Anda di halaman 1dari 11

ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAN ARBITRASE

 Arbiter yaitu orang yang bertugas menyelesaikan perkara arbitrase.


 Arbiter dalam menjalankan tugasnya harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan dalam
pasal 12 UU No 30 tahun 1999, yaitu :
1. Cakap dalam melakukan tindakan hukum
2. Berumur paling rensah 35 tahun
3. Tidak mempunyai hubungan keluarga semenda/sedarah sampai derajat kedua dengan salah
satu pihak yang berperkara
4. Tidak mempunyai kepentingan finansial atau kepentingan lain dari putusan arbitrase
5. Memiliki pengalaman serta menguasai secara aktif dalam bidangnya paling sedikit 15
tahun.
 Tata cara pengangkatan arbiter :
1. Penunjukan oleh pihak yang berperkara secara langsung
2. Penunjukan oleh pengadilan negeri
3. Penunjukan lewat lembaga arbitrase

Tata cara pengangkatan arbiter

1. Penunjukan oleh para pihak secara langsung


o Para pihak dapat menunjuk arbiter sendiri secara langsung baik melalui pactum de
compromitendo atau akta compromis sesuai dengan kesepakatan mereka dan
penunjukan arbiter harus dengan jumlah ganjil.
2. Penunjukan oleh Hakim
o Apabila penunjukan oleh para pihak secara langsung itu gagal maka para pihak dapat
meminta bantuan ketua PN untuk menunjuk arbiter atau majelis arbiitrase.
o Kewenangan hakim PN untuk menunjuk arbiter atau majelis arbitrase didasarkan atas
permohonan para pihak dalam mencapai suatu kesepakatan sebagai dasar untuk
menginterfensi soal penunjukan arbiter. Penunjukan arbiter yang merupakan
kewenangan bagi para pihak di PN dan PN akan berwenang menginterfensi
penunjukan arbiter apabila para pihak terbukti gagal dalam penunjukan arbiter secara
langsung.
3. Penunjukan oleh lembaga arbitrase
o Jika para pihak tidak berhasil memilih arbiternya melalui PN maka ketua lembaga
arbitrase yang akan memilihnya arbiter sesuai dengan keinginan para pihak, dan
lembaga arbitrase dalam memilih arbiter harus mempertimbangkan :
o Sifat dan hakikat dari sengketa
o Ketersediaan dari arbiter
o Identitas para pihak
o Indepedensi dari arbiter
o Syarat pengangkatan dalam kontrak arbitrase
o Syarat-syarat yang diberikan oleh para pihak yang berperkara

 Pengangkatan
Arbiter dalam memeriksa dan memutus perkara dapat melalui pengangkatan tunggal dan
Majelis arbitrase.
 Pengangkatan arbiter tunggal
Para pihak dapat mengangkat arbiter tunggak atas dasar kesepakatan dan diberi kesempatan
tenggang waktu selama 14 hari apabila tidak berhasil maka para pihak dapat memohon
kepada ketua PN untuk mengangkat hakim tunggal tersebut, pengangkatan hakim tunggal
oleh pengadilan Negeri dapat didasarkan :
1. Daftar nama yang disampaikan oleh para pihak
2. Daftar nama yang diperoleh dari organisasi atau lembaga arbitrase yang ditunjuk oleh
para pihak tersebut
3. Dengan memperhatikan hak rekomendasi yang diajukan oleh para pihak terhadap
calon arbiter yang bersangkutan.

 Pengangkatan Majelis Arbitrase atau pengangkatan Hakim Majelis caranya :


Pihak I atau pemohon (karena kesepakatan berdasarkan kesepakatan tapi mengandung
sengketa) menunjuk arbiter A
Pihak II atau Termohon menunjuk arbiter B
1. Apabila pihak I dan pihak II sepakat menunjuk arbiter A atau arbiter B maka arbiter
A bersama dengan arbiter B menunjuk arbiter C, dan arbiter C menjadi ketua majelis
arbitrase. (Disepakati)
2. Apabila arbiter A dan B gagal menunjuk C, maka setelah waktu 14 hari maka arbiter
tersebut akan diangkat berdasarkan penetapan PN.
3. Majelis arbitrase terdiri dari satu ketua majelis arbitrase dan dua orang anggota
majelis arbitrase.
 Tugas dan tanggung jawab hakim arbiter :
Tugas pokok arbiter adalah memeriksa , mengadili dan memutus perkara arbitrase secara
jujur, adil objektif dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dalam jangka waktu
yang telah ditentukan, oleh karen aitu dibutuhkan seorang arbiter yang dapat bekerja secara
profesional sesuai dengan bidang keahliannya sehingga dapat menghasilkan putusan arbitrase
yang objektif, adil berdasarkan ketentuan hukum, keadilan dan kepatutan.
Arbiter dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya menimbulkan suatu perjanjian
perdata antara pihak yang menunjuk dengan arbiter maka pihak yang wanprestasi dapat
meminta pertanggungjawaban hukum untuk mengganti para pihak dapat menuntut ganti rugi
kepada arbiter jika arbiter terbukti :
1. Menarik diri sebagai arbiter setelah menyatakan menerima penunjukan sebagai
arbiter tanpa persetujuan dari para pihak atau penetapan pengadilan.
2. Dalam memberikan putusannya arbiter tidak secara jujur, tidak adil dan tidak sesuai
dengan hukum dan fakta.
3. Tanpa alasan yang sah arbiter tidak memberikan putusan dalam jangka waktu yang
telah ditentukan.
4. Adanya iktikad tidak baik dari tindakan yang diambil arbiter selama proses sidang
berlangsung.
 Hak ingkar dan tuntutan ingkar
Hak ingkar adalah hak yang diberikan kepada arbiter untuk mengajukan suatu keberatan atas
penunjukan dirinya sebagai arbiter. Alasan bahwa arbiter karena hubungan tertentu
memungkinkan untuk tidak dapat bertindak secara bebas dan objektif dalam melaksanakan
tugas menyelesaikan perkara yng diserahkan kepadanya.
Tuntutan Ingkar adalah hak yang diberikan kepada pihak ketiga atau para pihak untuk
menuntut mundurnya seorang arbiter dari pengangkatan yang telah diterima atas dasar adanya
alasan bahwa arbitet yang bersangkutan berkemungkinan dalam melakukan pemeriksaan,
menjatuhkan putusan arbitrase tidak secara bebas dan objektif , dengan demikian maka secara
singkat bagi arbiter untuk menarik diri sebagai arbiter disebut hak ingkar, sedangkan bagi
para pihak yang menuntut untuk menarik atau mengundukan diri sebagai arbiter disebut
tuntutan ingkar.
Hak ingkar dan tuntutan ingkar.....................
Dalam proses................................ dimaksudkan untuk menghasilkan suatu putusan arbitrase
yang objektif dan adil melalui persidangan yang bebas dan tidak berpihak.

BERACARA DIHADAPAN ARBITRASE

 Pada dasarnya Undang-Undang memberika kebebasan kepada para pihak untuk menentukan
sendiri acara dan proses arbitrase yang akan digunakan dalam pemeriksaan perkara, pilihan
para pihak terhadap proses beracara pemeriksaan perkara arbitrase harus dinyatakan secara
tegas dan tertulis dalam suatu perjanjian arbitrase dengan syarat sepanjang hal tersebut tidak
bertentangan dengan ketentuan UU No 30 Tahun 1999.
 Cara mengadakan arbitrase (pasal 8 ayat (1))
Pemohon menyampaikan pemberitahuan kepada termohon untuk berarbitrase, pemberitahuan
itu dapat dilakukan melalui surat tercatat, telegram, Email, buku ekspedisi.
 Isi pemberitahuan (pasal 8 ayat (2))
1. Nama dan alamat pihak yang berperkara
2. Klausula dalam perjanjian arbitrase
3. Perjanjian tentang masalah yang menjadi sengketa
4. Dasar tuntutan dan jumlah yang dituntut
5. Cara penyelesaian yang dikehendaki para pihak
6. Perjanjian yang disepakati oleh para pihak tentang jumlah arbiter.
 Pemeriksaan perkara arbitrase secara tertutup
Pemeriksaan arbitrase harus dilakukan secara tertutup tanpa ada pengecualian hal ini terdapat
dalam pasal 27 UU No 30 Tahun 1999 ditetntukan bahwa semua pemeriksaan perkara oleh
arbiter atau majelis arbitrase dilakukan secara tertutup. Hal ini dimaksudkan untuk lebih
menegaskan sifat kerahasiaan, penyelesaian melalui arbitrase sifat kerahasiaan ini cenderung
menjadi pilihan utama bagi kalangan usahawan yang tidak menginginkan mesyarakat umum
mengetahui adanya perselisihan atau sengketa yang dialami oleh usahawan tersebut dengan
pihak lain yang merupakan mitra usahanya.
 Keterlibatan para pihak dalam proses persidangan
1. Para pihak yang bersengketa (termohon dan pemohon)
2. Ada kuasa hukum, pemeriksaan perkara arbitrase boleh diwakili oleh kuasa hukum.
Pasal 29 ayat (2) UU No 30 Tahun 1999 “kepada para pihak yang berperkara
diberikan kesempatan untuk menunjuk kuasanya sebagai wakil dimuka pengadilan
baik secara lisan maupun tertulis yang bersifat khusus.”
Namum pemberian kuasa ini bersifat fakultatif (artinya tidak harus penyelesaian
sengketa arbitrase diwakili oleh kuasa hukum)
3. Keterlibatan pihak ketiga dalam proses pemeriksaan perkara.
Dalam proses pemeriksaan perkara arbitrase dimungkinkan adanya keterlibatan pihak
ketiga yang disebut Intervensi.
Intervensi ada 2 yaitu vooging dan Tussencomst.
o Vooging : Ikut sertanya pihak ketiga karena ditarik oleh salah satu pihak,
biasanya yang menarik........
o Tussencomst : Keinginan pihak ketiga karena mempunyai kepentingan
terhadap pemeriksaan perkara tersebut.

Menurut pasal 30 UU No 30 Tahun 1999 pihak ketiga diluar perjanjian arbitrase


dapat turut serta dan menggabungkan diri dalam proses penyelesaian sengketa
melalui arbitrase dengan syarat :

1. Terdapat unsur kepentingan yang terkait dengan sengketa yang bersangkutan.


2. Keikutsertaan pihak ketiga disepakati oleh para pihak yang berperkara.
3. Keikutsertaan pihak ketiga disetujui oleh arbiter atau majelis arbitrase yang
bersangkutan.

PUTUSAN

Putusan ada 2 yaitu putusan sela (Profesional) dan putusan akhir

1. Putusan sela
Putusan sela dapat diambil sebelum menjatuhkan putusan akhi, hal ini bertujuan untuk
ketertiban pemeriksaan perkara yang meliputi :
a. Untuk menetapkan sita jaminan
b. Memerintahkan kepada pihak ketiga untuk menitipkan barang-barang milik debitur
atau tergugat.
c. Memerintahkan pihak ketiga atau tergugat untuk menjual barang yang sudah rusak.
2. Putusan akhir
Adalah putusan yang bersifat menentukan

 Pencabutan dan perubahan surat permohonan atau surat tuntutan,


Pasal 47 UU No 30 Tahun 1999 disebutkan bahwa pemohon arbitrase dapat mencabut atau
merubah surat permohonan arbitrase atau menambah surat tuntutan melalui arbitrase.
Pencabutan dan perubahan tuntutan ini hanya akan dilakukan sebelum adanya jawaban dari
pihak termohon atau pencabutan dan perubahan tuntutan dilakukan dengan persetujuan
termohon jika sudah ada jawaban dari termohon. Ketentuan ini bertujuan untuk melindungi
kepentingan termohon agar tidak dirugikan sebagai akibat dicabutnya atau dirubahnya surat
permohonan tersebut. Perubahan dan pencabutan tuntutan arbitrase tersebut diperkenankan
untuk mengubah atau mencabut isi dan dasar hukum tuntutan, oleh karena itu arbiter atau
majelis arbiter berhak untuk menentukan batas batas perubahan atau pencabutan tuntutan
arbitrase sepanjang tidak merugikan pihak termohon arbitrase.

PROSES PEMERIKSAAN PERKARA DI HADAPAN ARBITRASE

1. Penyampaian surat tuntutan oleh pemohon dan jawaban dari termohon pada arbitrase ad hoc.
Proses arbitrase diawali dengan penyampaian surat tuntutan oleh pemohon kepada termohon.
Penetapan ini tercantum dalam pasal 38 UU No 30 Tahun 1999 bahwa dalam jangka waktu
yang telah ditentukan oleh arbiter atau majelis arbitrase pemohon harus menyampaikan surat
tuntutannya kepada arbiter atau majelis arbitrase.
Surat tuntutan tersebuat harus diajukan secara tertulis dan berisi antara lain :
a. Identitas para pihak (apabila menggunakan advokat, advokat itu dicantumkan setelah
nama pihak, apabila tergugat setelah tergugat, penggugat setelah penggugat)
b. Uraian singkat tentang duduk perkara atau posita
c. Isi tuntutan harus jelas (petitum)
2. Segera setelah menerima surat tuntutan dari pihak pemohon arbiter para pihak menggunakan
arbiter tunggal atau ketua majelis arbitrase akan menyampaikan satu salinan surat tuntutan
kepada termohon disertai dengan perintah bahwa termohon harus menanggapi dan
memberikan jawaban secara tertulis dalam waktu 14 hari sejak diterimanya salinan surat
tuntutan oleh termohon.
Apabila termohon tidak menyampaikan jawabannya, arbiter atau majelis arbitrase wajib
memanggil pemohon atau kuasanya untuk hadir dimuka sidang arbitrase dalam jangka waktu
14 hari terhitung mulai dikeluarkannya surat perintah pemanggilan, namun apabila termohn
menjawab surat tuntutan pemohon maka arbiter atau majelis arbitrase wajib menyerahkan
jawaban tersebut kepada pemohon, ketua majelis arbitrase memerintahkan kepada kedua
belah pihak untuk menghadap dimuka sidang arbitrase yang ditetapkan paling lama 14 hari
terhitung sejak dkeluarkannya surat perintah pemanggilan.

PROSES KE BANI

1. Proses arbitrase diawali dengan masukna surat permohonan dari pemohon kesekretariat
panitia arbitrase BANI, sekretariat ada 5 permohonan.
2. Sekretariat memeriksa surat permohonan diperiksa secara teliti apakah dalam perjanjian
antara pihak yang berperkara terdapat klausula yang menyertakan secara tegas bahwa : BANI
adalah institusi yang ditunjuk oleh para pihak untuk menyelesaikan perkara.
Bila didalamnya klausula terdapat klausula yang menyatakan bahwa BANI adalah institusi
yang ditunjuk mak pemohon diterima, namun apabila klausula tidak tercantum secara tegas
maka BANI adalah institusi yang ditunjuk maka permohonan akan ditolak.\
3. Permohona tersebut oleh BANI diberikan bukti penerimaan dan nomor pendaftaran yang
kemudian diberi kwitansi dan nomor pembayaran.
4. Setelah menerima surat permohonan tersebut ketua BANI membentuk Majelis arbitrase atau
apabila pemohon dan termohon telah menetapkan pilihan majelis arbitrase maka kemudian
ketua BANI menerbitkan surat keputusan atas terbentuknya majelis arbitrase tersebut dan
juga ditetapkan besarnya biaya perkara yang dibebankan kepada termohon dan pemohon
dengan surat keputusan pula, apabila para pihak telah membayar biaya perkara arbitrase maka
oleh BANI dibuatkan Undangan untuk menghadiri sidang pertama pemeriksaan perkara
kepada termohon dan pemohon.

PROSES JALANNYA SIDANG PERKARA

2. Pada sidang pertama dimulai maka ketua majelis arbitrase menyatakan sidang dibuka dan
tertutup untuk umum. Apabila pemohon dan termohon hadir oleh ketua majelis arbitrase
dibacakan surat tuntutan pemohon. Ketua majelis arbitrase menawarkan kepada para pihak
suatu penyelesaian sacara damai atau perdamaian, apabila para pihak menerima perdamaian
maka kemudian ketua majelis arbitrase membuat surat perdamaian yang mempunyai kekuatan
seperti kekuatan putusan arbiter atau hakim.
3. Pada sidang pemeriksaan pertama maka termohon harus menyampaikan jawabannya dan jug
adapat mengajukan tuntutan balik (rekovensi) bersama dengan jawaban termohon.
4. Apabila dalam sidang pertama pemohon tidak hadir sedangkan termohin hadir maka surat
permohonan pemohon dinyatakan gugur, sehingga tugas majelis arbitrase selesai.
Apabila dalam sidang pertama termohon tidak hadir tanpa alasan yang sah maka majelis
arbitrase memanggil termohon sekali lagi dan apabila termohon tidak hadir juga diberi waktu
10 hari, maka majelis menjatuhkan putusan verstek kecuali jika tuntutan pemohon tidak
beralasan.
5. Namun apabila pada sidang tersebut pemohon dan termohon hadir maka termohon harus
menyampaikan jawabannya dan gugat balik apabila ada. Dalam jawaban termohon dapat
menyampaikan hak ingkar jika menurut termohon memepunyai keyakinan bahwa arbiter
tidak memenuhi syarat-syarat untuk menjadi arbiter,dengan UU No 30 Tahun 1999.
6. apabila termohon dapat membuktikan tuntutan ingkar tersebut maka arbiter yang
bersangkutan dapat diganti.
7. Selanjutnya dimana pada saat itu pemohon diminta untuk memasukkan jawaban pada
permohonan dan rekopensi jika ada (Replik) dan pada sidang selanjutnya termohon dapat
menanggapi replik dari pemohon (Duplik).
8. ..........................................
9. Dst.

CARA MEMBUAT SURAT KUASA

 Dalam membuat surat kuasa arbitrase sama dengan membuat sirat kuasa kepengadilan negeri.
 Yang penting dalam pembuatan surat kuasa yaitu :
a. Nomor surat kuasa itu dibuat
b. Identitas penerima dan pemberi kuasa
c. Perkara apa yang terjadi
d. Sejauh mana pemberi kuasa membrika kuasa kepada penerima kuasa. Dalam soal ada
hak subtitusi hak untuk melimpahkan apa wewenangnya kepada kuasa hukum lain
tidak? Jika ada dicantumkan, jika tidak maka tidak perlu ditulis
e. TTD
f. Ingat terlebih dulu membuat surat kuasa dari pada membuat surat permohonan.
 Surat kuasa apabila lebih dari 3 bulan maka tidak dapat dipakai atau diberlakukan lagi.
 Contoh surat kuasa
SURAT KUASA KHUSUS
No : 151/ SKK/01/2016
(Arbitrase ad hoc) (arbitrase Institusi)
Kepada : Yth. Bapak Ketua BANI
Yth. Bapak/Ibu... Geduang Wahana Graha Lt II
Selaku arbiter yang memeriksa di......... Jln Mampang Prapatan No 2 Jakarta Selatan

(Identitas Pemberi Kuasa)


Dengan Hormat,

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Tsania Yuni

Selaku Direktur PT Pembangunan Graha Permai dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama
perusahaan yang termaksud beralamat di Jalan Senopati No 3 Jakarta

(Identitas Penerima Kuasa)

Dengan ini memberika kuasa kepada :

Nama : Siti Anik, S.H., M.H.

Pekerjaan : Advokat

Yang berkedudukan di Jalan Keadilan No 9 Jakarta

-KHUSUS-

Untuk mewakili Pemberi Kuasa sebagai PEMOHON perkara wanprestasi pembanguna Gedung
Melawan Yudhistira selaku Direktur PT Wisama Indah yang beralamat di Jalan Keindahan No 5
Jakarta sebagai TERMOHON.

Kewenangan yang diberikan :

1. Untuk itu penerima kuasa membela hak, mengatur kepentingan pemohon, melakukan segala
pembayaran, membuat dan menerima kuitansi dan segala kepentingan apapun yang
berhubungan dengan perkara. (tidak usah ditulis apabila yang dminta untu mewakili dalam
pemeriksaan arbitrase dan pelaksanaan putusan arbitrase :langsung sidang pemeriksaan
perkara)
2. Penerima kuasa boleh bertindak dalam hal hukum terhadap semua orang dan dalam segala
persoalan yang berhubungan dengan perkara ini, mewakili tempat kediaman hukum terhadap
hakim arbiter.
3. Penerima kuasa boleh berperkara kemuka sidang arbitrase, mengajukan tuntutan hak,
menrima dan menolak perdamaian, menandatangani surat perdamaian, memberikan jawaban,
mengajukan dan menolak bukti, menandatangani surat putusan arbitrase dan menjalankan
putusan arbitrase. ( hanya pada saat sidang pemeriksaan perkara saja)

Penerima kuasa boleh melakukan segala apa yang perlu guna kepentingan pemberi kuasa asal
tidak bertentangan dengan Undang-Undang. (tidak usah ditulis apabila tidak diminta)

Penerima kuasa dapat memindah tangankan kekuasaannya sebagian atau seluruhnya kepada kuasa
hukum lain (Hak Subtitusi). (kalo disoal tidak ada hak subtitusinya maka tidak usah ditulis)

Jakarta, 30 Desember 2016

Pemberi Kuasa Penerima Kuasa

Materai 6000
Siti Anik Tsania Yuni
CONTOH SURAT PERMOHONAN TUNTUTAN HAK

SURAT PERMOHONAN TUNTUTAN HAK

No : 77/SPTA/XII/2016

Hal : Permohonan Tuntutan Hak

Jakarta,..............

Kepada Ketua BANI

Gedung WAHANA GRAHA lt II

Jalan Mampang Prapatan No 2

di Jakarta.

Dengan hormat,

Yang bertanda tangan dibawah ini

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Tsania Yuni

Selaku Direktur PT Pembangunan Graha Permai dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama
perusahaan yang termaksud beralamat di Jalan Senopati No 3 Jakarta

Dalam hal ini memilih domisili hukum di kantor kuasanya Kantor Advokat dan Pengacara Siti Anik,
S.H., M.H. yang berkedudukan di Jalan Keadilan No 9 Jakarta.

Selanjutnya mohon disebut PEMOHON

Berdasarkan surat kuasa No 151/SK/XII/2016 tanggal 30 Desember 2016 (terlampir) dengan ini
mengajukan permohonan arbitrase terhadap Yudhistira selaku Direktur PT Wisama Indah yang
beralamat di Jalan Keindahan No 5 Jakarta.

Selanjutnya mohon disebut TERMOHON

Untuk menyelesaikan perkara wanprestasi dalam pembanguna gedung perkantoran (bukti P1) dengan
menggunakan prosedur dan tata cara BANI.

Permohonan ini disampaikan sesuai syarat arbitrase yang tercantum dalam perjanjian pasal 35 UU No
30 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa setiap masalah atau beda pendapat yang timbul dalam
perjanjian ini diselesaikan secara musyawarah, dalam hal secara musyawarah ini tidak berhasil dan
dalam waktu 30 hari sejak perbedaan pendapat tersebut terjadi akan diselesaikan dan diputus oleh
BANI menurut peraturan dan prosedur arbitrase BANI yang keputusannya mengikat kedua belah
pihak yang berperkara sebagai keputusan dalam tingkat pertama dan terakhir.

Untuk keperluan tersebut kuasa pemohon telah mengirimkan surat pemberitahuan untyk mengadakan
arbitrase (bukti P2) (terlampir) kepada termohon. Dengan pemberitahuanini telah sesuai dengan pasal
8 UU no 30 Tahun 1999.

Adapun alasan-alasan yang menjadi dasar permohonan arbitrase adalah sebagai berikut :

1. Bahwa pada tanggal 20 Desember 2015 pemohon mulai melaksanakan pembanguna gedung
perkantoran yang berlantai 2 yang berlokasi di Jalan Ampera No 30 Jakarta dengan nilai
kontrak Rp 960.000.000 dengan cara pembayaran berdasarkan prestasi pemohon masa
pembanguna 12 bulan atau seluruh pekerjaan akan diselesaikan dan diserahkan kepada
termohon untuk pertama kali pada bulan Desember 2016 atau selambat-lambatnya April
2016.
2. Bahwa pada bulan agustus 2016 prestasipemohon telah mencapai 60 % berdasarkan berita
acara prestasi atau kemajuan pekerjaan (bukti p4) namun prestasi bulan Juni, Juli dan Agustus
2016 belum dibayar termohon kepada pemohon masing-masing Rp 240.000.000,- (bukti P5
dan P6)
3. Bahwa sesuai dengan perjanjian pemohon mulai tanggal 1 September 2016 menghentikan
pekerjaan (Bukti P7) dan pemohon telah memberikan peringatan I tanggal 1 September 2016
kepada termohon selam 3 kali peringatan ( Bukti P8, P9 dan P10) namun termohon tetap tidak
mau melakukan pembayaran kepada pemohon. Akibat tindakan tersebut pemohon mengalami
kerugian yang sangat besar.

Untuk itu berdasarkan dalil-dalil diatas mohon kepada Majelis Arbitrase menerima dan memeriksa
permohona tuntutan arbitrase pemohon dan memutuskan sebagai berikut :

PRIMER

1. Menyatakan termohon wanprestasi.


2. Menyatakan menghentikan pekerjaan oleh pemohon pada tanggal 1 September 2016 adalah
sah menurut hukum.
3. Menghukum dan memerintahkan kepada termohon untuk membayar ganti rugi kepada
pemohon sebesar Rp 1.500.000.000 dengan rincian sebagai berikut : (Ditulis rinciannya
terserah)
4. Menghukum termohon untyk membayar denda dengan bunga sebesar 20 % pertahun
terhitung sejak tanggal permohona ini sampai dengan semua ganti rugi berdasarkan putusan
majelis arbitrase dibayar lunas oleh termohon.
5. Menghukum termohon untuk membayar biaya perkara arbitrase.

SEKUNDER

Apabila majelis arbitrase berpendapat lain demi keadilan mohon diputus yang seadil-adilnya

Tanggal,

Hormat Kami

Kuasa Hukum

(tanda tangan, materai dan nama terang)

PENDAPAT DAN PUTUSAN ARBITRASE

 Setelah arbiter atau majelis arbitrase selesai memeriksa perkara kemudian menjatuhkan putusan
guna mengakhiri sengketa disamping memberikan putusan arbiter atau majelis arbitrase dapat
pula memberikan pendapat mengenai suatu persoalan yang berkaitan dengan perjanjian.
 Dengan demikian terdapat 2 macam produk yang dibuat oleh arbiter atau majelis arbitrase yaitu
pendapat dan putusan arbitrase.
 Putusan arbitrase merupakan suatu putusan yang diberikan oleh arbitrase ad hoc maupun
lembaga arbitrase atas suatu perbedaan pendapat, perselisihan paham maupun persengketaan
mengenai suatu poko persoalan yang lahir dari suatu perjanjian yaitu dasar-dasar yang memuat
klausula arbitrase yang diajukan pada arbitrase ad hoc maupun lembaga arbitrase untuk
diputuskan oleh arbiter. Tanpa adanya suatu sengketa lembaga arbitrase dapat menerima
permohonan yang diajukan oleh para pihak dalam suatu perjanjian untuk memberikan suatu
pendapat yang mengikat mengenai suatu hubungan hukum tertentu dari suatu perjanjian dalam
hal belum timbulnya sengketa. Dengan diberikannya pendapat oleh lembaga arbitrase tersebut
maka kedua belah pihak terikat dalam suatu perjanjian atau kontrak, bila diantara pra pihak
bertindak bertentangan dengan pendapat yang diberika oleh arbiter atau majelis arbitrase maka
pihak yang bersengketa dianggap melanggar perjanjian (wanprestasi), pad aintinya putusan
maupun pendapat arbitrase berisi pernyataan yang diucapkan arbiter atau majelis arbitrase yang
berbentuk tertulis. Pernyataan arbiter atau majelis arbitrase kan berbentuk putusan arbitrase
apabila didalamnya terdapat unsur sengketa sedangkan kalau pernyataan arbiter atau majelis
arbitrase dituangakn dalam bentuk pendapat bila isinya tidak terdapat sengketa atau dengan kata
lain didalam putusan arbitrase terdapat sengketa diantara para pihak terhadap suatu perjanjian
sebaliknya didalam pendapat arbitrase tidak terdapat sengketa.
 Dasar putusan arbitrase
Seorang arbiter atau majelis arbitrase dapat mengambil keputusan berdasarkan dengan ketentuan
hukum.
Ketentuan hukum yang dimaksud adalah ketentuan hukum yang ..... dan peraturan hukum yang
berhubungan dengan bidang yang disengketakan dengan memperhatikan nilai-nilai hukum yang
hidup dalam kehidupan dalam kegiatan ekonomi, sosial, politik, agama dan moral sehingga
menghasilkan putusan yang adil. Dengan adanya ketentuan ini arbiter harus memberikan putusan
berdasarkan hukum dan tidak boleh menyimpang dengan ketentuan hukum yang bersifat
memaksa , oleh karena itu jika para pihak mengadakan suatu perjanjian yang berisikan ketentuan
bahwa arbiter dalam memutus perkara wajib mendasarkan ketentuan-ketentuan hukum maka
arbiter tidak dapat mengesampingkan dari peraturan perundang-undangan yang berlaku.
 Hakim PN membuat, menentukan dan menetapkan putusan sedangkan arbiter membuat putusan
saja yang menentukan adalah para pihak dan ditetapkan di PN.
 Berdasarkan keadilan dan kepatutan
Pada dasarnya arbiter dalam memutus perkara wajib memutus perkara berdasarkan ketentuan
hukum, hal ini berarti bahwa arbiter tidak dapat memutus berdasarkan keadilan dan kepatutan,
putusan arbitrase yang didasarkan pada keadilan dan kepatutan hanya dapat dilakukan arbiter
apabila ada pihak yang dalam perjanjiannya dengan tegas menyebutkan bahwa para pihak
memberikan kekuasaan atau kewenangan kepada arbiter untuk memberikan putusan, sebaliknya
dalam hal arbiter tidak diberi kuasa dan kewenangan untuk memberikan keputusan berdasarkan
keadilan dan kepatutan maka arbiter hanya dapat memberi putusan berdasarkan kaidah huku
materiil sebagaimana yang dilakukan oleh hakim dalam rangka memberkan putusan arbitrase
yang berdasarkan pada keadilan dan kepatutan maka arbiter mempunyai hak untuk
mengesampingkan hukum fakultatif ( hukum yang tidak memaksa dan dalam hal tertentu hukum
yang bersifat memaksa harus diterapkan.

PELAKSANAAN PUTUSAN

 Pelaksanaan putusan arbitrase Nasional (bersifat Final tapi mengikat)


Pelaksanan putusan arbitrase nasional harus dilaksanakan oleh para pihak secara sukarela, jika
para pihak tidak bersedia melakukan pelaksanaan putusan arbitrase nasional secara sukarela
maka dapat dilaksanakan putusan itu secara paksa (eksekusi).
 Supaya putusan arbitrase dapat dilaksanakan maka putusan arbitrase tersebut harus didaftarkan di
kepaniteraan PN untuk mendapatkan penetapan hukum dari PN, sehingga dengan penetapan PN
tersebut maka putusan arbitrase mendapatkan kekuatan dan kepastian hukum. Putusan arbitrase
nasional bersifat mandiri, final dan mengikat. Ketua PN berhak menolak permohonan
pelaksanaan eksekusi terhadap putusan arbitrase nasional dengan alasan-alasan sebagai berikut :
1. Putusan dijatuhkan oleh arbiter atau majelis arbitrase yang tidak berwenang untuk
memeriksa, mengadili dan memutus perkara arbitrase yang bersangkutan.
2. Putusan dijatuhkan melebihi batas kewenangan arbiter atau majelis arbitrase yang
diberikan oleh para pihak yang berperkara.
3. Putusan yang dijatuhkan ternyata tidak memenuhi syarat penyelesaian sengketa melalui
arbitrase yaitu :
a. Sengketa yang diputus bukan sengketa mengenai bidang perdagangan.
b. Sengketa yang diputus bukan mengenai hak yang menurut hukum dan
peraturan perundangan dikuasai sepihak oleh yang berperkara.
c. Sengketa yang diputus ternyata termasuk sengketa yang menurut
Perundangan tidak dapat diadakan perdamaian.
4. Putusan yang dijatuhkan ternyata bertentangan dengan keadilan dan ketertiban umum.
 PN bisa mengeksekusi jika diminta oleh pemohon dan dapat mengeksekusi apabila sudah
dipertimbangkan matang-matang oleh PN.

PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL BERDASARKAN UU NO 30


TAHUN 1999

 Ada beberapa prinsip, yaitu :


1. Prinsip Final dan binding
Putusan arbitrase Internasional yang diakui dan dapat dilaksanakan di Indonesia
dianggap sebagai putusan arbitrase Internasional yang berkekuatan hukum tetap dari
putusan arbitrase Internasional di Indonesia.
Di dalam pasal 68 ayat (1) UU No 30 Tahun 1999 menentukan bahwa terhadap putusan
ketua PN Jakarta Pusat yang mengakui dan melaksanakan putusan arbitrase Internasional
tidak dapat diajukan banding dan kasasi dengan demikian setiap anggota konpensi
berkewajiban mengakui putusan arbitrase Internasional sebagai putusan yang mengikat
(Binding) dan mempunyai kekuatan eksekusi terhadap para pihak.
Dengan adanya penegasan dan pengakuan putusan arbitrase internasional yang diajukan
atas permintaan ekskutornya kepada pengadilan sama halnya dengan keputusan yang
mempunyai hukum tetap.
Dengan demikian tidak ada alasan lagi untuk menolak atau menyatakan pemberian
eksekutornya tidak dapat diterima kecuali putusan tersebut melanggar asas-asas yang
ditentukan.
Disamping itu dengan adanya penegasan ini pengadilan tidak berwenang untuk
mempermasalahkan materi putusan, tugas pokok pengadilan dalam menjalankan fungsi
ekskutornya hanya dapat meneliti apakah ada yang dilanggar terhadap asas-asas atas
asas-asas yang dilarang maupun pelanggaran atas aturan formal yang bersifat
fundamental apabila tidak ada dia harus memberi eksekutor-eksekutor, namun bila ada
dia harus menolak pemberian eksekusi.
2. Asas Resiprositas (Timbal Balik)
Pengadilan dalam memberikan eksekutornya harus mendasarkan pada prinsip
resiprositas (tidak semua putusan arbitrase Internasional dapat diakui dan dilaksanakan di
wilayah hukum RI).
Negara Indonesia hanya akan mengakui dan mengeksekusi putusan arbitrase
internasional bila negara yang menjatuhkan putusan arbitrase Internasional tersebut juga
mengakui dan melaksanakan putusan arbitrase di Indonesia. Dengan demikian
dipersyaratkan adanya ikatan secara bilateral maupun multilateral dengan Indonesia
mengenai pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase Internasional ( Pasal 66 UU N0
30 tahun 1999)
3. Pengakuan putusan arbitrase Internasional sepanjang Hukum dan HAM
Putusan arbitrase Internasional yang diakui dan dapat dilaksanakan di Indonesia selain
harus memenuhi syarat juga harus putusan yang memuat hukum yang menurut hukum
termasuk dalam kasus ruang lingkup hukum dagang atau perdagangan atau ekonomi
sepanjang putusan arbitrase Internasional tersebut termasuk dalam ruang lingkup hukum
perdagangan dan harus dapat dilaksanakan di Indonesia (pasal 66 UU No 30 Tahun
1999)
Putusan arbitrase Intetnasional hanya akan dieksekusi di Indonesia jika eksekutornya
telah diponir (didaftarkan di PN Jakarta Pusat) setelah putusan itu mempunyai kekuatan
hukum tetap dan setelah arbiter atau kuasanya menyerahkan dokumen yang
diperuntukkan, untuk itu adapun dokumen yang akan diponer meliputi :
a. Asli atau salinan otentik penulisan putusan arbitrase Internasional disertai naskah
terjemahan dalam bahasa Indonesia.
b. Asli atau salinan otentik perjanjian yang menjadi dasar putusan arbitrase disertai
terjemahannya dalam bahasa Indonesia.
c. Surat keterangan dari perwakilan diplomasi RI dinegara-negara dengan putusan
arbitrase internasional ditetapkan yang menyatakan bahwa negara termohon
terikat perjanjian (baik secara bilateral maupun multilateral) dengan negara RI
perihal pengakuan dan pelaksanaan arbitrase Internasional.
 Permohonan pelaksanaan arbitrase internasional disampaikan kepada PN Jakarta Pusat
disertai dengan dokumen yang telah dideponer, maka atas dasar permohonan tersebut PN
Jakarta Pusat mengeluarkan putusan yang isinya menerima atau menolak untuk mengakui dan
mengeksekusi suatu putusan arbitrase Internasional.
 Apabila putusan tersebut di pengadilan dan pengadilan akan mengakui dan melaksanakan
putusan arbitrase Internasional tersebut sehingga putusan arbitrase Internasional tersebut
bersifat final yang kemudian tidak dapat diajukan banding dan kasasi, namun jika ketua PN
Jakarta Pusat menolak mengakui putusan arbitrase Internasional maka terhadapnya dapat
diupayakan kasasi ke MA, setelah kasasi ini MA mempertimbangkan untuk menerima atau
menolak kasasi putusan yang telah diajukan oleh karena itu putusan MA bersifat final
karenanya tidak dapat diupayakan perlawanan apapun.

Anda mungkin juga menyukai