Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH KEJAHATAN KORPORASI

DISUSUN OLEH :

NAMA : MUHTADA AL-FAY


NIM : D1A019406
MATA KULIAH : KEJAHATAN KORPORASI A1

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
2022
A. LATAR BELAKANG

Korporasi sebagai alat yang sangat luar biasa untuk memperoleh keuntungan pribadi tanpa
perlu adannya pertanggung jawaban. Pada berbagai sektor perekonomian, dapat ditemukan
satu contoh pelanggaran korporasi yang telah menimbulkan banyak kerugian dan kerusakan.
Walaupun terdapat berbagai bukti yang menunjukkan adanya kejahatan korporasi, namun
hukuman atas tindakan tersebut selalu terabaikan. Kejahatan korporasi yang telah terjadi pada
berbagai perusahaan di masa lalu dapat hidup kembali. Oleh karena itu, perlu diketahui
bagaimana untuk mencegahnya.
Banyak perusahaan sering, dengan sengaja bahkan berulang-ulang, mencemoohkan hukum;
mereka melakukan tidakan yang melanggar hokum namun dengan mudah keluar dari
tuntutan hukum. Padahal masyarakat sangat terganggu akibat tindakan korporasi tersebut.
Pandangan masyarakat pada bentuk kejahatan korporasi sangat berbeda dengan pandangan
mereka pada kejahatan jalanan. Hampir pada setiap kejadian, efek dari kejahatan korporasi
selalu lebih merugikan, memakan biaya lebih besar, berdampak lebih meluas, dan lebih
melemahkan daripada bentuk kejahatan jalanan.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan kejahatan Korporasi?


2. Sebab-sebab adanya kejahatan Korporasi.

C. PEMBAHASAN

1. Kejahatan Korporasi

 Pengertian Kejahatan Korporasi


Kejahatan diartikan sebagai suatu perbuataan yang oleh masyarakat dipandang sebagai
kegiatan yang tercela, dan terhadap pelakunya dikenakan hukuman (pidana). Sedangkan
korporasi adalah suatu badan hukum yang diciptakan oleh hukum itu sendiri dan mempunyai
hak dan kewajiban. Jadi, kejahatan korporasi adalah kejahatan yang dilakukan oleh badan
hukum yang dapat dikenakan sanksi. Dalam literature sering dikatakan bahwa kejahatan
korporasi ini merupakan salah satu bentuk White Collar Crime.Dalam arti luas kejahatn
korporasi ini sering rancu dengan tindak pidana okupasi, sebab kombinasi antara keduanya
sering terjadi.
Menurut Marshaal B. Clinard dan Peter C Yeager sebagaimana dikutip oleh Setiyono
dikatakan bahwa setiap tindakan yang dilakukan oleh korporasi yang bias diberi hukuman
oleh Negara, entah di bawah hukum administrasi Negara, hokum perdata maupun hukum
pidana.
Menurut Marshaal B. Clinard kejahatan korporasi adalah merupakan kejahatan kerah putih
namun ia tampil dalam bentuk yang lebih spesifik. Ia lebih mendekati kedalam bentuk
kejahatan terorganisir dalam konteks hubungan yang lebih kompleks dan mendalam antara
seorang pimpinan eksekutif, manager dalam suatu tangan. Ia juga dapat berbentuk korporasi
yang merupakan perusahaan keluarga, namun semuanya masih dalam rangkain bentuk
kejahatan kerah putih.
Menurut Sutherland kejahatan kerah putih adalah sebuah perilaku keriminal atau perbuatan
melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang dari kelompok yang memiliki keadaan sosio-
ekonomi yang tinggi dan dilakukan berkaitan dengan aktifitas pekerjaannya.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kejahatan korporasi pada umumnya
dilakukan oleh orang dengan status social yang tinggi dengan memanfaatkan kesempatan dan
jabatan tertentu yang dimilikinya. Dengan kadar keahlian yang tinggi dibidang bisnis untuk
mendapatkan keuntungan dibidang ekonomi.
 Karakteristik Kejahatan Korporasi
Salah satu hal yang membedakan antara kejahatan korporasi dengan kejahatan konvensional
atau tradisional pada umumnya terletak pada karakteristik yang melekat pada kejahatan
korporasi itu sendiri, antara lain :
 Kejahatan tersebut sulit terlihat ( Low visibility ), karena biasanya tertutup oleh
kegiatan pekerjaan yang rutin dan normal, melibatkan keahlian professional dan
system organisasi yang kompleks.
 Kejahatan tersebut sangat kompleks ( complexity ) karena selalu berkaitan dengan
kebohongan, penipuan, dan pencurian serta sering kali berkaitan dengan sebuah
ilmiah, tekhnologi, financial, legal, terorganisasikan, dan melibatkan banyak orang
serta berjalan bertahun–tahun.
 Terjadinya penyebaran tanggung jawab ( diffusion of responsibility ) yang semakin
luas akibat kompleksitas organisasi.
 Penyebaran korban yang sangat luas (diffusion of victimization ) seperti polusi dan
penipuan.
 Hambatan dalam pendeteksian dan penuntutan ( detection and prosecution ) sebagai
akibat profesionalisme yang tidak seimbang antara aparat penegak hukum dengan
pelaku kejahatan.
 Peraturan yang tidak jelas (ambiguitas law ) yang sering menimbulkan kerugian
dalam penegakan hukum.
 Sikap mendua status pelaku tindak pidana. Harus diakui bahwa pelaku tindak pidana
pada umumnya tidak melanggar peraturan perundang – undangan tetapi memang
perbuatan tersebut illegal.

2. Sebab – Sebab Adanya Kejahatan Korporasi


Keinginan korporasi untuk terus meningkatkan keuntungan yang diperolehnya
mengakibatkan terjadinya tindakan pelanggaran hukum. Korporasi, sebagai suatu badan
hukum, memiliki kekuasaan yang besar dalam menjalankan aktivitasnya sehingga sering
melakukan aktivitas yang bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku, bahkan selalu
merugikan berbagai pihak. Walaupun demikian, banyak korporasi yang lolos dari kejaran
hokum sehingga tindakan kejahatan korporasi semakin meluas dan tidak dapat dikendalikan.
Dengan mudahnya korporasi menghilangkan bukti-bukti atas segala kejahatannya terhadap
masyarakat. Sementara itu, tuntutan hukum terhadap perilaku buruk korporasi tersebut selalu
terabaikan karena tidak ada ketegasan dalam menghadapi masalah ini.
Pemerintah dan aparat hukum harus mengambil tindakan yang tegas mengenai kejahatan
korporasi karena baik disengaja maupun tidak, kejahatan korporasi selalu memberikan
dampak yang luas bagi masyarakat dan lingkungan, bahkan dapat mengacaukan
perekonomian negara. Jika hukuman dan sanksi yang dijatuhkan kepada korporasi tidak
memiliki keberartian, perilaku buruk korporasi dengan melakukan aktivitas yang illegal tidak
akan berubah. Korporasi diharapkan tidak lagi melarikan diri dari tanggung jawabnya, dalam
hal ini tanggung jawab pidana. Terutama, korporasi akan dibebani oleh lebih banyak
tanggung jawab moral dan sosial untuk memperhatikan keadaan dan keamanan lingkungan
kerjanya, termasuk penduduk, budaya, dan lingkungan hidup.
Menurut Gobert dan Punch, hal paling utama untuk mencegah terjadinya kejahatan korporasi
adalah dengan adanya pengendalian diri dan tanggung jawab sosial dan moral terhadap
lingkungan dan masyarakat di mana tanggung jawab tersebut berasal dari korporasi itu
sendiri maupun individu-individu di dalamnya.
Kejahatan korporasi yang lazimnya berbentuk dalam kejahatan kerah putih (white-collar
crime), biasanya dilakukan oleh suatu perusahaan atau badan hukum yang bergerak dalam
bidang bisnis dengan berbagai tindakan yang melanggar hukum pidana. Berdasarkan
pengalaman dari beberapa negara maju dapat dikemukakan bahwa identifikasi kejahatan-
kejahatan korporasi dapat mencakup tindak pidana seperti pelanggaran undang-undang anti
monopoli, penipuan melalui komputer, pembayaran pajak dan cukai, pelanggaran ketentuan
harga, produksi barang yang membahayakan kesehatan, korupsi, penyuapan, pelanggaran
administrasi, perburuhan, dan pencemaran lingkungan hidup.
Kejahatan korporasi tidak hanya dilakukan oleh satu korporasi saja, tetapi dapat dilakukan
oelh dua atau lebih korporasi secara bersama-sama. Apabila perbuatan yang dilakukan
korporasi, dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan di bidang hukum pidana yang
merumuskan korporasi sebagai subjek tindak pidana, maka korporasi tersebut jelas dapat
dipidana. Bercermin dari bentuk-bentuk tindak pidana di bidang ekonomi yang dilakukan
oleh korporasi dalam menjalankan aktivitas bisnis, jika dikaitkan dengan proses
pembangunan, maka kita dihadapkan kepada suatu konsekuensi meningkatnya tindak pidana
korporasi yang mengancam dan membahayakan berbagai segi kehidupan di masyarakat.
Korporasi, sebagai subjek tindak pidana, dapat dimintai pertanggung jawaban atas tindakan
pidana, jika tindakan pidana tersebut dilakukan oleh atau untuk korporasi maka hukuman dan
sanksi dapat dijatuhkan kepada korporasi dan atau individu di dalamnya. Namun demikian
perlu diadakan indentifikasi pada individu korporasi misalnya pada direktur, manajer dan
karyawan agar tidak terjadi kesalahan dalam penjatuhan hukuman secara individual. Tidak
bekerjanya hukum dengan efektif untuk menjerat kejahatan korporasi, selain karena
keberadaan suatu korporasi dianggap penting dalam menunjang pertumbuhan atau stabilitas
perekonomian nasional, sering kali juga disebabkan oleh perbedaan pandangan dalam melihat
kejahatan yang dilakukan oleh korporasi.
Kejahatan yang dilakukan oleh korporasi lebih dianggap merupakan kesalahan yang hanya
bersifat administratif daripada suatu kejahatan yang serius. Sebagian besar masyarakat belum
dapat memandang kejahatan korporasi sebagai kejahatan yang nyata walaupun akibat dari
kejahatan korporasi lebih merugikan dan membahayakan kehidupan masyarakat
dibandingkan dengan kejahatan jalanan.
Akibat dari suatu kejahatan yang dilakukan oleh korporasi lebih membahayakan
dibandingkan dengan kejaharan yang diperbuat seseorang. Dasar kesalahan perusahaan yang
dapat diindikasikan sebagai kejahatan korporasi, terlihat dalam kelalaian, keserampangan,
kelicikan, dan kesengajaan atas segala tindakan korporasi. Setiap suatu korporasi dimintai
pertangungjawabannya oleh aparat penegak hukum, selalu ada berbagai tekanan baik dari
korporasi maupun pemerintah yang akhirnya menghilangkan tuntutan hukum korporasi.
Aparat penegak hukum seringkali gagal dalam mengambil tindakan tegas terhadap berbagai
kejahatan yang dilakukan oleh korporasi. Hal ini sangat mengkhawatirkan, karena dampak
kejahatan yang ditimbulkan oleh korporasi sangat besar. Korbannya bisa berjumlah puluhan,
ratusan, bahkan ribuan orang. Contohnya, terbaliknya kapal the Herald of Free Enterprise
yang memakan korban ratusan orang. Selain itu korporasi, dengan kekuatan finansial serta
para ahli yang dimiliki, dapat menghilangkan bukti-bukti kejahatan yang dilakukan. Bahkan,
dengan dana yang dimiliki, korporasi dapat pula mempengaruhi opini serta wacana di
masyarakat, sehingga seolah-olah mereka tidak melakukan suatu kejahatan. Salah satu
penyebab utama gagalnya penuntutan dalam suatu perkara yang terdakwanya korporasi
adalah karena korporasi tersebut tidak memiliki direktur yang bertanggung jawab atas
keselamatan dan tidak memiliki kebijakan yang jelas yang mengatur mengenai keselamatan.
Kurangnya koordinasi structural dalam sebuah organisasi dianggap sebagai penyebab
terjadinya kejahatan korporasi.
Misalnya pada kasus terbaliknya kapal the Herald of Free Enterprise. Penyebab nyata
terbaliknya kapal yang menyebabkan kematian sekitar 200 nyawa ini adalah lemahnya
koordinasi di antara para pekerja sebagai akibat tidak adanya kebijakan-kebijakan tentang
keselamatan. Laporan mengenai investigasi terbaliknya kapal tersebut menyatakan bahwa
tidak ada keraguan kesalahan sebenarnya terletak pada korporasi itu sendiri karena tidak
memiliki kebijakankebijakan mengenai keselamatan dan gagal untuk memberikan petunjuk
keselamatan yang jelas. Kasus ini terutama disebabkan oleh kecerobohan.
Hukuman atas segala kejahatan korporasi adalah sebuah persoalan politis. Yang terjadi dalam
peristiwa politis adalah tawar-menawar yang mencari keseimbangan antara hak dan
kewajiban warga negara. Dalam hitungan hak dan kewajiban, korporasi dibolehkan
menikmati hak-hak yang sangat luas dan menciutkan kewajiban-kewajiban mereka. Kerugian
akibat kejahatan korporasi sering sulit dihitung karena akibat yang ditimbulkannya berlipat-
lipat, sementara hukuman atau denda pengadilan acap kali tidak mencerminkan tingkat
kejahatan mereka Perusahaan memiliki kekuatan untuk menentukan kebijakan melalui
direktur dan para eksekutif dan perusahaan seharusnya bertanggung jawab atas akibat dari
kebijakan mereka. Namun perusahaan – tidak seperti manusia – tidak dibebani oleh berbagai
emosi dan perasaan sehingga dengan mudahnya dapat menutupi perilaku buruknya.
Terdapat dua model kejahatan korporasi; pertama, kejahatan yang dilakukan oleh orang yang
bekerja atau yang berhubungan dengan suatu perusahaan yang dipersalahkan; dan kedua,
perusahaan sendiri yang melakukan tindakan kejahatan melalui karyawan-karyawannya.
Kejahatan yang terjadi dalam konteks bisnis dilatar belakangi oleh berbagai sebab. Human
error yang dipadukan dengan kebijakan yang sesat dan kekeliruan dalam pengambilan
keputusan merangsang terjadinya tindakan pelanggaran hukum. Pada pendekatan di Amerika
mengenai vicarious liability menyatakan bahwa bila seorang pegawai korporasi atau agen
yang berhubungan dengan korporasi, bertindak dalam lingkup pekerjaannya dan dengan
maksud untuk menguntungkan korporasi dengan melakukan suatu kejahatan, tanggung
jawab pidananya dapat dibebankan kepada perusahaan. Tidak peduli apakah perusahaan
secara nyata memperoleh keuntungan atau tidak atau apakah perusahaan telah melarang
aktivitas tersebut atau tidak. Sedangkan di Inggris, various liability terbatas pada tanggung
jawab perusahaan terhadap kejahatan korporasi yang dilakukan oleh seorang yang memiliki
kekuasaan yang tinggi (identification).
Teori ini menyatakan bahwa korporasi tidak dapat melakukan sesuatu kecuali melalui
seorang yang dapat mewakilinya. Bila seorang yang cukup berkuasa dalam struktur
korporasi, atau dapat mewakili korporasi melakukan suatu kejahatan, maka perbuatan dan
niat orang itu dapat dihubungkan dengan korporasi. Korporasi dapat dimintai
pertanggungjawaban secara langsung. Namun, suatu korporasi tidak dapat disalahkan atas
suatu kejahatan yang dilakukan oleh seorang yang berada di level yang rendah dalam hirarki
korporasi tersebut. Komisi Hukum Inggris telah mengusulkan bahwa terdapat satu kejahatan
baru, yaitu pembunuhan oleh korporasi “corporate killing”. Kejahatan ini merupakan suatu
species terpisah dari manslaugter yang hanya dapat dilakukan oleh korporasi. Dalam hal ini,
masalah-masalah yang berkaitan dengan penegasan tentang kesalahan korporasi, seperti
pembuktian dari niat atau kesembronoan, dapat diatasi dengan membuat definisi khusus yang
hanya dapat diterapkan kepada korporasi.
Pada era globalisasi ini, perkembangan perusahaan multinasional sangat pesat, bahkan
perusahaan tersebut mampu menempatkan diri pada posisi yang sangat strategis untuk
memperoleh perlindungan hukum sehingga peradilan dalam negeri sulit untuk mengajukan
tuntutan terhadap tindakan mereka yang merugikan. Agar kelemahan perangkat hukum tidak
terulang lagi, perlu dibuat aturan pertanggung jawaban korporasi yang komprehensif dan
mencakup semua kejahatan. Namun, pada pengadilan atas tindakan kriminalirtas korporasi,
keputusan mengenai hukuman dan sanksi, selalu menjadi hal terakhir untuk diputuskan.
Setiap tuntuan yang terjadi atas kejahatan korporasi selalu dipersulit sehingga sering tidak
dapat direalisasikan. Dengan demikian dapat terlihat bahwa hukum pun masih tidak dapat
diandalkan untuk menindak lanjuti masalah kejahatan korporasi. Suatu tindakan kejahatan,
terjadi karena korporasi tersebut mendapatkan keuntungan dari tindakan kejahatan yang
dilakukannya. Oleh karena itu, agar dapat menghapuskan tindakan kejahatan korporasi, dapat
dilakukan dengan mengambil keuntungan yang diperolehnya atas tindakan kriminalitas
tersebut. Misalnya dengan membebankan korporasi suatu denda yang lebih besar
dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh. Jika tindakan kriminalitas tidak lagi
mengutungkan korporasi, maka ia tidak akan terlibat kembali dalam suatu tindakan kriminal.
Namun dalam prakteknya, denda hukum yang dijatuhkan kepada korporasi sekedar dihitung
sebagai biaya produksi tanpa sepeserpun mengurangi keuntungan korporasi. Walaupun
mengurangi keuntungan, praktek illegal korporasi masih dapat terus berlanjut. Dengan kata
lain, denda yang dikenakan kepada korporasi hanya mengubah tindakan kejahatan korporasi
dari kesalahan terhadap masyarakat menjadi biaya dalam kegiatan bisnis Publisitas atas
keburukan korporasi juga dapat dilakukan sebagai sanksi atas kejahatan korporasi. Namun
sayangnya, hal tersebut membawa dampak yang tidak diinginkan. Jika terjadi pemboikotan
dari seluruh konsumen terhadap semua produk korporasi, maka secara pidana, pengadilan
berhasil mengadili korporasi tersebut.
Tetapi jika korporasi mengalami kerugiam yang besar, maka korporasi akan mengurangi
jumlah karyawannya sehingga akan banyak pekerja yang kehilangan pekerjaannya. Beraneka
ragam sanksi yang dikenakan kepada korporasi seperti melalui denda, kompensasi dan ganti
rugi, kerja sosial, pengenaan perbaikan, publisitas keburukan, dan orientasi pengendalian,
tidak dapat menghentikan tindakan kejahatan yang dilakukan korporasi. Korporasi dapat
lolos dari sanksi-sanksi tersebut dengan mengorbankan pegawai mereka. Sebagaimana
vicarious liability dan identification, kejahatan yang dilakukan korporasi juga merupakan
tanggung jawab individu-individu di dalammnya. Demikian juga, korporasi bertanggung
jawab atas kejahatan yang dilakukan oleh individu-individunya.
Jika suatu korporasi dikenai suatu hukuman atas kejahatan, kepada siapa hukuman tersebut
akan dikenakan? Jawaban yang masuk akal adalah direktur perusahaan. Menurut
‘identification’, tanggung jawab perusahaan sering didasarkan atas kejahatan yang dilakukan
direktur atau para eksekutifnya. Sayangnya, hal itu akan terlihat sangat tidak adil bagi
direktur yang selalu menjalankan bisnisnya sesuai dengan hukum yang berlaku. Oleh karena
itu diperlukan adanya keseimbangan tanggung jawab terhadap kejahatan korporasi dari
direktur, eksekutif, manajer, dan karyawan. Setiap individu harus bertanggung jawab baik
secara moral maupun hukum atas keputusan dan tindakan mereka. Jika seseorang melakukan
tindakan kejahatna melalui perusahaan, maka tuntutan hukum seharusnya dikenakan terhadap
orang tersebut, bukan terhadap perusahaan, terutama jika tindakan kejahatan tersebut tidak
memberikan keuntungan terhadap perusahaan. Perusahaan bertindak melalui individu tetapi
individu juga bertindak melalui perusahaan. Oleh karena itu, tanggung jawab atas suatu
tindakan kejahatan yang dilakuakan individu seharusnya tidak dilimpahkan kepada
perusahaan. Begitu juga sebaliknya.

D. KESIMPULAN
Kejahatan korporasi adalah merupakan kejahatan yang besar dan sangat berbahaya sekaligus
merugikan kehidupan masyarakat, kendatipun di pihak lain ia juga memberi kemanfaatan
bagi kehidupan masyarakat dan negara. Keinginan korporasi untuk terus meningkatkan
keuntungan yang diperolehnya mengakibatkan terjadinya tindakan pelanggaran hukum.
Korporasi, sebagai suatu badan hukum, memiliki kekuasaan yang besar dalam menjalankan
aktivitasnya sehingga sering melakukan aktivitas yang bertentangan dengan ketentuan hukum
yang berlaku, bahkan selalu merugikan berbagai pihak. Dikatakan “besar”, oleh karena
kompleksnya komponen-komponen yang bekerja dalam satu kesatuan korporasi, sehingga
metode pendekatan yang dilakukan terhadap korporasi tidak bisa lagi dengan menggunakan
metode pendekatan tradisional yang selama ini berlaku dan dikenal dengan metode
pendekatan terhadap kejahatan konvensional, melainkan harus disesuaikan dengan
kecanggihan dari korporasi itu sendiri, demikian pula dengan masalah yang berkenaan
dengan konstruksi yuridisnya juga harus bergeser dari asas-asas yang tradisional kearah yang
lebih dapat menampung bagi kepentingan masyarakat luas, yaitu dalam rangka memberikan
perlindungan terhadap masyarakat.
Kejahatan terorganisir, yang dalam literatur mendapat tempat dalam klasifikasi tersendiri,
tapi sebenarnya dalam pengertian yang lebih luas adalah merupakan bagian dari kejahatan
korporasi, korporasi adalah suatu organisasi, suatu bentuk organisasi dengan tujuan tertentu
yang bergerak dalam bidang ekonomi atau bisnis, maka kita harus melihat kejahatan
korporasi sebagai kejahatan yang bersifat organisatoris, yaitu suatu kejahatan yang terjadi
dalam konteks hubungan-hubungan yang kompleks dan harapan-harapan diantara dewan
direksi, eksekutif dan manejer disuatu pihak dan diantara kantor pusat, bagian-bagian dan
cabang-cabang pada pihak lain.
Kendatipun demikian, tidak berarti lalu kejahatan “warungan” tidak mendapat perhatian lagi,
akan tetapi harus terdapat perhatian lagi, akan tetapi harus terdapat pemikiran yang
proporsionalitas penanganan, sehingga tidak memberi kesan adanya ketidakadilan
penanganan. Artinya, kejahatan yang begitu membahayakan dan merugikan masyarakat luas
yang ditimbulkan oleh korporasi, namun tidak mendapat penanganan sebagaimana mestinya,
tapi dilain pihak, seperti yang selama ini terjadi, kejahatan “warungan” justru mendapat
perhatian secara serius dan sungguh-sungguh. Dari apa yang diuraikan di atas adalah
merupakan tantangan dan sekaligus menjadi arah bagi pengembangan kriminologi Indonesia
di masa mendatang.

E. SARAN

Untuk mencegah terjadinya kejahatan korporasi, perlu diadakan aturan yang tegas baik
berupa collective self-regulation maupun individualized selfregulation. Namun penerapan
collective self-regulation tidak efektif karena pemerintah dan pengadilan harus terus
memonitoring setiap aktivitas korporasi, sementara korporasi berusaha untuk mengambil
celah agar aktivitas kejahatannya tidak terpantau oleh mereka.
Dengan demikian, cara yang paling baik untuk melawan kejahatan korporasi adalah dengan
mencegahnya sebelum terjadi yang dapat dilakukan dengan adanya individualized self
regulation di mana setiap perusahaan bertangung jawab atas kebijakan mereka sendiri. Tidak
sulit untuk menemukan perusahaan yang mengatakan kepada masyarakat bahwa mereka
memiliki tanggung jawab sosial.
Namun banyak perusahaan yang menggunakan hal itu sebagai suatu cara pemasaran untuk
meningkatkan image, bahkan penjualan mereka. Selain itu, terdapat berbagai macam
perlakuan perusahaan atas nama tanggung jawab sosial yang pada prakteknya sangat bertolak
belakang.

Anda mungkin juga menyukai