleh seorang yang berada di level yang rendah dalam hirarki korporasi
tersebut. Komisi Hukum Inggris telah mengusulkan bahwa terdapat satu kejahatan
baru, yaitu pembunuhan oleh korporasi corporate killing. Kejahatan inimerupakan
suatu species terpisah dari manslaugter yang hanya dapat dilakukan oleh korporasi.
Dalam hal ini, masalah-masalah yang berkaitan dengan penegasan tentang kesalahan
korporasi, seperti pembuktian dari niat atau kesembronoan, dapat diatasi dengan
membuat definisi khusus yang hanya dapat diterapkan kepada korporasi.
Pada era globalisasi ini, perkembangan perusahaan multinasional sangat
pesat, bahkan perusahaan tersebut mampu menempatkan diri pada posisi yang sangat
strategis untuk memperoleh perlindungan hukum sehingga peradilan dalam negeri sulit
untuk mengajukan tuntutan terhadap tindakan mereka yang merugikan. Agar
kelemahan perangkat hukum tidak terulang lagi, perlu dibuat aturan pertanggung
jawaban korporasi yang komprehensif dan mencakup semua kejahatan. Namun, pada
pengadilan atas tindakan kriminalirtas korporasi, keputusan mengenai hukuman dan
sanksi, selalu menjadi hal terakhir untuk diputuskan. Setiap tuntuan yang terjadi atas
kejahatan korporasi selalu dipersulit sehingga sering tidak dapat direalisasikan. Dengan
demikian dapat terlihat bahwa hukum pun masih tidak dapat diandalkan untuk
menindak lanjuti masalah kejahatan korporasi. Suatu tindakan kejahatan, terjadi karena
korporasi tersebut mendapatkan keuntungan dari tindakan kejahatan yang
dilakukannya. Oleh karena itu, agar dapat menghapuskan tindakan kejahatan korporasi,
dapat dilakukan dengan mengambil keuntungan yang diperolehnya atas tindakan
kriminalitas tersebut. Misalnya dengan membebankan korporasi suatu denda yang lebih
besar dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh. Jika tindakan kriminalitas tidak
lagi mengutungkan korporasi, maka ia tidak akan terlibat kembali dalam suatu tindakan
kriminal. Namun dalam prakteknya, denda hukum yang dijatuhkan kepada korporasi
sekedar dihitung sebagai biaya produksi tanpa sepeserpun mengurangi keuntungan
korporasi. Walaupun mengurangi keuntungan, praktek illegal korporasi masih dapat
terus berlanjut. Dengan kata lain, denda yang dikenakan kepada korporasi hanya
mengubah tindakan kejahatan korporasi dari kesalahan terhadap masyarakat menjadi
biaya dalam kegiatan bisnis Publisitas atas keburukan korporasi juga dapat dilakukan
sebagai sanksi atas kejahatan korporasi. Namun sayangnya, hal tersebut membawa
dampak yang tidak diinginkan. Jika terjadi pemboikotan dari seluruh konsumen
terhadap semua produk korporasi, maka secara pidana, pengadilan berhasil mengadili
korporasi tersebut. Tetapi jika korporasi mengalami kerugiam yang besar, maka
korporasi akan mengurangi jumlah karyawannya sehingga akan banyak pekerja yang
kehilangan pekerjaannya. Beraneka ragam sanksi yang dikenakan kepada korporasi
seperti melalui denda, kompensasi dan ganti rugi, kerja sosial, pengenaan perbaikan,
publisitas keburukan, dan orientasi pengendalian, tidak dapat menghentikan tindakan
kejahatan yang dilakukan korporasi. Korporasi dapat lolos dari sanksi-sanksi tersebut
dengan mengorbankan pegawai mereka. Sebagaimana vicarious liability dan
identification, kejahatan yang dilakukan korporasi juga merupakan tanggung jawab
individu-individu di dalammnya. Demikian juga, korporasi bertanggung jawab atas
kejahatan yang dilakukan oleh individu-individunya. Jika suatu korporasi dikenai suatu
hukuman atas kejahatan, kepada siapa hukuman tersebut akan dikenakan? Jawaban
yang masuk akal adalah direktur perusahaan. Menurut identification, tanggung jawab
perusahaan sering didasarkan atas kejahatan yang dilakukan direktur atau para
eksekutifnya. Sayangnya, hal itu akan terlihat sangat tidak adil bagi direktur yang selalu
menjalankan bisnisnya sesuai dengan hukum yang berlaku. Oleh karena itu diperlukan
adanya keseimbangan tanggung jawab terhadap kejahatan korporasi dari direktur,
eksekutif, manajer, dan karyawan. Setiap individu harus bertanggung jawab baik secara
moral maupun hukum atas keputusan dan tindakan mereka. Jika seseorang melakukan
tindakan kejahatna melalui perusahaan, maka tuntutan hukum seharusnya dikenakan
terhadap orang tersebut, bukan terhadap perusahaan, terutama jika tindakan kejahatan
tersebut tidak memberikan keuntungan terhadap perusahaan. Perusahaan bertindak
melalui individu tetapi individu juga bertindak melalui perusahaan. Oleh karena itu,
tanggung jawab atas suatu tindakan kejahatan yang dilakuakan individu seharusnya
tidak dilimpahkan kepada perusahaan. Begitu juga sebaliknya.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kejahatan korporasi adalah merupakan kejahatan yang besar dan sangat
berbahaya sekaligus merugikan kehidupan masyarakat, kendatipun di pihak lain ia juga
memberi kemanfaatan bagi kehidupan masyarakat dan negara. Keinginan korporasi
untuk terus meningkatkan keuntungan yang diperolehnya mengakibatkan terjadinya
tindakan pelanggaran hukum. Korporasi, sebagai suatu badan hukum, memiliki
kekuasaan yang besar dalam menjalankan aktivitasnya sehingga sering melakukan
aktivitas yang bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku, bahkan selalu
merugikan berbagai pihak. Dikatakan besar, oleh karena kompleksnya komponen-
komponen yang bekerja dalam satu kesatuan korporasi, sehingga metode pendekatan
yang dilakukan terhadap korporasi tidak bisa lagi dengan menggunakan metode
pendekatan tradisional yang selama ini berlaku dan dikenal dengan metode pendekatan
terhadap kejahatan konvensional, melainkan harus disesuaikan dengan kecanggihan
dari korporasi itu sendiri, demikian pula dengan masalah yang berkenaan dengan
konstruksi yuridisnya juga harus bergeser dari asas-asas yang tradisional kearah yang
lebih dapat menampung bagi kepentingan masyarakat luas, yaitu dalam rangka
memberikan perlindungan terhadap masyarakat.
Kejahatan terorganisir, yang dalam literatur mendapat tempat dalam klasifikasi
tersendiri, tapi sebenarnya dalam pengertian yang lebih luas adalah merupakan bagian
dari kejahatan korporasi, korporasi adalah suatu organisasi, suatu bentuk organisasi
dengan tujuan tertentu yang bergerak dalam bidang ekonomi atau bisnis, maka kita
harus melihat kejahatan korporasi sebagai kejahatan yang bersifat organisatoris, yaitu
suatu kejahatan yang terjadi dalam konteks hubungan-hubungan yang kompleks dan
harapan-harapan diantara dewan direksi, eksekutif dan manejer disuatu pihak dan
diantara kantor pusat, bagian-bagian dan cabang-cabang pada pihak lain.
Kendatipun demikian, tidak berarti lalu kejahatan warungan tidak mendapat
perhatian lagi, akan tetapi harus terdapat perhatian lagi, akan tetapi harus terdapat
pemikiran yang proporsionalitas penanganan, sehingga tidak memberi kesan adanya
ketidakadilan penanganan. Artinya, kejahatan yang begitu membahayakan dan
merugikan masyarakat luas yang ditimbulkan oleh korporasi, namun tidak mendapat
penanganan sebagaimana mestinya, tapi dilain pihak, seperti yang selama ini terjadi,
kejahatan warungan justru mendapat perhatian secara serius dan sungguh-sungguh.
Dari apa yang diuraikan di atas adalah merupakan tantangan dan sekaligus menjadi
arah bagi pengembangan kriminologi Indonesia di masa mendatang.
B. Saran
Untuk mencegah terjadinya kejahatan korporasi, perlu diadakan aturan yang
tegas baik berupa collective self-regulation maupun individualized selfregulation.
Namun penerapan collective self-regulation tidak efektif karena pemerintah dan
pengadilan harus terus memonitoring setiap aktivitas korporasi, sementara korporasi
berusaha untuk mengambil celah agar aktivitas kejahatannya tidak terpantau oleh
mereka. Dengan demikian, cara yang paling baik untuk melawan kejahatan korporasi
adalah dengan mencegahnya sebelum terjadi yang dapat dilakukan dengan adanya
individualized self regulation di mana setiap perusahaan bertangung jawab atas
kebijakan mereka sendiri. Tidak sulit untuk menemukan perusahaan yang mengatakan
kepada masyarakat bahwa mereka memiliki tanggung jawab sosial. Namun banyak
perusahaan yang menggunakan hal itu sebagai suatu cara pemasaran untuk
meningkatkan image, bahkan penjualan mereka. Selain itu, terdapat berbagai macam
perlakuan perusahaan atas nama tanggung jawab sosial yang pada prakteknya sangat
bertolak belakang.
MAKALAH
KEJAHATAN KORPORASI

Disusun untuk memenuhi Tugas Mandiri

Mata Kuliah : Kejahatan Korporasi

Yang dibina oleh Bapak : Zihnul Musfi, SH

I WAYAN NATA SUPRADJA

NIM 014.04.0109

UNIVERSITAS ISLAM AL AZHAR

FAKULTAS HUKUM

2017

Anda mungkin juga menyukai