Anda di halaman 1dari 7

Nama : Carissa Putri A

Kelas : F
NIT : 22314181

HAK MILIK
HUKUM AGRARIA

Pengertian Hukum yaitu :


A. Peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh
penguasa atau pemerintah,
B. Undang-undang, peraturan, untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat c.patokan
(kaidah, ketentuan) mengenai peristiwa (alam) tertentu d.keputusan (pertimbangan) yang
ditetapkan oleh hakim (dalam pengadilan) 5.vonis
Menurut Mochtar Kusumaatmadja, hukum adalah suatu perangkat kaidah dan asasasas
yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, tetapi harus pula mencakup
lembaga (institusi) dan proses yang diperlukan untuk mewujudkan hukum itu dalam
kenyataan.
Pengertian perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan terhadap
subyek hukum dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif maupun yang
bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Dengan kata lain perlindungan
hukum sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum, yaitu konsep dimana hukum dapat
memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian
(Rahayu,2009:155).
Perlindungan hukum adalah jaminan perlindungan pemerintah dan/atau masyarakat
kepada warga negara dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (hukum online).
Perlindungan hukum di bidang pertanahan merupakan bagian dari perlindungan hukum
bagi rakyat, khususnya yang berkaitan dengan persoalan pertanahan.
A. HAK MILIK
Menurut Pasal 20 ayat (1) UUPA pengertian hak milik adalah sebagai berikut: hak turun-
temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan mengingat
ketentuan dalam Pasal 6. Berdasarkan ketentuan tersebut bahwa sifat-sifat hak milik
membedakan dengan hak-hak lainnya. Hak milik adalah hak turun-temurun, terkuat dan
terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah. Pemberian sifat ini tidak berarti bahwa
hak itu merupakan hak yang mutlak, tak terbatas dan tidak dapat diganggu-gugat.

Kata-kata turun–temurun berarti bahwa hak milik atas tanah tidak hanya berlangsung
selama hidup pemegang hak, akan tetapi apabila terjadi peristiwa hukum yaitu dengan
meninggalnya pemegang hak dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya. Hak milik atas tanah
ini wajib didaftarkan. Sedangkan kata terpenuh berarti bahwa hak milik atas tanah telah
memberi wewenang yang luas kepada pemegang hak dalam hal menggunakan tanahnya.

B. SUBYEK HAK MILIK


Berdasarkan Pasal 21 UUPA yang menjadi subyek hak milik adalah sebagai berikut:
(1) Hanya warga negara Indonesia yang dapat mempunyai hak milik;
(2) Oleh pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik;
(3) Orang asing yang sesudah berlakunya undang-undang ini memperoleh hak milik
karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan, demikian pula
warga negara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya undang-
undang ini kehilangan kewarganegaraannya wajib melepaskan hak itu didalam jangka
waktu satu tahun sejak diperoleh hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu. Jika
sesudah jangka waktu tersebut lampau hak milik itu tidak dilepaskan, maka hak itu hapus
karena hukum dan tanahnya jatuh kepada negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak
lainnya tetap berlangsung.
(4) Selama seseorang disamping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai
kewarganegaraan asing maka ia tidak dapat mempunyai tanah dengan hak milik dan
baginya berlaku ketentuan ayat (3) Pasal ini.
Berdasarkan ketentuan pada ayat (2) dengan pertimbangan tertentu, hak milik dapat
dipunyai oleh badan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah
Nomor 38 Tahun 1963, yaitu sebagai berikut :
a. Bank-bank yang didirikan oleh Negara ( selanjutnya disebut bank negara);
b. Perkumpulan-perkumpulan Koperasi Pertanian yang didirikan berdasarkan Undang-
Undang Nomor 79 Tahun 1958 ( Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 139).
c. Badan-badan keagamaan yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/Agraria setelah
mendengar Menteri Agama;
d. Badan-badan sosial yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/Agraria, setelah ditunjuk
Menteri Sosial yang terkait

C. TERJADINYA HAK MILIK


Berdasarkan Pasal 22 UUPA terjadinya hak milik adalah sebagai berikut:
(1) Terjadinya hak milik menurut hukum adat diatur dengan Peraturan Pemerintah;
(2) Selain menurut cara yang dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini hak milik terjadi karena:
a. Penetapan Pemerintah, menurut cara dan syarat-syarat yang ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah. Hak atas tanah terjadi karena Penetapan Pemerintah yaitu hak atas
tanah yang diproses melalui mekanisme pemberian hak atas tanah.
b. Ketentuan undang-undang. Terjadinya hak milik menurut hukum adat dapat dilakukan
dengan cara membuka tanah baru, contohnya pembukaan tanah ulayat. Ketentuannya
akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 6 tahun 1972 memberikan kewenangan kepada para Bupati/Walikotamadya
(sekarang Kepala Kantor Pertanahan) dan Camat/Kepala Kecamatan untuk memberi
keputusan mengenai permohonan izin membuka tanah. Akan tetapi dengan surat
tertanggal 22 Mei 1984 Nomor 593/570/SJ diinstruksikan oleh Menteri Dalam Negeri
kepada para Camat untuk tidak menggunakan kewenangan tersebut
(Boediharsono,2008:326).

Hak milik atas tanah yang terjadi karena ketentuan Undang-Undang artinya Undang-
Undang yang menetapkan hak milik tersebut. Contohnya hak milik atas tanah yang
berasal dari konversi tanah bekas milik adat. Tanah milik adat pada hakekatnya
merupakan tanah hak, akan tetapi menurut hukum tanah nasional yang berlaku di
Indonesia pada tanggal 24 September 1960 tanah milik adat dapat menjadi hak milik jika
telah dikonversikan. Konversi adalah penyesuaian suatu tanah hak menurut hukum yang
lama menjadi sesuatu hak atas tanah menurut hukum yang baru. Penyesuaian hak ini juga
terjadi pada hak-hak atas tanah yang tunduk pada hukum Barat (eigendom, Erfpacht, dan
opstal). Adapun konversi hak-hak Barat tersebut dapat menjadi hak milik, Hak Guna
Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai berdasarkan ketentuan-ketentuan konversi
UUPA ( Boediharsono, 2008:319-320).

D. PERALIHAN HAK MILIK


Berdasarkan Pasal 20 ayat (2) UUPA menentukan bahwa hak milik dapat beralih dan
dialihkan kepada pihak lain. Kata beralih mempunyai arti bahwa hak milik dapat beralih
kepada pihak lain karena adanya peristiwa hukum. Apabila terjadi peristiwa hukum yaitu
dengan meninggalnya pemegang hak maka hak milik beralih dari pemegang hak ke ahli
warisnya, sehingga ahli waris wajib melakukan pendaftaran peralihan hak karena
pewarisan tanah. Adapun kata dialihkan mempunyai arti bahwa hak milik dapat dialihkan
karena adanya perbuatan hukum, misalnya jual-beli, tukar-menukar, hibah, inbreng,
kepada pihak lain. Salah satu peralihan hak tersebut adalah jual-beli tanah.

E. HAPUSNYA HAK MILIK


Berdasarkan Pasal 27 UUPA hapusnya hak milik adalah sebagai berikut:
a. Tanahnya jatuh kepada negara,
1) Karena pencabutan hak berdasarkan Pasal 18 yang menentukan : Untuk kepentingan
umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat,
hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak dan
menurut cara yang diatur dengan Undang-Undang. Pasal ini merupakan jaminan bagi
rakyat mengenai hak-haknya atas tanah. Pencabutan hak dimungkinkan, tetapi dengan
syarat-syarat, demi kepentingan umum, termasuk kepentingan Bangsa dan Negara serta
kepentingan bersama dari rakyat hak-hak atas tanah dapat dicabut dengan pemberian
ganti kerugian yang layak. Pencabutan hak milik atas tanah baru dapat dilaksanakan
apabila pelaksanaannya dilakukan menurut cara yang diatur dalam UU No.20 Tahun
1961 Tentang Pencabutan Hak Atas Tanah dan Benda-benda yang ada diatasnya,
sehingga tanah hak milik tersebut menjadi tanah negara.
2) Karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya. Suatu hak atas tanah hapus
apabila dilepaskan secara sukarela oleh pemegang hak atas tanah tersebut. Pelepasan ini
menyebabkan tanah tersebut menjadi tanah Negara.
3) Karena diterlantarkan Penelantaran tanah dapat menyebabkan hapusnya suatu hak atas
tanah karena tidak digunakan sesuai dengan sifat dan tujuan hak atas tanah tersebut.
Adapun mekanisme penghapusan tanah yang diterlantarkan diatur lebih lanjut dalam PP
No. 36 Tahun 1998 Tentang Penertiban Dan Pendayagunaan Tanah Terlantar. Oleh
karena itu, hak milik atas tanah tersebut menjadi tanah negara.
4) Karena ketentuan Pasal 21 ayat (3) dan 26 ayat (2). Pasal 21 ayat (3) menentukan
bahwa: Orang asing yang sesudah berlakunya Undang-undang ini memperoleh hak milik
karena pewarisan tanpa wasiat atau pencampuran harta karena perkawinan, demikian
pula warga negara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya Undang-
undang ini kehilangan kewarganegaraannya wajib melepaskan hak itu didalam jangka
waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu.
Jika sesudah jangka waktu tersebut lampau hak milik itu dilepaskan, maka hak tersebut
hapus karena hukum dan tanahnya jatuh kepada Negara, dengan ketentuan bahwa hak-
hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung.

Pasal 21 ayat (3) UUPA mengatur mengenai hapusnya hak milik yang disebabkan
karena pemegang hak milik tidak memenuhi syarat sebagai subyek hak yang
bersangkutan, misalnya jika terjadi perkawinan campur pemegang hak milik lalai untuk
melepaskan atau memindahkannya dalam waktu yang ditentukan, maka tanah tersebut
akan menjadi tanah negara ( Boedi Harsono, 2008:334).
Berdasarkan Pasal 26 ayat (2) UUPA menentukan bahwa: Setiap jual-beli, penukaran,
penghibahan pemberian dengan wasiat, dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan
untuk langsung dan tidak 27 langsung memindahkan hak milik kepada orang asing,
kepada seorang warga negara yang disamping kewarganegaraan Indonesianya
mempunyai kewarganegaraan asing atau kepada suatu badan hukum kecuali yang
ditetapkan oleh Pemerintah termasuk dalam Pasal 21 ayat (2), adalah batal karena
hukum dan tanahnya jatuh kepada negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain
yang membebaninya tetap berlangsung. Pemindahan hak milik atas tanah kepada pihak
lain yang tidak memenuhi syarat sebagai subyeknya, dilarang oleh Pasal 26 ayat (2)
UUPA.
Apabila larangan ini dilanggar, hak milik yang bersangkutan menjadi hapus dan tanah
yang bersangkutan karena hukum jatuh kepada negara ( Boedi Harsono, 2008 : 337).

b. Tanahnya musnah Istilah musnah dalam hal ini dipahami dalam pengertian yuridis,
yaitu secara fisik tanah tersebut tidak dapat dipergunakan secara layak sesuai dengan
isi/kewenangan haknya. Contohnya tanah yang hilang terkikis erosi sungai maupun
pantai. Meskipun secara fisik bidang tanah tersebut masih dapat ditemukan, akan tetapi
karena sudah tidak dapat mendukung penggunaannya secara layak, maka haknya hapus
menjadi tanah negara.

F. Pengaturan Lama dan Baru Hak Milik


Pengaturan lama dan baru mengenai hak milik atas tanah, beserta dasar hukumnya, dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a. Pengaturan Lama:
Dalam banyak negara, pengaturan lama tentang hak milik atas tanah didasarkan pada
sistem hukum warisan kolonial atau sistem tradisional yang telah ada sejak lama.
Dalam sistem ini, pemerintah atau pemilik tanah tertentu memiliki kekuasaan mutlak
atas tanah dan dapat memberikan hak-hak tertentu kepada individu atau kelompok
tertentu.
Dasar hukum pengaturan lama dapat bervariasi tergantung pada negara dan konteks
hukum tertentu, namun beberapa dasar hukum yang mungkin termasuk:
1) Hukum kolonial: Hukum yang diberlakukan oleh negara kolonial pada masa
penjajahan. Hukum ini sering kali memberikan pemerintah kolonial
kekuasaan atas tanah dan menetapkan aturan mengenai kepemilikan dan
penggunaan tanah.
2) Hukum adat: Prinsip-prinsip hukum yang berkembang dalam masyarakat adat
dan diakui secara tradisional sebagai otoritas yang mengatur hak milik tanah.
b. Pengaturan Baru:
Seiring dengan perkembangan hukum dan perubahan sosial, banyak negara telah
melakukan reformasi hukum untuk menggantikan atau memperbaiki pengaturan lama
mengenai hak milik tanah. Reformasi ini bertujuan untuk menciptakan sistem yang
lebih adil, transparan, dan mempertimbangkan hak-hak masyarakat adat serta
kepentingan publik.
Dasar hukum pengaturan baru juga dapat berbeda-beda di setiap negara, namun
beberapa dasar hukum yang umum meliputi:
1) Konstitusi: Dokumen hukum tertinggi suatu negara yang menetapkan prinsip-
prinsip dan hak-hak dasar, termasuk hak milik dan pengaturan tanah.
2) Undang-Undang Pertanahan: Hukum yang secara khusus mengatur tentang
kepemilikan, pemanfaatan, dan pengalihan hak atas tanah. Undang-undang ini
dapat mencakup berbagai aspek seperti pendaftaran tanah, sertifikat
kepemilikan, perlindungan hak masyarakat adat, dan lain sebagainya.
3) Peraturan Pemerintah: Peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk
mengatur detail implementasi undang-undang pertanahan.
4) Putusan Pengadilan: Keputusan yang dihasilkan oleh pengadilan yang
mempengaruhi penafsiran dan aplikasi hukum pertanahan.

Anda mungkin juga menyukai