NIM : 211084008
1. Sebutkan pengertian Arbitrase menurut 5 (lima) Pendapat Ahli dan UU No. 30 Tahun
1999 serta Pendapat saudara sendiri?
3. Apakah arbitrase termasuk lembaga APS ataukah lembaga penyelesaian sengketa yang
mandiri dalam sistem hukum Indonesia?. Uraikan penjelasan saudara dengan
memperhatikan Pasal 1 angka 1 dan 10 serta Pasal 6 UU No. 30 tahun 1999.
Di Indonesia, penyelesaian non litigasi ada dua macam, yakni Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa sesuai dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Arbitrase
dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU AAPS).
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum
yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para
pihak yang bersengketa.
2. Para pihak adalah subyek hukum, baik menurut hukum perdata maupun hukum
publik.
3. Perjanjian arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa klausula arbitrase yang
tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul
sengketa, atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah
timbul sengketa.
4. Pengadilan Negeri adalah Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi
tempat tinggal termohon.
5. Pemohon adalah pihak yang mengajukan permohonan penyelesaian sengketa
melalui arbitrase.
6. Termohon adalah pihak lawan dari Pemohon dalam penyelesaian sengketa
melalui arbitrase.
7. Arbiter adalah seorang atau lebih yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa
atau yang ditunjuk oleh Pengadilan Negeri atau oleh lembaga arbitrase, untuk
memberikan putusan mengenai sengketa tertentu yang diserahkan
penyelesaiannya melalui arbitrase.
8. Lembaga Arbitrase adalah badan yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa
untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu; lembaga tersebut juga
dapat memberikan pendapat yang mengikat mengenai suatu hubungan hukum
tertentu dalam hal belum timbul sengketa.
9. Putusan Arbitrase Internasional adalah putusan yang dijatuhkan oleh suatu lembaga
arbitrase atau arbiter perorangan di luar wilayah hukum Republik Indonesia, atau
putusan suatu lembaga arbitrase atau arbiter perorangan yang menurut ketentuan
hukum Republik Indonesia dianggap sebagai suatu putusan arbitrase internasional.
10. Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda
pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar
pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian
ahli
Pasal 6
(1) Sengketa atau beda pendapat perdata dapat diselesaikan oleh para pihak melalui
alternatif penyelesaian sengketa yang didasarkan pada itikad baik dengan
mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri.
(2) Penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui alternatif penyelesaian sengketa
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselesaikan dalam pertemuan langsung oleh para
pihak dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari dan hasilnya dituangkan dalam
suatu kesepakatan tertulis.
(3) Dalam hal sengketa atau beda pendapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak
dapat diselesaikan, maka atas kesepakatan tertulis para pihak, sengketa atau beda
pendapat diselesaikan melalui bantuan seorang atau lebih penasehat ahli maupun melalui
seorang mediator.
(4) Apabila para pihak tersebut dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari dengan
bantuan seorang atau lebih penasehat ahli maupun melalui seorang mediator tidak
berhasil mencapai kata sepakat, atau mediator tidak berhasil mempertemukan kedua belah
pihak, maka para pihak dapat menghubungi sebuah lembaga arbitrase atau lembaga
alternatif penyelesaian sengketa untuk menunjuk seorang mediator.
(5) Setelah penunjukan mediator oleh lembaga arbitrase atau lembaga alternatif
penyelesaian sengketa, dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari usaha mediasi harus sudah
dapat dimulai.
(6) Usaha penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui mediator sebagaimana
dimaksud dalam ayat (5) dengan memegang teguh kerahasiaan, dalam waktu paling lama
30 ( tiga puluh ) hari harus tercapai kesepakatan dalam bentuk tertulis yang
ditandatangani oleh semua pihak yang terkait.
(7) Kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda pendapat secara tertulis adalah final dan
mengikat para pihak untuk dilaksanakan dengan itikad baik serta wajib didaftarkan di
Pengadilan Negeri dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak penandatanganan.
(8) Kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda pendapat sebagaimana dimaksud dalam
ayat (7) wajib selesai dilaksanakan dalam waktu paling lama 30 ( tiga puluh) hari sejak
pendaftaran.
(9) Apabila usaha perdamaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sampai dengan ayat
(6) tidak dapat dicapai, maka para pihak berdasarkan kesepakatan secara tertulis dapat
mengajukan usaha penyelesaiannya melalui lembaga arbitrase atau arbitrase ad–hoc.
4. Apakah semua perkara dapat diselesaikan melalui arbitrase?, perkara apasajakah yang
dapat diselesaikan melalui Arbitrase Nasional dan Internasional?. Uraikan penjelasan
saudara dengan memperhatikan Pasal 5 dan Penjelasan Pasal 66 sub huruf b UU No. 30
tahun 1999 serta Pasal 1 angka 1 UU Perdagangan (UU No. 7 Tahun 2014).
Pasal 5
(1) Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa di bidang
perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan
dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa.
(2) Sengketa yang tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah sengketa yang
menurut peraturan perundang-undangan tidak dapat di diadakan perdamaian
Pasal 66
Putusan Arbitrase Internasional sebagaimana dalam huruf a terbatas pada putusan yang
menurut ketentuan hukum Indonesia termasuk dalam ruang lingkup hukum perdagangan.
5. Sebutkan dan jelaskanlah landasan filosofis, yuridis dan sosiologis lahir dan adanya UU
No. 30 tahun 1999? (perhatikan bagian kondiserans menimbang, mengingat dan
penjelasan umum UU 30/1999)
6. Sebutkan dan jelaskanlah kelebihan dan kelemahan arbitrase sebagai forum penyelesaian
sengketa?
Kelebihan:
Kelemahan::
7. Sebutkan dan jelaskanlah pengaturan hukum arbitrase sebelum dan sesudah berlakunya
UU No. 30 Tahun 1999? (Perhatikan Ketentuan Penutup UU No. 30 Tahun 1999)
Pada saat berlakunya UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa, ketentuan-ketentuan mengenai arbitrase sebagaimana yang diatur dalam Pasal 615
sampai dengan Pasal 651 Rv, Pasal 377 HIR, dan Pasal 705 Rbg, dinyatakan tidak berlaku
lagi. Sebagai tambahan informasi bagi Anda, jika dibandingkan dengan pengaturan
Ketentuan-ketentuan Arbitrase Komisi Perserikatan Bangsabangsa (PBB) tentang Hukum
Perdagangan Internasional (The United Nations Commission on International Trade Law)
atau lebih dikenal Arbitrase Model Law UNCITRAL 1985 yang terdiri dari 36 Pasal, maka
UU No. 30 Tahun 1999 yang terdiri dari 82 Pasal tersebut telah secara luas mengatur
berbagai hal terkait dengan arbitrase. Banyaknya pasal tersebut tampaknya agar UU No. 30
Tahun 1999 mampu mengakomodasikan banyak hal dengan mengaturnya secara mendetail
(meskipun seharusnya hal itu bukan muatan suatu undang-undang),
8. Sebutkan dan jelaskanlah prinsip-prinsip hukum acara arbitrase yang Saudara ketahui ?
(minimal 3 dari 5)
Prinsip-prinsip dan batas-batas pilihan hukum yang dapat digunakan oleh para pihak
yang saling bersengketa adalah sebagai berikut:
• Partijautonomie, menurut prinsip ini para pihak merupakan pihak yang paling
berhak menentukan hukum yang hendak mereka pilih dan berlaku sebagai dasar
transaksi termasuk sebagai dasar penyelesian sengketa dari kontrak transaksi yang
dibuat.
• Bonafide, merupakan suatu pilihan hukum harus didasarkan etikad baik yang
bertujuan kepastian, perlindungan yang adil dan jaminan yang lebih pasti bagi
pelaksanaan akibat-akibat transaksi dari perjanjian ini
• Real Conection, merupakan sistem hukum yang mensyaratkan keharusan adanya
hubungan nyata antara hukum yang dipilih dengan peristiwa hukum yang hendak
ditundukan atau didasarkan pada sistem hukum yang dipilih.
• Larangan Penyelundupan Hukum, merupakan pihak yang diberi kebebasan
untuk melakukan pilihan hukum hendaknya tidak menggunakan kebebasan itu
dengan tujuan sewenang wenang demi keuntungan diri sendiri.
• Ketertiban Umum, merupakan pilihan hukum yang tidak boleh bertentangan
dengan ketertiban umum maksudnya adalah tidak akan bertentangan sendisendi
asasi hukum yang ada di masyarakat dan para hakim yang akan mengadili
sengketa bahwa ketertiban umum merupakan pembatas pertama kemauan
seseorang dalam melakukan pilihan hukum
10. Sebutkan dan jelaskanlah secara singkat pengertian dan ruang lingkup perjanjian arbitrase
(akta kompromis) dan klausula arbitrase (acte de compromittendo) berdasarkan UU No.
30 Tahun 1999?. (perhatikan Pasal 1 angka 3, Pasal 4, Pasal 7, Pasal 9 UU No. 30 Tahun
1999)
Perjanjian arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantum
dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa, atau
suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa
Dalam hal para pihak telah menyetujui bahwa sengketa di antara mereka akan
diselesaikan melalui arbitrase dan para pihak telah memberikan wewenang, maka arbiter
berwenang menentukan dalam putusannya mengenai hak dan kewajiban para pihak jika
hal ini tidak diatur dalam perjanjian mereka.
Dalam hal disepakati penyelesaian sengketa melalui arbitrase terjadi dalam bentuk
pertukaran surat, maka pengiriman teleks, telegram, faksimili, e-mail atau dalam bentuk
sarana komunikasi lainnya, wajib disertai dengan suatu catatan penerimaan oleh para
pihak
Para pihak dapat menyetujui suatu sengketa yang terjadi atau yang akan terjadi antara
mereka untuk diselesaikan melalui arbitrase
Dalam hal para pihak memilih penyelesaian sengketa melalui arbitrase setelah sengketa
terjadi, persetujuan mengenai hal tersebut harus dibuat dalam suatu perjanjian tertulis
yang ditandatangani oleh para pihak.
Dalam hal para pihak tidak dapat menandatangani perjanjian tertulis perjanjian tertulis
tersebut harus dibuat dalam bentuk akta notaris.
Ketentuan-ketentuan tersebut sekarang ini sudah tidak laku lagi dengan diundangkannya
Undang Undang Nomor 30 Tahun 1999. Dalam Undang Undang Nomor 14 Tahun 1970
(tentang Pokok Pokok Kekuasaan Kehakiman) keberadaan arbitrase dapat dilihat dalam
penjelasan Pasal 3 ayat 1 yang antara lain menyebutkan bahwa penyelesaian perkara di
luar pengadilan atas dasar perdamaian atau melalui arbitrase tetap diperbolehkan, akan
tetapi putusan arbiter hanya mempunyai kekuatan eksekutorial setelah memperoleh izin
atau perintah untuk dieksekusi dari Pengadilan. Sebagai salah satu bentuk perjanjian, sah
tidaknya suatu perjanjian arbitrase tidak terlepas dari syarat-syarat syahnya suatu
perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata.
Perjanjian arbitrase oleh UndangUndang Arbitrase dalam Pasal 1 butir 3 diberikan defenisi,
yaitu suatu kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian
tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa, atau suatu perjanjian arbitrase
tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa. Fokus perjanjian arbitrse ditujukan
kepada masalah penyelesaian perselisihan yang timbul dari perjanjian. Perjanjian ini bukan
perjanjian “bersyarat”. Pelaksanaan perjanjian arbitrase tidak digantungkan pada suatu
kejadian tertentu dimasa mendatang. Perjanjian ini mengatur mengenai masalah cara dan
pranata yang berwenang menyelesaikan perselisihan yang terjadi antara pihak. Perjanjian
arbitrase ini tidak melekat menjadi suatu satu kesatuan dengan materi pokok perjanjian.
Perjanjian arbitrase yang lazim disebut “klausula arbitrase” merupakan tambahan yang
diletakkan pada perjanjian pokok. Meskipun keberadaannya hanya sebagai tambahan pada
perjanjian pokok, klausula arbitrse maupun perjanjian arbitrase tidak bersifat accessoir
oleh karena pelaksanaannya dan samasekali tidak mempengaruhi dan dipengaruhi oleh
keabsahan maupun pelaksanaan pemenuhan perjanjian pokok.
UU Nomor 30 Tahun 1999, “Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata
diluar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara
tertulis oleh para pihak yang bersengketa” ada tiga hal yang dapat dikemukakan dari
defenisi yang diberikan dalam UU Nomor 30 Tahun 1999 tersebut yaitu : 1) Arbitrase
merupakan salah satu bentuk perjanjian. 2) Perjanjian arbitrase harus dibuat dalam bentuk
tertulis. 3) Perjanjian arbitrase tersebut merupakan perjanjian untuk menyelesaikan
sengketa yang dilaksanakan diluar peradilan umum.
12. buatlah rumusan klausula arbitrase melalui BANI dan BAPMI serta BAKTI, BAORI,
BADAPSKI.
Klausula arbitrase adalah suatu klausula dalam perjanjian antara para pihak yang
mencantumkan adanya kesepakatan untuk menyelesaikan sengketa yang timbul antara
para pihak melalui proses arbitrase.
Klausula arbitrase sebagaimana yang disarankan oleh BANI isinya adalah sebagai berikut:
Semua sengketa yang timbul dari perjanjian ini, akan diselesaikan dan diputus oleh Badan
Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) menurut peraturan-peraturan administrasi dan
peraturan-peraturan prosedur arbitrase BANI, yang keputusannya mengikat kedua belah
pihak yang bersengketa sebagai keputusan tingkat pertama dan terakhir.
BAPMI merekomendasikan kepada para pihak yang bermaksud memilih cara
penyelesaian Arbitrase BAPMI di dalam kontraknya menggunakan Klausula Arbitrase
standar sebagai berikut:
Ayat 1 :
Setiap sengketa yang timbul dari atau sehubungan dengan Perjanjian ini akan diselesaikan
secara musyawarah untuk mufakat di antara para pihak.
Ayat 2 :
Apabila upaya musyawarah untuk mufakat tidak berhasil, para pihak sepakat untuk
menyelesaikan sengketa melalui Mediasi BAPMI berdasarkan Peraturan-peraturan
BAPMI.
Ayat 3 :
Apabila Mediasi juga mengalami kegagalan, para pihak sepakat untuk menyelesaikan
sengketa melalui Arbitrase BAPMI berdasarkan Peraturan-peraturan BAPMI sebagai
putusan yang mengikat, pertama dan terakhir bagi para pihak. Arbitrase berbentuk majelis
yang berjumlah 3 (tiga) Arbiter. Para pihak menyatakan melepaskan haknya untuk
mengajukan tuntutan, gugatan, atau permohonan dalam bentuk apapun kepada Pengadilan
Negeri atau badan peradilan lain tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan
sengketa yang diselesaikan dan diputus melalui Arbitrase BAPMI, kecuali untuk maksud
pelaksanaan dari putusan Arbitrase tersebut."
BAKTI adalah lembaga Arbitrase. Pengertian “Arbitrase” adalah cara penyelesaian
sengketa perdata di luar peradilan umum antara para pihak yang bersengketa yang
didasarkan pada Perjanjian Arbitrase. Dalam Arbitrase, para pihak memberikan
kewenangan kepada Arbiter (Majelis Arbitrase) untuk memberikan putusan atas sengketa
pada tingkat pertama dan terakhir. BAKTI mengkhususkan diri pada sengketa perdata
yang berkenaan dengan Perdagangan Berjangka Komoditi, Sistem Resi Gudang dan/ atau
transaksi-transaksi lain yang diatur Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi
(Bappebti). Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa BAKTI adalah
pengadilan swasta khusus untuk bidang komoditi.
Badan Arbitrase Olahraga Indonesia (BAORI) merupakan wadah penyelesaian perkara
sengketa keolahragaan. Uniknya, majelis yang meminpin sidang bisa dipilih sendiri oleh
kedua pihak yang bersengketa. BAORI dalam menangani sengketa keolahragaan bersifat
independen, tidak dapat diintervensi oleh pihak manapun. Keputusan yang dikeluarkan
oleh BAORI bersifat final dan mengikat kepada anggota Komite Olahraga Nasional
(KONI) dan jajarannya. Lembaga tersebut sengaja dibentuk oleh Komite Olahraga
Nasional Indonesia (KONI) dengan tujuan menyelesaikan sengketa keolahragaan
dibidang olahraga beprestasi. Olahraga berprestasi dalam UU Nomor 3 Tahun 2005
adalah kegiatan olahraga yang membina dan mengembangkan para olahragawan secara
terancana, berjenjang, dan berkelanjutan melalui kompetisi untuk mencapai prestasi.
Dalam kasus sengketa, tetap mengutamakan penyelesaian secara musayawarah antara
kedua belah pihak. Namun, jika masih menemukan jalan buntu maka perkara tersebut
boleh dilakukan secara arbitrase yang ditugaskan kepada BAORI.
Badan Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Kontruksi Indonesia
(BADAPSKI)
cara atau alternatif penyelesaian suatu sengketa/konflik/masalah/perselisihan dalam
lingkup perdata yang didasarkan atas perjanjian tertulis para pihak (secara praksisnya
sering disebut klausula arbitrase yang disisipkan pada suatu Perjanjian Pokok atau
klausula yang ada pada saat sengketanya terjadi). Arbitrase dapat menjadi pilihan untuk
penyelesaian suatu sengketa bisnis/dagang/kerja sama karena memili ki sejumlah
kelebihan-kelebihan salah satunya yaitu prinsip efektif, win-win solusi, sangat terjaga
kerahasiaan, juga tidak prosedural.