Oleh :
Dr. Nia Kurniati, S.H., M.H.
HAK MENGUASAI NEGARA atas TANAH TANAH NEGARA (TANAH DIKUASAI LANGSUNG OLEH NEGARA)
(Psl. 2 ayat 2 UUPA)
9
Kewenangan yang terkandung
dalam Hak Menguasai Negara & Hak Pengelolaan
• Hak Menguasai Negara (HMN), memberi wewenang untuk :
1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan , penggunaan, persediaan dan pemeliharaan
BARA ;
2. Menentukan dan mengatur hubungan-hubugan hukum antara subjek hukum dengan BARA;
3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara subjek hukum dan
perbuatan-perbuatan hukum mengenai BARA
(Pasal 2 ayat 2 UUPA)
• Hak Pengelolaan (HPL), merupakan hak menguasai dari negara (HMN) yang kewenangan
pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya (Pasal 136 UUCK);
HMN : merupakan kekuasaan tertinggi dari seluruh bangsa Indonesia atas tanah
wilayah Indonesia, tidak ada unsur kepemilikan melainkan hanya ada kewenangan
mengatur peruntukan penggunaan persediaan dan pemeliharaan BARA (tanah)
untuk mewujudkan kesejahteraan umum
Penguatan HPL pasca berlakunya UU No.11 Tahun 2020 :
c. Akta Hibah;
c. Akta Hibah;
Pengingkaran terhadap persyaratan perolehan hak atas tanah oleh subjek hukum sebagaimana dimaksud oleh UUPA Pasal 36 ayat
(1) UUPA, dapat mengakibatkan HGB ybs harus dilepaskan dalam jangka waktu 1 tahun (Lihat ayat (2) nya, jika ybs tidak
memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Pihak pemegang HGB merasa dirugikan dan akan terjadi potensi
segketa.
Berdasarkan UUCK dimungkinkan terbitnya HGB di atas Hak Milik, jika Hak Milik ini beralih kepada pihak lain, melalui perbuatan
hukum jual beli atau pembebanan hak tanggungan. Jika kemudian pemegang Hak Milik ini menjadikan tanah ybs sebagai objek
perbuatan hukum jual beli atau pembebanan hak tanggungan, akan menimbulkan permasalahan hukum berupa sengketa
pertanahan.
Hal demikian ini merupakan contoh kasus yang mungkin terjadi terkait dengan berlakunya UUCK dan PP No.18 Tahun 2021
Pembahasan Ketiga
ADR digunakan sebagai solusi peyelesaian sengketa atas tanah hak-hak
lama, tanah hak milik adat, tanah swapraja yang sedang berperkara di
Pengadilan
Pengertian dan istilah tanah hak-hak lama, tanah milik adat, dan
tanah swapraja :
Tanah hak-hak lama meliputi :
• Hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai
adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan atau penyataan yang
bersangkutan
• Kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang bersangkutan selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih
secara berturut-turut, atau telah memperoleh penguasaan itu dari pihak atau pihak-pihak lain yang
telah menguasainya, dengan syarat :
a. Penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka oleh yang bersangkutan
sebagai yang berhak atas tanah, serta diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya;
b. Penguasaan secara fisik tersebut tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau
desa\kelurahan yang bersangkutan ataupun pihak lainnya.
c. Tanah tersebut sekarang tidak dalam sengketa;
d. Keterangan dari Kepala Desa/Lurah dan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi yang
kesaksiannya dapat dipercaya, karena fungsinya sebagai tetua adat setempat dan/atau penduduk
yang sudah lama bertempat tinggal di desa/kelurahan letak tanah yang bersangkutan dan tidak
mempunyai hubungan keluarga pemohon sampai derajat kedua baik dalam kekerabatan vertikal
maupun horizontal,
Tanah dalam status hak-hak milik adat, meliputi :
•
PENERAPAN ADR SEBAGAI DASAR PENYELESAIAN SENGKETA TANAH (SECARA
DAMAI) DI LUAR PENGADILAN MENGGUNAKAN LEMBAGA MEDIASI
• Sengketa pertanahan pada umumnya diselesaikan oleh badan peradilan, baik di peradilan umum
maupun peradilan tata usaha negara, akan tetapi seringkali terdapat keengganan dan keraguan dari
kalangan masyarakat (awam) untuk berperkara di pengadilan. Untuk itu dapat ditawarkan penyelesaian
sengketa pertanahan di luar pengadilan antara lain melalui ADR berupa mediasi yang mana
pelembagaannya merupakan suatu kebutuhan saat ini.
• ADR atau Alternatif Peneyelesaian Sengketa (APS) adalah Lembaga penyelesaian sengketa atau
beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak , yakni penyelesaian di luar pengadilan
dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi atau penilaian ahli. (Pasal 1 angka 10 UU No. 30
Tahu 1999).
• Sengketa atau beda pendapat peedata dapat diseesaikan oleh para pihak melalui APS yang
didasarkan pada itikad baik dengan mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadian
Negeri (Ps 6 ayat (1) UU No. 30 Tahu 1999).
• Penyelesaian melalui APS diselesaikan melalui pertemua langsung oleh para pihak dalam waktu
paling lama 14 hari (Ps 6 ayat (2) UU No. 30 Tahu 1999)
• Sesuai dengan permasalahan sengketa tanah yang dibahas pada kesempatan ini meliputi tanah-
tanah dalam status tanah hak-hak lama, tanah hak milik adat, tanah swapraja yang sedang berperkara
di Pengadilan.
Melanjutkan …
• Dalam penyelesaian sengketa tanah dilakukan melalui Pengadian Negeri
menggunakan ketentuan hukum acara perdata yang berlaku, Pasal 154
Reglemen Hukum Acara untuk daerah luar jawa dan Madura (Reglement Tot
Regeling Van Het Rechtwezen In De Gewesten Buiten Java En Madura,
Staatsblaad 1927:227) dan Pasal 130 Reglemen Indonesia yang diperbaharui
(Het Herziene Inlandsch Reglement, Staatsblaad 1941: 44). Adanya Lembaga
ADR mendorong para pihak untuk menempuh proses perdamaian yang
dapat didayagunakan melalui mediasi dengan mengintegrasikannya ke
dalam prosedur berperkara di Pengadilan. Proses mediasi di Pengadilan
menjadi bagian hukum acara perdata dapat memperkuat dan
mengoptimalkan fungsi lembaga peradilan dalam penyelesaian sengketa.
• Dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual lembaga
penyelesaian sengketa tanah melalui ADR : mediasi dapat digunakan untuk
mengatasi penyelesaian sengketa tanah tanah secara informal.
Melanjutkan …
• penyelesaian sengketa pertanahan di pengadilan memerlukan waktu relatif lama dapat
mencapai masa 5-7 tahun bahkan lebih, dan terkesan berlarut-larut. Hal ini disebabkan oleh
sistem penyelesaian sengketa di pengadilan yang formalistik dan sangat teknis, dengan
kapasitas hakim yang bersifat general sehingga belum tentu memahami aspek hukum
pertanahan secara mendalam, disamping terdapat berbagai upaya hukum yang dapat
ditempuh oleh pihak yang dikalahkan. Dengan demikian forum pengadilan tidaklah cukup
memadai untuk mendapatkan penyelesaian sengketa yang dibutuhkan oleh kalangan
masyarakat pada umumnya.
• Mediasi dapat menjadi solusi dalam penyelesaian sengketa pertanahan di luar
pengadilan. Konsep mediasi dikembangkan dari praktek-praktek penyelesaian sengketa
pertanahan pada masyarakat hukum adat yang dipimpim oleh tetua adat atau ninik
mamak, atau ”hakim perdamaian” sebagai wasit, dan penyelesaian sengketa di luar
pengadilan bagi kasus perdata menurut Ps 130 HIR/Ps 154 RBg, serta praktek penyelesaian
sengketa di luar pengadilan berdasarkan UU No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan ADR,
lebih memadai untuk menyelesaikan kasus sengketa pertanahan; tersebut karena dapat
memberi manfaat berupa, prosedur sederhana, proses cepat, dilakukan dengar pendapat
secara hukum yang disepakati melalui negosiasi/mediasi. Kesepakatan yang bersifat
sukarela yang didasari itikad baik akan mengakhiri sengketa,
Melanjutkan …
• Cara musyawarah merupakan Langkah pendekatan para pihak yang bersengketa di dalam
usaha penyelesaian sengketa (dengan jalan musyawarah). Dalam Tindakan ini dibantu oleh
mediator. Pada masa lalu mediator dikenal “hakim perdamaian desa”. Lembaga “perdamaian
desa” mendapat pengakuan secara hukum berdasarkan Pasal 3a RO (Rechtelijk Organisatie)
yang antara lain menyatakan hakim-hakim adat tidak boleh menjatuhkan hukuman. Oleh
karena tidak boleh menjatuhkan hukuman maka ditempuhlah usaha “perdamaian”.
• Lembaga perdamaian desa menjalankan peranan mendamaikan dan menjaga ketertiban,
disebutkan dalam Pasal 3 dan 13 Reglement Indonesia yang diperbaharui. Beberapa aspek
positif dari “perdamaian desa”, yaitu :
1. Hakim perdamaian desa bertindak aktif mencari fakta;
2. Hakim meminta nasihat kepada tetua-tetua adat dalam masyarakat;
3. Putusan diambil berdasarkan musyawarah/mufakat;
4. Putusan dapat diterima oleh para pihak dan juga memuaskan masyarakat secara keseluruhan;
5. Pelaksanaan sanksi melibatkan para pihak halmana menunjukan apresiasi yang tinggi diantara para
pihak;
6. Suasana rukun dan damai antara para pihak dapat dikembalikan;
7. Integrasi masyarakat dapat dipertahankan.
Contoh kasus sengketa pertanahan yang disekesaikan melalui
mediasi :
• Kasus tanah Rancamaya yang terletak di Desa Kertamaya, Kecamatan Ciawi,
Kabupaten Bogor, dimana konflik terjadi atas tanah seluas + 251 ha antara petani
penggarap dengan PT Suryamas Duta Makmur (SDM). Untuk pembangunan
perumahan dan lapangan golf tanah seluas + 251 ha telah disertipikatkan atas
nama PT SDM dengan Hak Guna Bangunan dengan SK No No 612/HGB/BPN/91
berdasarkan surat permohonan dari PT SDM tanggal 24 Mei 1991 yang
memperoleh tanah tersebut atas dasar pelepasan hak yang dibuat dihadapan
Camat Ciawi dan usulan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Bogor yang
dilengkapi dengan Risalan Pemeriksaan Tanah. Oleh karena warga masyarakat
tidak mau meninggalkan tanah, sementara itu PT SDM merasa sebagai pemegang
HGB, maka penolakan warga masyarakat direspon dengan dilakukannya
pembuldozeran secara paksa. Namun dalam perjalanannya kasus sengketa
tersebut pada akhirnya dapat diselesaikan setelah melalui perundingan yang
panjang yang melibatkan petani dan LSM, pada tanggal 9 Maret 1997 tercapai
kesepakatan dalam penyelesaiannya.
Melanjutkan …
• Kasus sengketa tanah lainnya yang telah diselesaikan melalui mediasi
adalah kasus Tanah Kebon Kacang Jakarta Pusat, yang mana terjadi
penggusuran masyarakat urban untuk kepentingan pembangunan
pariwisata berupa pembangunan hotel bintang lima dan apartemen.
Kasus bermula dengan terbitnya surat Gubernur No. 4382/1.711.5
tanggal 20 November 1992 yang berisi SIPPT kepada PT Asia Troika
untuk tanah seluas 18.486 m2 di Jl Kebon Kacang No.12, 27, dan
28.Warga yang terkena sejumlah 19 kepala keluarga terdiri dari 200
jiwa. Status tanah terdiri dari 3 (tiga) HGB, 16 tanah tanpa sertipikat,
dan satu mesjid. Tanah akan digunakan untuk hotel dan apartemen,
sementara warga telah menempati tanahnya sejak tahun 1960. Dalam
kasus ini terdapat tuntutan (sengketa) antara dua kepentingan. Pada
akhirnya dapat diselesaikan melalui Mediasi
Melanjutkan…
• Penyelesaian sengketa pertanahan melalui mediasi tengah dilakukan pula oleh
Badan Pertanahan Nasional berlandaskan Keputusan Kepala Badan Pertanahan
Nasional Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis
Penanganan dan Penyelesaian Masalah Pertanahan. Merujuk pada Petunjuk Teknis
Nomor 05/JUKNIS/D.V/2007 tentang Mekanisme Pelaksanaan Mediasi, BPN
telah mencanangkan penyelesaian permasalahan tanah di seluruh wilayah
Republik Indonesia melalui mekanisme Mediasi sebagai lembaga penyelesaian
sengketa di luar pengadilan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun
1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Adapun dalam
pelaksanaannya merupakan tugas dan fungsi dari Deputi Bidang Pengkajian Dan
Penyelesaian Sengketa dan Konflik Pertanahan Badan Pertanahan Nasional RI
sebagaimana diatur dalam Pasal 345 Peraturan Kepala BPN–RI Nomor 3 Tahun
2006 yaitu ”pelaksanaan alternatif penyelesaian masalah, sengketa dan konflik
pertanahan melalui bentuk mediasi, fasilitasi dan lain-lainnya
Melanjutkan …
• Kebijakan BPN tersebut dilakukan tidak lain untuk mencari upaya atas
semakin merebaknya kasus permasalahan tanah di wilayah negeri ini,
yang mencapai jumlah 5713 kasus, yang memerlukan penanganan
dan penyelesaiannya dengan seksama. Dari sejumlah kasus tersebut,
yang paling mengemuka adalah kasus penguasaan dan pemilikan
tanah sebesar 78, 28 % yang kemudian disusul dengan masalah akibat
putusan pengadilan sebesar 3, 28 % Sumber Data : Deputi Bidang
Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan, Badan
Pertanahan Nasional Indonesia.
Terima kasih