Anda di halaman 1dari 4

NAMA : JIMMY A. L.

SIHOMBING NIM : 01009271

PENCABUTAN HAK ATAS TANAH.


Pencabutan hak atas tanah merupakan suatu sarana yang diselenggarakan oleh pemerintah untuk mengambil hak atas tanah warga negara demi kepentingan umum, yang di dalamnya terdapat kepentingan bersama rakyat, kepentingan bangsa dan negara, serta kepentingan pembangunan. Dalam pasa l UU No. 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak - Hak Atas Tanah dan Benda Benda Yang Ada di Atasnya dinyatakan bahwa: Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama rakyat, demikian pula kepentingan pembangunan, maka Presiden dalam keadaan memaksa setelah mendengar menteri agraria, kehakiman dan mentri yang bersangkutan dapat mencabut hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada di atasnya. Memperhatikan ketentuan yang ada pada pasal 1 UU No. 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak - Hak Atas Tanah dan Benda - Benda Yang Ada di Atasnya di atas, maka sebelum presiden mengeluarkan keputusan terhadap tanah yang akan di cabut hakhak atasnya, terlebih dahulu mesti dilakukan suatu permohonan yang di ajukan kepada yang berkepentingan seperti yang telah tertuang di dalam pasal 2 UU nomor 20 tahun 1961. Dan dasar pokok dari UU No 20 tahun 1961 tentang Pencabutan Hak Atas Tanah dan Benda Benda Yang Ada di Atasnya itu adalah ketentuan pasal 18 UU No. 5 tahun 1960 (UUPA) yang menggariskan untuk kepentingan umum negara dapat melakukan pencabutan hak atas tanah. Pada pasal 18 UUPA tersebut selengkapnya sebagai berikut: Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bersama dari rakyat hak-hak atas tanah dapat dicabut dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan undang-undang. Untuk melaksanakan ketentuan pasal 18 UUPA tentang Ontiegening tersebut dituntut persayaratan tegas dan ketat sebagai berikut : 1. Pencabutan hak hanya dapat dilaksanakan bilamana kepentingan umum benar-benar menghendaki. Unsur kepentingan umum ini harus tegas menjadi dasar dalam pencabutan hak ini.

2. Sesuai dengan ketentuan UU No. 20 tahun 1961 pencabutan hak atas tanahnya dapat dilakukan atas izin presiden. 3. Pencabuatan hak atas tanah tersebut harus di sertai ganti rugi yang layak. Pencabutan hak yang dilakukan oleh pemerintah tanpa mengindahkan persyaratan tersebut adalah merupakan perbuatan melanggar wewenang oleh pemerintah. hukum atau menyalahgunakan

PROSEDUR PENCABUTAN HAK ATAS TANAH


Pencabutan hak atas tanah untuk kepentingan umum sebagaimana diatur di dalam UU No. 20 Tahun 1961 dapat dilakukan dengan baik acara biasa (pasal 2 sampai dengan 5 UU No. 20 Tahun 1961) maupun dengan acara luar biasa (pasal 6 sampai dengan 8 UU No. 20 Tahun1961) : 1. Dengan Acara Biasa Dalam acara biasa pihak pemohon (instansi yang membutuhkan tanah) menyampaikan permohonan kepada Presiden RI denganperantara Menteri Dalam Negeri, melalui Gubernur Kepala Daerah Provinsi dengan disertai alasan-alasan dan syarat-syarat seperti ditentukan pasal 2 ayat 2 UU No. 20 Tahun 1961 yaitu : a. Rencana peruntukannya dan alasan-alasannya, bahwa untuk kepentingan harus dilakukan pencabutan hak itu. b. Keterangan tentang nama yang berhak (jika mungkin) serta letak, luas dan macam hak dari tanah yang akan dicabut haknya serta benda-benda yang bersangkutan. c. Rencana penampungan orang-orang yang haknya akan dicabut itu dan kalau ada, juga orang-orang yang menggarap tanah atau menempati rumah yan bersangkutan. 2. Dengan Acara Luar Biasa. Dalam keadaan mendesak pencabutan hak atas tanah dapat dilakuakan dengan acara luar biasa atau acara khusus yang memungkinkanya dilakukan secara lebih cepat. Keadaan mendesak ini misalnya dalam hal berjangkitnya wabah penyakit dan timbulnya alam dimana di perluakan tempat penampungan segera. (Lihat pasal 6 UU No. 20 tahun1961) : 1. Menyimpang dari ketentuan pasal 3, maka dalam keadaan yang sangat mendesak yang memerlukan penguasaan tanah dan / atau benda-benda yang bersangkutan dengan segera, atas permintaan yang berkepentingan Kepala Inspeksi Agraria menyampaikan permintaan untuk melakukan pencabutan hak tersebut pada pasal 2 kepada Menteri Agraria, tanpa disertai taksiran gantn ikerugian Panitya Penaksir dan kalau perlu juga dengan tidak menunggu diterimanya pertimbangan Kepala Daerah. umum

2. Dalam hal tersebut pada ayat 1 pasal ini, maka Menteri Agraria dapat mengeluarkan surat keputusan yang memberi perkenan kepada yang berkepentingan untuk menguasai tanah dan/atau benda-benda yang bersangkutan. Keputusan penguasaan tersebut akan segera diikuti dengan keputusan Presiden mengenai dikabulkan atau ditolaknya permintaan untuk melakukan pencabutan hak itu. 3. Jika telah dilakukan penguasaan atas dasar surat keputusan tersebut pada ayat 2 pasal ini,maka bilamana kemudian permintaan pencabutan haknya tidak dikabulkan, yang berkepentingan harus mengembalikan tanah dan/atau bendabenda yang bersangkutan dalam keadaan semula dan/atau memberi gantikerugian yang sepadan kepada yang mempunyai hak.

Anda mungkin juga menyukai