Anda di halaman 1dari 43

HUKUM AGRARIA

LEMBAGA HAK ATAS TANAH

Maria Emelia Retno. K


Hak Penguasaan Atas Tanah Menurut Hukum
Nasional

 Pasal 16 ayat (1) UUPA merupakan penjabaran Pasal 4 UUPA.


Hak Atas Tanah (HAT) didasarkan pada Hukum Adat yaitu : hak yang
memberi wewenang untuk menggunakan tanah yang dihaki dan
kewajiban -kewajiban yang harus dipenuhi oleh subjek pemegang HAT
 Pengertian yang melihat HAT sebagai Lembaga.

 HAT yang merupakan Hubungan Hukum adalah HAT sebagai lembaga


hukum yang telah dihubungkan dengan suatu bidang tanah tertentu dan
subjek hukum tertentu.
 HAT yang ada dalam Pasal 16 ayat (1) UUPA :
a. Ada yang dikenal dalam Hukum Adat : Hak Membuka Tanah dan Hak
Memungut Hasil Hutan – merupakan perwujudan Hak Ulayat
b. Ada yang tidak dikenal dalam Hukum Adat : HGU dan HGB – diadakan
untuk memenuhi keperluan masyarakat dewasa ini.
c. Ada yang diberi sifat sementara (seperti yang dimaksudkan dalam Pasal
53 UUPA) : suatu saat hak tersebut akan dihapuskan karena dapat
menimbulkan pemerasan terhadap golongan ekonomi lemah  Hak
Gadai, Hak Usaha Bagi Hasil, Hak Menumpang, Hak Sewa Tanah
Pertanian.

 Dalam Hukum Tanah Nasional ada bermacam-macam hak penguasaan


atas tanah yaitu :
1. Hak Bangsa Indonesia – Pasal 1
2. Hak Menguasai dari negara – Pasal 2.
3. Hak Ulayat masyarakat hukum adat (sepanjang eksistensinya masih
ada) – Pasal 3.
4. Hak-hak perorangan :
a. Hak-hak atas tanah primer : hak-hak atas tanah yang diberikan oleh
negara, seperti : HM, HGU, HGB (di atas tanah negara), HP (di atas
tanah negara), HPL – Pasal 16.
b. Hak-hak atas tanah sekunder : hak yang bersumber pada hak pihak lain,
seperti : HGB dan HP (di atas tanah perorangan), Hak Gadai, Hak Usaha
Bagi Hasil, Hak Menumpang, Hak Sewa – Pasal 37, 41 dan 53.
c. Wakaf – Pasal 49.
d. Hak Milik Satuan Rumah Susun (HMSRS) – UU No.16/1985.
e. Hak jaminan atas tanah : Hak Tanggungan – Pasal 23,33,39,51
Berdasarkan kewenangannya hak penguasaan tanah menurut UUPA dibagi
menjadi :
a. Hak Penguasaan atas Tanah yang mempunyai kewenangan khusus :
1. Hak Bangsa Indonesia – Pasal 1 UUPA.
2. Hak Menguasai Negara – Pasal 2 UUPA – kewenangan publik.
b. Hak penguasaan atas tanah yang memberi kewenangan yang bersifat
umum yaitu kewenangan di bidang perdata dalam penguasaan dan
penggunaan tanah sesuai dengan jenis-jenis hak atas tanah yang
diberikan (hak-hak perorangan atas tanah).

Ad. Hak ulayat masyarakat hukum adat – Pasal 3 UUPA.


Pada 24 Juni 1999 dikeluarkan kebijakan mengenai hak ulayat yaitu :
PMA/Kep.BPN No.5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah
Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat.
Ad. HAK MILIK :
1. Dasar Hukumnya :
 di dalam UUPA : Pasal 20 s.d 27, Pasal 50 ayat (1) dan Pasal 56;
ketentuan konversi Pasal I, II, dan VII.
 di luar UUPA, antara lain :
 UU No.56/Prp/1960 – UU Landreform,
 PP No.24/1997 pengganti PP No.10/1961 – Pendaftaran Tanah
 UU No.20/2011 tentang Rumah Susun.

2. Pengertian Hak Milik :


 Hak atas tanah yang turun temurun, terkuat dan terpenuh.
 turun temurun : jangka waktunya tidak terbatas, dapat beralih/dialihkan.
 terkuat : HM tidak mudah hapus atau musnah serta mudah
dipertahankan terhadap hak pihak lain  harus didaftarkan.
 terpenuh : kewenangan pemegang HM paling penuh, hanya dibatasi
Pasal 6 UUPA – fungsi sosial (tujuan penggunaannya tidak dibatasi).

3. Subjek HM :
a. Menganut asas kewarganegaraan dan asas persamaan bagi pria dan
wanita – Pasal 9 UUPA.
b. Asas umum – perorangan – Pasal 20 ayat (1) UUPA.
c. Hanya dapat dimiliki oleh WNI tunggal Pasal 20 ayat (1) dan Badan
Hukum yang ditunjuk berdasarkan PP No.38/1963 – bank-bank
pemerintah, badan-badan koperasi pertanian, badan-badan sosial,
badan-badan keagamaan.

Catatan :
Pasal 21 ayat (3) UUPA menentukan bahwa :
a. WNA yang setelah 24 Sept 1960 mendapat HM karena pewarisan tanpa
wasiat/percampuran harta perkawinan wajib melepaskan HM itu dalam
jangka waktu 1 tahun sejak didapatnya HM tersebut.
b. WNI yang mempunyai HM dan setelah 24 Sept 1960 kehilangan
kewarganegaraannya, wajib melepaskan HM-nya dalam jangka waktu 1
tahun sejak ia kehilangan kewarganegaraannya.
c. Akibat hukumnya bila pemilikan tersebut tidak diakhiri adalah : HM-nya
hapus karena hukum, tidak perlu ada keputusan yang bersifat konstitutif,
tetapi supaya ada ketegasan bagi pihak lain yang berkepentingan maka
diterbitkan SK dari instansi agraria sesuai Permendagri No.1/1967.

4. Sifat dan Ciri-ciri Hak Milik :


d. Tergolong hak yang wajib didaftarkan.
e. Dapat beralih/dialihkan.
c. Dapat diwakafkan.
d. Dapat dilepaskan.
e. Dapat dijadikan induk hak-hak lain.
f. Dapat dijadikan jaminan hutang dengan Hak Tanggungan.

5. Terjadinya Hak Milik – Pasal 22 UUPA


g. Menurut Hukum Adat :
Lazimnya bersumber pada pembukaan hutan yang merupakan bagian
tanah ulayat. Cara lain untuk mendapat HM menurut Hukum Adat ialah :
Aanslibbing = pertumbuhan tanah di tepi sungai, danau atau laut yang
merupakan lidah tanah.
b. Karena Penetapan Pemerintah :
diberikan oleh instansi yang berwenang menurut cara dan syarat-syarat
yang ditetapkan dengan PP; dan tanah yang diberikan dapat :
 semula berstatus tanah negara.
 sebagai perubahan dari hak yang sudah dipunyai oleh pemohon.
c. Karena UU.
UU-lah yang menciptakannya, contoh : terjadi HM karena berlakunya
Pasal I, II dan VII ayat (1) Ketentuan Konversi.

6. Hapusnya Hak Milik – Pasal 27 UUPA :


a. Tanahnya jatuh kepada negara karena :
1. Pencabutan – Pasal 18 UUPA.
2. Penyerahan sukarela oleh pemiliknya.
3. Ditelantarkan.
4. Ketentuan Pasal 21 ayat (3) & Pasal 26 ayat (2) UUPA.
b. Tanahnya musnah.
Ad. HAK GUNA USAHA (HGU) :
1. Dasar Hukumnya :
 di dalam UUPA : Pasal 28 s.d Pasal 34, Pasal 50 jo 52, Pasal 51 jo 52;
Ketentuan Konversi Pasal II, IV dan VII
 di luar UUPA antara lain :
 UU No.4/1996 – UU Hak Tanggungan
 PP No.4/1996 tentang HGU, HGB dan HP atas tanah negara.

2. Pengertian HGU :
 Hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara
selama jangka waktu tertentu guna usaha pertanian, perikanan,
perkebunan, dan peternakan.

3. Sifat dan Ciri-Ciri HGU :


a. Tergolong hak yang wajib didaftarkan.
b. Dapat beralih atau dialihkan.
c. Jangka waktunya terbatas.
d. Dapat dilepaskan oleh pemegang HGU  tanah negara.
e. Dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani Hak Tanggungan.

4. Jangka Waktu HGU :


a. Tanaman keras : 35 tahun dan dapat diperpanjang 25 tahun lagi.
b. Tanaman muda : 25 tahun dan dapat diperpanjang 25 tahun lagi.

Sesudah jangka waktu dan jangka waktu perpanjangan tersebut berakhir,


pemegang HGU dapat mengajukan pembaharuan HGU di atas tanah yang
sama  diajukan selambat-lambatnya 2 tahun sebelum berakhirnya jangka
waktu HGU tersebut.
5. Subjek HGU :
a. WNI.
b. Badan Hukum Indonesia.
c. Untuk meningkatkan PMA dalam sektor perkebunan ditetapkan berdasar-
kan Keppres No.23/1980 : HGU dapat diberikan langsung kepada
perusahaan PMA yang berbentuk perusahaan patungan yang didirikan
menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.

6. Luas Tanah HGU :


a. Minimal 5 hektar – Pasal 28 UUPA jo Pasal 5 PP No.40/1996.
b. Maksimal :
- Untuk perorangan : 25 hektar.
- Untuk badan hukum : ditetapkan oleh Men.Agr dengan pertimbangan dari
pejabat yang berwenang dan luas tanah yang diperlukan utk usaha tersebut
7. Terjadinya HGU :
 Jika asal tanah adalah tanah negara maka terjadinya adalah melalui
permohonan hak.
 Jika berasal dari tanah yang telah dikuasai dengan hak tertentu, terlebih
dahulu harus melakukan pembebasan-pelepasan hak atas tanah, yang
diikuti dengan permohonan hak.
 Dengan demikian sesungguhnya HGU dapat terjadi : Hanya karena
Penetapan Pemerintah dan hanya di atas tanah negara
 Alasannya :
a. Tujuan penggunaan HGU untuk pertanian, untuk jangka waktu lama. Jadi
tidak mungkin diberikan di atas tanah HM, sebab akan berten-tangan
dengan asas dalam Pasal 10 UUPA.
b. HGU diberikan dengan luas minimal 5 ha, sedangkan pemilikan tanah
pertanian dengan HM dibatasi maksimal 2 ha.
8. Peralihan HGU :
a. Jual-beli  dilakukan dengan akta PPAT HGU  Direktur Pendaftaran
Tanah BPN Pusat.
b. Tukar – menukar.
c. Penyertaan modal.
d. Hibah.
e. Pewarisan.

9. Hapusnya HGU – Pasal 34 UUPA :


f. Jangka waktunya berakhir.
g. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena satu syarat tidak
dipenuhi.
h. Dilepaskan oleh pemegang hak sebelum jangka waktunya habis.
i. Dicabut untuk kepentingan umum.
e. Tanahnya ditelantarkan.
f. Tanahnya musnah.
g. Karena ketentuan Pasal 30 ayat (2) UUPA.

Ad. HAK GUNA BANGUNAN (HGB) :


1. Dasar hukumnya :
 di dalam UUPA : Pasal 35 s.d 40, Pasal 50 jo 52, Pasal 55 UUPA,
Ketentuan Konversi Pasal I (3) dan (4), Pasal II, V & VII (1)

 di luar UUPA : PP No.24/1997 tentang Pendaftaran Tanah, Peraturan


Men.Neg.Agr/Kep.BPN No.9/1999 tentang Tata Cara Pemberian dan
Pembatalan HAT Negara dan HPL yang menggantikan PMDN No.5/1973
tentang Ketentuan Mengenai Tata Cara Pemberian HAT.
2. Pengertian HGB :
Hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan di atas tanah yang bukan
miliknya sendiri dalam jangka waktu tertentu – Pasal 35 (1) UUPA.

3. Sifat dan Ciri-ciri HGB :


a. Tergolong hak yang wajib didaftarkan.
b. Dapat beralih atau dialihkan.
c. Jangka waktunya terbatas.
d. Dapat dilepaskan oleh pemegang HGB  tanah negara.
e. Dapat dijadikan jaminan hutang dengan Hak Tanggungan.

4. Jangka waktu HGB :


 Untuk HGB di atas tanah negara atau tanah HPL : maksimal 30 tahun
dan dapat diperpanjang 20 tahun lagi  Pasal 35 (1) UUPA jo Pasal 25
PP No.40/1996.
 Untuk HGB di atas tanah HM, paling lama 30 tahun – Pasal 29 (1) PP
No.40/1996 atas kesepakatan pemegang HM dan HGB, maka HGB atas
tanah HM dapat diperbaharui dengan akta PPAT  didaftar di Kantor
Pertanahan.
 Sesudah jangka waktu hak atas tanah dan perpanjangan berakhir, maka
pemegang HGB di atas tanah negara dapat mengajukan permohonan
hak.

5. Subjek HGB :
a. WNI.
b. Badan Hukum Indonesia.
c. Perusahaan Patungan (PMA), apabila memerlukan tanah untuk keperlu-
an emplasemen, bangunan pabrik – Keppres No.34/1992.
6. Luas tanah HGB :
Tidak ada pembatasan, tetapi disesuaikan dengan kebutuhan, hanya ada
ketentuan bahwa apabila 1 keluarga telah mempunyai 5 sertifikat tanah
maka untuk setiap perubahannya harus mendapat izin dari BPN.

7. Terjadinya HGB :
 Jika asal tanah adalah tanah negara  Permohonan Hak
 Jika asal tanah adalah tanah yang telah dikuasai dengan hak tertentu
(HM atau HPL)  Perjanjian.

8. Hapusnya HGB :
a. Jangka waktunya berakhir.
b. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena suatu syarat tidak
terpenuhi.
c. Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir.
d. Dicabut untuk kepentingan umum.
e. Ditelantarkan.
f. Tanahnya musnah.
g. Ketentuan Pasal 26 ayat (2) UUPA.

Ad. HAK PAKAI (HP) :


1. Dasar Hukumnya :
 di dalam UUPA : Pasal 41 s.d 43, Pasal 49 (1), Pasal 50 (2) jo Pasal 52
UUPA.
 di luar UUPA :
UU No.4/1996 tentang Hak Tanggungan.
PP No.41/1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian
oleh Orang Asing yang berkedudukan di Indonesia.
2. Pengertian Hak Pakai :
Hak untuk menggunakan dan atau atau memungut hasil dari tanah yang
langsung dikuasai oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi
wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam SK pemberian haknya atau
dalam perjanjian yang bukan perjanjian sewa menyewa atau perjanjian
pengolahan tanah.

Dari rumusan di atas dapat disimpulkan bahwa HP adalah hak atas tanah
bangunan dan tanah pertanian.
 Kata “menggunakan” menunjukan bahwa tanah itu dapat digunakan
untuk bangunan (sebagai wadah).
 Kata “memungut hasil” menunjukan bahwa tanah itu dapat digunakan
untuk usaha pertanian (sebagai faktor produksi).
3. Sifat dan Ciri-Ciri Hak Pakai :
a. Tergolong hak yang wajib didaftarkan.
b. Dapat dialihkan  setelah berlakunya PMA No.9 Tahun 1965 jo PMA
No.1 Tahun 1966 yang menetapkan bahwa HP atas tanah negara
termasuk hak yang wajib didaftarkan, maka HP boleh dialihkan kepada
pihak lain.
c. Dapat diberikan dengan cuma-cuma, dengan pembayaran atau pemberi-
an jasa berupa apa pun – Pasal 41 ayat (2) UUPA.
d. Dapat dilepaskan.
e. Dapat dijadikan jaminan hutang dengan Hak Tanggungan.

4. Jangka Waktu Hak Pakai :


a. Untuk penggunaan umum :
 Di atas tanah negara dan tanah HPL adalah 25 tahun,dapat diperpanjang
20 tahun dan dapat diperbaharui  dengan akta PPAT dan didaftarkan
di Kantor Pendaftaran.
 Di atas tanah HM adalah 25 tahun dan tidak dapat diperpanjang.
b. HP dapat diberikan selama dipergunakan untuk keperluan khusus, yaitu
kepentingan instansi pemerintah, keagamaan, sosial serta perwakilan
negara asing dan badan internasional.

5. Subjek Hak Pakai :


a. WNI.
b. Badan Hukum Indonesia.
c. Departemen, lembaga Pemerintah non departemen dan Pemda.
d. Badan-badan keagamaan dan sosial.
e. WNA yang berkedudukan di Indonesia.
f. Badan Hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.
g. Perwakilan negara asing dan Perwakilan badan internasional.

6. Luas tanah HakPakai :


 Untuk tanah bangunan : tidak dibatasi.
 Untuk tanah pertanian : dibatasi dengan UU No.56/Prp/1960.

7. Terjadinya Hak Pakai :


 Jika asal tanah adalah tanah negara  Permohonan Hak
 Jika asal tanah adalah tanah yang telah dikuasai dengan hak tertentu
(HM atau HPL)  Perjanjian.
 Berasal dari konversi hak-hak lama pada 24 Sept 1960.

8. Hapusnya Hak Pakai :


a. Jangka waktunya berakhir.
b. Dibatalkan karena syarat tidak terpenuhi.
c. Dilepaskan secara sukarela oleh pemegang Hak Pakai sebelum jangka
waktunya berakhir.
d. Dicabut untuk kepentingan umum.
e. Tanahnya ditelantarkan.
f. Tanahnya musnah.
g. Pemegang hak tidak memenuhi syarat sebagai pemegang HP.

Ad. HAK PENGELOLAAN (HPL) :


1. Dasar Hukumnya :
 Di dalam UUPA : tidak dituliskan secara tegas, hanya disinggung dalam
Penjelasan Umum Bagian A II (2)
 Di luar UUPA : PP No.8/1953 tentang Penguasaan Tanah-tanah Negara.
2. Pengertian dan Isi HPL (Pasal 3 PMDN No.5/1974)
HPL adalah hak atas tanah yang memberikan wewenang kepada
pemegangnya untuk :
a. Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanahnya.
b. Menggunakan tanah untuk keperluannya sendiri.
c. Menyerahkan bagian dari tanahnya kepada pihak ke-3 menurut
persyaratan yang telah ditentukan bagi pemegang hak tersebut yang
meliputi segi peruntukan, segi penggunaan, segi jangka waktu dan segi
keuangannya.

Bagian HPL tersebut dapat diberikan kepada pihak lain dengan HM, HGB
atau HP. Pemberiannya dilakukan oleh pejabat BPN yang berwenang atas
usul pemegang HPL.
Menurut Pasal 1 angka 2 PP No.40/1996, HPL : hak menguasai dari negara
yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada
pemegangnya.

HPL dulunya berasal dari “Hak Beheer”  melalui PMA No.9/1965


dikonversi menjadi hak atas tanah menurut hukum tanah nasional :
 Apabila hak beheer itu digunakan oleh instansi pemerintah untuk
keperluannya sendiri  dikonversi menjadi Hak Pakai.
 Apabila tanahnya selain digunakan untuk keperluannya sendiri, ada
bagian-bagian yang diserahkan kepada pihak ke-3  dikonversi menjadi
Hak Pengelolaan (HPL).

3. Sifat dan Ciri-ciri HPL :


a. Tergolong hak yang wajib didaftarkan menurut PMA No.1/1966.
b. Tidak dapat dipindahtangankan.
c. Tidak dapat dijadikan jaminan hutang.

4. Subjek HPL :
a. Badan hukum yang didirikan menurut Hukum Indonesia dan
berkedudukan di Indonesia yang seluruh modalnya dimiliki oleh
Pemerintah dan/atau Pemda yang bergerak dalam kegiatan usaha
sejenis dengan industri dan pelabuhan.
b. Instansi Pemerintah termasuk Pemda.
c. Badan otorita.
d. Badan-badan hukum Pemerintah lainnya yang ditunjuk Pemerintah.

5. Terjadinya HPL : karena Penetapan Pemerintah dan diberikan selama


tanah tersebut dipergunakan, dan luas tanahnya tidak dibatasi tetapi
disesuaikan dengan kebutuhan.

6. Hapusnya HPL:
a. Dilepaskan oleh pemegangnya.
b. Dicabut untuk kepentingan umum.
c. Ditelantarkan.
d. Tanahnya musnah.

Ad. HAK SEWA :


1. Dasar Hukumnya : Pasal 44 dan 45 UUPA.
2. Pengertian :
Hak Sewa : hak yang memberi wewenang untuk menggunakan tanah milik
pihak lain dengan kewajiban membayar uang sewa pada tiap-tiap waktu
tertentu. Hak Sewa ini dalam Hukum Adat dikenal dgn istilah “Jual Tahunan”
3. Sifat dan Ciri-ciri Hak Sewa :
a. Bersifat pribadi, dalam arti tidak dapat dialihkan tanpa izin pemiliknya.
b. Dapat diperjanjikan  hubungan sewa putus bila penyewa meninggal
dunia.
c. Hubungan sewa tidak putus bila HM dialihkan.
d. Tidak dapat dijadikan jaminan hutang.
e. Dapat dilepaskan oleh pemegang hak sewa.
f. Tidak perlu didaftar, cukup dengan perjanjian dengan akta otentik atau
akta di bawah tangan  sehingga jangka waktu hak sewa tergantung
perjanjian, dengan memperhatikan Pasal 26 ayat (2) UUPA.

4. Subjek Hak Sewa :


a. WNI.
b. Badan Hukum Indonesia.
c. WNA yang berkedudukan di Indonesia.
d. Badan Hukum Asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.

5. Terjadinya Hak Sewa : karena perjanjian dan konversi, dengan luas tanah :
a. Untuk tanah pertanian : dibatasi dengan UU No.56/Prp/1960.
b. Untuk tanah bangunan : tidak ada pembatasan.

Ad. HAK GADAI :


1. Dasar Hukumnya : Pasal 53 UUPA & UU No.56/Prp/1960.

2. Pengertian Hak Gadai :


Hubungan hukum antara seseorang dengan tanah milik orang lain yang telah
menerima uang gadai daripadanya, yang memberi wewenang kepada-nya
untuk menggunakan atau mengambil manfaat dari tanah tersebut.
Pengertian “Gadai” di sini harus dibedakan dengan gadai dalam KUHPerd
yang yang hanya terbatas pada benda bergerak. Gadai dalam UUPA berasal
dari suatu lembaga Hukum Adat yang disebut “Jual Gadai”

3. Sifat dan Ciri-ciri Hak Gadai :


a. Jangka waktunya terbatas.
b. Hak menebus dapat beralih kepada ahli waris.
c. Tidak berakhir dengan meninggalnya pemegang gadai.
d. Dapat dibebani hak atas tanah yang lain, dalam arti dapat dianak
gadaikan.
e. Dapat dialihkan kepada pihak ke-3 (= memindah-gadaikan).
f. Tidak hapus bila hak atas tanah dialihkan kepada pihak lain.
g. Uang gadai dapat ditambah (= mendalami gadai).
4. Jangka waktu Hak Gadai :
a. Untuk tanah pertanian : 7 tahun – Pasal 7 UU No.56/Prp/1960.
b. Untuk tanah bangunan : tidak tertentu (Hukum Adat).

5. Subjek Hak Gadai – Pasal 45 UUPA : WNI – Pasal 9 (2) UUPA, dan
terjadinya Hak Gadai adalah karena jual gadai dan konversi.

6. Luas tanah Hak Gadai :


a. Untuk tanah pertanian : dibatasi dengan UU No.56/Prp/1960.
b. Untuk tanah bangunan : tidak tertentu (Hukum Adat)

7. Hapusnya Hak Gadai :


a. Penebusan oleh pemberi gadai (= pemilik tanah).
b. 7 tahun untuk tanah pertanian.
c. Dicabut untuk kepentingan umum.
d. Tanahnya musnah.

Ad. HAK USAHA BAGI HASIL :


1. Dasar hukumnya :
 di dalam UUPA : Pasal 53
 di luar UUPA : a) UU No.2/1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil
b) Inpres No.3/1980 tentang Pedoman Pelaksanaan UU No.2/1960.

2. Pengertian Hak Usaha Bagi Hasil :


Hak seseorang atau badan hukum (Penggarap) untuk menyelenggarakan
usaha pertanian di atas tanah kepunyaan pihak lain (pemilik) dengan
Perjanjian bahwa hasilnya akan dibagi di antara ke-duanya menurut imbang-
an yang telah disetujui
3. Sifat dan Ciri-Ciri Hak Usaha Bagi hasil :
a. Jangka waktunya terbatas.
b. Tidak dapat dialihkan tanpa izin pemilik.
c. Tidak dapat hapus bila HM atas tanah beralih.
d. Tidak hapus bila penggarap meninggal dunia, tetapi hapus bila pemilik
hak atas tanah meninggal dunia.
e. Didaftarkan menurut Peraturan Khusus – UU No.2/1960.
f. Pada waktunya akan dihapuskan.

4. Jangka waktu Hak Usaha Bagi Hasil :


 Untuk tanah sawah : minimal 3 tahun.
 Untuk tanah kering : minimal 5 tahun – Pasal 4 UU No.2/1960.

5. Subjek Hak Usaha Bagi Hasil : WNI.


a. Subjek yang membagi-hasilkan :
Pemilik, Penyewa, Pemegang Hak Gadai
b. Subjek yang dapat menjadi Penggarap :
- WNI – Pasal 9 UUPA.
- Koperasi Tani/Desa – Inpres No.13/1980
 Terjadinya Hak Usaha Bagi Hasil : karena perjanjian dan Konversi,
dengan luas tanah maksimal 3 hektar – Pasal 4 UU No.2/1960.

6. Hapusnya Hak Usaha Bagi Hasil :


a. Jangka waktunya berakhir.
b. Atas persetujuan ke-2 belah pihak sebelum jangka waktunya berakhir.
c. Dengan izin kades atas tuntutan pemilik hak atas tanah, dalam hal
kepentingan pemilik dirugikan oleh penggarap,misalnya penggarap tidak
jujur, tidak mengusahakan tanahnya dengan baik.
d. Tanahnya musnah.

Ad. PERWAKAFAN
1. Dasar hukumnya :
 Pasal 49 UUPA.
 PP No.28/1977 tentang Perwakafan Tanah.
 PMDN No.6/1977 tentang Pendaftaran Perwakafan Tanah Hak Milik.
 Surat Keputusan BPN No.630.1-2782 tgl 27 Agustus 1991 tentang :
Pelaksanaan Pensertifikatan Tanah Wakaf :
 UU No.41/2004 tentang Wakaf.
 PP No.42/2006 tentang Pelaksanaan UU No.41/2004
 Keputusan Bersama Men.Agama dan KaBPN No.422/2004 tentang
Sertifikasi Tanah Wakaf.
2. Pengertian Wakaf :
Perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian
dari harta miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu
tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau
kesejahteraan umum menurut syariah.

 Wakif : pihak yang mewakafkan harta benda miliknya.


 Ikrar wakaf : pernyataan kehendak Wakif yang diucapkan secara lisan
dan/atau tulisan kepada Nadzir untuk mewakafkan harta miliknya.
 Nadzir : pihak yang menerima harta benda wakaf dari Wakif untuk dikelola
dan dikembangkan sesuai dengan peruntukkannya.
 harta benda wakaf : harta benda yang memiliki daya tahan lama dan/atau
manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syariah.
 PPAIW : pejabat berwenang yang ditetapkan oleh Men.Agama untuk
membuat akta ikrar wakaf.

3. Fungsi Wakaf :
Untuk mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk
kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum.

4. Unsur-unsur dan Syarat-syarat wakaf :


 Wakif
 Harta benda wakaf.
 Ikrar wakaf.
 Nadzir.
 Peruntukkan harta benda wakaf.
 Jangka waktu wakaf.
 Wakaf sah apabila dilaksanakan menurut syariah dan wakaf yang telah
diikrarkan tidak dapat dibatalkan.

Ad. Wakif :
 Perseorangan, syaratnya dewasa, berakal sehat, tidak terhalang untuk
melakukan perbuatan hukum dan merupakan pemilik sah harta benda
yang akan diwakafkan.
 Organisasi, syaratnya benda yang akan diwakafkan adalah milik
organisasi dan sesuai dengan anggaran dasar organisasi.
 Badan hukum, syaratnya benda yang akan diwakafkan adalah milik
badan hukum dan sesuai dengan anggaran dasar badan hukum tersebut.

Ad. Nadzir :
 Perseorangan, syaratnya WNI, Islam, dewasa, amanah, mampu secara
rohani rohani dan jasmani serta tidak terhalang untuk melakukan
perbuatan hukum.
 Organisasi.
 Badan Hukum.
 Pengurus memenuhi syarat perseorangan di bidang sosial, pendidikan,
kemasyarakatan dan keagamaan Islam serta badan hukum didirikan
menurut Hukum Indonesia.

Ad. Tugas Nadzir :


1. Melakukan pengadministrasian harta benda wakaf.
2. Mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan
tujuan, fungsi dan peruntukkannya.
3. Mengawasi dan melindungi harta benda wakaf.
4. Melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada Badan Wakaf Indonesia.
 Nadzir dapat menerima imbalan dari hasil bersih atas pengelolaan dan
pengembangan harta benda wakaf yang besarnya tidak melebihi 10%
 Nadzir harus terdaftar pada Men.Agama dan Badan Wakaf Indonesia.

4. Tata Cara Wakaf :


a. Diperlukan ikrar.
b. Ditujukan kepada Nadzir.
c. Di hadapan PPAIW.
d. Disaksikan oleh 2 orang saksi.
e. Harus dibuat secara tertulis.
f. Harus didaftarkan di Kantor Pertanahan setempat dalam jangka waktu
paling lambat 7 hari setelah akta ikrar wakaf ditandatangani.
g. Segala perubahan mengenai wakaf tersebut harus mendapat persetuju-
an dari Men.Agama atas persetujuan Badan Wakaf Indonesia.
5. Pendaftaran Tanah Wakaf :
a. PPAIW atas nama Nadzir mendaftarkan harta benda wakaf kepada
Kantor Pertanahan Kab/Kota paling lambat 7 hari sejak akta ikrar wakaf
ditandatangani.
b. Harus melampirkan :
 sertifikat/tanda bukti hak atas tanah atau sertifikat HMSRS atau tanda
bukti lainnya.
 akta ikrar wakaf.
c. Sertifikat atas nama Nadzir.

Anda mungkin juga menyukai