TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Hak-Hak Atas Tanah (Pengertian Hak Atas Tanah, Subjek
Hak Atas Tanah, Hak dan Kewajiban Hak Atas Tanah, Hapusnya Hak Atas
Tanah)
seseorang untuk berbuat sesuatu akan tanahnya. Di dalam Pasal 16 ayat (1) UUPA
ditentukan beberapa macam hak atas tanah antara lain : Hak Milik, Hak Guna
Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Sewa, Hak Membuka Tanah, Hak
Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut yang akan
: Ayat (1) Hak-hak yang sifatnya sementara sebagai dimaksud dalam Pasal 16 ayat
(1) huruf h, ialah hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak menumpang dan hak sewa
undang-undang ini dan hak-hak tersebut diusahakan hapusnya di dalam waktu yang
singkat. Ayat (2) Ketentuan dalam Pasal 52 ayat (2) dan (3) berlaku terhadap
peraturan-peraturan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini Hak-hak tersebut diberi
sifat sementara, karena dianggap tidak sesuai dengan asas-asas Hukum Tanah
Nasional. Salah satu asas penting dalam Hukum Tanah Nasional adalah bahwa
1. Hak Milik
Hak milik merupakan hak yang paling terkuat dari hak-hak lain yang
Hak Milik menurut Undang-undang No. 5 Tahun 1960 Pasal 20 ayat (1)
adalah : hak turun temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas
tanah dengan mengingat ketentuan Pasal 6 UUPA yaitu mengenai fungsi sosial
hak atas tanah. Kata-kata terkuat dan terpenuh itu tidak berarti hak milik
merupakan hak yang mutlak dan tidak dapat diganggu gugat akan tetapi harus
diingat bahwa semua hak atas tanah termasuk hak milik mempunyai fungsi
Sifat terkuat dan terpenuh berarti yang paling kuat dan paling penuh, berarti
pula bahwa pemegang hak milik atau pemilik tanah itu mempunyai hak untuk
“berbuat bebas”, artinya boleh mengasingkan tanah miliknya kepada pihak lain
Semua hak atas tanah termasuk hak milik mempunyai fungsi sosial, ini berarti
bahwa hak atas tanah apapun yang ada pada seseorang tidak dibenarkan bahwa
Penggunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaan dan sifat haknya, sehingga
sehingga pada akhirnya akan tercapai tujuan pokok kemakmuran, keadilan dan
adalah suatu hal yang sewajarnya, bahwa tanah itu harus dipelihara baik-baik,
Ketentuan tentang siapa saja yang dapat mempunyai hak milik diatur dalam
itu. Jika sesudah jangka waktu tersebut lampau hak miliknya tidak
dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh
1
Kartini Mulyadi dan Gunawan Widjaja. 2008. Hak-hak Atas Tanah. Jakarta. Kencana. Hal.31-32
kepada Negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang
tanah dengan hak milik adalah WNI tunggal dan Badan-badan hukum yang
Negara)
Menurut hukum adat, hak milik dapat terjadi karena proses pertumbuhan
tanah ditepi sungai pinggir laut. Pertumbuhan ini menciptakan tanah baru
yang disebut “lidah tanah”. Lidah tanah ini biasanya menjadi milik yang
pembukaan tanah, misalnya yang semula hutan, dibuka atau dikerjakan oleh
seseorang, kemudian tercipta hak pakai. Sehingga hak pakai ini lama
2) Ketentuan Undang-undang
1960, semua hak-hak atas tanah yang ada, diubah jadi salah satu hak baru.
Hak-hak atas tanah yang dikonversi menjadi hak milik adalah yang berasal:
yaitu badan hukum yang ditunjuk oleh Pemerintah seperti yang diatur
kewarganegaraannya.
c) Hak milik Indonesia dan hak-hak semacam itu, yang pada tanggal 24
3) Penetapan Pemerintah
Pemerintah memberikan hak milik atas tanah secara langsung dari tanah
milik berdasarkan perubahan suatu hak yang sudah ada, umpamanya Hak
Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai.Pemberian Hak Milik,
Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai yang berasal dari tanah yang langsung
Tanah (SKPH)
Suatu hak milik dapat hapus, artinya dapat hilang atau terlepas dari yang
1) Pencabutan hak
3) Ditelantarkan
4) Ketentuan Pasal 21 ayat (3) dan Pasal 26 ayat (2) yaitu jatuh kepada
Tanahnya musnah
Hak guna usaha merupakan hak untuk dapat mengusahakan tanah yang
bukan milik si penggarap tanah tapi tanah milik negara dapat dilihat dari penjelasan
sebagai berikut:
a. Pengertian Hak Guna Usaha
Hak guna usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai
langsung oleh Negara, dalam jangka waktu sebagaimana tersebut dalam Pasal
29, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan. PP No. 40 tahun 1996
Ketentuan tentang siapa saja yang dapat mempunyai hak guna usaha akan
yang diberikan dengan hak guna usaha untuk melaksanakan usaha dibidang
No. 40 tahun 1996). Kewajiban Pemegang Hak Guna Usaha (Pasal 12 Ayat 1 PP
Guna Usaha
8) Menyerahkan sertifikat hak guna usaha yang telah hapus kepada kepala
kantor pertanahan
Suatu hak guna bangunan dapat hapus,artinya dapat hilang atau terlepas dari
dipenuhinya
5) ditelantarkan
6) tanahnya musnah
3. Hak Pakai
Hak pakai merupakan hak yang dapat digunakan tidak hanya untuk Warga
Negara Indonesia melainkan juga dapat digunakan oleh Warga Negara Asing
Ketentuan tentang siapa saja yang dapat mempunyai hak pakai akan
di Indonesia
2
Urip Santoso. 2005. Hukum Agraria dan Hak-Hak Atas Tanah. Jakarta. Prenada Media
Group. Hal.115.
c. Hak dan Kewajiban
Tahun 1996 )
tanah hak pengelolaan atau dalam perjanjian pemberian hak pakai atas tanah
hak milik
3) memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada diatasnya serta
tersebut hapus
5) menyerahkan sertifikat hak pakai yang telah hapus kepada kepala kantor
6) memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan
Suatu hak pakai dapat hapus, artinya dapat hilang atau terlepas dari yang
pengelolaan
berakhir
5) ditelantarkan
4. Hak Guna Bangunan
bangunan di atas tanah milik orang lain, dapat dilihat dari penjelasan sebagai
berikut:
Hak guna bangunan yaitu hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan
atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30
tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun
Ketentuan tentang siapa saja yang dapat mempunyai hak guna bangunan
usahanya
1996)
3) memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada diatasnya serta
5) menyerahkan hak guna bangunan yang telah dihapus kepada kepala kantor
pertanahan
6) membagi jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan
atau bidang tanah yang terkurung oleh tanah hak guna bangunan tersebut
Suatu hak guna bangunan dapat hapus,artinya dapat hilang atau terlepas dari
dipenuhi
5) ditelantarkan
6) tanahnya musnah
Menurut penulis, hak-hak atas tanah ada yang bersifat tetap dan sementara.
Adapun hak-hak atas tanah yang dijelaskan di atas merupakan hak-hak atas tanah
yang bersifat tetap. Hak-hak atas tanah tersebut memiliki ciri masing-masing,selain
itu ada beberapa pihak yang dapat menguasai hak atas tanah tersebut dan ada pihak-
pihak yang dilarang untuk menguasai hak atas tanah tersebut. Walaupun hak-hak
tanah yang dijelaskan di atas bersifat sementara, namun hak-hak atas tanah tersebut
dapat dicabut maupun dihapus karena atas suatu sebab tertentu yang mengakibatkan
1. Pengertian Landreform
Secara harfiah istilah landreform berasal dari bahasa Inggris yang terdiri
dari kata “land” yang berarti tanah dan kata “reform” yang berarti perombakan.
Oleh karena itu landreform secara sederhana dapat diartikan sebagai perombakan
suatu perubahan yang disengaja dalam suatu sistem land tenure, penguasaan hak-
hak atas tanah dan lain-lain yang berhubungan dengan tanah” dan menurut “Boedi
tanah”.
.
Sedangkan Landreform dalam arti sempit merupakan serangkaian tindakan-
3
Ibid. hal, 207
Dalam pembahasan pasal 10 UUPA dijelaskan, bahwa sebagai
langkah pertama ke arah pelaksanaan asas, bahwa yang empunya tanah
pertanian wajib mengerjakan atau mengusahakannya sendiri secara aktif,
diadakanlah ketentuan untuk menghapuskan penguasaan tanah pertanian
secara apa yang disebut absentee atau dalam bahasa sunda guntai yaitu
pemilikan tanah yang letaknya di luar daerah tempat tinggal yang
empunya. (“Absent”artinya tidak hadir, tidak ada di tempat). Ketentuan-
ketentuan tersebut diatur dalam pasal 3 Peraturan Pemerintah No.41
Tahun 1964 (tambahan pasal 3a s/d 3e), sedang dasar hukumnya adalah
pasal 10 ayat 2 UUPA (Uraian 130 D 4 dan 5).4
Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian (telah diubah dan
Pemilik tanah pertanian yang bertempat tinggal di luar kecamatan tempat letak
tanahnya, dalam jangka waktu 6 bulan wajib mengalihkan hak atas tanahnya
kepada orang lain di kecamatan tempat letak tanah itu atau pindah ke kecamatan
karena pada prinsipnya melanggar asas dalam Pasal 10 UUPA yang mengatur
bahwa setiap orang dan badan hukum yang mempunyai sesuatu hak atas tanah
4
Boedi Harsono. 2003. Hukum Agraria Indonesia. Djambatan. Jakarta. Hal.388
5
Kutipan tersebut di atas penulis ringkas dari Ariska Dewi. 2008. Peran Kantor Pertana-
han Dalam Mengatasi KepemilikanTanah “Absentee/Guntai”Di Kabupaten Banyumas. Tesis.
Universitas Diponegoro Semaranag. Hal.37
3. Asas-Asas Landreform
Asas ini dimuat dalam pasal 7 UUPA yang menetapkan bahwa untuk tidak
tanah pertanian
6
Ibid. hal, 110
4. Tujuan Pelaksanaan Landreform
5. Obyek Landreform
sebagai berikut:
7
Ibid. hal, 210
b. Tanah-tanah absentee guntai
c. Tanah swapraja dan bekas swapraja yang telah beralih kepada negara
6. Program Landreform
lainnya.
digadaikan.
8
Kutipan tersebut di atas penulis ringkas dari Ariska Dewi. 2008. Peran Kantor Pertan-
ahan Dalam Mengatasi KepemilikanTanah “Absentee/Guntai”Di Kabupaten Banyumas. Tesis.U
niversitas Diponegoro Semaranag. Hal.34
9
Kutipan tersebut di atas penulis ringkas dari Ariska Dewi. 2008. Peran Kantor Pertan-
ahan Dalam Mengatasi KepemilikanTanah “Absentee/Guntai”Di Kabupaten Banyumas. Tesis.U
niversitas Diponegoro Semaranag. Hal.36
Menurut penulis, ketentuan mengenai landreform yang terdapat dalam
UUPA sudah jelas dan bagus, namun dalam pelaksanaannya masih kurang
tersebut menjadi tidak terlaksana secara maksimal dan sesuai dengan UUPA.
Kantor Pertanahan yang memiliki tugas dan wewenang dalam pertanahan maupun
masyarakatnya.
dimiliki oleh orang yang berada di luar kecamatan letak tanahnya tersebut berada,
Menurut “Boedi Harsono Tanah absentee yaitu pemilikan tanah yang letaknya
10
John M. Echols dan Hasan Sadily. 1996. Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta. Gramedia. Hal.3.
Pemilikan tanah pertanian secara absentee atau di dalam bahasa
Sunda : Guntai yaitu pemilikan tanah yang letaknya di luar tempat
tinggal yang empunya. Sedangkan dalam Pasal 3 ayat (1) PP No 224
Tahun 1961 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti
Kerugian (telah diubah dan ditambah dengan PP No. 41 Tahun 1964)
yang mengatur sebagai berikut : “ Pemilik tanah pertanian yang
bertempat tinggal di luar kecamatan tempat letak tanahnya, dalam jangka
waktu 6 bulan wajib mengalihkan hak atas tanahnya kepada orang lain di
kecamatan tempat letak tanah itu atau pindah ke kecamatan letak tanah
tersebut”. Menunjukkan bahwa pemilikan tanah pertanian secara
absentee/guntai menurut Peraturan Perundang-undangan tidak
diperbolehkan, karena pada prinsipnya melanggar asas dalam Pasal 10
UUPA yang mengatur bahwa setiap orang dan badan hukum yang
mempunyai sesuatu hak atas tanah pertanian pada asasnya diwajibkan
mengerjakan atau mengusahakannya sendiri secara aktif, dengan
mencegah cara-cara pemerasan.11
Secara Absentee/Guntai
di kota. Orang yang tinggal di kota memiliki tanah pertanian di desa tentunya tidak
sejalan dengan prinsip tanah pertanian untuk petani. Orang yang tinggal di kota
sudah jelas bukan bukan termasuk kategori petani. Tujuan melarang pemilikan
tanah pertanian secara absentee/guntai adalah agar hasil yang diperoleh dari
petani yang tinggal di pedesaan, bukan dinikmati oleh orang kota yang tidak
tinggal di desa.12
11
Effendi Perangin, Op.cit. hal.122
12
Kutipan tersebut di atas penulis ringkas dari Ariska Dewi. 2008. Peran Kantor Pertana-
han Dalam Mengatasi KepemilikanTanah “Absentee/Guntai”Di Kabupaten Banyumas. Tesis.U
niversitas Diponegoro Semaranag. Hal.38
Menurut Boedi Harsono, tujuan adanya larangan ini adalah agar
hasil yang diperoleh dari pengusahaan tanah itu sebagian besar dapat
dinikmati oleh masyarakat pedesaan tempat letak tanah yang
bersangkutan, karena pemilik tanah akan bertempat tinggal di daerah
penghasil.Pemilikan tanah pertanian secara absentee/guntai ini,
menimbulkan penggarapan yang tidak efisien, misalnya tentang
penyelenggaraannya, pengawasannya, pengangkutan hasilnya, juga
dapat menimbulkan sistem-sistem penghisapan. Ini berarti bahwa para
petani penggarap tanah milik orang lain dengan sepenuh tenaganya,
tanggung jawabnya dan segala resikonya, tetapi hanya menerima
sebagian dari hasil yang dikelolanya. Di sisi lain, pemilik tanah yang
berada jauh dari letak tanah dan tidak mengerjakan tanahnya tanpa
menanggung segala resiko dan tanpa mengeluarkan keringatnya akan
mendapatkan bagian lebih besar dari hasil tanahnya.Sehingga hal itu
tidak sesuai dengan tujuan landreform yang diselenggarakan di Indonesia
yaitu untuk mempertinggi penghasilan dan taraf hidup para petani
penggarap tanah dan sebagai landasan atau persyaratan untuk
menyelenggarakan pembangunan ekonomi menuju masyarakat yang adil
dan makmur berdasarkan Pancasila.13
Absentee/Guntai
sebagai berikut:
13
Boedi Harsono, Op.cit. hal.385
14
John Salindeho. 1993. Masalah Tanah dalam Pembangunan.Jakarta. Sinar Grafika. Hal.235.
Secara yuridis, dasar hukum mengenai larangan pemilikan tanah
pertanian secara absentee/guntai telah dituangkan dalam Pasal 3 PP No
224 Tahun 1961 dan PP No 41 Tahun 1964 (tambahan Pasal 3a s/d 3e).
Kedua Peraturan Pemerintah ini merupakan aturan pelaksanaan dari
ketentuan yang tertuang dalam Pasal 10 UUPA, yang bertujuan untuk
mencegah terjadinya sistem pemerasan yang dilakukan terhadap
golongan ekonomi lemah. 15
pemilikan tanah yang letaknya di luar wilayah kecamatan tempat tinggal pemilik
tinggal di kecamatan yang berbatasan dengan kecamatan tempat letak tanah yang
kepentingan umum, maka secara yuridis ketentuan dalam pasal ini termasuk
15
Boedi Harsono, Loc.cit
kecamatan tempat letak tanah itu atau pindah ke kecamatan letak
tanah tersebut.
Ayat 2 Kewajiban dalam ayat (1) tidak berlaku bagi pemilik tanah yang
efisien.
Ayat 4 Ketentuan ayat (1) dan (3) tidak berlaku bagi mereka yang
Ayat 5 Jika kewajiban tersebut pada ayat 1 dan 3 pasal ini tidak
Peraturan ini.
Ayat 6 Kepada bekas pemilik tanah yang dimaksud dalam ayat 5 pasal
Kesimpulannya hal itu dapat terjadi melalui dua cara, yakni dengan cara
tentang tanah absentee/guntai dan melalui upaya pemindahan hak terselubung yang
dikenal dengan cara pemberian kuasa mutlak. Melalui kuasa mutlak, maka pemberi
kuasa (sebenarnya penjual) memberikan kuasa yang tidak dapat ditarik kembali
hak atas tanah yang menjadi obyek pemberian kuasa, sehingga pada hakekatnya
merupakan perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah. Hal ini jelas merupakan
16
Maria S.W.Sumardjono. 2005. Kebijakan Pertanahan, Antara Regulasi dan Implemen-
tasi. Jakarta. Penerbit Buku Kompas. Hal.21.
penyelundupan hukum, karena dimaksudkan untuk melanggar ketentuan peraturan
perundang-undangan.
warga desa agar warga desa memiliki mata pencaharian yang tetap dan menjamin
kehidupan mereka, selain itu dapat mendidik warga desa agar produktif dalam
banyak orang mengabaikan aturan tersebut bertujuan untuk berinvestasi dan warga
desa asli hanya menjadi penggarap bukan pemilik. Fakta seperti ini,jelas
warga desa karena pendapatan penggarap tidak lebih dari pendapatan pemilik tanah
tersebut.
17
Ibid. hal,22
D. Fungsi Hukum Dan Penegakan Hukum
1. Fungsi Hukum
hukum tidak pernah dilaksanakan maka tidak lagi disebut sebagai hukum”.19
kehidupan lainnya, begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu fungsi hukum di satu
lebih baik, dan di lain pihak untuk mempertahankan susunan masyarakat yang
telah ada serta mengesahkan perubahan-perubahan yang telah terjadi di masa lalu.
18
Sudikno Mertokusumo. 1991. Mengenal hukum (Suatu Pengantar). Yogyakarta. Liberty. Hal.39
19
Satjipto Rahardjo. 1986. Hukum dan Masyarakat. Bandung. Angkasa. Hal.69
Di Indonesia fungsi hukum di dalam pembangunan adalah sebagai
sarana pembaharuan masyarakat. Hal ini didasarkan pada anggapan
bahwa adanya ketertiban di dalam pembangunan merupakan sesuatu
yang dipandang penting dan sangat diperlukan. Di samping itu hukum
sebagai tata kaidah dapat berfungsi sebagai sarana untuk menyalurkan
arah kegiatan warga masyarakat ke tujuan yang dikehendaki oleh
perubahan terencana tersebut. Sudah tentu fungsi tersebut seyogyanya
dilakukan di samping hukum sebagai sarana sistem pengendalian
sosial.20
dan HM. Zaki Sierrad dengan mengacu pada komponen sistem hukum yang
20
Mochtar Kusumaatmadja. 1976.Hukumm Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional.
Bandung Bina Cipta. Hal.9.
21
Oloan Sitorus dan HM Zaki Sierrad. 2006. Hukum Agraria di Indonesia, Konsep Dasar
dan Implementasi. Yogyakarta. Mitra Kebijakan Tanah Indonesia. Hal.8
22
Soerjono Soekanto. 1993. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum.
Jakarta. Raja Grafindo Persada. Hal.14
pembuatannya harus disesuaikan dengan persyaratan yuridis yang telah
ditentukan.
hukum.
hukum yang telah ditetapkan. Fasilitas disini terutama sarana fisik yang
2. Penegakan Hukum
23
Jimly Asshiddiqie. 2002. Penegakan Hukum. Keadilan dan Hak Asasi Manusia. Jurnal
Keadilan. Vol 2, No 2. Jakarta. Pusat Kajian Hukum dan Keadilan. Hal.16
baru untuk mencapai suatu keadaan masyarakat yang dicita-citakan.
Hukum dapat dipakai sebagai landasan kegiatan yang dilakukan oleh
semua pihak yang terlibat dalam proses pembangunan. Semakin
hukum itu dipakai dengan efektif untuk mengarahkan tingkah laku
manusia, semakin berhasil pula pembangunan itu dijalankan. Suatu
sikap tindakan atau perilaku hukum dianggap efektif, apabila sikap
tindak atau perilaku pihak lain menuju pada tujuan yang
dikehendaki, artinya apabila pihak lain tersebut mematuhi hukum.24
2. Faktor petugas/penegak hukum
Secara sosiologis, maka setiap penegak hukum mempunyai
kedudukan (status) dan peranan (role). Kedudukan merupakan
posisi tertentu dalam struktur kemasyarakatan. Kedudukan itu
merupakan suatu wadah yang isinya hak-hak dan kewajiban-
kewajiban tertentu. Hak dan kewajiban itu sendiri merupakan
peranan. Oleh karena itu, maka seseorang yang mempunyai
kedudukan tertentu secara sosiologis lazimnya dinamakan
pemegang peran (role accupant).
Peranan tertentu, dapat dijabarkan ke dalam unsur-unsur sebagai
berikut
a. Peranan yang ideal (Ideal role)
b. Peranan yang seharusnya (expected role)
c. Peranan yang dianggap oleh diri sendiri (perceived role)
d. Peranan yang sebenarnya dilakukan (actual role)
Seorang penegak hukum, sebagaimana halnya warga masyarakat
lainnya, lazim mempunyai beberapa kedudukan dan peranan
sekaligus. Dengan demikian tidak mustahil, bahwa antara pelbagai
kedudukan dan peranan timbul konflik (status conflict dan conflict
of roles). Kalau dalam kenyataannya terjadi suatu kesenjangan
antara peranan yang seharusnya dengan peranan yang sebenarnya
dilakukan atau peranan actual, maka terjadi suatu kesenjangan
peranan (role distance)
3. Faktor sarana atau fasilitas
Yang mendukung penegakan hukum yaitu adanya sarana atau
fasilitas tertentu, maka tidak mungkin penegakan hukum dapat
berlangsung dengan lancar. Sarana atau fasilitas tersebut antara lain
mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil,
organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang
cukup, dll. Apabila hal tersebut tidak terpenuhi maka mustahil
penegakan hukum akan mencapai tujuan.
Erat hubungannya dengan penyelesaian perkara dan sarana atau
fasilitasnya, adalah soal efektivitas dari sanksi negatif yang
diancamkan terhadap perstiwa pidana tertentu. Tujuan dari adanya
sanksi-sanksi tersebut adalah agar dapat mempunyai efek yang
24
Soerjono Soekanto. 1988. Efektivitas Hukum dan Peranan Sanksi. Bandung. Remadja
Karya. Hal.3
menakutkan terhadap orang-orang yang melakukan pelanggaran.
Akan tetapi kalau ancaman hukuman hanya tercantum diatas kertas
maka hal itu tidak ada artinya. Efek dari sanksi negatif tersebut akan
datang dari kekuatan suatu ancaman yang benar-benar
diterapkan,apabila suatu ketentuan dilanggar.
4. Faktor masyarakat
Berbicara mengenai masyarakat, maka hal ini menyangkut masalah
derajat kepatuhan. Secara sempit dapat dikatakan bahwa derajat
kepatuhan masyarakat terhadap hukum, merupakan salah satu
indikator berfungsinya hukum yang bersangkutan.
Memang sangat perlu untuk mengetahui apa sebabnya masyarakat
mematuhi hukum, akan tetapi masih ada soal lain, yaitu yang
menyangkut ketidakpatuhan. Persoalannya adalah sebagai berikut :
a. Apabila peraturan baik, sedangkan warga masyarakat tidak
mematuhinya, faktor apakah yang menyebabkan?
b. Apabila peraturan baik, serta petugas cukup berwibawa, apakah
yang menyebabkan masyarakat tidak patuh?
c. Apabila peraturan baik, petugas berwibawa, fasilitas cukup,
mengapa masih ada yang tidak mematuhi peraturan?
5. Faktor kebudayaan
Sebagai hasil karya,cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa
manusia di dalam pergaulan hidup. Kebudayaan (sistem) hukum
pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang
berlaku, nilai-nilai mana merupakan konsepsi-konsepsi abstrak
mengenai apa yang dianggap baik (sehingga dianuti) dan apa yang
dianggap buruk (sehingga dihindari). Nilai-nilai tersebut lazimnya
merupakan pasangan nilai-nilai yang mencerminkan dua keadaan
ekstrim yang harus diserasikan. Pasangan nilai yang berperanan
dalam hukum adalah :
a. Nilai ketertiban dan nilai ketentraman
b. Nilai jasmaniah/ kebendaan dan nilai rohaniah/keakhlakan
c. Nilai kelanggengan/konservatisme dan nilai kebaharuan/
inovatisme Kelima faktor tersebut saling berkaitan dengan
eratnya, karena merupakan esensi dari penegakan hukum dan
merupakan tolak ukur daripada efektivitas penegakan hukum.25
25
Ibid, hal,4
Menurut penulis, ada 3 elemen penting yang dapat mempengaruhi proses
maupun yang mengatur materi hukum yang dijadikan standar kerja, baik
agar proses penegakan hukum dan keadilan dapat diwujudkan secara nyata.
oleh karena secara kualitatif merubah struktur hubungan antara orang dengan
proses sosial.
E. Tinjauan Peran Kantor Pertanahan
absentee/guntai, yaitu pihak Kantor Pertanahan yang memiliki tugas dan fungsi,
sebagai berikut:
a. Tugas
b. Fungsi
menyelenggarakan fungsi:
pertanahan.
pertanahan.
kepastian hukum.
Keuangan.
e. Biro Umum.
sama.
pelaporan.
e. Biro Umum mempunyai tugas melaksanakan penyiapan pengelolaan
kearsipan.
Ketiga tugas pokok tersebut secara operasional terdistribusikan kepada empat unit
26
Ariska Dewi, Op.Cit. hal.59
Seksi Penatagunaan Tanah (PGT)
Tugas dari seksi Penataagunaan Tanah berdasarkan pada pasal 197
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No 1 Tahun 2014 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Badan Pertanahan Nasional Indoenesia
Republik Indonesia disebutkan, Direktorat Landreform mempunyai
tugas melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan teknis serta
pelaksanaan pengaturan dan penetapan penguasaan dan pemilikan tanah
landreform.
Unit kerja ini mempunyai tugas pokok sebagai berikut :
a. Mengumpulkan, mengolah dan menyajikan data penatagunaan tanah
b. Menyiapkan penyusunan rencana penatagunaan tanah, memberikan
bimbingan penggunaan tanah kepada masyarakat dan menyiapkan
pengendalian perubahan penggunaan tanah.27
instansi Pemerintah
Dalama pasal 182 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No 1 Tahun 2014
tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pertanahan Nasional Indoenesia Republik
pendaftaran hak tanah dan guna ruang, hak milik atas satuan rumah susun, tanah
27
Ibid. hal,109
wakaf, perairan dan peralihan hak, pembebanan hak dan Pejabat Pembuat Akta
Tanah.
tanah.
Peraturan yang jelas dan tegas tentang pembatasan pemilikan tanah kini
menjadi semakin penting, seiring dengan kebutuhan atas tanah yang semakin
prinsip bahwa pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak
diperkenankan agar tidak merugikan kepentingan umum. Maka, Pasal 11 ayat (1)
UUPA mengatur hubungan antara orang dengan tanah beserta wewenang yang
28
Kutipan tersebut di atas penulis ringkas dari Ariska Dewi. 2008. Peran Kantor Pertana-
han Dalam Mengatasi KepemilikanTanah “Absentee/Guntai”Di Kabupaten Banyumas. Tesis.
Universitas Diponegoro Semaranag. Hal.110
timbul darinya. Hal ini juga dilakukan guna mencegah penguasaan atas kehidupan
dan perkerjaan orang lain yang melampaui batas. Kemudian ayat (2) dari pasal yang
sama juga memperhatikan adanya perbedaan dalam keadaan dan keperluan hukum
nasional. Penekanan dari aturan ini adalah akan diberikannya jaminan perlindungan
Masalah penguasaan tanah pertanian, prinsip dasarnya telah digariskan dalam Pasal
7 dan Pasal 10 (prinsip mengerjakan atau mengusahakan sendiri hak atas tanah
peraturan mengenai batas maksimum luas tanah pertanian yang dapat dipunyai oleh
29
Kutipan tersebut di atas penulis ringkas dari Ariska Dewi. 2008. Peran Kantor Pertana-
han Dalam Mengatasi KepemilikanTanah “Absentee/Guntai”Di Kabupaten Banyumas. Tesis.U
niversitas Diponegoro Semaranag. Hal.111
Kantor Pertanahan Nasional adalah Lembaga Pemerintah Non
Departemen yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Presiden, yang mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di
bidang pertanahan secara nasional, regional dan sektoral. Menurut
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2006 tentang
Badan Pertanahan Nasional, dalam Pasal 3 disebutkan bahwa dalam
melaksanakan tugasnya, Badan Pertanahan Nasional menyelenggarakan
fungsi, antara lain :
a. Perumusan kebijakan nasional di bidang pertanahan.
b. Pelaksanaan pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian
hukum
c. Pelaksanaan penatagunaan tanah, reformasi agraria dan penataan
wilayah wilayah khusus
d. Pengawasan dan pengendalian penguasaan pemilikan tanah
Sasaran pembangunan di bidang pertanahan adalah terwujudnya
Catur Tertib Pertanahan yang meliputi :30
administrasi tanah.
30
Ali Achmad Chomzah. 2004. Hukum Agraria (Pertanahan) Indonesia. Jilid I. akarta.
Prestasi Pustakaraya. Hal.71
c. Meningkatkan pengawasan intern di bidang pelaksanaan tugas
d. keagrariaan.
f. penyelewengan.
Dewasa ini, masih terasa adanya keluh kesah dari masyarakat, tentang hal
31
Kutipan tersebut di atas penulis ringkas dari Ariska Dewi. 2008. Peran Kantor Pertana-
han Dalam Mengatasi KepemilikanTanah “Absentee/Guntai”Di Kabupaten Banyumas. Tesis.U
niversitas Diponegoro Semaranag. Hal.59
32
Kutipan tersebut di atas penulis ringkas dari Ariska Dewi. 2008. Peran Kantor Pertana-
han Dalam Mengatasi KepemilikanTanah “Absentee/Guntai”Di Kabupaten Banyumas. Tesis.U
niversitas Diponegoro Semaranag. Hal.60
1) Untuk setiap bidang telah tersedia mengenai aspek-aspek ukuran fisik,
terjamin keamanaannya.
bertentangan dengan fungsi sosial dari tanah itu sendiri. Dengan demikian
33
Kutipan tersebut di atas penulis ringkas dari Ariska Dewi. 2008. Peran Kantor Pertanah-
an Dalam Mengatasi KepemilikanTanah “Absentee/Guntai”Di Kabupaten Banyumas. Tesis.
Universitas Diponegoro Semaranag. Hal.61
3) Tidak terdapat pembentukan kepentingan antara sektor dalam
peruntukkan tanah
tanah. Pada lain pihak, kepadatan penduduk yang melampaui batas tampung
hidup.
Oleh karena itu, maka yang disebut Tertib Pemeliharaan Tanah dan
hidup
bernuansa lingkungan .
3) Semua pihak yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah
tersebut.34
pengukuran dan pendaftaran tanah dan lain-lain yang berkaitan dengan masalah
34
Kutipan tersebut di atas penulis ringkas dari Ariska Dewi. 2008. Peran Kantor Pertana-
han Dalam Mengatasi KepemilikanTanah “Absentee/Guntai”Di Kabupaten Banyumas. Tesis.
Universitas Diponegoro Semaranag. Hal.64