Anda di halaman 1dari 22

Arbitrase

Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa


Perdata di luar peradilan umum yang didasarkan
pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis
oleh pihak yang bersengketa.

(Pasal 1(1) UU No. 30 th 99)


Prof. R. Soebekti, SH.
“Arbitrase adalah penyelesaian suatu penyelisihan
(perkara) oleh seorang atau beberapa orang wasit
(arbiter) yang bersama-sama ditunjuk oleh para pihak
yang berperkara dengan tidak diselesaikan lewat
pengadilan.”
Prof . Dr. H. Priyatna Abdurrasyid, SH.,
Ph.D., FCBArb
“Merupakan suatu tindakan hukum dimana ada pihak
yang menyerahkan sengketa atau berselisih pendapat
antara dua orang (atau lebih) maupun dua kelompok
(atau lebih) kepada seorang atau beberapa ahli yang
disepakati bersama dengan tujuan memperoleh
keputusan final dan mengikat."
Dasar Hukum Arbitrase di Indonesia
Sebelum Undang – undang No. 30 th 1999, diatur dalam pasal 615 -
651 Reglemen Acara Perdata (RBG Reglement op de
Rechtvordering, staatsblad 1847 : 52) dan pasal 377 Reglemen
Indonesia yang diperbarui (HIR Het Herziene Indonesisch
Reglement, Staatsblad 1941: 44) dan 705 Reglemen Acara Untuk
Daerah Luar Jawa dan Madura (Rechterglement Buitewesten,
staatsblad 1927:227)
Undang- undang No.30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelasian Sengketa.
Pasal 58 & 59 (1,2,&3) Undang-undang Pokok Kekuasaan
Kehakiman
Kepres No. 34 Tahun 1981 – Konvensi Newyork Tahun 1958
Perjanjian Arbitrase
Perjanjian Arbitrase

adalah suatu kesepakatan berupa klausula


arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian
tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul
sengketa, atau suatu perjanjian arbitrase
tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul
sengketa.
Dasar Hukum Arbitrase di Indonesia
Sebelum Undang – undang No. 30 th 1999, diatur dalam pasal 615 -
651 Reglemen Acara Perdata (RBG Reglement op de
Rechtvordering, staatsblad 1847 : 52) dan pasal 377 Reglemen
Indonesia yang diperbarui (HIR Het Herziene Indonesisch
Reglement, Staatsblad 1941: 44) dan 705 Reglemen Acara Untuk
Daerah Luar Jawa dan Madura (Rechterglement Buitewesten,
staatsblad 1927:227)
Undang- undang No.30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelasian Sengketa.
Pasal 58 & 59 (1,2,&3) Undang-undang Pokok Kekuasaan
Kehakiman
Kepres No. 34 Tahun 1981 – Konvensi Newyork Tahun 1958
Perjanjian Arbitrase
KEDUDUKAN PERJANJIAN
ARBITRASE SANGAT KUAT

Suatu perjanjian Arbitrase tidak menjadi batal disebabkan oleh


keadaan tersebut dibawah ini sesuai Pasal 10 :

Meninggalnya salah satu pihak;


Bangkrutnya salah satu pihak;
Novasi;
Insolvensi salah satu pihak;
Berlakunya syarat-syarat hapusnya perikatan pokok;
Bilamana pelaksanaan perjanjian tersebut dialihtugaskan
pada pihak ketiga dengan persetujuan pihak yang
melakukan perjanjian arbitrase tersebut; atau
Berakhirnya atau batalnya perjanjian pokok
Separability Doctrine (Dokrin Pemisahan)
(Pasal 10)

UU 30 Tahun 1999 menganut Doktrin Pemisahan.


Suatu perjanjian arbitrase tidak menjadi batal dengan
berakhirnya atau batalnya perjanjian pokok (Pasal 10
huruf h)

Perjanjian atau klausula arbitrase adalah merupakan


perjanjian otonom yang terpisah dari perjanjian
pokok. Perjanjian arbitrase tetap sah sebagai
landasan dasar mengajukan sengketa yang timbul
dari perjanjian, meskipun perjanjian itu telah berakhir
atau batal (M. Yahya Harahap)

KEDUDUKAN PERJANJIAN ARBITRASE SANGAT KUAT


Pasal 3 : Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk mengadili


sengketa para pihak yang telah terikat dalam perjanjian
arbitrase

Pasal 11 ayat (1): Adanya suatu perjanjian arbitrase tertulis


meniadakan hak para pihak untuk mengajukan penyelesaian
sengketa atau beda pendapat yang termuat dalam
perjanjiannya ke Pengadilan Negeri

Pasal 11 ayat (2) Pengadilan Negeri wajib menolak dan tidak


akan campur tangan di dalam suatu penyelesaian sengketa
yang telah ditetapkan melalui arbitase, kecuali dalam hal-hal
tertentu yang ditetapkan dalam Undang-undang ini.
ACTA COMPROMIS

Dalam hal Para pihak memilih penyelesaian sengketa melalui Arbitrase setelah
sengketa terjadi, maka para pihak harus membuat perjanjian baru di hadapan
Notaris (acta compromis), Perjanjian tersebut harus memuat:
▪ Masalah yang dipersengketakan;
▪ Nama lengkap dan tempat tinggal para pihak;
▪ Nama lengkap dan tempat tinggal arbiter atau majelis arbitrase
▪ Tempat arbiter atau majelis arbiterase akan mengambil keputusan;
▪ Nama lengkap sekretaris.
▪ Jangka waktu penyelesaian sengketa
▪ Pernyataan kesedian dari arbiter; dan
▪ Pernyataan kesedian dari pihak yang bersengketa untuk menanggung segala
biaya yang diperlukan untuk penyelesaian sengketa
contoh:
"Semua sengketa yang timbul dari
perjanjian ini, akan diselesaikan dan
diputus oleh Badan Arbitrase Nasional
Indonesia (BANI) menurut peraturan
prosedur arbitrase BANI yang
keputusannya mengikat kedua belah
pihak yang bersengketa sebagai
keputusan dalam tingkat pertama dan
terakhir."
keungulan
arbitrase Kerahasiaan/Confidentiality
Fleksibilitas dalam prosedur dan

persyaratan administrasi.
Hak pemilihan/penunjukan Arbiter
berada di tangan para pihak.
Pilihan hukum, forum dan prosedur
penyelesaian berada di tangan para
pihak dan di tuangkan dalam
perjanjian (Klausula Arbitrase)
Putusan Arbitrase final dan mengikat
Penyelesaian relatif cepat (180 hari)
surat
kuasa Para pihak dapat diwakili dalam
penyelesaian sengketa oleh seorang atau
orang-orang yang mereka pilih, masing-
Cara bermain
masing pihak harus mencantumkan
nama, data alamat dan keterangan-
keterangan serta kedudukan setiap
orang yang mewakili pihak bersengketa
dan harus disertai surat kuasa khusus
asli bermaterai cukup. (Pasal 5 Rules &
Prosedures BANI)
Perwakilan
Para Pihak Dalam proses beracara di BANI para
pihak dapat diwakilkan oleh seorang
atau orang-orang yang mereka pilih
Cara bermain
untuk mewakilinya dalam proses
arbitrase, dengan memberikan surat
kuasa khusus.
Tidak ada keharusan bagi para pihak
untuk menunjuk kuasa yang memiliki
lisensi advokat, tapi sebaiknya
adalah advokat.
Perwakilan
Para Pihak Dalam proses beracara di BANI para
pihak dapat diwakilkan oleh seorang
atau orang-orang yang mereka pilih
Cara bermain
untuk mewakilinya dalam proses
arbitrase, dengan memberikan surat
kuasa khusus.
Tidak ada keharusan bagi para pihak
untuk menunjuk kuasa yang memiliki
lisensi advokat, tapi sebaiknya
adalah advokat.
penunjukan 1. cakap melakukan tindakan hukum. 2. berumur
paling rendah 35 tahun; 3. tidak mempunyai
arbiter hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai

(pasal 12) dengan derajat kedua dengan salah satu pihak


bersengketa; 4. tidak mempunyai kepentingan
finansial atau kepentingan lain atas putusan
arbitrase; dan 5. memiliki pengalaman serta
menguasai secara aktif di bidangnya paling sedikit
15 tahun. 6. Hakim, jaksa, panitera dan pejabat
peradilan lainnya tidak dapat ditunjuk atau
diangkat sebagai arbiter
penunjukan 1. cakap melakukan tindakan hukum. 2. berumur
paling rendah 35 tahun; 3. tidak mempunyai
arbiter hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai

(pasal 12) dengan derajat kedua dengan salah satu pihak


bersengketa; 4. tidak mempunyai kepentingan
finansial atau kepentingan lain atas putusan
arbitrase; dan 5. memiliki pengalaman serta
menguasai secara aktif di bidangnya paling sedikit
15 tahun. 6. Hakim, jaksa, panitera dan pejabat
peradilan lainnya tidak dapat ditunjuk atau
diangkat sebagai arbiter
Kelalaian Para Apabila dalam sidang pertama Pemohon tidak
hadir sementara telah dipanggil secara patut,
Pihak maka permohonan arbitrase gugur.

Apabila dalam sidang pertama Termohon


tidak hadir sementara telah dipanggil secara
patut, maka maka majelis akan memanggil
kembali Termohon untuk hadir dalam sidang.
Apabila setelah dipanggil untuk kedua kalinya
Termohon tidak hadir, maka majelis akan
meneruskan persidangan tanpa kehadiran
Termohon.
PUTUSAN pada dasarnya dilakukan secara

ARBITRASE sukarela, namun jika tidak, putusan


dilaksanakan berdasarkan perintah
ketua Pengadilan Negeri atas
permohonan salah satu pihak
sebagaimana yang disebutkan pada
pasal 61, namun dengan memenuhi Pasal
62 UU arbitrase, yang berbunyi:
1. Perintah sebagaimana dimaksud dalam pasal 61 diberikan dalam
waktu paling lama 30 hari setelah permohonan eksekusi didaftarkan
kepada Panitera Pengadilan Negeri
2. Ketua PN sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sebelum
memberikan perintah pelaksanaan, memeriksa terlebih dahulu
apakah putusan arbitrase memenuhi ketentuan pasal 4 dan 5, serta
tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum
3. Dalam hal putusan arbitrase tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2), KPN menolak permohonan pelaksanaan
eksekusi dan terhadap putusan KPN tersebut tidak terbuka upaya
hukum apapun
4. Ketua PN tidak memeriksa alasan atau pertimbangan dari putusan
arbitrase
Kriteria putusan
arbitrase yang Para pihak menyetujui bahwa sengketa di antara
mereka akan diselesaikan melalui Arbitrase (Klausul
dapat Arbitrase)
memperoleh Persetujuan untuk menyelesaikan sengketa melalui
perintah arbitrase dimuat dalam suatu dokumen yang
ditandatangani oleh para pihak
eksekusi oleh Sengketa yang diselesaikan melalui arbitrase hanya di
Ketua PN, yaitu : bidang perdagangan dan mengenai hak yang menuntut
hukum dan peraturan perundang- undangan
Sengketa lain yang dapat diselesaikan melali arbitrase
adalah yang tidak bertentangan dengan kesusilaan
dan ketertiban umum

Anda mungkin juga menyukai