Anda di halaman 1dari 16

HAK-HAK PERORANGAN DAN

KEBIJAKAN HAK ATAS


TANAH
SOFA LAELA, S.H.,M.H.
PENGERTIAN
 Hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada pemegang hak untuk
mempergunakan dan/atau memperoleh manfaat dari tanah yang dihakinya.
 Wewenang pemegang hak atas tanah:
1. umum (Ps.4 ayat 2)
2. khusus
Wewenang pemegang hak atas tanah

 Wewenang Umum: menggunakan tanah termasuk tubuh bumi, air dan ruang yang ada
di atasnya, sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan
penggunaan tanah dalam batas-batas tertentu menurut UUPA dan peraturan
perundangan lainnya yang lebih tinggi. Wewenang tersebut terbatas pada penggunaan
tanah, tidak mencakup pengambilan kekayaan alam yg terkandung di dalamnya.
 Wewenang khusus: menggunakan tanahnya sesuai dengan macam-macam hak atas
tanah yang dimilikinya. Misalnya:
HM = dapat untuk pertanian dapat juga untuk mendirikan bangunan
HGB = hanya untuk mendirikan dan mempunyai bangunan di atas tanah yang bukan
miliknya
HGU = menggunakan tanah untuk kepentingan perusahaan di bidang pertanian,
perkebunan, peternakan atau perikanan.
Dasar Hukum pengaturan Hak atas Tanah

 Pasal 4 ayat (1) UUPA: atas dasar hak menguasai negara sebagai yang dimaksud
dalam Pasal 2 ditentukan macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut
tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri
maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum
 Obyek hak atas tanah: Hak atas permukaan bumi (dilihat dari aspek yuridis) =
tanah
 Subyek hak atas tanah:
1. Perorangan: WNI dan WNA
2. Sekelompok orang secara bersama-sama
3. Badan Hukum privat dan BH Publik
Macam-macam hak atas tanah
Dari asal tanahnya, h.a.t dibedakan dalam 2 kelompok:
 Hak atas tanah yang bersifat primer, yaitu h.a.t yg berasal dari Tanah Negara; h.a.t
yang dapat dimiliki atau dikuasai secara langsung yang mempunyai waktu lama
dan dapat dipindahtangankan kepada orang lain atau ahli warisnya. Contoh: HM,
HGU, HGB atas Tanah Negara, Hak Pakai atas tanah negara.
 Hak atas tanah bersifat sekunder, yaitu h.a.t yang berasal dari tanah pihak lain.
Macam-macamnya : HGB atas tanah HPL; HGB atas tanah HM; Hak Pakai atas
tanah HPL; HP atas tanah HM; Hak Sewa untuk Bangunan.
Macam-macam hak atas tanah
Diatur dalam Ps 16 dan Ps.53 UUPA :
 Hak atas tanah bersifat tetap (Ps. 16 UUPA): artinya h.a.t akan tetap ada selama UUPA
masih berlaku atau belum dicabut dg UU yang baru. Macamnya : HM, HGU, HGB, H
Pakai, Hak Sewa untuk Bangunan
 Hak Atas Tanah bersifat Sementara (Ps.53 UUPA): bahwa h.a.t ini sifatnya sementara,
dlm waktu yg singkat akan dihapus karena mengandung sifat-sifat pemerasan, feodal
dan bertentangan dg jiwa UUPA. Macam-macam : Hak Gadai Tanah, Hak Usaha Bagi
Hasil (perjanjian bagi hasil), Hak Sewa Tanah Pertanian, dan Hak Menumpang.
Hak atas tanah dalam Pasal 16 dan 53 UUPA tidak bersifat limitatif, artinya di samping
hak-hak atas tanah yg disebutkan dalam UUPA, kelak dimungkinkan lahirnya hak atas
tanah yg baru yang diatur secara khusus dengan UU
HAK MILIK (Pasal 20 s/d 27 UUPA)
 PENGERTIAN : HM adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat
dipunyai orang atas tanah dengan mengingat fungsi sosial tanah.
 Sifat Khusus HM:
a. Turun temurun: berlangsung terus apbl pemiliknya meninggal dapat dilanjutkan
kepemilikannya kepada ahli warisnya.
b. Terkuat: dibanding dengan hak atas tanah yang lain, HM adl hak paling kuat, induk dr
hak-hak yg lain, HM tdk berinduk kepada h.a.t yg lain; HM wajib didaftar.
c. Terpenuh: jangka waktu tidak terbatas; pemilik mempunyai wewenang paling luas,
bebas mempergunakan tanahnya dilihat dr peruntukannya (bisa untuk tempat tinggal
maupun untuk usaha)
Ciri-ciri HM

 terkuat,
 terpenuh;
 Turun temurun,
 tidak dibatasi jangka waktu dan dapat diwariskan;
 Induk dari hak atas tanah lain;
 Dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani HT;
 Dapat dialihkan;
 Dapat dilepaskan secara sukarela;
 Dapat diwakafkan.
Fungsi Sosial dalam Hak Milik

Penggunaan HM harus memperhatikan fungsi sosial tanah, artinya:


1. dalam menggunakan tanah tidak boleh menimbulkan kerugian bagi orang lain;
2. penggunaan tanah harus disesuaikan dg keadaan dan sifat haknya;
3. adanya keseimbangan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan umum;
4. tanah harus dipelihara dengan baik agar bertambah kesuburan dan mencegah
kerusakan
 Subyek HM

 Perseorangan:
Hanya WNI Tunggal yang dapat mempunyai HM (Ps.21 ayat (1) dan (4) UUPA);
 Badan-Badan Hukum: Badan-badan hukum yang ditunjuk oleh Pemerintah yang
dapat mempunyai HM dan syarat-syaratnya (Ps. 21 ayat (2) UUPA)
Subyek HM

WNI Tunggal ?
 Orang Asing?
 Ps.21 ayat (3) UUPA, dapat dengan cara:
Pewarisan tanpa wasiat;
Pencampuran harta karena perkawinan;
WNI, peralihan status kewarganegaraan.
Syarat : batas waktu 1 tahun wajib dilepaskan
Lampau/lalai? haknya hapus, tanahnya jatuh kepada negara, hak-hak pihak lain yang membebani tetap berlangsung
Hubungan pihak ke-3 dengan tanah dapat berlangsung sepanjang tdk bertentangn dg sistem UUPA dan kedudukan
tanah sebagai Tanah Negara:
 HGB, HP tetap berlangsung;
 Hak Sewa, Hak Usaha Bagi Hasil, Hak Gadai Tanah, Hak Menumpang dirubah jadi Hak Pakai
 Hak Tanggungan : Hapus, krn tanah Negara tidak dapat dibebani HT, akibat Kreditur: concurent
Badan Hukum Ditunjuk Pemerintah
 Asas: BH tidak dapat mempunyai HM atas tanah
 Mengapa? Prof. Boedi harsono,SH:
1. Utk keperluan usaha, BH tidak secara mutlak perlu tanah HM;
2. Dapat dicegah usaha2 yang bermaksud menghindari ketentuan batas maksimum luas
tanah (pasal 17 UUPA)
3. Dapat dicegah orang asing dengan BH dapat menguasai tanah dengan HM
4. BH sec ekonomis kuat, sehingga dikhawatirkan jika diperbolehkan mempunyai tanah
dengan HM, Tanah rakyat banyak yang akan jatuh dalam penguasaan Badan Hukum
 Pasal 21 ayat (2) UUPA ; memberikan kemungkinan Badan Hukum dapat punya tanah
HM yaitu apabila ditunjuk oleh Pemerintah.
 PP no. 38 Tahun 1963 ttg Penunjukan Badan-badan Hukum yg Dapat Mempunyai HM
Atas Tanah Pasal 1 : Badan-badan Hukum yg dapat mempunyai HM adalah: Bank-bank
yang didirikan oleh Negara (Bank Negara); Koperasi Pertanian; Badan Keagamaan;
Badan Sosial.
Terjadinya HM

 Terjadinya HM: Pasal 22 UUPA: HM terjadi melalui tiga cara yaitu:


Menurut ketentuan Hk Adat; Karena Penetapan Pemerintah; Karena Ketentuan
UU.
 HM terjadi menurut Hukum Adat: Terjadi karena: pembukaan tanah (pembukaan
hutan) atau terjadi karena timbulnya lidah tanah (Aanslibbing). Terjadinya HM
karena hukum Adat akan diatur dengan Peraturan Pemerintah
Terjadinya HM

  HM terjadi karena Penetapan Pemerintah


Semula dari Tanah Negara
Dengan mengajukan permohonan pemberian HM atas tanah oleh pemohon dg memenuhi
prosedur dan persyaratan yang telah ditentukan oleh BPN
Keluar SKPH
SKPH wajib didaftar di Kantor Pertanahan Kab/Kota utk dicatat dalam BT dan diterbitkan
sertipikat HM atas Tanah
Pendaftaran SKPH menandai lahirnya HM atas tanah
Prosedur? Diatur dalam Pasal 8 s/d 16 PMNA/Ka BPN No. 9 Tahun 1999.
Pejabat yang berwenang? Diatur dalam Perkaban No. 1 Tahun 2011, pengganti PMNA/Ka
BPN No. 3 Tahun 1999 ttg Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan
Pemberian Hak Atas Tanah Negara.
Terjadinya HM

  Terjadi HM karena ketentuan UU


Diatur dalam Pasal I, II dan VI ayat (1) Ketentuan-Ketentuan Konversi UUPA
Atas dasar ketentuan konversi (perubahan) menurut UUPA
M.b sejak tanggal 24 September 1960.
Konversi? Penegasan Konversi dari tanah HM adat diatur dalam Peraturan Menteri
Pertanian dan Agraria (PMPA) No.2 Tahun 1962 ttg Penegasan dan Pendaftaran
Bekas Hak-hak Indonesia Atas Tanah
 Kewajiban Pemegang HM: Fungsi sosial tanah; Memelihara tanah dan menjaga
kesuburan tanah, Tidak menelantarkan tanah, Mendaftarakan tanahnya
 Kewenangan pemegang HM: Menggunakan utk pertanian maupun utk
mendirikan bangunan sesuai dengan fungsi sosial tanah, disesuaikan dengan Tata
Guna Tanah atau RT/RW yang ditetapkan oleh Pemda setempat.
 Hapusnya HM (Pasal 27 UUPA):
a. Tanahnya jatuh pada Negara (Tanah Negara):Pencabutan hak atas tanah (Ps.18);
Penyerahan secara sukarela; Diterlantarkan; Subyek hak tidak lagi memenuhi
syarat sebagai subyek HM (Ps 21 ayat (2) dan Ps.26 ayat (2) UUPA;
b. Tanahnya musnah: bencana alam

Anda mungkin juga menyukai