Anda di halaman 1dari 10

Nama : Rian Prasetyo

NIM : 211084008

1. Sebutkan pengertian Arbitrase menurut 5 (lima) Pendapat Ahli dan UU No. 30 Tahun
1999 serta Pendapat saudara sendiri?

• Menurut Abdul Kadir, arbitrase adalah penyerahan sukarela suatu sengketa


kepada seorang yang berkualitas untuk menyelesaikannya dengan suatu
perjanjian bahwa suatu keputusan arbiter akan final dan mengikat.
• Dalam bukunya “How Arbitration Works” Frank Elkoury dan Edna Elkoury
menyebutkan bahwa pengertian arbitrase adalah suatu proses yang mudah atau
simpel yang dipilih oleh para pihak secara sukarela yang ingin agar perkaranya
diputus oleh juru pisah yang netral sesuai dengan pilihan mereka di mana
keputusan mereka berdasarkan dalil-dalil dalam perkara tersebut. Para pihak
setuju sejak semula untuk menerima putusan tersebut secara final dan mengikat
• Menurut H. Priyatna Abdurrasyid, arti arbitrase adalah proses pemeriksaan
suatu sengketa yang dilakukan secara yudisial oleh beberapa pihak yang
bersengketa satu sama lain. Pemecahan masalah dari sengketa akan bergantung
pada bukti-bukti yang berasal dari pengajuan kedua belah pihak.
• Menurut Black’s Law Dictionary, arbitrase adalah suatu metode penyelesaian
sengketa yang melibatkan satu atau lebih pihak ketiga yang netral yang biasanya
disetujui oleh pihak yang berselisih dan yang keputusannya mengikat.
• Menurut R. Soebekti, pengertian arbitrase adalah proses penyelesaian atau
pemutusan sengketa oleh seseorang hakim atau para hakim berdasarkan
persetujuan bahwa para pihak akan tunduk pada atau menaati keputusan yang
diberikan oleh hakim atau para hakim yang mereka pilih atau tunjuk tersebut.
• Menurut Undang-Undang nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa, pada pasal 1, Arbitrase adalah cara
penyelesaian suatu sengketa perdata diluar peradilan umum yang didasarkan pada
perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa
• Menurut saya arbitrase adalah perjanjian perdata yang dibuat berdasarkan
kesepakatan para pihak untuk menyelesaikan sengketa mereka yang diputuskan
oleh pihak ketiga yang disebut arbiter yang ditunjuk secara bersama-sama oleh
para pihak yang bersengketa dan para pihak menyatakan akan menaati putusan
yang diambil oleh arbiter

2. Sebutkan contoh-contoh badan Arbitrase baik nasional (minimal 10 lembaga) maupun


internasional (minimal 5 lembaga)?
• Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI)
• Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS)
• Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI)
• Court of Arbitration of International Chamber of Commerce (ICC International
Court Arbitration)
• The International Center for Settlement of Investment Disputes (ICSID)
• The Japan Commercial Arbitration Association (JCAA)
• The Netherlands Arbitration Institute (NAI)
• The Korean Commercial Arbitration Board (KCAB)
• Australian Centre for International Commercial Arbitration (ACICA)
• The Philippines Dispute Resolution Centre(PDRCI)
• Hong Kong International Arbitration Centre(HKIAC)
• The Foundation for International Commercial Arbitration dan Alternative Dispute
Resolution (SICA-FICA)
• The Singapore Institute of Arbitrators (SIArb)
• Arbitration of Association of Brunei Darussalam (AABD)
• Kuala Lumpur Regional Centre for Arbitration (KLRCA)
• The Belgian Centre for Arbitration and Mediation (CEPANI)

3. Apakah arbitrase termasuk lembaga APS ataukah lembaga penyelesaian sengketa yang
mandiri dalam sistem hukum Indonesia?. Uraikan penjelasan saudara dengan
memperhatikan Pasal 1 angka 1 dan 10 serta Pasal 6 UU No. 30 tahun 1999.

Di Indonesia, penyelesaian non litigasi ada dua macam, yakni Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa sesuai dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Arbitrase
dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU AAPS).

Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum
yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para
pihak yang bersengketa.
2. Para pihak adalah subyek hukum, baik menurut hukum perdata maupun hukum
publik.
3. Perjanjian arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa klausula arbitrase yang
tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul
sengketa, atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah
timbul sengketa.
4. Pengadilan Negeri adalah Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi
tempat tinggal termohon.
5. Pemohon adalah pihak yang mengajukan permohonan penyelesaian sengketa
melalui arbitrase.
6. Termohon adalah pihak lawan dari Pemohon dalam penyelesaian sengketa
melalui arbitrase.
7. Arbiter adalah seorang atau lebih yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa
atau yang ditunjuk oleh Pengadilan Negeri atau oleh lembaga arbitrase, untuk
memberikan putusan mengenai sengketa tertentu yang diserahkan
penyelesaiannya melalui arbitrase.
8. Lembaga Arbitrase adalah badan yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa
untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu; lembaga tersebut juga
dapat memberikan pendapat yang mengikat mengenai suatu hubungan hukum
tertentu dalam hal belum timbul sengketa.
9. Putusan Arbitrase Internasional adalah putusan yang dijatuhkan oleh suatu lembaga
arbitrase atau arbiter perorangan di luar wilayah hukum Republik Indonesia, atau
putusan suatu lembaga arbitrase atau arbiter perorangan yang menurut ketentuan
hukum Republik Indonesia dianggap sebagai suatu putusan arbitrase internasional.
10. Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda
pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar
pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian
ahli

Pasal 6
(1) Sengketa atau beda pendapat perdata dapat diselesaikan oleh para pihak melalui
alternatif penyelesaian sengketa yang didasarkan pada itikad baik dengan
mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri.
(2) Penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui alternatif penyelesaian sengketa
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselesaikan dalam pertemuan langsung oleh para
pihak dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari dan hasilnya dituangkan dalam
suatu kesepakatan tertulis.
(3) Dalam hal sengketa atau beda pendapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak
dapat diselesaikan, maka atas kesepakatan tertulis para pihak, sengketa atau beda
pendapat diselesaikan melalui bantuan seorang atau lebih penasehat ahli maupun melalui
seorang mediator.
(4) Apabila para pihak tersebut dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari dengan
bantuan seorang atau lebih penasehat ahli maupun melalui seorang mediator tidak
berhasil mencapai kata sepakat, atau mediator tidak berhasil mempertemukan kedua belah
pihak, maka para pihak dapat menghubungi sebuah lembaga arbitrase atau lembaga
alternatif penyelesaian sengketa untuk menunjuk seorang mediator.
(5) Setelah penunjukan mediator oleh lembaga arbitrase atau lembaga alternatif
penyelesaian sengketa, dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari usaha mediasi harus sudah
dapat dimulai.
(6) Usaha penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui mediator sebagaimana
dimaksud dalam ayat (5) dengan memegang teguh kerahasiaan, dalam waktu paling lama
30 ( tiga puluh ) hari harus tercapai kesepakatan dalam bentuk tertulis yang
ditandatangani oleh semua pihak yang terkait.
(7) Kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda pendapat secara tertulis adalah final dan
mengikat para pihak untuk dilaksanakan dengan itikad baik serta wajib didaftarkan di
Pengadilan Negeri dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak penandatanganan.
(8) Kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda pendapat sebagaimana dimaksud dalam
ayat (7) wajib selesai dilaksanakan dalam waktu paling lama 30 ( tiga puluh) hari sejak
pendaftaran.
(9) Apabila usaha perdamaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sampai dengan ayat
(6) tidak dapat dicapai, maka para pihak berdasarkan kesepakatan secara tertulis dapat
mengajukan usaha penyelesaiannya melalui lembaga arbitrase atau arbitrase ad–hoc.

4. Apakah semua perkara dapat diselesaikan melalui arbitrase?, perkara apasajakah yang
dapat diselesaikan melalui Arbitrase Nasional dan Internasional?. Uraikan penjelasan
saudara dengan memperhatikan Pasal 5 dan Penjelasan Pasal 66 sub huruf b UU No. 30
tahun 1999 serta Pasal 1 angka 1 UU Perdagangan (UU No. 7 Tahun 2014).

Pasal 5
(1) Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa di bidang
perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan
dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa.
(2) Sengketa yang tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah sengketa yang
menurut peraturan perundang-undangan tidak dapat di diadakan perdamaian

Pasal 66
Putusan Arbitrase Internasional sebagaimana dalam huruf a terbatas pada putusan yang
menurut ketentuan hukum Indonesia termasuk dalam ruang lingkup hukum perdagangan.

Berdasarkan ketentuan di atas dapat dipahami, bahwa hukum Indonesia mengakui


putusan arbitrase internasional selama tidak melanggar ketentuan seperti yang dijelaskan
dalam pasal 66 UU 30/1999. Namun dalam proses eksekusinya arbitrase internasional
tidak dapat mengeksekusi putusan yang telah diputus, dalam hal eksekusi tetap menjadi
wewenang dari Pengadilan Negeri. Hal ini tentu dapat mengakibatkan ketidakpastian
hukum, oleh karena hal itu perlu dilakukan kajian lebih lanjut mengenai efektifitas dari
abitrase karena dalam hal ini UU 30/1999 menjelaskan bahwa arbitrase diperuntukan
untuk mempercepat proses penyelesaian sengketa.

5. Sebutkan dan jelaskanlah landasan filosofis, yuridis dan sosiologis lahir dan adanya UU
No. 30 tahun 1999? (perhatikan bagian kondiserans menimbang, mengingat dan
penjelasan umum UU 30/1999)

Pembentukan peraturan perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas


pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik meliputi:
1. kejelasan tujuan;
2. kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;
3. kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan;
4. dapat dilaksanakan;
5. kedayagunaan dan kehasilgunaan;
6. kejelasan rumusan; dan
7. keterbukaan

6. Sebutkan dan jelaskanlah kelebihan dan kelemahan arbitrase sebagai forum penyelesaian
sengketa?

Kelebihan:

1. Sidang Arbitrase adalah tertutup untuk umum, sehingga kerahasiaan sengketa


para pihak terjamin.
2. Kelambatan yang diakibatkan oleh hal procedural dan administratif dapat
dihindari.
3. Para pihak yang bersengketa dapat memilih arbiter yang menurut keyakinannya
mempunyai pengalaman, pengetahuan, jujur dan adil, serta latar belakang yang
cukup mengenai masalah yang disengketakan.
4. Sikap arbiter atau majelis arbiter dalam menangani perkara arbitrase didasarkan
pada sikap yang mengusahakan win-win solusion terhadap para pihak yang
bersengketa.
5. Pilihan hukum untuk menyelsesaikan sengketa serta proses dan tempat
penyelenggaraan arbitrase dapat ditentukan oleh para pihak.
6. Putusan arbitrase mengikat para pihak (final and binding) dan dengan melalui tata
cara (prosedur) sederhana ataupun langsung dapat dilaksanakan.
7. suatu perjanjian arbitrase (klausul arbitrase) tidak menjadi batal karena berakhir
atau batalnya perjanjian pokok
8. Didalam proses arbitrase, arbiter atau majelis arbitrase harus mengutamakan
perdamaian diantara para pihak yang bersengketa.

Kelemahan::

1. Putusan arbitrase ditentukan oleh kemampuan teknis arbiter untuk memberikan


keputusan yang memuaskan dan sesuai dengan rasa keadilan para pihak.
2. Apabila pihak yang kalah tidak mau melaksanakan putusan arbitrase, maka perlu
perintah pengadilan untuk melaksanakan eksekusi atas putusan arbitrase tersebut.
3. Pada prakteknya pengakuan dan pelaksanaan keputusan arbitrase asing masih
menjadi hal sulit.
4. Pada umumnya pihak-pihak yang bersengketa di arbitrase adalah perusahan-
perusahaan besar, oleh karena itu untuk mempertemukan kehendak para pihak
yang bersengketa dan membawanya ke badan arbitrase tidaklah mudah.

7. Sebutkan dan jelaskanlah pengaturan hukum arbitrase sebelum dan sesudah berlakunya
UU No. 30 Tahun 1999? (Perhatikan Ketentuan Penutup UU No. 30 Tahun 1999)

Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, sebelum berlakunya UU No. 30


Tahun 1999, ketentuan-ketentuan tentang arbitrase tercantum dalam Pasal 615 s.d. Pasal
651 dari Reglement op de Rechtsvordering (Rv), yang merupakan Kitab Undang-undang
Hukum Acara Perdata (selanjutnya disingkat KUHA Perdata) untuk penduduk Indonesia
yang berasal dari Golongan Eropa atau yang disamakan dengan mereka. Pada masa
pemerintahan kolonial Belanda dikenal pembagian tiga kelompok penduduk dengan
sistem hukum dan lingkungan peradilan yang berbeda, yaitu untuk Golongan Bumiputera
(penduduk pribumi) berlaku hukum Adat dengan pengadilan Landraad dan hukum
acaranya Reglemen Indonesia yang Diperbaharui (Het Herziene Indonesich Reglement
yang disingkat HIR), dan untuk Golongan Timur Asing dan Eropa berlaku Burgerlijke
Wetboek atau BW (KUH Perdata), dan Wetboek van Koophandel atau WvK (Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang) dengan hukum acaranya Rv. Sejak kemerdekaan 1945
sampai saat ini, Indonesia masih menggunakan BW dan WvK dalam hukum positifnya.
Sehubungan dengan hal itu, menarik untuk Anda perhatikan, pendapat Peter J. Burns (di
dalam Abstract bukunya) yang mempertanyakan pembedaan konvensional antara Timur
dan Barat. Pendapatnya sangat menarik untuk dikaji. Menurutnya telah terjadi ironi
dalam perjuangan panjang bangsa Indonesia untuk memisahkan diri dari Belanda karena
setelah merdeka identitas bangsa Indonesia justru dibentuk oleh ide-ide Belanda, secara
asli, daripada oleh kepribumiannya sendiri. Identitas tersebut (termasuk dalam sistem
hukum) berakar dari Eropa daratan. Penting juga untuk Anda catat walaupun aturan-
aturan hukum acara perdata yang terdapat dalam Rv tidak dijumpai dalam HIR, ia
kemudian menjadi bagian dari peraturan perundang-undangan tentang hukum acara
perdata setelah Indonesia merdeka. Selanjutnya, ketentuan arbitrase juga (secara implisit)
terdapat dalam Pasal 377 HIR dan Pasal 705 Reglemen Acara untuk Daerah Luar Jawa
dan Madura (Rechtsreglement Buitengewesten yang disingkat RBg). Dalam Pasal 377
HIR dan Pasal 705 RBg disebutkan bahwa: “Jika orang Indonesia atau orang Timur
Asing menghendaki perselisihan mereka diputus oleh juru pisah maka mereka wajib
memenuhi peraturan pengadilan yang berlaku bagi orang Eropa.”

Pada saat berlakunya UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa, ketentuan-ketentuan mengenai arbitrase sebagaimana yang diatur dalam Pasal 615
sampai dengan Pasal 651 Rv, Pasal 377 HIR, dan Pasal 705 Rbg, dinyatakan tidak berlaku
lagi. Sebagai tambahan informasi bagi Anda, jika dibandingkan dengan pengaturan
Ketentuan-ketentuan Arbitrase Komisi Perserikatan Bangsabangsa (PBB) tentang Hukum
Perdagangan Internasional (The United Nations Commission on International Trade Law)
atau lebih dikenal Arbitrase Model Law UNCITRAL 1985 yang terdiri dari 36 Pasal, maka
UU No. 30 Tahun 1999 yang terdiri dari 82 Pasal tersebut telah secara luas mengatur
berbagai hal terkait dengan arbitrase. Banyaknya pasal tersebut tampaknya agar UU No. 30
Tahun 1999 mampu mengakomodasikan banyak hal dengan mengaturnya secara mendetail
(meskipun seharusnya hal itu bukan muatan suatu undang-undang),

8. Sebutkan dan jelaskanlah prinsip-prinsip hukum acara arbitrase yang Saudara ketahui ?
(minimal 3 dari 5)
Prinsip-prinsip dan batas-batas pilihan hukum yang dapat digunakan oleh para pihak
yang saling bersengketa adalah sebagai berikut:
• Partijautonomie, menurut prinsip ini para pihak merupakan pihak yang paling
berhak menentukan hukum yang hendak mereka pilih dan berlaku sebagai dasar
transaksi termasuk sebagai dasar penyelesian sengketa dari kontrak transaksi yang
dibuat.
• Bonafide, merupakan suatu pilihan hukum harus didasarkan etikad baik yang
bertujuan kepastian, perlindungan yang adil dan jaminan yang lebih pasti bagi
pelaksanaan akibat-akibat transaksi dari perjanjian ini
• Real Conection, merupakan sistem hukum yang mensyaratkan keharusan adanya
hubungan nyata antara hukum yang dipilih dengan peristiwa hukum yang hendak
ditundukan atau didasarkan pada sistem hukum yang dipilih.
• Larangan Penyelundupan Hukum, merupakan pihak yang diberi kebebasan
untuk melakukan pilihan hukum hendaknya tidak menggunakan kebebasan itu
dengan tujuan sewenang wenang demi keuntungan diri sendiri.
• Ketertiban Umum, merupakan pilihan hukum yang tidak boleh bertentangan
dengan ketertiban umum maksudnya adalah tidak akan bertentangan sendisendi
asasi hukum yang ada di masyarakat dan para hakim yang akan mengadili
sengketa bahwa ketertiban umum merupakan pembatas pertama kemauan
seseorang dalam melakukan pilihan hukum

9. Sebutkan dan jelaskanlah sistematika singkat UU 30/1999 ?


pemeriksaan saksi-saksi dan sesudah menerangkan hasil pemeriksaan setempat, akan
tetapi sebelum huruf f. (Pasal 54 ayat 1).

Putusan arbitrase harus memuat :


a. kepala putusan yang berbunyi "DEMI KEADILAN BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA";
b. nama lengkap dan alamat para pihak;
c. uraian singkat sengketa;
d. pendirian para pihak;
e. nama lengkap dan alamat arbiter;
f. pertimbangan dan kesimpulan arbiter atau majelis arbitrase mengenai keseluruhan
sengketa;
g. pendapat tiap-tiap arbiter dalam hal terdapat perbedaan pendapat dalam majelis
arbitrase;
h. amar putusan;
i. tempat dan tanggal putusan; dan
j. tanda tangan arbiter atau majelis arbitrase.

10. Sebutkan dan jelaskanlah secara singkat pengertian dan ruang lingkup perjanjian arbitrase
(akta kompromis) dan klausula arbitrase (acte de compromittendo) berdasarkan UU No.
30 Tahun 1999?. (perhatikan Pasal 1 angka 3, Pasal 4, Pasal 7, Pasal 9 UU No. 30 Tahun
1999)

Perjanjian arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantum
dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa, atau
suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa

Dalam hal para pihak telah menyetujui bahwa sengketa di antara mereka akan
diselesaikan melalui arbitrase dan para pihak telah memberikan wewenang, maka arbiter
berwenang menentukan dalam putusannya mengenai hak dan kewajiban para pihak jika
hal ini tidak diatur dalam perjanjian mereka.

Persetujuan untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase dimuat dalam suatu


dokumen yang ditandatangani oleh para pihak.

Dalam hal disepakati penyelesaian sengketa melalui arbitrase terjadi dalam bentuk
pertukaran surat, maka pengiriman teleks, telegram, faksimili, e-mail atau dalam bentuk
sarana komunikasi lainnya, wajib disertai dengan suatu catatan penerimaan oleh para
pihak

Para pihak dapat menyetujui suatu sengketa yang terjadi atau yang akan terjadi antara
mereka untuk diselesaikan melalui arbitrase

Dalam hal para pihak memilih penyelesaian sengketa melalui arbitrase setelah sengketa
terjadi, persetujuan mengenai hal tersebut harus dibuat dalam suatu perjanjian tertulis
yang ditandatangani oleh para pihak.
Dalam hal para pihak tidak dapat menandatangani perjanjian tertulis perjanjian tertulis
tersebut harus dibuat dalam bentuk akta notaris.

Perjanjian tertulis sebagaimana harus memuat :


a. masalah yang dipersengketakan;
b. nama lengkap dan tempat tinggal para pihak;
c. nama lengkap dan tempat tinggal arbiter atau majelis arbitrase;
d. tempat arbiter atau majelis arbitrase akan mengambil keputusan;
e. nama lengkap sekretaris;
f. jangka waktu penyelesaian sengketa;
g. pernyataan kesediaan dari arbiter; dan
h. pernyataan kesediaan dari pihak yang bersengketa untuk menanggung segala biaya
yang diperlukan untuk penyelesaian sengketa melalui arbitrase.

11. Bagaimana kekuatan mengikat klausul/perjanjian abitrase sebagai forum pilihan


penyelesaian sengketa apabila dihubungkan dengan kewenangan mutlak (kompetensi
absolut) mengadili suatu perkara dalam lingkup peradilan umum?. (perhatikan Pasal 3 Jo.
Pasal 1 angka 3 UU No. 30 Tahun 1999)

Ketentuan-ketentuan tersebut sekarang ini sudah tidak laku lagi dengan diundangkannya
Undang Undang Nomor 30 Tahun 1999. Dalam Undang Undang Nomor 14 Tahun 1970
(tentang Pokok Pokok Kekuasaan Kehakiman) keberadaan arbitrase dapat dilihat dalam
penjelasan Pasal 3 ayat 1 yang antara lain menyebutkan bahwa penyelesaian perkara di
luar pengadilan atas dasar perdamaian atau melalui arbitrase tetap diperbolehkan, akan
tetapi putusan arbiter hanya mempunyai kekuatan eksekutorial setelah memperoleh izin
atau perintah untuk dieksekusi dari Pengadilan. Sebagai salah satu bentuk perjanjian, sah
tidaknya suatu perjanjian arbitrase tidak terlepas dari syarat-syarat syahnya suatu
perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata.
Perjanjian arbitrase oleh UndangUndang Arbitrase dalam Pasal 1 butir 3 diberikan defenisi,
yaitu suatu kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian
tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa, atau suatu perjanjian arbitrase
tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa. Fokus perjanjian arbitrse ditujukan
kepada masalah penyelesaian perselisihan yang timbul dari perjanjian. Perjanjian ini bukan
perjanjian “bersyarat”. Pelaksanaan perjanjian arbitrase tidak digantungkan pada suatu
kejadian tertentu dimasa mendatang. Perjanjian ini mengatur mengenai masalah cara dan
pranata yang berwenang menyelesaikan perselisihan yang terjadi antara pihak. Perjanjian
arbitrase ini tidak melekat menjadi suatu satu kesatuan dengan materi pokok perjanjian.
Perjanjian arbitrase yang lazim disebut “klausula arbitrase” merupakan tambahan yang
diletakkan pada perjanjian pokok. Meskipun keberadaannya hanya sebagai tambahan pada
perjanjian pokok, klausula arbitrse maupun perjanjian arbitrase tidak bersifat accessoir
oleh karena pelaksanaannya dan samasekali tidak mempengaruhi dan dipengaruhi oleh
keabsahan maupun pelaksanaan pemenuhan perjanjian pokok.
UU Nomor 30 Tahun 1999, “Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata
diluar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara
tertulis oleh para pihak yang bersengketa” ada tiga hal yang dapat dikemukakan dari
defenisi yang diberikan dalam UU Nomor 30 Tahun 1999 tersebut yaitu : 1) Arbitrase
merupakan salah satu bentuk perjanjian. 2) Perjanjian arbitrase harus dibuat dalam bentuk
tertulis. 3) Perjanjian arbitrase tersebut merupakan perjanjian untuk menyelesaikan
sengketa yang dilaksanakan diluar peradilan umum.

12. buatlah rumusan klausula arbitrase melalui BANI dan BAPMI serta BAKTI, BAORI,
BADAPSKI.

Klausula arbitrase adalah suatu klausula dalam perjanjian antara para pihak yang
mencantumkan adanya kesepakatan untuk menyelesaikan sengketa yang timbul antara
para pihak melalui proses arbitrase.
Klausula arbitrase sebagaimana yang disarankan oleh BANI isinya adalah sebagai berikut:
Semua sengketa yang timbul dari perjanjian ini, akan diselesaikan dan diputus oleh Badan
Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) menurut peraturan-peraturan administrasi dan
peraturan-peraturan prosedur arbitrase BANI, yang keputusannya mengikat kedua belah
pihak yang bersengketa sebagai keputusan tingkat pertama dan terakhir.
BAPMI merekomendasikan kepada para pihak yang bermaksud memilih cara
penyelesaian Arbitrase BAPMI di dalam kontraknya menggunakan Klausula Arbitrase
standar sebagai berikut:
Ayat 1 :
Setiap sengketa yang timbul dari atau sehubungan dengan Perjanjian ini akan diselesaikan
secara musyawarah untuk mufakat di antara para pihak.
Ayat 2 :
Apabila upaya musyawarah untuk mufakat tidak berhasil, para pihak sepakat untuk
menyelesaikan sengketa melalui Mediasi BAPMI berdasarkan Peraturan-peraturan
BAPMI.
Ayat 3 :
Apabila Mediasi juga mengalami kegagalan, para pihak sepakat untuk menyelesaikan
sengketa melalui Arbitrase BAPMI berdasarkan Peraturan-peraturan BAPMI sebagai
putusan yang mengikat, pertama dan terakhir bagi para pihak. Arbitrase berbentuk majelis
yang berjumlah 3 (tiga) Arbiter. Para pihak menyatakan melepaskan haknya untuk
mengajukan tuntutan, gugatan, atau permohonan dalam bentuk apapun kepada Pengadilan
Negeri atau badan peradilan lain tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan
sengketa yang diselesaikan dan diputus melalui Arbitrase BAPMI, kecuali untuk maksud
pelaksanaan dari putusan Arbitrase tersebut."
BAKTI adalah lembaga Arbitrase. Pengertian “Arbitrase” adalah cara penyelesaian
sengketa perdata di luar peradilan umum antara para pihak yang bersengketa yang
didasarkan pada Perjanjian Arbitrase. Dalam Arbitrase, para pihak memberikan
kewenangan kepada Arbiter (Majelis Arbitrase) untuk memberikan putusan atas sengketa
pada tingkat pertama dan terakhir. BAKTI mengkhususkan diri pada sengketa perdata
yang berkenaan dengan Perdagangan Berjangka Komoditi, Sistem Resi Gudang dan/ atau
transaksi-transaksi lain yang diatur Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi
(Bappebti). Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa BAKTI adalah
pengadilan swasta khusus untuk bidang komoditi.
Badan Arbitrase Olahraga Indonesia (BAORI) merupakan wadah penyelesaian perkara
sengketa keolahragaan. Uniknya, majelis yang meminpin sidang bisa dipilih sendiri oleh
kedua pihak yang bersengketa. BAORI dalam menangani sengketa keolahragaan bersifat
independen, tidak dapat diintervensi oleh pihak manapun. Keputusan yang dikeluarkan
oleh BAORI bersifat final dan mengikat kepada anggota Komite Olahraga Nasional
(KONI) dan jajarannya. Lembaga tersebut sengaja dibentuk oleh Komite Olahraga
Nasional Indonesia (KONI) dengan tujuan menyelesaikan sengketa keolahragaan
dibidang olahraga beprestasi. Olahraga berprestasi dalam UU Nomor 3 Tahun 2005
adalah kegiatan olahraga yang membina dan mengembangkan para olahragawan secara
terancana, berjenjang, dan berkelanjutan melalui kompetisi untuk mencapai prestasi.
Dalam kasus sengketa, tetap mengutamakan penyelesaian secara musayawarah antara
kedua belah pihak. Namun, jika masih menemukan jalan buntu maka perkara tersebut
boleh dilakukan secara arbitrase yang ditugaskan kepada BAORI.
Badan Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Kontruksi Indonesia
(BADAPSKI)
cara atau alternatif penyelesaian suatu sengketa/konflik/masalah/perselisihan dalam
lingkup perdata yang didasarkan atas perjanjian tertulis para pihak (secara praksisnya
sering disebut klausula arbitrase yang disisipkan pada suatu Perjanjian Pokok atau
klausula yang ada pada saat sengketanya terjadi). Arbitrase dapat menjadi pilihan untuk
penyelesaian suatu sengketa bisnis/dagang/kerja sama karena memili ki sejumlah
kelebihan-kelebihan salah satunya yaitu prinsip efektif, win-win solusi, sangat terjaga
kerahasiaan, juga tidak prosedural.

Anda mungkin juga menyukai