Anda di halaman 1dari 22

JURNAL KOMUNIKASI HUKUM (JKH), VOLUME 4 NOMOR 2 AGUSTUS 20 18

ARBITRASE SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

Muskibah
Dosen Fakultas Hukum Universitas Jambi
Email : muskibah@yahoo.co.id

ABSTRAK
Penyelesaian sengketa melalui arbitrase dapat dilakukan dengan klausula arbitrase yang
berbentuk pactum de compromittendo dan klausula arbitrase yang berbentuk acta
compromise. Lembaga arbitrase yang dapat dipilih oleh para pihak untuk menyelesaikan
sengketa, terdiri atas Arbitrase ad hoc dan Arbitrase institusional. Mekanisme penyelesaian
sengketa dimulai dari tahap pemberitahuan dan jawaban kepada para pihak, kemudian diikuti
dengan pemilihan dan pengangkatan arbiter, dan diakhiri dengan pemeriksaan dan putusan.
Kekuatan hukum dari putusan arbitrase adalah bersifat final dan mengikat, tetapi pengakuan
dan pelaksanaan putusannya tetap harus didaftarkan ke Pengadilan Negeri.

Kata Kunci : Penyelesaian Sengketa, Arbitrase.

ABSTRACT
Dispute settlement by means of arbitration can be conducted by using the arbitration
clause of pactum de compromittendo and acta compromise. The choice of the arbitration
institution chosen by the disputing parties consists of ad hoc arbitration and institutionalized
arbitration. Dispute settlement mechanism commences from the notification stage and
responses to the parties, followed by the choice and appointment of the arbitrators, and ended
by hearing session and award rendered by the arbitrators. Arbitral award given by
arbitrators has a legal and binding force, but the recognition and the implementation of the
said award requires submission of registration for arbitral award through District Court.

Keywords: Dispute Settlement, Arbitration

Pendahuluan (Retnowulan Sutantio dan Iskandar


Secara konvensional, penyelesaian Oeripkartawinata, 1998:68).
sengketa dilakukan melalui proses Sehubungan dengan hal di atas,
litigasi (pengadilan). Akan tetapi penyelesaian sengketa di luar
penyelesaian sengketa melalui proses pengadilan menjadi pilihan alternatif
litigasi cenderung menghasilkan para pihak yang bersengketa. Salah satu
masalah baru karena sifatnya yang win- penyelesaian sengketa di luar
lose, tidak responsif, time consuming pengadilan tersebut adalah melalui
proses berperkaranya, dan terbuka forum arbitrase. Pasal 60 Undang-
untuk umum (Frans Hendra, 2011:9). Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang
Kemudian dalam proses litigasi ini, Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
dapat diajukan upaya hukum atas Sengketa (selanjutnya disingkat UU
putusan yang dijatuhkan hakim kepada AAPS) menyebutkan putusan arbitrase
pengadilan yang lebih tinggi bersifat final dan mempunyai kekuatan

JURUSAN ILMU HUKUM, UNDIKSHA


150
ISSN : 2407-4276 (ONLINE); ISSN : 2356-4164 (PRINT)
JURNAL KOMUNIKASI HUKUM (JKH), VOLUME 4 NOMOR 2 AGUSTUS 20 18

hukum tetap dan mengikat para pihak. Putusan Mahkamah Konstitusi No.
Artinya putusan arbitrase tersebut tidak 15/PUU-XII/2014, yang menyatakan
dapat diajukan upaya hukum banding, bahwa Penjelasan Pasal 70 UU AAPS
kasasi, atau peninjauan kembali. bertentangan dengan UUD 1945 dan
Berdasarkan ketentuan Pasal 59 angka tidak mempunyai kekuatan mengikat.
(1) dan (4) UU AAPS, sifat final dan Berdasarkan putusan Mahkamah
mengikat putusan arbitrase tersebut Konstitusi tersebut, alasan-alasan
digantungkan pada kewajiban untuk permohonan pembatalan arbitrase tidak
mendaftarkan putusan arbitrase ke harus dibuktikan di pengadilan.
Pengadilan Negeri sehingga putusan Putusan arbitrase yang bersifat final
tersebut dapat dilaksanakan. Kemudian dan mengikat tersebut pada
berdasarkan ketentuan Pasal 70 UU kenyataannya belum merupakan
AAPS, putusan arbitrase yang bersifat putusan yang final dan mengikat, karena
final dan mengikat tersebut masih putusan arbitrase yang bersifat final dan
dapat diajukan upaya pembatalan mengikat tersebut baru dapat
apabila putusan arbitrase mengadung dilaksanakan setelah didaftarkan ke
unsur-unsur yang telah diatur, antara pengadilan. Dalam hal para pihak tidak
lain sebagai berikut: bersedia memenuhi pelaksanaan
1. Surat atau dokumen yang diajukan putusan tersebut secara sukarela,
dalam pemeriksaan, setelah putusan tersebut dapat dilaksanakan
putusan dijatuhkan, diakui palsu berdasarkan perintah Ketua Pengadilan
atau dinyatakan palsu; Negeri atas permohonan salah satu
2. Setelah putusan diambil pihak yang bersengketa. Di sisi lain
ditemukan dokumen yang bersifat putusan arbitrase tersebut juga dapat
menentukan, yang disembunyikan dimintakan pembatalan ke Pengadilan
oleh pihak lawan; atau Negeri (Pasal 60, Pasal 61, dan Pasal 70
3. Putusan diambil dari hasil tipu UU AAPS.).
muslihat yang dilakukan oleh Pendaftaran putusan arbitrase ke
salah satu pihak dalam Pengadilan Negeri untuk memperoleh
pemeriksaan sengketa. kekuatan mengikat serta upaya
Ketentuan Pasal 70 UU AAPS tidak pembatalan putusan arbitrase
sejalan dengan penjelasannya, karena menunjukan adanya penyimpangan
dalam penjelasan Pasal 70 UU AAPS terhadap asas final dan mengikat yang
disebutkan bahwa alasan-alasan diatur dalam Pasal 60 UU AAPS dan asas
pembatalan yang ditetapkan dalam kebebasan berkontrak yang terdapat
Pasal 70 UU AAPS harus dibuktikan dalam Pasal 1338 KUHPerdata. Para
dengan putusan pengadilan. Putusan pihak yang telah sepakat mengadakan
pengadilan tersebut dapat digunakan perjanjian arbitrase dan menyerahkan
sebagai dasar pertimbangan hakim proses penyelesaian sengketanya
untuk mengabulkan atau menolak melalui arbitrase, terikat untuk mentaati
permohonan pembatalan putusan dan melaksanakan putusan arbitrase
arbitrase. Penjelasan Pasal 70 UU AAPS tersebut tanpa harus menunggu
ini kemudian dibatalkan berdasarkan eksekusi dari pengadilan. Adanya

JURUSAN ILMU HUKUM, UNDIKSHA


151
ISSN : 2407-4276 (ONLINE); ISSN : 2356-4164 (PRINT)
JURNAL KOMUNIKASI HUKUM (JKH), VOLUME 4 NOMOR 2 AGUSTUS 20 18

peluang untuk mengajukan perlawanan kontrak yang mereka buat yakni


melalui upaya pembatalan putusan ke jika terjadi sengketa di antara
Pengadilan Negeri pada akhirnya mereka dikemudian hari maka
menimbulkan ketidakpastian dalam mereka sudah menentukan
penyelesaian sengketa melalui arbitrase. lembaga arbitrase yang akan
Arbitrase adalah cara penyelesaian menyelesaikan sengketa
suatu sengketa perdata di luar tersebut. Hal ini sesuai dengan
pengadilan umum yang didasarkan pada bunyi Pasal 4 ayat (2) bahwa
perjanjian arbitrase yang dibuat secara persetujuan untuk
tertulis oleh para pihak yang menyelesaikan sengketa melalui
bersengketa. Kemudian dalam Pasal 1 arbitrase sebagaimana dimaksud
angka (3) dijelaskan bahwa yang ayat (1) dimuat dalam suatu
dimaksud dengan perjanjian arbitrase dokumen yang ditandatangani
adalah suatu kesepakatan berupa oleh para pihak.
klausul arbitrase yang tercantum dalam
suatu perjanjian tertulis yang dibuat b. Akta Kompromis
para pihak sebelum timbul sengketa, Akta kompromis dibuat setelah
atau suatu perjanjian arbitrase timbul perselisihan di antara
tersendiri yang dibuat para pihak kedua belah pihak. Jadi di
setelah timbul sengketa. samping para pihak sudah
Berdasarkan rumusan tersebut, menentukan pada saat kontrak
dapat disimpulkan kalau perjanjian dibuat, berdasarkan Pasal 7
arbitrase timbul karena adanya suatu undang-undang ini para pihak
kesepakatan berupa, klausul arbitrase dapat menyetujui suatu sengketa
yang tercantum dalam perjanjian yang terjadi atau akan terjadi di
tertulis yang dibuat para pihak sebelum antara mereka untuk
timbul sengketa, dan suatu perjanjian diselesaikan melalui arbitrase
arbitrase tersendiri yang dibuat oleh (Susilawetty, 2013:4).
para pihak setelah timbul sengketa. Berkaitan dengan isi dari klausul
Dengan kata lain, klausul arbitrase arbitrase tersebut baik yang dibuat
tersebut dapat dibedakan atas 2 (dua) sebelum atau sesudah timbul sengketa,
macam, yaitu: “Klausul arbitrase yang menurut Suyud Margono “harus
berbentuk pactum de compromittendo berisikan hal-hal yang boleh
dan klausul arbitrase yang berbentuk dicantumkan dalam perjanjian arbitrase.
acta compromise” (Rahmadi Usman, Op. Penggunaan istilah klausul arbitrase
Cit:158). mengandung konotasi bahwa perjanjian
Menurut Susilawetty, perbedaan pokok yang bersangkutan diikuti atau
antara pactum de compromittendo dan dilengkapi dengan persetujuan
akta kompromis adalah sebagai beriktu : mengenai pelaksanaan arbitrase”
a. Pactum de Compromittend (Suyud Margono, 2004:117).
Pada bentuk pactum de Selanjutnya menurut Gatot Soemartono
compromittendo, para pihak isi klausul arbitrase seharusnya
sudah mencantumkan dalam “menunjuk sebuah badan arbitrase

JURUSAN ILMU HUKUM, UNDIKSHA


152
ISSN : 2407-4276 (ONLINE); ISSN : 2356-4164 (PRINT)
JURNAL KOMUNIKASI HUKUM (JKH), VOLUME 4 NOMOR 2 AGUSTUS 20 18

tertentu, lokasi arbitrase berlangsung, sengketa. Dalam hal ini, menurut M.


hukum dan aturan yang akan digunakan, Yahya Harahap “abitrase ad hoc tunduk
kualifikasi para arbiter, dan bahasa yang sepenuhnya mengikuti aturan tata cara
akan dipakai dalam proses arbitrase” yang ditentukan dalam perundang-
(Gatot Soemartono, 2006:33). undangan” (M. Yahya Harahap,
Kemudian terhadap klausul arbitrase 1991:150).
berlaku suatu prinsip yang berlaku Berbeda dengan arbitrase ad hoc,
umum yakni prinsip separabilitas yaitu, arbitrase institusional adalah arbitrase
“perjanjian atau klausula arbitrase yang melembaga yang didirikan dan
berdiri sendiri dan terlepas sama sekali melekat pada suatu lembaga tertentu.
dari perjanjian pokoknya. Oleh sebab Sifat arbitrase ini permanen dan sengaja
itu, jika misalnya karena alasan apapun dibentuk guna menyelesaikan sengketa,
perjanjian pokoknya dianggap cacat dan pada umumnya memiliki prosedur
hukum atau tidak sah, kontrak atau dan tata cara pemeriksaan sengketa
klusula arbitrase tetap dianggap sah dan tersendiri, dan apabila selesai memutus
mengikat” (Moch. Faisal Salam, sengketa, arbitrase ini tidak akan
2007:150-151). berakhir. Ada beberapa lembaga yang
Untuk mengantisipasi timbulnya menyediakan jasa arbitrase
persoalan di kemudian hari yang terkait institusional, yakni:
dengan klausul arbitrase dalam proses a. Arbitrase institusional yang
persidangan dan pelaksanaan putusan bersifat nasional, yaitu arbitrase
arbitrase, seharusnya klausul arbitrase yang ruang lingkup keberadaan
memuat pernyataan mengenai jenis dan yurisdiksinya hanya meliputi
lembaga arbitrase yang dipilih, kawasan Negara yang
bagaimana pelaksanaannya, serta bersangkutan.
peraturan prosedural apa yang akan a) Badan Arbitrase Nasional
diterapkan. Indonesia (BANI)
Ada 2 (dua) jenis arbitrase yang b) Nederlands Arbitrage Institut
dapat dipilih oleh para pihak untuk b. Arbitrase institusional yang
menyelesaikan sengketanya, yakni bersifat internasional, yaitu
Arbitrase ad hoc dan Arbitrase arbitrase yang ruang lingkup
institusional. Arbitrase ad hoc dibentuk keberadaan dan yurisdiksinya
dalam hal terdapat kesepakatan para bersifat internasional, misalnya;
pihak dengan mengajukan permohonan a) Court of Arbitration of the
kepada Ketua Pengadilan Negeri, untuk International Chamber of
menunjuk seorang arbiter atau lebih Commerce (ICC)
dalam rangka penyelesaian sengketa b) The International Centre for
para pihak. Arbitrase ini tidak terkait Settlement of Investment
dengan salah satu badan arbitrase, Dispute (ICSID)
dengan demikian arbitrase ini tidak c. Arbitrase institusional yang
memiliki aturan tata cara tersendiri, bersifat regional, yaitu arbitrase
baik mengenai pengangkatan arbiternya yang ruang lingkup keberadaan
maupun tata cara pemeriksaan dan yurisdiksinya berwawasan

JURUSAN ILMU HUKUM, UNDIKSHA


153
ISSN : 2407-4276 (ONLINE); ISSN : 2356-4164 (PRINT)
JURNAL KOMUNIKASI HUKUM (JKH), VOLUME 4 NOMOR 2 AGUSTUS 20 18

regional, misal Regional Centre Rumusan Masalah


for Arbitration yang didirikan Adapun pokok permasalahan yang
oleh Asia-Africa Legal akan dibahas dalam tulisan ini adalah:
Consultative Committee (AALC) 1. Bagaimanakah mekanisme
(Faisal Salam, Op.Cit:154). penyelesaian sengketa melalui
arbitrase ?
Berkaitan dengan penyelesaian 2. Bagaimanakah kekuatan hukum
sengketa melalui arbitrase, meskipun putusan arbitrase dalam
klausul arbitrase bukan materi pokok penyelesaian sengketa ?
dari perjanjian yang menimbulkan
sengketa tetapi klausul arbitrase Pembahasan
merupakan salah satu bentuk dari Mekanisme Penyelesaian Sengketa
perjanjian untuk menyelesaikan Melalui Arbitase
sengketa antara para pihak yang terikat Istilah arbitrase berasal dari bahasa
dalam kontrak, maka keabsahan klausul latin yaitu “Arbitrare”. Arbitrase juga
arbitrase harus diperhatikan apakah dikenal dengan sebutan atau istilah
kalusul arbitrase tersebut sudah lainnya yang memiliki maksud yang
memenuhi syarat-syarat perjanjian yang sama, misalnya Perwasitan atau
termuat dalam Buku III KUHPerdata, Arbitrage (Belanda), Arbitration
sehingga proses penyelesaian sengketa (Inggris), Arbitrage atau Schiedsprush
dapat dilakukan. (Jerman), Arbitrage (Perancis),
Selanjutnya apabila para pihak telah kesemuanya memiliki arti yang sama
memilih salah satu dari jenis arbitrase yaitu kekuasaan untuk menyelesaikan
apakah itu arbitrase ad hoc, atau sesuatu menurut kebijaksanaan (Ibid).
arbitrase institusional sebagaimana Berikut ini beberapa pengertian
yang telah dikemukakan di atas, maka arbitrase yang dikemukan oleh para ahli
lembaga arbitrase tersebut akan hukum, yakni menurut R. Subekti
memeriksa dan memutus sengketa para arbitrase adalah “penyelesaian atau
pihak sesuai dengan kewenangan dan pemutusan sengketa oleh seorang hakim
prosedur yang ditetapkan oleh lembaga atau para hakim berdasarkan
abitrase yang dipilih. Putusan lembaga persetujuan bahwa para pihak akan
arbitrase tersebut bersifat final dan tunduk pada atau manaati keputusan
mengikat. Akan tetapi kekuatan hukum yang diberikan oleh hakim atau para
putusan arbitrase ini masih hakim yang mereka pilih atau tunjuk”
digantungkan pada proses eksekusi (R. Subekti, 1992:1). Selanjutnya
yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri. Priyatna Abdurrasyid memberikan
Berdasarkan hal-hal yang telah pengertian arbitrase adalah:
dikemukakan tersebut, tulisan ini akan Salah satu mekanisme alternative
mengkaji mengenai mekanisme penyelesaian sengketa (APS) yang
penyelesaian melalui arbitrase serta merupakan bentuk tindakan hukum
kekuatan hukum dari putusan arbitrase. yang diakui oleh undang-undang
dimana salah satu pihak atau lebih
menyerahkan sengketanya

JURUSAN ILMU HUKUM, UNDIKSHA


154
ISSN : 2407-4276 (ONLINE); ISSN : 2356-4164 (PRINT)
JURNAL KOMUNIKASI HUKUM (JKH), VOLUME 4 NOMOR 2 AGUSTUS 20 18

ketidaksepahamannya Selanjutnya secara yuridis,


ketidaksepakatannya dengan satu pengertian arbitrase telah dirumuskan
pihak lain atau lebih kepada satu dalam Pasal 1 angka 1 UU Nomor 30
orang (arbiter) atau lebih (arbiter- Tahun 1999 sebagaimana telah
arbiter majelis) ahli yang dikemukakan sebelumnya, yakni
professional, yang akan bertindak “arbitrase adalah cara penyelesaian
sebagai hakim / peradilan swasta suatu sengketa perdata di luar peradilan
yang akan menerapkan tata cara umum yang didasarkan pada perjanjian
hukum Negara yang berlaku atau arbitrase yang dibuat secara tertulis
menerapkan tata cara hukum oleh para pihak yang bersengketa”.
perdamaian yang telah disepakati Dari berbagai pengertian tersebut di
para pihak tersebut terdahulu untuk atas, dapat disimpulkan bahwa arbitrase
sampai kepada putusan yang final merupakan cara penyelesaian sengketa
dan mengikat. Oleh karena itu perdata di luar peradilan umum yang
dikatakan bahwa arbitrase adalah didasarkan pada perjanjian tertulis yang
hukum prosedur dan hukum para telah diadakan oleh para pihak yang
pihak (“law of procedure” dan “law of bersengketa, baik sebelum maupun
the parties”. Selain putusan arbiter sesudah terjadinya sengketa. Pihak yang
yang final dan mengikat, dikenal pula menyelesaikan sengketa disebut dengan
pendapat mengikat (“binding arbiter yang dipilih oleh para pihak yang
opinion”-“binded adves)” (Priyatna bersengketa.
Abdurrasyid, Op.Cit:56-57) . Arbitrase di Indonesia pada awalnya
Kemudian Abdul Kadir Muhammad diatur dalam Reglement op de Burgelijke
memberikan pengertian arbitrase yang Rechtsvordering (RV), yang merupakan
lebih terperinci yakni: produk Pemerintah Belanda. Ketentuan
Arbitrase adalah badan peradilan dalam RV tersebut masih berlaku
swasta di luar lingkungan peradilan setelah Indonesia merdeka dikarenakan
umum, yang dikenal khusus dalam adanya peraturan peralihan dalam
dunia perusahaan. Arbitrase adalah Undang-Undang Dasar 1945. Akan tetapi
peradilan yang dipilih dan ditentukan dengan berlakunya Undang-Undang
sendiri secara sukarela oleh pihak- Nomor 30 Tahun 1999 Tentang
pihak pengusaha yang bersengketa. Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Penyelesaian sengketa di luar Sengketa, maka ketentuan arbitrase
pengadilan Negara merupakan dalam RV dinyatakan tidak berlaku lagi.
kehendak bebas pihak-pihak. Sesuai dengan UU Nomor 30 Tahun
Kehendak bebas ini dapat dituangkan 1999, mekanisme penyelesaian sengketa
dalam perjanjian tertulis yang jasa konstruksi melalui arbitrase
mereka buat sebelum atau sesudah mengikuti ketentuan yang diatur dalam
terjadi sengketa sesuai dengan asas undang-undang ini. Adapun persyaratan
kebebasan berkontrak dalam hukum yang harus dipenuhi sebelum proses
perdata (Abdul Kadir Muhammad, penyelesaian sengketa jasa konstruksi
1993:276). melalui arbitrase dimulai, pertama
keharusan adanya perjanjian arbitrase

JURUSAN ILMU HUKUM, UNDIKSHA


155
ISSN : 2407-4276 (ONLINE); ISSN : 2356-4164 (PRINT)
JURNAL KOMUNIKASI HUKUM (JKH), VOLUME 4 NOMOR 2 AGUSTUS 20 18

yang sah antara pihak pengguna jasa arbitrase ditentukan dan disepakati
konstruksi dan pihak penyedia jasa sendiri oleh para pihak.
konstruksi. Syarat kedua yakni sengketa Hal ini sejalan dengan pendapat yang
yang terjadi antara pengguna jasa dikemukakan Priyatna Abdurrasyid
konstruksi dengan penyedia jasa yakni, ada tiga keadaan yang
konstruksi harus merupakan sengketa menyebabkan perjanjian arbitrase
yang dapat diselesaikan melalui menjadi sah dan dapat dilaksanakan
arbitrase. oleh para pihak bilamana memenuhi
Suatu perjanjian arbitrase dikatakan syarat-syarat sebagai berikut:
sah apabila memenuhi ketentuan a. Perjanjian harus tertulis
mengenai syarat sahnya perjanjian yang b. Para pihak harus secara hukum
termuat dalam Pasal 1320 KUHPerdata, mampu untuk menutup dan
yakni: melaksanakan perjanjian yang
a. kesepakatan para pihak ditandatanganinya
b. kecakapan untuk membuat perjanjian c. Perjanjian harus dengan secara
c. suatu hal tertentu jelas menjabarkan maksud dan
d. suatu sebab yang halal persetujuan dari para pihak dalam
Syarat subyektif perjanjian arbitrase perjanjian, masalah apa yang
terlihat dari keharusan bahwa diperjanjikan dan dilarang
perjanjian arbitrase tersebut dibuat oleh berisikan ketentuan yang
mereka yang oleh hukum dianggap diarahkan untuk menolak
cakap dan mempunyai wewenang untuk kekuasaan hukum arbitrase
melakukan perjanjian. Sedangkan syarat (Priyatna Abdurrasyid, Op.
obyektif dalam perjanjian arbitrase Cit:114).
terlihat dari obyek perjanjian arbitrase Selanjutnya syarat kedua yakni
adalah hanya untuk sengketa di bidang sengketa yang dapat diselesaikan
perdagangan dan mengenai hak yang melalui arbitrase menurut Pasal 5 ayat
menurut hukum dan aturan perundang- (1) UU Nomor 30 Tahun 1999 adalah
undangan dikuasai sepenuhnya oleh sengketa di bidang perdagangan dan
pihak yang bersengketa. hak yang menurut hukum dan peraturan
Kemudian perjanjian arbitrase perundang-undangan dikuasai
tersebut harus dibuat sebelum atau sepenuhnya oleh pihak yang
setelah adanya sengketa dalam bentuk bersengketa. Dalam penjelasan Pasal 66
tertulis, bentuk tertulis tersebut huruf b UU Nomor 30 Tahun 1999
termasuk dengan menggunakan teleks, disebutkan bahwa yang termasuk ruang
telegram, faksimili, e mail atau sarana lingkup perdagangan adalah kegiatan-
telekomunikasi lainnya sebagaimana kegiatan di bidang perniagaan,
ditentukan dalam Pasal 4 ayat (3) UU perbankan, keuangan, penanaman
Nomor 30 Tahun 1999. Perjanjian modal, industri, dan hak kekayaan
arbitrase ini tunduk pada prinsip intelektual. Usaha jasa konstruksi
otonomi para pihak sebagaimana yang termasuk dalam bidang insdustri, oleh
diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) karena itu sengketa jasa konstruksi
KUHPerdata. Dengan kata lain proses dapat diselesaikan melalui arbitrase.

JURUSAN ILMU HUKUM, UNDIKSHA


156
ISSN : 2407-4276 (ONLINE); ISSN : 2356-4164 (PRINT)
JURNAL KOMUNIKASI HUKUM (JKH), VOLUME 4 NOMOR 2 AGUSTUS 20 18

Adapun mekanisme penyelesaian tentang jumlah arbiter yang


sengketa jasa konstruksi melalui dikehendaki dalam jumlah ganjil.
arbitrase adalah sebagai berikut:
1. Tahap Pemberitahuan Apabila para pihak memilih arbitrase
Tahap pertama untuk memulai setelah sengketa terjadi, maka
arbitrase adalah penyampaian persetujuan mengenai hal tersebut
pemberitahuan secara tertulis oleh salah harus dibuat dalam suatu perjanjian
satu pihak dalam kontrak kontruksi tertulis yang ditandatangani oleh para
(disebut Pemohon) kepada pihak pihak atau dalam bentuk akta notaris.
lainnya (disebut Termohon), bahwa Perjanjian tertulis tersebut menurut
syarat-syarat penyelesaian melalui Pasal 9 ayat (3) UU Nomor 30 Tahun
arbitrase telah berlaku, dalam hal ini 1999 harus memuat:
apabila para pihak menyepakati a. Masalah yang dipersengketakan
arbitrase ad hoc. Akan tetapi jika para b. Nama lengkap dan tempat
pihak memilih arbitrase institusionial, tinggal para pihak
maka permohonan arbitrase dikirim c. Nama lengkap dan tempat
kepada lembaga institusional yang tinggal arbiter atau majelis
dipilih, misalnya melalui BANI, untuk arbitrase
kemudian disampaikan kepada pihak d. Tempat arbiter atau majelis
lainnya. Tanggal penerimaan arbitrase akan mengambil
pemberitahuan atau permohonan keputusan
arbitrase dianggap sebagai saat e. Nama lengkap sekretaris
dimulainya tahap arbitrase. Surat f. Jangka waktu penyelesaian
pemberitahuan yang merupakan sengketa
permohonan untuk mengadakan g. Pernyataan kesediaan dari
arbitrase tersebut menurut Pasal 8 ayat arbiter
1 dan 2 UU Nomor 30 Tahun 1999, h. Pernyataan kesediaan dari pihak
harus memuat dengan jelas: yang bersengketa untuk
a. Nama dan alamat para pihak menanggung segala biaya yang
b. Penunjukan kepada klausula atau diperlukan untuk penyelesaian
perjanjian arbitrase yang berlaku sengketa melalui arbitrase
c. Perjanjian atau masalah yang
menjadi sengketa Perjanjian tertulis yang tidak
d. Dasar tuntutan dan jumlah yang memenuhi ketentuan Pasal 9 ayat (3)
dituntut, apabila ada tersebut di atas adalah batal demi
e. Cara penyelesaian yang hukum. Perjanjian arbitrase yang dibuat
dikehendaki secara tertulis tersebut berfungsi
f. Perjanjian yang diadakan oleh sebagai pembuktian akan adanya
para pihak tentang jumlah kesepakatan para pihak untuk
arbiter atau apabila tidak pernah menyelesaikan sengketa melalui
diadakan perjanjian semacam itu, arbitrase, sekaligus mengesampingkan
pemohon dapat mengajukan usul kewenangan pengadilan untuk
mengadili sengketa yang bersangkutan.

JURUSAN ILMU HUKUM, UNDIKSHA


157
ISSN : 2407-4276 (ONLINE); ISSN : 2356-4164 (PRINT)
JURNAL KOMUNIKASI HUKUM (JKH), VOLUME 4 NOMOR 2 AGUSTUS 20 18

Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 3 e. Memiliki pengalaman serta


dan Pasal 11 ayat (1) UU Nomor 30 menguasai secara aktif di
Tahun 1999, yang menyebutkan bahwa bidangnya paling sedikit 15
pengadilan negeri tidak berwenang tahun.
untuk mengadili para pihak yang terikat Kemudian dalam ayat (2) disebutkan
dalam perjanjian arbitrase. bahwa “Hakim, jaksa, panitera dan
Terhadap pemberitahuan atau pejabat peradilan lainnya tidak dapat
permohonan arbitrase tersebut pihak ditunjuk atau diangkat sebagai arbiter”.
termohon dapat mengajukan jawaban Ketentuan pasal ini dimaksudkan agar
dan atau tuntutan balik kepada terjamin objektivitas dalam
pemohon. Jawaban atau tuntutan balik pemeriksaan serta pemberian putusan
tersebut menurut UU Nomor 30 Tahun oleh arbiter.
1999 dapat diajukan 14 hari sejak Mengenai ketentuan jumlah arbiter,
salinan permohonan arbitrase diterima dapat dilihat dalam rumusan Pasal 1
termohon. Mengenai isi jawaban dan angka (7) UU Nomor 30 Tahun 1999,
atau tuntutan balik dari termohon, yakni: “Arbiter adalah seorang atau
dalam UU Nomor 30 Tahun 1999 tidak lebih yang dipilih oleh para pihak yang
ada pengaturannya, karena itu isi bersengketa atau yang ditunjuk oleh
jawaban dan atau tuntutan mengikuti pengadilan negeri atau oleh lembaga
bentuk dan isi dari pemberitahuan atau arbitrase, untuk memberikan putusan
permohonan arbitrase yang mengenai sengketa tertentu yang
disampaikan oleh pemohon. diserahkan penyelesaiannya melalui
2. Tahap Pemilihan dan Pengangkatan arbitrase”. Dengan demikian jumlah
Arbiter arbiter, bisa seorang saja yang
Arbiter adalah hakim yang dipilih merupakan arbiter tunggal, atau
oleh para pihak yang bersengketa. beberapa orang yang merupakan majelis
Berdasarkan Pasal 12 ayat (1) UU arbitrase, yang bertugas menyelesaikan
Nomor 30 Tahun 1999, yang dapat sengketa melalui arbitrase.
ditunjuk atau diangkat menjadi arbiter Pengangkatan arbiter dilakukan
harus memenuhi syarat-syarat sebagai berdasarkan penunjukan para pihak,
berikut: baik melalui pactum de compromittendo
a. Cakap melakukan tindakan maupun akta compromise. Apabila para
hukum pihak belum menentukan cara
b. Berumur paling rendah 35 tahun penunjukan arbiter, baik sebelum
c. Tidak mempunyai hubungan maupun sesudah sengketa terjadi, para
keluarga sedarah atau semenda pihak masih diberikan kesempatan
sampai dengan derajat kedua untuk memilih arbiter secara langsung.
dengan salah satu pihak Dalam hal para pihak tidak sepakat
bersengketa mengenai pemilihan arbiter atau tidak
d. Tidak mempunyai kepentingan ada ketentuan yang dibuat mengenai
finasial atau kepentingan lain pengangkatan arbiter, Ketua Pengadilan
atas putusan arbitrase Negeri dapat menunjuk arbiter atau
majelis arbiter. Begitu juga dalam suatu

JURUSAN ILMU HUKUM, UNDIKSHA


158
ISSN : 2407-4276 (ONLINE); ISSN : 2356-4164 (PRINT)
JURNAL KOMUNIKASI HUKUM (JKH), VOLUME 4 NOMOR 2 AGUSTUS 20 18

arbitrase ad hoc bagi setiap 30 Tahun 1999 menyebutkan:


ketidaksepakatan dalam penunjukan “Terhadap arbiter dapat diajukan
arbiter, para pihak dapat meminta tuntutan ingkar apabila terdapat cukup
kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk alasan dan cukup bukti otentik yang
menunjuk seorang arbiter atau lebih. menimbulkan keraguan bahwa arbiter
Sedangkan dalam arbitrase institusional, akan melakukan tugasnya tidak secara
pemohon dapat menunjuk sendiri bebas dan akan berpihak dalam
arbiter atau menyerahkan mengambil keputusan”. Kemudian ayat
penunjukannya kepada lembaga (2) menyebutkan: “Tuntutan ingkar
arbitrase yang bersangkutan. terhadap seorang arbiter dapat pula
Dalam Peraturan Prosedur Arbitrase dilaksanakan apabila terbukti adanya
BANI (BANI Rules and Prosedures), hubungan kekeluargaan, keuangan, atau
ditentukan syarat umum untuk menjadi pekerjaan dengan salah satu pihak atau
arbiter, yakni harus terdaftar sebagai kuasanya”.
arbiter BANI atau memiliki sertifikat Tuntutan ingkar terhadap arbiter
ADR/Arbitrase yang diakui BANI. tersebut berdasarkan Pasal 23 UU
Arbiter yang disediakan BANI terdiri Nomor 30 Tahun 1999, ditujukan
dari berbagai profesi baik pakar hukum kepada:
maupun pakar non hukum seperti ahli a. Ketua Pengadilan Negeri, dalam hal
teknik, arsitek, dan orang-orang lainnya arbiter diangkat oleh Ketua
yang memenuhi syarat. Pengadilan Negeri
Kemudian secara tegas dalam b. Arbiter yang bersangkutan, dalam
Peraturan Prosedur BANI juga hal sengketa diselesaikan oleh
disebutkan bahwa apabila perjanjian arbiter tunggal
arbitrase atau klausul arbitrase c. Majelis arbiter, dalam hal sengketa
menunjuk BANI sebagai badan arbitrase diselesaikan oleh mejelis arbiter.
yang akan memutus sengketa, atau Tuntutan ingkar harus diajukan
apabila dengan tegas disebutkan bahwa secara tertulis dengan menyebutkan
pemutusan sengketa akan dilakukan alasannya, baik kepada pihak lainnya
oleh sesuatu badan arbitrase maupun kepada arbiter yang
“berdasarkan Peraturan Prosedur bersangkutan. Apabila tuntutan ingkar
BANI”, maka BANI berkompetensi untuk disetujui, arbiter yang bersangkutan
menangani sengketa dan sengketa mengundurkan diri. Akan tetapi jika
tersebut akan diperiksa dan diputus tidak disetujui pihak lainnya dan arbiter
menurut ketentuan-ketentuan BANI tidak mengundurkan diri, pihak yang
(Gatot Soemartono, Op.Cit:34). berkepentingan dapat mengajukan
Untuk menjaga kemandirian dan tuntutan ke Pengadilan Negeri.
ketidakberpihakan arbiter baik dalam 3. Tahap Pemeriksaan Sengketa dan
proses pengangkatannya maupun Putusan
selama arbitrase berlangsung, maka Dalam pemeriksaan sengketa, apabila
para pihak yang bersengketa dapat para pihak tidak menentukan atau tidak
mengajukan perlawanan atau tuntutan memilih aturan procedural arbitrase
ingkar. Pasal 22 UU ayat (1) UU Nomor institusional tertentu, maka

JURUSAN ILMU HUKUM, UNDIKSHA


159
ISSN : 2407-4276 (ONLINE); ISSN : 2356-4164 (PRINT)
JURNAL KOMUNIKASI HUKUM (JKH), VOLUME 4 NOMOR 2 AGUSTUS 20 18

pemeriksaan sengketa baik oleh arbiter Sesuai dengan Pasal 27 UU Nomor


atau majelis arbitrase dilakukan 30 Tahun 1999, “Semua pemeriksaan
menurut ketentuan dalam UU Nomor 30 sengketa oleh arbiter atau majelis
Tahun 1999. Dalam hal para pihak arbiter dilakukan secara tertutup”. Sifat
menentukan sendiri lembaga arbitrase tertutup tersebut adalah untuk
institusionalnya, apakah akan menegaskan sifat kerahasiaan
menggunakan lembaga arbitrase penyelesaian sengketa melalui arbitrase,
nasional atau internasional maka yakni bahwa segala sesuatu yang terjadi
penyelesaian sengketa didasarkan pada pemeriksaan melalui arbitrase tidak
aturan prosedural dari lembaga boleh disiarkan kepada publik atau pers
arbitrase institusional tersebut baik oleh masing-masing pihak.
yang nasional maupun internasional Hal ini berbeda dengan ketentuan
seperti dari BANI, ICC, AAA, LCIA, dan acara perdata yang berlaku di
UNCITRAL. pengadilan negeri yang pada prinsipnya
Pemeriksaan sengketa dalam terbuka untuk umum. Artinya dalam
arbitrase dilakukan secara tertulis, pemeriksaan perkara perdata di
pemeriksaan lisan dapat dilakukan jika pengadilan negeri setiap orang
disetujui para pihak atau dianggap perlu diperbolehkan hadir untuk mengikuti
oleh arbiter atau majelis arbitrase. jalannya persidangan. Secara formal
Kemudian mengenai tempat arbitrase asas ini memberikan kesempatan bagi
ditentukan oleh arbiter atau majelis kontrol sosial dan memberikan
arbitrase, kecuali ditentukan sendiri perlindungan hak asasi manusia dalam
oleh para pihak. Ketentuan mengenai bidang peradilan, dan asas ini bertujuan
tempat arbitrase ini diatur dalam Pasal untuk menjamin proses peradilan yang
37 ayat (1) UU Nomor 30 Tahun 1999. fair dan obyektif tidak memihak serta
Ketentuan mengenai tempat terwujudnya putusan hakim yang adil
arbitrase ini penting terutama apabila (Muhammad Nasir, 2005:13).
terdapat unsur hukum asing dan Kemudian, dalam Pasal 28 UU Nomor
sengketa menjadi suatu sengketa hukum 30 Tahun 1999 dinyatakan bahwa
perdata internasional. Apabila para “bahasa yang digunakan dalam semua
pihak tidak menentukan sendiri tempat proses arbitrase adalah bahasa
arbitrase, maka arbiter dapat Indonesia, kecuali atas persetujuan
menentukan tempat arbitrase.Tempat arbiter atau majelis arbitrase para pihak
arbitrase tersebut dilakukan dapat dapat memilih bahasa lain yang akan
menentukan hukum yang harus digunakan”.
dipergunakan untuk memeriksa Selanjutnya, dalam Pasal 29 UU
sengketa. Akan tetapi jika para pihak Nomor 30 Tahun 1999 disebutkan:
dalam perjanjian arbitrase sudah (1) Para pihak yang bersengketa
menentukan pilihan hukum dari negara mempunyai hak dan kesempatan
tertentu sebagai hukum yang akan yang sama dalam mengemukakan
dipergunakan dalam penyelesaian, maka pendapat masing-masing.
hukum yang dipilih para pihak yang
akan diberlakukan.

JURUSAN ILMU HUKUM, UNDIKSHA


160
ISSN : 2407-4276 (ONLINE); ISSN : 2356-4164 (PRINT)
JURNAL KOMUNIKASI HUKUM (JKH), VOLUME 4 NOMOR 2 AGUSTUS 20 18

(2) Para pihak yang bersengketa c. Dianggap perlu oleh arbiter atau
dapat diwakili oleh kuasanya majelis arbitrase untuk
dengan surat kuasa khusus. kepentingan pemeriksaan.
Dengan demikian, ketentuan dalam
Pasal 28 dan Pasal 29 UU Nomor 30 Pihak ketiga yang berada di luar
Tahun 1999 tersebut menghendaki perjanjian arbitrase menurut Pasal 30
bahwa bahasa yang digunakan dalam UU Nomor 30 Tahun 1999, dapat turut
pemeriksaan arbitrase adalah bahasa serta dan menggabungkan diri dalam
Indonesia, penggunaan bahasa lain proses penyelesaian sengketa melalui
dimungkinkan akan tetapi dengan arbitrase. Keikutsertaan pihak ketiga ini
persetujuan arbiter atau majelis arbiter. dimungkinkan dengan syarat disepakati
Dan para pihak yang bersengketa oleh para pihak yang bersengketa, serta
mempunyai hak yang sama untuk disetujui oleh arbiter atau majelis
mengeluarkan pendapat serta dapat arbitrase yang memeriksa sengketa.
diwakili oleh kuasanya. Dalam pemeriksaan sengketa, arbiter
Untuk menjamin kepastian atau majelis arbitrase atau atas
penyelesaian pemeriksaan arbitrase permintaan para pihak dapat
Pasal 48 UU Nomor 30 Tahun 1999 mendatangkan seorang saksi atau lebih
menentukan bahwa pada dasarnya atau seorang saksi ahli atau lebih untuk
pemeriksaan atas sengketa dalam didengar keterangannya. Kemudian
arbitrase harus dilakukan dalam waktu para pihak berhak memohon pendapat
paling lama 180 hari sejak arbiter atau yang mengikat dari lembaga arbitrase
majelis arbiter terbentuk. Dengan atas hubungan hukum tertentu dari
persetujuan para pihak dan apabila suatu perjanjian. Misalnya mengenai
diperlukan, jangka waktu tersebut dapat penafsiran ketentuan yang kurang jelas,
diperpanjang. Dalam Pasal 33 UU Nomor penambahan atau perubahan pada
30 Tahun 1999 ditegaskan bahwa ketentuan yang berhubungan dengan
arbiter atau majelis arbitrase timbulnya keadaan baru. Terhadap
berwenang untuk memperpanjang pendapat tersebut tidak dapat dilakukan
jangka waktu tugasnya jika: perlawanan melalui upaya hukum
a. Diajukan permohonan oleh salah apapun.
satu pihak mengenai hal khusus Putusan dalam pemeriksaan
tertentu, misalnya, karena adanya sengketa melalui arbitrase dijatuhkan
gugatan antara atau gugatan dalam waktu paling lama tiga puluh (30)
isidentil di luar pokok sengketa hari setelah pemeriksaan ditutup. Dalam
seperti permohonan jaminan waktu empat belas (14) hari setelah
sebagaimana dimaksud dalam putusan diterima, para pihak dapat
hukum acara perdata. mengajukan koreksi kepada arbiter atau
b. Sebagai akibat ditetapkan putusan majelis arbitrase terhadap kekeliruan
provisional atau putusan sela administratif misal koreksi karena
lainnya. kesalahan pengetikan, penulisan nama,
alamat dan lain-lain, tetapi tidak
mengubah substansi putusan.

JURUSAN ILMU HUKUM, UNDIKSHA


161
ISSN : 2407-4276 (ONLINE); ISSN : 2356-4164 (PRINT)
JURNAL KOMUNIKASI HUKUM (JKH), VOLUME 4 NOMOR 2 AGUSTUS 20 18

Putusan yang diambil oleh Arbiter yang bersengketa dengan arbiter untuk
atau majelis arbitrase adalah biaya arbitrase. Selanjutnya arbiter juga
berdasarkan ketentuan hukum, atau berhak atas biaya tambahan jika waktu
berdasarkan keadilan dan kepatutan. arbitrase yang telah disepakati perlu
Dalam hal arbiter diberi kebebasan diperpanjang.
untuk memberikan putusan Berdasarkan mekanisme
berdasarkan keadilan dan kepatutan, penyelesaian sengketa melalui arbitrase
maka peraturan perundang-undangan di atas dapat dikemukakan, bahwa
dapat dikesampingkan kecuali aturan proses arbitrase mempunyai kelebihan
hukum yang bersifat memaksa. jika dibandingkan penyelesaian
Sebaliknya jika arbiter tidak diberi sengketa melalui pengadilan. Rachmadi
kewenangan untuk memberikan Usman mengemukakan ada 5 (lima)
putusan berdasarkan keadilan dan kelebihan penyelesaian sengketa
kepatutan, maka arbiter hanya dapat melalui arbitrase yakni:
memberikan putusan berdasarkan a. Dijamin kerahasiaan sengketa
kaidah hukum materil sebagaimana para pihak.
yang dilakukan oleh hakim. b. Dapat dihindari kelambatan yang
Untuk biaya arbitrase menurut Pasal diakibatkan karena hal prosedural
76 UU Nomor 30 Tahun 1999, dan dan administratif.
ditentukan oleh arbiter, dan biaya c. Para pihak dapat memilih arbiter
tersebut dibebankan kepada pihak yang yang menurut kenyakinannya
kalah, kecuali dalam hal tuntutan hanya mempunyai pengetahuan,
dikabulkan sebagian, biaya arbitrase pengalaman, latar belakang yang
dibebankan kepada para pihak secara cukup mengenai masalah yang
seimbang. Biaya arbitrase tersebut disengketakan, serta jujur dan adil.
meliputi honorarium arbiter, biaya d. Para pihak dapat menentukan
perjalanan dan biaya lain yang pilihan hukum untuk
dikeluarkan arbiter, biaya saksi dan atau menyelesaikan masalahnya serta
saksi ahli yang diperlukan dalam proses dan tempat
pemeriksaan sengketa, dan biaya penyelenggaraan arbitrase.
administrasi. e. Putusan arbitrase merupakan
Kebebasan arbiter dalam putusan yang mengikat para pihak
menentukan biaya arbitrase tergantung dengan melalui tata cara
dari perjanjian arbitrase. Arbiter tidak (prosedur) sederhana saja
wajib memberikan alasan apabila ia ataupun dapat dilaksanakan
menetapkan biaya dengan cara yang (Rachmadi Usman, Op. Cit:143).
berbeda dari aturan yang biasa Pendapat lain mengenai kelebihan
ditetapkan oleh suatu lembaga misalnya penyelesaian sengketa melalui arbitrase
seperti BANI, yang menetapkan biaya dikemukakan oleh M. Husseyn Umar dan
arbitrase dalam suatu daftar terpisah A. Supriyani Kardono, yakni:
dan terlampir pada peraturan prosedur a. Arbitrase memberikan
arbitrase. Oleh karena itu harus ada prediktabilitas serta kepastian
perjanjian yang jelas antara para pihak

JURUSAN ILMU HUKUM, UNDIKSHA


162
ISSN : 2407-4276 (ONLINE); ISSN : 2356-4164 (PRINT)
JURNAL KOMUNIKASI HUKUM (JKH), VOLUME 4 NOMOR 2 AGUSTUS 20 18

dalam proses penyelesaian sengketa lebih cepat dibandingkan


sengketa. dengan proses di pengadilan karena
b. Selama arbiternya seorang yang proses penyelesaian sengketa dapat
memang ahli dalam bidang bisnis diselesaikan dalam jangka waktu tidak
yang sedang disengketakan, maka lebih 180 hari.
para pihak yang bersengketa B. Kekuatan Hukum Putusan Arbitrase
memiliki kepercayaan terhadap Pada Sengketa Jasa Konstruksi
arbiter dalam memahami Putusan arbitrase pada dasarnya
permasalahan yang dapat dibedakan atas dua (2) macam,
disengketakan. yaitu putusan arbitrase nasional dan
c. Privasi merupakan factor penting putusan arbitrase internasional.
dalam proses arbitrase dan Pengertian putusan arbitrase nasional
masing-masing pihak memperoleh tidak diatur dalam UU Nomor 30 Tahun
privasi tersebut sepanjang proses 1999. Pasal 1 angka (9) UU Nomor 30
masih merupakan proses yang Tahun 1999 hanya merumuskan
tertutup bagi umum dan putusan pengertian putusan arbitrase
hanya ditujukan kepada para internasional, adalah “putusan yang
pihak yang bersengketa. dijatuhkan oleh suatu lembaga arbitrase
d. Peranan peradilan dalam proses atau arbiter perorangan di luar wilayah
arbitrase pada umumnya terbatas hukum Republik Indonesia, atau
sehingga terjamin putusan suatu lembaga arbitrase atau
penyelesaiannya secara final. arbiter perorangan yang menurut
e. Secara ekonomis proses arbitrase ketentuan hukum Republik Indonesia
dianggap lebih cepat dan lebih dianggap sebagai suatu putusan
murah dibandingkan proses arbitrase internasional”.
berperkara di pengadilan (M. Oleh karena ketiadaan pengaturan
Husseyn Umar dan A. Supriyani mengenai pengertian putusan arbitrase
dalam Rachmadi Usman, nasional dalam UU Nomor 30 Tahun
Ibid:142). 1999, maka dengan menggunakan
Berkaitan dengan kelebihan penafsiran argumentum a contrario
penyelesaian sengketa melalui arbitrase dapat dirumuskan bahwa putusan
di atas, dapat dikemukakan bahwa arbitrase nasional adalah putusan yang
arbitrase memberikan kebebasan para dijatuhkan oleh suatu lembaga arbitrase
pihak untuk menentukan arbiter sesuai atau arbitrase perorangan di wilayah
dengan kemampuan dan keahlian hukum Republik Indonesia berdasarkan
arbiter. Kemudian sifat penyelesaian ketentuan hukum Republik Indonesia.
sengketa yang tertutup sehingga Sepanjang putusan tersebut dibuat
menjamin kerahasiaan para pihak yang berdasarkan dan dilakukan di Indonesia,
bersengketa dari publikasi yang maka putusan arbitrase ini termasuk
merugikan. Selanjutnya para pihak dalam putusan arbitrase nasional.
dapat menentukan tempat arbitrase dan Mengenai isi putusan arbitrase
pilihan hukum dalam penyelesaian nasional menurut Pasal 54 ayat (1) UU
sengketa, serta proses penyelesaian Nomor 30 Tahun 1999 harus memuat :

JURUSAN ILMU HUKUM, UNDIKSHA


163
ISSN : 2407-4276 (ONLINE); ISSN : 2356-4164 (PRINT)
JURNAL KOMUNIKASI HUKUM (JKH), VOLUME 4 NOMOR 2 AGUSTUS 20 18

a. kepala putusan yang berbunyi tidak dapat diajukan banding, kasasi,


”Demi Keadilan berdasarkan atau peninjauan kembali. Untuk dapat
Ketuhanan Yang Maha Esa” putusan arbitrase tersebut
b. nama lengkap dan alamat para dilaksanakan, maka putusan arbitrase
pihak tersebut harus didaftarkan pada
c. uraian singkat sengketa Pengadilan Negeri yang wilayah
d. pendirian para pihak hukumnya meliputi tempat termohon
e. nama lengkap dan alamat arbiter dalam jangka waktu tiga puluh (30) hari
f. pertimbangan dan kesimpulan terhitung sejak putusan diucapkan.
arbiter atau majelis arbittrase Apabila para pihak tidak bersedia
mengenai kesluruhan sengketa memenuhi pelaksanaan putusan
g. pendapat tiap-tiap arbiter dalam tersebut secara sukarela, putusan
hal terdapat perbedaan pendapat tersebut dapat dilaksanakan
dalam majelis arbitrase berdasarkan perintah Ketua Pengadilan
h. amar putusan Negeri atas permohonan salah satu
i. tempat dan tanggal putusan dan pihak yang bersengketa. Perintah
j. tanda tangan arbiter atau majelis eksekusi dari Ketua Pengadilan Negeri
arbitrase. diberikan (Pasal 61) dalam jangka
Putusan arbitrase yang memuat irah- waktu paling lama tiga puluh (30) hari
irah Demi Keadilan berdasarkan sejak permintaan eksekusi diterima.
Ketuhanan Yang Maha Esa, Putusan arbitrase yang bersifat final
menunjukkan bahwa putusan arbitrase dan mengikat tersebut karena beberapa
mempunyai kekuatan hukum yang sama hal dapat dibatalkan. Pembatalan
dengan putusan pengadilan. Hal ini putusan arbitrase ini hanya dapat
sesuai dengan bunyi Pasal 4 Undang- dilakukan jika terdapat hal-hal yang luar
Undang Nomor 4 Tahun 2004 yang biasa. Pasal 70 UU Nomor 30 Tahun
merupakan perubahan dari Undang- 1999 menentukan bahwa putusan
Undang Nomor 35 Tahun 1999 dan arbitrase dapat dibatalkan apabila
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 diduga mengandung unsur-unsur
tentang Kekuasaan Kehakiman yang sebagai berikut:
menyatakan bahwa peradilan dilakukan a. Surat atau dokumen yang diajukan
Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan dalam pemeriksaan, setelah
Yang Maha Esa. Kalimat ini merupakan putusan dijatuhkan, diakui palsu
lex generalis yang berlaku secara umum atau dinyatakan palsu.
dan turunan merupakan lex specialis b. Setelah putusan diambil,
yang merupakan syarat mutlak pada ditemukan dokumen yang bersifat
setiap putusan pengadilan (Susilawetty, menentukan, yang disembunyikan
Op.Cit:10). oleh pihak lawan, atau
Kemudian berdasarkan Pasal 60 UU c. Putusan diambil dari hasil tipu
Nomor 30 Tahun 1999, putusan muslihat yang dilakukan oleh
arbitrase tersebut bersifat final dan salah satu pihak dalam
mempunyai kekuatan hukum tetap dan pemeriksaan sengketa.
mengikat para pihak, dengan demikian

JURUSAN ILMU HUKUM, UNDIKSHA


164
ISSN : 2407-4276 (ONLINE); ISSN : 2356-4164 (PRINT)
JURNAL KOMUNIKASI HUKUM (JKH), VOLUME 4 NOMOR 2 AGUSTUS 20 18

Dari alasan pembatalan yang lainnya atau sengketa tersebut tidak


tersebut di atas, upaya pembatalan dapat diselesaikan melalui arbitrase.
tersebut merupakan upaya hukum luar Sebaliknya jika alasan permohonan
biasa. Karena itu menurut Munir Fuady, pembatalan putusan tersebut tidak
“sungguhpun tidak dengan tegas terbukti, maka ketua pengadilan negeri
disebutkan dalam undang-undang, jika akan menolak permohonan pembatalan
kita melihat alasan-alasan pembatalan tersebut. Terhadap putusan pemohonan
putusan arbitrase, upaya hukum pembatalan tersebut, UU Nomor 30
pembatalan tersebut merupakan hukum Tahun 1999 masih memberikan
memaksa yang tidak dapat kemungkinan upaya hukum banding
dikesampingkan oleh kedua belah (kasasi) ke Mahkamah Agung yang
pihak” (Munir Fuady, Op. Cit:110). memutus dalam tingkat pertama dan
Permohonan pembatalan putusan terakhir.
arbitrase tersebut berdasarkan Pasal 70, Sebagaimana telah dikemukakan
71, dan 72 UU Nomor 30 Tahun 1999 sebelumnya bahwa putusan arbitrase
beserta penjelasannya, diajukan kepada terdiri atas putusan arbitrase nasional
ketua pengadilan negeri. Pengajuannya dan putusan arbitrase internasional.
dilakukan secara tertulis dalam jangka Untuk pengakuan dan pelaksanaan
waktu 30 hari terhitung sejak arbitrase internasional pengaturannya
penyerahan dan pendaftaran putusan terdapat dalam Pasal 65 dan Pasal 66
arbitrase kepada panitera pengadilan UU Nomor 30 Tahun 1999. Dalam Pasal
negeri. Hal ini berarti permohonan 65 disebutkan bahwa “Yang berwenang
pembatalan hanya dapat dilakukan menangani masalah pengakuan dan
terhadap putusan arbitrase yang sudah pelaksanaan Putusan Arbitrase
didaftarkan di pengadilan negeri. Internasional adalah Pengadilan Negeri
Kewenangan untuk memeriksa Jakarta Pusat”. Kemudian pelaksanaan
tuntutan pembatalan putusan arbitrase dan pengakuan putusan arbitrase
berada pada ketua pengadilan negeri. internasional juga harus memenuhi
Pemeriksaannya dilakukan menurut persyaratan yang bersifat substantif
proses peradilan perdata. Putusan atas sebagaimana yang dimuat dalam Pasal
permohonan pembatalan putusan 66 UU Nomor 30 Tahun 1999 jo PERMA
arbitrase harus sudah ditetapkan dalam No. 1 Tahun 1990 tentang Tata Cara
jangka waktu 30 puluh hari sejak Pelaksanaan Arbitrase Asing, yakni:
permohonan pembatalan putusan a. Putusan Arbitrase Internasional
arbitrase diterima. dijatuhkan oleh arbiter atau
Apabila permohonan pembatalan majelis arbitrase di suatu Negara
putusan arbitrase dikabulkan, ketua yang dengan Negara Indonesia
pengadilan negeri menentukan lebih terikat pada perjanjian, baik
lanjut akibat dari pembatalan putusan secara belateral maupun
tersebut. Ketua Pengadilan Negeri dapat multilateral, mengenai pengakuan
memutuskan bahwa sengketa yang dan pelaksanaan Putusan
dibatalkan tersebut akan diperiksa Arbitrase Internasional;
kembali oleh Arbiter yang sama, Arbiter

JURUSAN ILMU HUKUM, UNDIKSHA


165
ISSN : 2407-4276 (ONLINE); ISSN : 2356-4164 (PRINT)
JURNAL KOMUNIKASI HUKUM (JKH), VOLUME 4 NOMOR 2 AGUSTUS 20 18

b. Putusan Arbitrase Internasional menurut M. Yahya Harahap, ciri dari


sebagaimana dimaksud dalam putusan arbitrase asing tersebut antara
huruf a terbatas pada putusan lain:
yang menurut ketentuan hukum a. Didasarkan pada faktor wilayah
Indonesia termasuk dalam ruang atau teritorial
lingkup hukum perdagangan; Yakni setiap putusan arbitrase
c. Putusan Arbitrase Internasional yang dijatuhkan di luar territorial
sebagaimana dimaksud dalam Republik Indonesia, dikualifikasi
huruf a hanya dapat dilaksanakan sebagai putusan arbitrase asing.
di Indonesia terbatas pada Meskipun pihak-pihak yang
putusan yang tidak bertentangan terlibat dalam putusan terdiri dari
dengan ketertiban umum; orang-orang Indonesia dan sama-
d. Putusan Arbitrase Internasional sama warga Negara Indonesia,
dapat dilaksanakan di Indonesia namun jika putusan dijatuhkan di
setelah memperoleh eksekutor luar wilayah hukum Republik
dari Ketua Pengadilan Negeri Indonesia, dengan sendirinya
Jakarta Pusat; dan menurut hukum putusan tersebut
e. Putusan Arbitrase Internasional dikualifikasi sebagai putusan
sebagaimana dimaksud dalam arbitrase asing. Jadi pihak-pihak
huruf a yang menyangkut Negara yang terkait di dalamnya dapat
Republik Indonesia sebagai salah terdiri sesame perseorangan,
satu pihak dalam sengketa, hanya antara perseorangan dengan
dapat dilaksanakan setelah badan hukum, atau antara badan
memperoleh eksekuatur dari hukum dengan sesame badan
Mahkamah Agung Republik hukum (Ibid:437-441).
Indonesia yang selanjutnya b. Putusan didasarkan atas konvensi
dilimpahkan kepada Pengadilan Internasional
Negeri Jakarta Pusat. Apabila jika para pihak sudah
Berdasarkan Pasal 66 huruf b dan c sepakat mengenai hukum yang
di atas yang mengatur obyek sengketa akan dipergunakan dalam
yang dapat dijatuhkan putusan, adalah menyelesaikan sengketa
terbatas pada ruang lingkup hukum bersumber pada konvensi
perdagangan dan putusan tersebut internasional, misalnya sengketa
hanya dapat dilaksanakan di Indonesia diselesaikan menurut ICSID atau
apabila putusan tersebut tidak UNCITRAL Arbitration Rule,
bertentangan dengan ketertiban umum. kemudian pengakuan eksekusinya
Berkaitan dengan hal tersebut, M. Yahya diminta pada Negara di tempat
Harahap mengemukakan bahwa mana diputuskan, maka putusan
putusan arbitrase asing atau tersebut tergolong putusan
internasional adalah “putusan yang arbitrase asing.
dijatuhkan (diambil) di luar wilayah Dalam hal ini bukan hanya factor
hukum Republik Indonesia”( M. Yahya territorial yang harus mengalah
Harahap, Op. Cit:438). Lebih lanjut tetapi juga factor kesamaan

JURUSAN ILMU HUKUM, UNDIKSHA


166
ISSN : 2407-4276 (ONLINE); ISSN : 2356-4164 (PRINT)
JURNAL KOMUNIKASI HUKUM (JKH), VOLUME 4 NOMOR 2 AGUSTUS 20 18

kewarganegaraan dan system tata pengakuan dan Pelaksanaan


hukum harus tunduk kepadanya. Putusan Arbitrase Internasional.
Meskipun pihak-pihak yang Terhadap putusan Ketua Pengadilan
terlibat dalam putusan tersebut Negeri Jakarta Pusat yang mengakui dan
adalah sesame warga Negara melaksanakan arbitrase internasional
Indonesia, putusan dijatuhkan bersifat final dan mengikat, sehingga
dalam wilayah hukum Indonesia, tidak dapat diajukan banding atau
namun karena hukum yang kasasi. Akan tetapi terhadap putusan
mereka sepakati adalah konvensi Ketua Pengadilan yang menolak untuk
internasional maka putusan yang mengakui dan melaksanakan putusan
dijatuhkan tergolong putusan arbitrase internasional, dapat diajukan
asing. kasasi ke Mahkamah Agung. Mahkamah
Selanjutnya pelaksanaan putusan Agung akan mempertimbangkan serta
arbitrase internasional untuk dapat memutuskan setiap pengajuan kasasi
diakui dan dilaksanakan di Indonesia dalam jangka waktu paling lama 90 hari
harus didaftarkan di Pengadilan Negeri setelah permohonan kasasi tersebut
Jakarta Pusat, dengan disertai diterima oleh Mahkamah Agung.
persyaratan administrasi sebagaimana Terhadap putusan MA tersebut tidak
yang termuat dalam Pasal 67 UU Nomor dapat diajukan perlawanan.
30 Tahun 1999, sebagai berikut: Menurut PERMA Nomor 1 Tahun
a. Lembar asli atau salinan otentik 1990 sebagaimana dikutip oleh M.
Putusan Arbitrase Internasional, Yahya Harahap bahwa:
sesuai ketentuan perihal a. Putusan arbitrase internasional
otentifikasi dokumen asing, dan bersifat final dan binding
naskah terjemahan resminya sehingga setiap putusan arbitrase
dalam Bahasa Indonesia; yang diajukan permintaan
b. Lembar asli atau salinan otentik pengakuan dan eksekusinya di
perjanjian yang menjadi dasar Indonesia dianggap sebagai
Putusan Arbitrase Internasional putusan arbitrase asing yang
sesuai ketentuan perihal berkekuatan hukum tetap.
otentifikasi dokumen asing, dan Dengan demikian, pengadilan
naskah terjemahan resminya Indonesia secara resmi telah
dalam Bahasa Indonesia; mengakui dengan tegas sifat final
c. Keterangan dari Perwakilan dan binding yang melekat pada
Diplomatik Republik Indonesia di putusan arbitrase asing tersebut.
Negara tempat Putusan Arbitrase Dengan adanya penegasan
Internasional tersebut ditetapkan, pengakuan bahwa putusan
yang menyatakan bahwa Negara arbitrase asing yang diajukan
pemohon terikat pada perjanjian, permitaan eksekutornya kepada
baik secara belateral maupun pengadilan sama halnya dengan
multilateral dengan Negara putusan yang berkekuatan
Republik Indonesia perihal hukum tetap, jadi tidak ada
alasan lagi untuk menolak atau

JURUSAN ILMU HUKUM, UNDIKSHA


167
ISSN : 2407-4276 (ONLINE); ISSN : 2356-4164 (PRINT)
JURNAL KOMUNIKASI HUKUM (JKH), VOLUME 4 NOMOR 2 AGUSTUS 20 18

menyatakan pemberian ikatan hubungan bilateral


eksekutornya tidak dapat maupun multilateral dengan
diterima, kecuali putusan Negara Republik Indonesia dalam
tersebut melanggar asas-asas bidang arbitrase.
yang ditentukan. c. Pengakuan terbatas sepanjang
Dengan adanya penegasan ini Hukum Dagang
maka pengadilan tidak Pembatasan pengakuan
berwenang untuk Indonesia terhadap putusan
mempermasalahkan materi arbitrase asing hanya meliputi
putusan. Tugas pokok pengadilan sepanjang berkaitan dengan
dalam melaksanakan fungsi hukum dagang. Untuk
eksekutor hanya meneliti apakah menentukan apakan sesuatu
putusan arbitrase asing tersebut kasus termasuk dalam lingkup
melanggar asas-asas yang hukum dagang atau tidak akan
dilarang atau aturan formal yang berpatokan kepada ketentuan
bersifat serius dan fundamental. system tata nilai hukum
Bila hal ini dilanggar maka Indonesia, bukan berpatokan
pengadilan menolak pelaksanaan pada system tata nilai hukum
eksekusi, namum apabila tidak Negara tempat dimana putusan
melanggar maka pengadilan dijatuhkan.
harus melaksanakan eksekusi. d. Asas Ketertiban Umum
b. Asas Resiprositas Pengakuan atau eksekusi
Asas ini berkaitan dengan apakah putusan arbitrase asing tidak
Negara di tempat mana putusan boleh bertentangan dengan
dijatuhkan mempunyai ikatan ketertiban umum dari Negara di
hubungan bilateral atau tempat mana diminta
multilateral, maupun sama-sama eksekusinya. Jadi apabila putusan
terikat dalam suatu konvensi arbitrase asing bertentangan
internasional dengan Indonesia, dengan ketertiban umum di
perihal pengakuan serta Indonesia maka permintaan
pelaksanaan putusan arbitrase eksekutornya harus ditolak
asing. Hal ini sesuai dengan (Ibid:448-454).
ketentuan Pasal 3 Perma Nomor Apabila diperhatikan uraian
1 Tahun 1990 yang mengatur mengenai ketentuan kekuatan hukum
bahwa putusan arbitrase asing putusan arbitrase nasional dan
yang diakui serta dapat internasional di atas, pada prinsipnya
dilaksanakan di wilayah hukum kekuatan hukum putusan arbitrase
Republik Indonesia, hanyalah tersebut bersifat final dan mengikat
putusan yang memenuhi syarat tetapi untuk pelaksanaan dan
asas resiprositas. Jadi pengadilan pengakuannya tetap membutuhkan
di Indonesia mesti menolak Pengadilan Negeri untuk melaksanakan
eksekutor putusan arbitrase proses eksekusinya.
asing yang tidak mempunyai

JURUSAN ILMU HUKUM, UNDIKSHA


168
ISSN : 2407-4276 (ONLINE); ISSN : 2356-4164 (PRINT)
JURNAL KOMUNIKASI HUKUM (JKH), VOLUME 4 NOMOR 2 AGUSTUS 20 18

Sehubungan dengan hal tersebut, jika mengandung asas kepantasan dan


dikaji dari Pasal 1338 ayat (1) kepatutan (redelijkheid en bilijkheid)
KUHPerdata yang menyebutkan, “semua (Madjedi Hasan, 2005:26).
perjanjian yang dibuat secara sah Berdasarkan Pasal 1338 KUHPerdata
berlaku sebagai undang-undang bagi tersebut, ketentuan mengenai kekuatan
mereka yang membuatnya”, maka para putusan arbitrase yang tertuang dalam
pihak yang telah sepakat mengadakan UU Nomor 30 Tahun 1999 harus
perjanjian arbitrase dan menyerahkan didaftarkan ke Pengadilan Negeri untuk
proses penyelesaian sengketanya proses eksekusinya, seharusnya bukan
melalui arbitrase, sudah mengikat para merupakan suatu ketentuan yang
pihak untuk mentaati dan melaksanakan bersifat memaksa tetapi merupakan
putusan arbitrase tersebut sebagai ketentuan yang bersifat kebolehan.
perwujudan dari asas kebebasan Artinya putusan arbitrase tersebut
berkontrak baik dalam arit materil boleh didaftarkan dan boleh juga tidak
maupun dalam arti formil. didaftarkan.
Kemudian Pasal 1338 ayat (2)
KUHPerdata menegaskan, “perjanjian Kesimpulan
tidak dapat ditarik kembali kecuali atas Berdasarkan pembahasan pada bab
kesepakatan para pihak atau karena sebelumnya dapat disimpulkan hal-hal
alasan-alasan yang ditentukan undang- sebagai berikut:
undang”. Ketentuan ayat (2) 1. Penyelesaian sengketa melalui
menunjukan bahwa perjanjian arbitrase arbitrase, merupakan salah satu cara
yang kemudian menghasilkan putusan penyelesaian sengketa di luar
arbitrase tidak dapat dibatalkan kecuali pengadilan. Mekanisme penyelesaian
atas alasan-alasan yang ditentukan sengketanya dimulai dari tahap
dalam undang-undang. Hal ini berarti pemberitahuan dan jawaban kepada
setiap pembatalan perjanjian arbitrase para pihak, kemudian diikuti dengan
ataupun putusan arbitrase hanya dapat pemilihan dan pengangkatan arbiter,
dilakukan sesuai peraturan perundang- dan diakhiri dengan pemeriksaan dan
undangan. putusan. Kesemua tahapan itu
Selanjutnya Pasal 1338 ayat (3) menunjukan bahwa penyelesaian
KUHPerdata menyebutkan bahwa sengketa melalui arbitrase memiliki
“perjanjian itu harus dilaksanakan kelebihan dibandingkan dengan
dengan itikad baik”. Itikad baik ini penyelesaian melalui pengadilan.
merupakan asas bahwa para pihak Kelebihannya adalah adanya
dalam perjanjian harus melaksanakan kebebasan para pihak untuk
substansi dari perjanjian. Menurut menentukan arbiter, terjaminnya
Madjedi Hasan, “itikad baik tidak kerahasiaan para pihak karena
terbatas pada waktu mengadakan penyelesaian sengketa dilakukan
hubungan hukum tetapi juga pada secara tertutup. Selanjutnya para
waktu melaksanakan hak dan kewajiban pihak dapat menentukan tempat
yang timbul dari hubungan hukum arbitrase dan pilihan hukum dalam
tersebut. Pengertian itikad baik itu juga penyelesaian sengketa, serta proses

JURUSAN ILMU HUKUM, UNDIKSHA


169
ISSN : 2407-4276 (ONLINE); ISSN : 2356-4164 (PRINT)
JURNAL KOMUNIKASI HUKUM (JKH), VOLUME 4 NOMOR 2 AGUSTUS 20 18

penyelesaian sengketa lebih cepat Tetapi kekuatan mengikat tersebut


yakni dapat diselesaikan tidak lebih masih digantungkan
dari 180 hari. pelaksanaannya oleh pengadilan.
2. Kekuatan hukum dari putusan Pengadilan mempunyai kewajiban
arbitrase adalah bersifat final dan mengeksekusi putusan arbitrase
mengikat, tetapi pengakuan dan sesuai perintah undang-undang,
pelaksanaan putusannya tetap harus namun undang-undang tidak
didaftarkan ke Pengadilan Negeri. memuat sanksi jika pengadilan
Ketentuan putusan arbitrase tersebut tidak melaksanakan eksekusi. Oleh
harus didaftarkan di Pengadilan agar karena itu ketentuan mengenai
dapat dilaksanakan, merupakan pengakuan dan pelaksanaan dari
ketentuan yang bersifat memaksa putusan arbitrase seyogyanya
dan tidak dapat dikesampingkan. Hal hanya merupakan kententuan
ini dimaksudkan untuk menjamin yang bersifat kebolehan bukan
kepastian hukum bagi para pihak, jika keharusan.
dikemudian hari ada salah satu pihak
yang akan melanggar kesepakatan Daftar Pustaka
tidak melaksanakan putusana Abdurrasyid, Priyatna. 2002, Arbitrase &
arbitrase tersebut. Alternatif Penyelesaian Sengketa
Suatu Pengantar, Fikahati Aneska,
Saran Jakarta.
1. Penyelesaian sengketa melalui Adolf, Huala. 1994, Hukum Arbitrase
arbitrase berbeda dengan Komersial Internasional, Raja
penyelesaian sengketa melalui Grafindo Persada, Jakarta.
pengadilan, karena prosesnya Faisal Salam, Moch. 2007, Penyelesaian
dapat dilakukan menurut Sengketa Bisnis Secara Nasional
kebiasaan dan kesepakatan para dan Internasional, Mandar Maju,
pihak atau berdasarkan peraturan Bandung.
perundang-undangan. Untuk Hasan, Madjedi. 2005, Pacta Sunt
menjamin efektivitas penyelesaian Servanda: Penerapan Asas Janji itu
sengketa melalui arbitrase, maka Mengikat, PT. Fikahati Aneska,
para pihak yang bersengketa Jakarta.
seyogyanya mengikuti mekanisme Hendra, Frans. 2011, Hukum
penyelesaian sengketa yang telah Penyelesaian Sengketa Arbitrase
ditetapkan oleh peraturan Nasional Indonesia dan
perundang-undangan yang Internasional, Edisi Kedua, Sinar
berlaku atau peraturan dari Grafika, Jakarta.
lembaga arbitrase tertentu yang Margono, Suyud. 2004, ADR & Arbitrase
dipilih para pihak. Proses Pelembagaan dan Aspek
2. Putusan arbitrase mempunyai Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta.
kekuatan hukum yang tetap dan Nasir, Muhammad. 2005, Hukum Acara
mengikat sehingga putusan Perdata, Djambatan, Jakarta.
tersebut dapat dilaksanakan.

JURUSAN ILMU HUKUM, UNDIKSHA


170
ISSN : 2407-4276 (ONLINE); ISSN : 2356-4164 (PRINT)
JURNAL KOMUNIKASI HUKUM (JKH), VOLUME 4 NOMOR 2 AGUSTUS 20 18

Subekti, R. 1992, Arbitrase Perdagangan,


Bina Cipta, Bandung.
Soemartono, Gatot. 2006, Arbitrase dan
Mediasi di Indonesia, Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Susilawetty, 2013, Arbitrase Dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa
Ditinjau Dalam Perspektif
Peraturan Perundang-undangan,
Gramata Publishing, Jakarta.
Sutantio, Retnowulan dan
Oeripkartawinata, Iskandar. 1988,
Hukum Acara Perdata dalam Teori
dan Praktek, Alumni, Bandung.
Sutiyoso, Bambang. 2006, Penyelesaian
Sengketa Bisnis: Solusi dan
Antisipasi bagi Peminat Bisnis
dalam Menghadapi Sengketa Kini
dan Mendatang, Citra Media,
Yogyakarta.
Usman, Rachmadi. 2013, Pilihan
Penyelesaian Sengketa di Luar
Pengadilan, Citra Aditya Bakti,
Bandung.
Yahya, M. Harahap. 1991, Arbitrase,
Pustaka Kartini, Jakarta.
----------- 1997, Beberapa Tinjauan
Sistem Peradilan Dan Penyelesaian
Sengketa, Citra Aditya Bakti,
Bandung.

JURUSAN ILMU HUKUM, UNDIKSHA


171
ISSN : 2407-4276 (ONLINE); ISSN : 2356-4164 (PRINT)

Anda mungkin juga menyukai