Anda di halaman 1dari 3

Hak Milik

1. Hak Milik Menurut BW


Hak milik (eigendom) merupakan salah satu jenis hak kebendaan yang diatur dalam Buku II Burgerlijk
Wetboek (BW) /KUH Perdata. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), hak milik atas tanah dicabut dari Buku II KUH Perdata
dan diatur dalam UUPA. Sehingga cara memperoleh, peralihan, pembebanan dan hapusnya hak milik
atas tanah berbeda dengan apa yang diatur dalam Buku II KUH Perdata.

Hak milik diatur dalam Bab Ketiga Pasal 570-624 KUH Perdata. Pasal 570 KUH Perdata, menerangkan
bahwa Hak milik adalah hak untuk menikmati kegunaan suatu kebendaan dengan leluasa, dan untuk
berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan kedaulatan sepenuhnya, sepanjang tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak mengganggu hak
orang lain, dengan tidak mengurangi kemungkinan akan adanya pencabutan hak tersebut demi
kepentingan umum berdasarkan atas ketentuan undang-undang dengan disertai pembayaran ganti
rugi. Dengan demikian hak milik dapat dikatakan sebagai hak kebendaan yang paling utama apabila
dibandingkan dengan hak kebendaan yang lain.

Ciri-ciri hak milik adalah:


a. Hak milik merupakan hak induk terhadap hak kebendaan yang lainnya;
b. Hak milik merupakan hak yang selengkap-lengkapnya;
c. Hak milik bersifat tetap, artinya tidak akan lenyab terhadap hak kebendaan yang lain;
d. Hak milik merupakan inti dari kebendaan yang lain.

Meskipun hak milik merupakan hak kebendaan yang paling utama, terhadap hak milik terdapat
beberapa pembatasan, yaitu:
a. Undang-undang dan peraturan umum;
b. Tidak menimbulkan gangguan;
c. Kemungkinan adanya pencabutan hak (onteigening);
d. Hukum tetangga;
e. Penyalahgunaan hak.

Secara umum cara memperoleh hak milik diatur dalam Pasal 584 KUH Perdata, yaitu:
a. Pemilikan/pendakuan (toeeigening);
b. Perlekatan/ikutan (natrekking);
c. Daluarsa/lampaunya waktu (verjaring);
d. Pewarisan (erfopvolging), baik menurut undang-undang maupun surat wasiat;
e. Penunjukan/penyerahan (levering).

Selain yang diatur dalam Pasal 584 KUH Perdata, cara memperoleh hak milik juga diatur dalam pasal-
pasal di luar Pasal 584 KUH Perdata, yaitu:
a. Penjadian benda (zaaksvorming);
b. Penarikan buahnya (vruchttrekking);
c. Persatuan benda (vereniging);
d. Pencabutan hak (onteigening);
e. Perampasan (verbeurverklaring);
f. Percampuran harta (boedelmenging);
g. Pembubaran dari sebuah badan hukum;
h. Abandonnement.

Cara berakhirnya hak milik adalah sebagai berikut:


a. Karena orang lain memperoleh hak milik itu dengan salah satu cara untuk memperoleh hak milik
di atas;
b. Karena binasanya benda;
c. Karena pemegang hak milik melepaskan hak milik atas benda tersebut.

Hak Milik Menurut UUPA

Hak milik diatur dalam Pasal 20 sampai Pasal 27 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Ketentuan Pokoko-Pokok Agraria (UUPA). Pengertian hak milik yang terdapat dalam Pasal 20 ayat (1)
UUPA adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dngan
mengingat ketentuan Pasal 6 UUPA. Hak yang terkuat dan terpenuh maksudnya bukan berarti hak milik
merupakan hak yang mutlak, tidak terbatas dan tidak dapat diganggu gugat, sebagaimana dimaksud
dalam hak eigendom, melainkan untuk menunjukkan bahwa diantara hak-hak atas tanah hak milik
merupakan hak yang paling kuat dan paling penuh.
Hak milik dikatakan hak turun-temurun karena hak milik dapat diwariskan oleh pemegang hak
kepada ahli warisnya. Hak milik sebagai hak yang terkuat berarti hak tersebut tidak mudah hapus dan
mudah dipertahankan terhadap gangguan dari pihak lain. Terpenuh berarti hak milik memberikan
wewenang yang paling luas dibandingkan dengan hak-hak yang lain. Ini berarti hak milik dapat menjadi
induk dari hak-hak lainnya, misalnya pemegang hak milik dapat menyewakan tanahnya kepada orang
lain, selama tidak dibatasi penguasa, maka wewenang dari seorang pemegang hak milik tidak terbatas.
Selain bersifat turun-temurun, terkuat dan terpenuh, hak milik juga dapat beralih dan dialihkan kepada
pihak lain.

Subyek Hak Milik


Pasal 21 ayat (1) UUPA menentukan bahwa hanya warga Negara Indonesia yang dapat
mempunyai hak milik. Ayat (2) memberi peluang kepada badan hukum tertentu untuk dapat
mempunyai hak milik, yaitu: bank pemerintah, badan keagamaan dan badan sosial. Hak milik tidak
dapat dipunyai oleh warga negara asing. Bagi orang asing yang memperoleh hak milik karena pewarisan
harus melepas hak tersebut paling lama satu tahun setelah memperoleh hak milik. Apabila jangka waktu
tersebut berakhir dan hak milik tidak dilepaskan, maka hak milik tersebut hapus karena hokum dan
tanahnya jatuh kepada Negara dengan tetap memperhatikan hak-hak pihak lain yang membebani tanah
tersebut.

Terjadinya Hak Milik


Pasal 22 UUPA mengatur tentang terjadinya hak milik karena, yaitu:
1. Hukum adat, misalnya melalui pembukaan hutan;
2. Penetapan pemerintah, yaitu melalui permohonan yang diajukan kepada instansi yang mengurus
tanah;
3. Ketentuan undang-undang, yaitu atas dasar konversi.

Beralihnya Hak Milik


Hak milik dapat beralih kepada pihak lain dengan cara jual-beli, hibah, tukar-menukar, pemberian
dengan wasiat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk memindahkan hak milik.
Hapusnya Hak Milik
Menurut ketentuan Pasal 27 UUPA, hak milik hapus karena:
1. Tanahnya jatuh kepada Negara;
a. Karena pencabutan hak berdasarkan Pasal 18 UUPA;
b. Karena penyerahan secara sukarela oleh pemiliknya;
c. Karena diterlantarkan;
d. Karena ketentuan Pasal 21 ayat (3) dan Pasal 26 ayat (2) UUPA;
2. Tanahnya Musnah.

Selain itu hak milik juga hapus apabila terjadi pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan landreform
mengenai pembatasan maksimum dan larangan pemilikan tanah/pertanian secara absentee.

Anda mungkin juga menyukai