Anda di halaman 1dari 41

PENGUATAN HAK PENGELOLAAN PASCA

BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG CIPTA KERJA

PENYELESAIAN SENGKETA DI LUAR PENGADILAN/ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION PADA


AKTA DAN PERJANJIAN YANG BERKAITAN
DENGAN HAK ATAS TANAH DI ATAS HAK PENGELOLAAN”.

Oleh :
Dr. Nia Kurniati, S.H., M.H.

Disampaikan pada Seminar Nasional di Bandung pada Tanggal 24 Maret 2021


Pendahuluan
Hak Pengelolaan Dalam Tinjauan Historis
• Hak Pengelolaan (HPL) tidak dikenal dalam tatanan hukum tanah nasional, namun HPL sudah
dikenal sejak jaman Pemerintahan Belanda dengan istilah “beheer” atau “Penguasaan”;
• HPL diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1953 tentang Peguasaan Tanah Negara;
• Filosofi penjajah mengatur Hak Penguasaan adalah ingin menguasai tanah jajahan, sedangkan
pada masa sekarang pengakuan atas Hak Pegelolaan adalah jawaban terhadap kebutuhan
pembangunan dan kondisi objektif bangsa dan negara Indonesia;
• Setelah berlakunya UUPA, Hak Penguasaan dikonversi menjadi Hak Pengelolaan dalam
Peraturan Menteri Agraria No.9 Tahun 1965, Apabila tanah-tanah Negara sebagai dimaksud dalam
pasal 4 di atas, selain dipergunakan oleh instansi-instansi itu sendiri, juga dimaksudkan untuk diberikan
dengan sesuatu hak kepada pihak ketiga, maka oleh Menteri Agraria tanah-tanah tersebut akan diberikan
dengan hak pengelolaan.
• Seiring dengan pertumbuhan Hukum Pertanahan Nasional eksistensi HPL mendapat pengukuhan
lebih lanjut oleh UU No.16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun dalam Pasal 7 dan Penjelasannya.
• Pengakuan tersebut kemudian diikuti oleh peraturan Perundang-undangan lainnya yaitu
Peraturan Pemerintah No.40 Tahun 1996 (Ps 21 HGB di atas HPL) ) dan Peraturan Pemerintah
No.24 Tahun 1997 yang menyebutkan bahwa HPL merupakan hak menguasai dari Negara yang
kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya (Ps 1 angka 4) jo
Pasal 9 ayat (1) huruf b : HPL merupakan Objek Pendaftaran Tanah.
• Ketentuan-ketentuan tesebut di atas belum mengatur HPL secara detail.
Melanjutkan …
• Dari beberapa ketentuan tersebut keberadaan HPL diakui dalam Hukum Pertanahan Nasional
meskipun UUPA tidak mengatur secara implisit; melainkan hanya disinggung dalam Penjelasan
Umum II angka 2 yang menyebutkan “Kekuasaan Negara atas tanah …. memberikannya dalam
pengelolaan kepada sesuatu Badan Penguasa (Departemen, Jawatan atau Daerah
Swatantra) untuk dipergunakan bagi pelaksanaan tugasnya masing-masing”
• Untuk kedepannya agar mempunyai landasan hukum yang kuat, maka keberadaan HPL perlu
diatur dalam UU, ketiadaan pengaturan yang jelas berpotensi menimbulkan konflik/sengketa
kepentingan serta terjadinya penyalahgunaan tanah yang dikuasai dengan hak-hak atas
tertentu yag terbit di atas Hak Pengelolaan.
• Alhamdulillah saat ini HPL telah diatur Dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta
Kerja yang termuat dalam Bab VIII Paragraf 2, Ps 136 - Ps 142, dan peraturan pelaksanaannya
yaitu Peraturan Pemerintah No.18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah,
Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah.
• Dengan terbitnya UUCK beserta Peraturan Pelaksanaannya, maka eksistensi Hak Pegelolaan
telah mendapatkan penguatan secara yuridis materiil maupun secara yuridis formal. Hal ini
tersimpul dari materi muatan pasal pasalnya telah mengatur pemberian hak pengelolaan
kepada subjek HPL dan harus ditindak lanjuti dengan keputusan pemberian haknya oleh
Menteri serta dilakukan pendaftarannya ke Kantor Pertanahan untuk diterbitkan Sertifikatnya.
Demikian pula halnya dengan pemberian hak atas tanah tertentu di atas Hak Pengelolaan harus
dituangkan dalam akta yang dibuat oleh Pejabat yang berwenang yaitu Notaris/PPAT, Camat,
atau Kepala Kantor Pertanahan, dan didaftarkan ke Kantor Pertanahan untuk diterbitkan
Melanjutkan …
• Dengan berlakunya UU No.11 Tahun 2020 tentag Cipta Kerja yang mengatur bidang
pertanahan khususnya yang mengatur Hak Pengelolaan pada Bab VIII Paragraf 2 :
Pasal 136 – Pasal 142 telah memberikan dasar bagi penguatan Hak Pengelolaan.
• Terbitnya peraturan pelaksanaan UUCK di bidang pertanahan yaitu Peraturan
Pemerintah No.18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak atas Tanah, Satuan
Rumah Susun dan Pendaftarannya, membuka ruang bagi terbitnya hak-hak atas
tanah yang bersifat sekunder yaitu hak atas tanah yang terbit dari Hak
Pengelolaan dan Hak Milik. Disamping itu berdasarkan Pasal 137 ayat (2) yang
mengatur pemanfaatan tanah HPL dengan Pihak Ketiga, terkandung potensi
sengketa tanah sebagai sebuah “bom waktu” ketika pemegang hak atas tanah
sekunder melakukan perbuatan hukum tertentu antara lain misalnya pengalihan
hak, pembebanan hak tanggungan tanpa sepengetahuan/tanpa ijin pemegang
hak induknya. Terdapat pula kemungkinan pemegang hak atas tanah (misal HGB)
yang terbit di atas HPL adalah perusahaan pengembang perumahan melakukan
gugatan kepada pemegang HPL karena berakhirnya jagka waktu HGB telah berakhir
tanpa ada perpanjangan waktu dan tidak diberitahukan kepada para pihak
pemegang HGB tsb.
Identifikasi masalah :

1. Bagaimanakah keterkaitan antara hak pengelolaan dan hak atas tanah


di atas hak pengelolaan dengan kewenangan Notaris/PPAT dalam
pembuatan akta-akta terkait ?
2. Bagaimanakah implikasi hukum dari akta-akta yang dibuat Notaris/PPAT
atas terjadinya peralihan, perjanjian, penjaminan, pemanfaatan atau
penghapusan hak atas tanah yang terbit dari Hak Pengelolaan ?
3. Bagaimanakah penyelesaiannya ketika terjadi sengketa atau gugatan
terhadap akta-akta yang dibuat oleh Notaris/PPAT yang berkaitan
dengan subjek dan objek hak berupa hak atas tanah di atas hak
pengelolaan yang belum terdaftar di Kantor Pertanahan?
PEMBAHASAN PERTAMA
KEDUDUKAN HAK PENGELOLAAN DALAM STRUKTUR HAK PENGUASAAN
TANAH BERDASARKAN HUKUM TANAH NASIONAL

HAK BANGSA INDONESIA


Berunsur Publik & Privat
(Psl.1 UUPA)

HAK MENGUASAI NEGARA atas TANAH  TANAH NEGARA (TANAH DIKUASAI LANGSUNG OLEH NEGARA)
(Psl. 2 ayat 2 UUPA)

HAK ULAYAT MASY.HKM ADAT


(Psl.2 ayat 4 UUPA ) HAK PENGELOLAAN :
adalah hak menguasai oleh negara atas tanah yang
Memberikan Kepada Perorangan atau badan kewenangannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang
hukum sesuatu hak atas tanah sesuai HPL.
peruntukkan & keperluannya
(PP 18 Tahun 2020)

HAK ATAS TANAH (HAK MILIK, HGU,


HGB, H PAKAI); HAK TANGGUNGAN;
HMSRS
HAK BANGSA INDONESIA

Dasar hukum Pasal 1 ayat (1), (2), (3) UUPA;


 Hak Bangsa adalah sebutan yang diberikan oleh ilmuwan hukum tanah pada
lembaga hukum dan hubungan hukum konkrit dengan BAR Indonesia termasuk
kekayaan yang terkandung di dalamnya;
 Mengandung unsur kepunyaan dan unsur tugas kewenangan;
 Subjek Hak Bangsa adalah seluruh rakyat Indonesia sepanjang masa;
 Tanah yang yang dihaki adalah semua tanah yang ada dalam wilayah negara
republik indoneia;
 Hubungan hukum yang bersifat abadi.

9
Kewenangan yang terkandung
dalam Hak Menguasai Negara & Hak Pengelolaan
• Hak Menguasai Negara (HMN), memberi wewenang untuk :
1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan , penggunaan, persediaan dan pemeliharaan
BARA ;
2. Menentukan dan mengatur hubungan-hubugan hukum antara subjek hukum dengan BARA;
3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara subjek hukum dan
perbuatan-perbuatan hukum mengenai BARA
(Pasal 2 ayat 2 UUPA)
• Hak Pengelolaan (HPL), merupakan hak menguasai dari negara (HMN) yang kewenangan
pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya (Pasal 136 UUCK);

HMN : merupakan kekuasaan tertinggi dari seluruh bangsa Indonesia atas tanah
wilayah Indonesia, tidak ada unsur kepemilikan melainkan hanya ada kewenangan
mengatur peruntukan penggunaan persediaan dan pemeliharaan BARA (tanah)
untuk mewujudkan kesejahteraan umum
Penguatan HPL pasca berlakunya UU No.11 Tahun 2020 :

• Penguatan HPL dapat dilihat dalam UU No.11 Tahun 2020 tentang


Cipta Kerja, Bab VIII Paragraf 2 Pasal 136 sampai dengan Pasal 142;
dan PP No.18 Tahun 2020 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah,
Rumah Susun dan Pendaftarannya
• Ps 136 menyebutkan bahwa : HPL merupakan hak menguasai dari
negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan
sebagian kepada pemegang haknya.
• HPL sebagai gempilan HMN mempunyai sifat mengatur & bukan
merupakan Hak Kepemilikan dalam arti keperdataan.
Subjek Hukum Pemegang Hak Pengelolaan Menurut UU
No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK)
• Instansi Pemerintah Pusat;
• Pemerintah Daerah;
• Badan Bank Tanah;
• Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah;
• Badan Hukum Milik Negara/Daerah;
• Badan Hukum yang ditunuk oleh Pemerintah Pusat.
(Pasal 137 ayat 1)

Pemberian Hak Pengelolaan atas tanah negara diberikan dengan Keputusan


Pemberian Hak atas Tanah oleh Kepala Kantor Pertanahan
(Ps 137 ayat 3)
Tanah yang diberikan dengan Hak Pengelolaan
Tanah Negara Tanah Ulayat
• Tanah yang dikuasai langsung • Tanah yang berada di wilayah
oleh Negara, adalah tanah yang peguasaan masyarakat hukum
tidak dilekati sesuatu hak atas adat yang menurut
tanah, bukan tanah wakaf bukan kenyataannya masih ada dan
tanah ulayat dan bukan tidak dilekati dengan sesuatu
merupakan asset/barang milik hak atas tanah.
negara/barang milik daerah.
Hak-hak atas tanah menurut Pasal 16 ayat (1) UUPA (yang
wajib didaftarkan)
• Hak Milik :
Hak milik adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, Hak milik
dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
• Hak Guna Usaha :
Hak guna-usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, dalam jangka
waktu sebagaimana tersebut dalam pasal 29, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan.
• Hak Guna Bangunan
Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah
yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun.
• Hak Pakai :
Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai
langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang
ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau
dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian
pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan
Undang-undang ini.
Pengertian-pengertian
• Tanah adalah permukaan bumi baik berupa daratan maupun yang tertutup air,
termasuk ruang di atas dan di dalam tubuh bumi, dalam batas tertentu yang
penggunaan dan pemanfaatannya terkait langsung maupun tidak langsung dengan
penggunaan dan pemanfaatan permukaan bumi.
• Tanah Negara atau Tanah yang Dikuasai Langsung oleh Negara adalah Tanah yang tidak
dilekati dengan sesuatu hak atas tanah, bukan Tanah u,akaf, bukan Tanah Ulayat
dan/atau bukan merupakan aset barang milik negaraf barang milik daerah.
• Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanaannya
Sebagian dilimpahkan kepada pemegang Hak Pengelolaan.
• Hak Atas Tanah adalah hak yang diperoleh dari hubungan hukum antara pemegang hak
dengan Tanah, termasuk ruang di atas Tanah, dan atau ruang di bawah Tanah untuk
menguasai, memiliki, menggunakan, dan memanfaatkan, serta memelihara Tanah,
ruang di atas Tanah, dan/atau ruang di bawah Tanah.
• Pembaruan Hak yang selanjutnya disebut Pembaruan adalah penambahan jangka
waktu berlakunya sesuatu hak setelah jangka waktu berakhir atau sebelum jangka
waktu perpanjangannya berakhir.
Melanjutkan …
• Pendaftaran Tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara
terus menerus, berkesinambungan dan teratur meliputi pengumpulan, pengolahan,
pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk
peta dan daftar, mengenai bidang-bidang Tanah, Ruang Atas Tanah, Ruang Bawah Tanah
dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi
bidang-bidang Tanah, Ruang Atas Tanah, Ruang Bawah Tanah yang sudah ada haknya
dan hak milik atas Satuan Rumah Susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.
• Ruang Atas Tanah adalah ruang yang berada di atas permukaan Tanah yang digunakan
untuk kegiatan tertentu yang penguasaan, pemilikan, penggurlaan dan pemanfaatannya
terpisah dari penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan pada bidang Tanah.
• Ruang Bawah Tanah adalah ruang yang berada di bawah permukaan Tanah yang
digunakan untuk kegiatan tertentu ],ang penguasaan, pemilikan, penggunaan dan
pemanfaatannya terpisah dari penguasaan, pemilikan, petrggunaan, dan pemanfaatan
pada bidang Tanah.
Hak Pengelolaan Memberikan Kewenangan untuk :

• Menyusun rencana peruntukan, penggunaan, dan pemanfaatan


tanah sesuai dengan rencana tata ruang;
• Menggunakan dan memanfaatkan seluruh atau sebagian tanah HPL
untuk digunakan sendiri atau dikerjasamakan dengan pihak ketiga;
• Menentukan tarif dan menerima uang pemasukan ganti rugi dan atau
uang wajib tahunan dari pihak ketiga sesuai dengan perjanjian.
(Psl 137 ayat 2 UUCK)

Perjanjian Kerjasama antara pemegang HPL dengan Pihak Ketiga


tunduk pada ketentuan hukum perikatan (KHUPerdata Pasal 1320,
Pasal 1338)
PPAT dan Akta PPAT
• Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT, adalah pejabat umum
yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai
perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan
Rumah Susun.
• Akta PPAT adalah akta yang dibuat oleh PPAT sebagai butkti telah
dilaksanakannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak
Milik Atas Satuan Rumah Susun.
(PP24/2016 Ps 1 angka 1 jo angka 4)
Jenis-jenis akta yang dibuat oleh Notaris/PPAT
• a. Akta Jual Beli;

b. Akta Tukar Menukar.

c. Akta Hibah;

d. Akta Pemasukan Ke Dalam Perusahaan;

e. Akta Pembagian Hak Bersama;

f. Akta Pemberian Hak Tanggungan;

g. Akta Pemberian Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak Milik.

h. Akta Pemberian Hak Pakai Atas Tanah Hak Milik.


(Perkaban No. 8 Tahun 2012)
Akta terkait yang menjadi Kewenangan PPAT dalam rangka
pemberian hak atas tanah tertentu di atas tanah hak
pengelolaan yaitu :
 Akta Pemberian Hak Tanggungan : menyebabkan beralihnya hak kepemilikan atas tanah yang menjadi
objek hak tanggungan dari debitur kepada kreditur.
 Akta Pemberian Hak Guna Bangunan di atas Tanah Hak Milik :
Secara prinsipil dimungkinkan pemberian HGB di atas Hak Milik, yaitu karena Hak Milik mempunyai sifat
terkuat terpenuh, atinya kewenangan yang terkandung dalam hak milik lebih kuat daripada hak-hak
lainnya. Selain itu dari makna yang terkandung dalam HGB secara filosofis dilandasi oleh asas
pemisahan horizontal yang memisahkan kepemilikan hak atas tanah dari benda-benda yang ada di
atasnya, sehingga kepemilikan atas tanah dan kepemilikan atas bangunan yang berdiri di atasnya dapat
berbeda subjeknya,
 Akta Pemberian Hak Pakai Atas Tanah Hak Milik :
Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai
langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang
ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam
perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan
tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang-undang ini.
Pembuatan Akta - Akta untuk perbuatan hukum pemberian, pengalihan, penjaminan, pelepasan hak atas tanah dan atau di atas HPL
berdasarkan PP No.18 Tahun 2020:

• Pembuatan akta-akta untuk perbuatan hukum berupa pengalihan, penjaminan, atau


pelepasan HPL dan Hak atas Tanah (di atas HPL), dilaksanakan oleh PPAT sebagai
Pejabat Umum yang berwenang mengesahkan perbuatan hukum tersebut. :
• Pasal 30 ayat (3), menyebutkan “pelepasan HGU sebagaimana dimaksud ayat (2)
dibuat oleh dan dihadapan pejabat yang berwenang dan dilaporkan kepada Menteri.
• Pasal 38 ayat (2) : HGB di atas tahah HPL diberikan dengan keputusan pemberian
hak oleh Menteri berdasarkan persetujuan pemegang HPL.
• Pasal 38 ayat (3) : “HGB di atas Hak Milik terjadi melalui pemberian hak oleh
pemegang hak milik dengan akta yang dibuat oleh PPAT.
• Pasal 40 ayat (3) :”atas kesepakatan antara pemegang HGB dengan Hak Milik, HGB di
atas tanah Hak Milik dapat diperbaharui dengan pemberian HGB baru dengan akta
yang dibuat oleh PPAT dan hak tsb harus didaftarkan pada Kantor Pertanahan;
• Pasal 45 ayat (3) : “ Pelepasan HGB sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dibuat oleh
dan dihadapan pejabat yang berwenang dan dilaporkan kepada Menteri.
Melanjutkan …
• Pasal 53 ayat (3) : “Hak Pakai di atas tanah hak milik terjadi melalui pemberian
oleh pemegang hak milik dengan akta yang dibuat oleh PPAT;
• Pasal 40 ayat 3 : atas kesepakatan antara pemegang HGB dangan pemegang Hak
Milik, HGB di atas Hak Milik dapat diperbaharui dengan pemberian HGB Baru
dengan akta yag dibuat PPAT dan hak tersebut harus didaftarkan di Kantor
Pertanahan.
• Ps 54 ayat (3); Hak Pakai di atas tanah Hak Milik terjadi dan mengikat pihak
ketiga terjadi sejak didaftar oleh Kantor Pertanahan dan diterbitkan sertifikat
tanahnya
• Perpanjangan atau pembaharuan Hak Pakai maupun Hak Guna Bangunan wajib
di daftarkan pada Kantor Pertanahan.
Kesimpulan pembahasan pertama

• Keberadaan Notaris/PPATsebagai pejabat umum merupakan ujung


tonggak dalam pemberian hak atas tanah di atas hak pengelolaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 jo Pasal 137 Ayat (2) huruf
b, jo Pasal 138 Ayat (1), Ayat (2) huruf b, hal ini sesuai dengan
kewenangan PPAT untuk membuat berbagai jenis akta sebagaimana
dimaksud oleh Perkaban No.8 Tahun 2012
• PPAT diberi kewenangan untuk mengesahkan perbuatan hukum
pemberian HGB dan Hak Pakai di atas tanah Hak Milik dan di atas
tanah Hak Pengelolaan.
• Akta PPAT ybs menjadi alas hak untuk dilakukannya pendaftaran
tanah ke Kantor Pertanahan.
• Akta PPAT ybs menjadi dasar untuk diterbitkan Sertifikatnya.
Pembahasan Kedua
Jenis-Jenis Akta yang dibuat oleh PPAT
• a. Akta Jual Beli;

b. Akta Tukar Menukar.

c. Akta Hibah;

d. Akta Pemasukan Ke Dalam Perusahaan;

e. Akta Pembagian Hak Bersama;

f. Akta Pemberian Hak Tanggungan;

g. Akta Pemberian Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak Milik.

h. Akta Pemberian Hak Pakai Atas Tanah Hak Milik.


(Perkaban No. 8 Tahun 2012)
Konsekuensi dan Implikasi hukum dari akta-akta yag dibuat
Notaris/PPAT atas terjadinya peralihan, perjanjian, penjaminan,
pemanfaatan atau penghapusan haknya yaitu :

Konsekuensi dan Implikasi hukum dari dibuatnya akta Notaris/PPAT yang


dimaksudkan untuk terjadinya pemberian hak di atas tanah HPL, maka harus
dipenuhi 2 syarat yaitu syarat subjektif dan syarat objektif :
Syarat Subjektif :
Pihak ketiga penerima hak dari tanah di atas HPL yaitu jika
perorangan/individu adalah : WNI atau Badan Hukum yag berkedudukan di
Indonesia dan didirikan berdasarkan Hukum Indonesia;
Syarat Objektif :
Status hak atas tanah yang dapat diberikan kepada Subjek hukum pihak
ketiga penerima dari Tanah HPL adalah berupa Hak Guna Bangunan atau Hak
Pakai;
Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai yang terbit dari HPL merupakan hak atas
tanah yang bersifat sekunder bukan hak atas tanah yang bersifat primer.
Melanjutkan…

Pengingkaran terhadap persyaratan perolehan hak atas tanah oleh subjek hukum sebagaimana dimaksud oleh UUPA Pasal 36 ayat
(1) UUPA, dapat mengakibatkan HGB ybs harus dilepaskan dalam jangka waktu 1 tahun (Lihat ayat (2) nya, jika ybs tidak
memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Pihak pemegang HGB merasa dirugikan dan akan terjadi potensi
segketa.
Berdasarkan UUCK dimungkinkan terbitnya HGB di atas Hak Milik, jika Hak Milik ini beralih kepada pihak lain, melalui perbuatan
hukum jual beli atau pembebanan hak tanggungan. Jika kemudian pemegang Hak Milik ini menjadikan tanah ybs sebagai objek
perbuatan hukum jual beli atau pembebanan hak tanggungan, akan menimbulkan permasalahan hukum berupa sengketa
pertanahan.
Hal demikian ini merupakan contoh kasus yang mungkin terjadi terkait dengan berlakunya UUCK dan PP No.18 Tahun 2021
Pembahasan Ketiga
ADR digunakan sebagai solusi peyelesaian sengketa atas tanah hak-hak
lama, tanah hak milik adat, tanah swapraja yang sedang berperkara di
Pengadilan
Pengertian dan istilah tanah hak-hak lama, tanah milik adat, dan
tanah swapraja :
Tanah hak-hak lama meliputi :

• Hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai
adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan atau penyataan yang
bersangkutan
• Kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang bersangkutan selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih
secara berturut-turut, atau telah memperoleh penguasaan itu dari pihak atau pihak-pihak lain yang
telah menguasainya, dengan syarat :
a. Penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka oleh yang bersangkutan
sebagai yang berhak atas tanah, serta diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya;
b. Penguasaan secara fisik tersebut tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau
desa\kelurahan yang bersangkutan ataupun pihak lainnya.
c. Tanah tersebut sekarang tidak dalam sengketa;
d. Keterangan dari Kepala Desa/Lurah dan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi yang
kesaksiannya dapat dipercaya, karena fungsinya sebagai tetua adat setempat dan/atau penduduk
yang sudah lama bertempat tinggal di desa/kelurahan letak tanah yang bersangkutan dan tidak
mempunyai hubungan keluarga pemohon sampai derajat kedua baik dalam kekerabatan vertikal
maupun horizontal,
Tanah dalam status hak-hak milik adat, meliputi :

• Tanah-tanah yang belum ada kepastian hukum menganai subjek


pemegang haknya dan keterangan mengenai objek haknya;
• Penguasaan secara fisik menjadi dasar kepemilikan atas tanah yang
bersangkutan;
• Bukti pembayaran pajak tanah dianggap sebagai dasar kepemilikan.
Tanah Swapraja
• Wilayah/Daerah Swapraja adalah wilayah yang memiliki hak
pemerintahan sendiri. Istilah ini dipakai sebagai padanan bagi istilah
pada masa kolonial Belanda (zelfbestuur). Status swapraja berarti
daerah tersebut dipimpin oleh pribumi, berhak mengatur urusan
administrasi, hukum, dan budaya internalnya. Daerah Swapraja terdapat
di wilayah Kesultanan Jogyakarta dan Solo (Surakarta). Dalam hal ini
tanah swapraja dimaksud adalah tanah wilayah kesultanan/kerajaan (di
Jawa antara lain adalah tanah yag dikuasai oleh kesultanan Jogyakarta
dan Surakarta).


PENERAPAN ADR SEBAGAI DASAR PENYELESAIAN SENGKETA TANAH (SECARA
DAMAI) DI LUAR PENGADILAN MENGGUNAKAN LEMBAGA MEDIASI

• Sengketa pertanahan pada umumnya diselesaikan oleh badan peradilan, baik di peradilan umum
maupun peradilan tata usaha negara, akan tetapi seringkali terdapat keengganan dan keraguan dari
kalangan masyarakat (awam) untuk berperkara di pengadilan. Untuk itu dapat ditawarkan penyelesaian
sengketa pertanahan di luar pengadilan antara lain melalui ADR berupa mediasi yang mana
pelembagaannya merupakan suatu kebutuhan saat ini.
• ADR atau Alternatif Peneyelesaian Sengketa (APS) adalah Lembaga penyelesaian sengketa atau
beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak , yakni penyelesaian di luar pengadilan
dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi atau penilaian ahli. (Pasal 1 angka 10 UU No. 30
Tahu 1999).
• Sengketa atau beda pendapat peedata dapat diseesaikan oleh para pihak melalui APS yang
didasarkan pada itikad baik dengan mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadian
Negeri (Ps 6 ayat (1) UU No. 30 Tahu 1999).
• Penyelesaian melalui APS diselesaikan melalui pertemua langsung oleh para pihak dalam waktu
paling lama 14 hari (Ps 6 ayat (2) UU No. 30 Tahu 1999)
• Sesuai dengan permasalahan sengketa tanah yang dibahas pada kesempatan ini meliputi tanah-
tanah dalam status tanah hak-hak lama, tanah hak milik adat, tanah swapraja yang sedang berperkara
di Pengadilan.
Melanjutkan …
• Dalam penyelesaian sengketa tanah dilakukan melalui Pengadian Negeri
menggunakan ketentuan hukum acara perdata yang berlaku, Pasal 154
Reglemen Hukum Acara untuk daerah luar jawa dan Madura (Reglement Tot
Regeling Van Het Rechtwezen In De Gewesten Buiten Java En Madura,
Staatsblaad 1927:227) dan Pasal 130 Reglemen Indonesia yang diperbaharui
(Het Herziene Inlandsch Reglement, Staatsblaad 1941: 44). Adanya Lembaga
ADR mendorong para pihak untuk menempuh proses perdamaian yang
dapat didayagunakan melalui mediasi dengan mengintegrasikannya ke
dalam prosedur berperkara di Pengadilan. Proses mediasi di Pengadilan
menjadi bagian hukum acara perdata dapat memperkuat dan
mengoptimalkan fungsi lembaga peradilan dalam penyelesaian sengketa.
• Dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual lembaga
penyelesaian sengketa tanah melalui ADR : mediasi dapat digunakan untuk
mengatasi penyelesaian sengketa tanah tanah secara informal.
Melanjutkan …
• penyelesaian sengketa pertanahan di pengadilan memerlukan waktu relatif lama dapat
mencapai masa 5-7 tahun bahkan lebih, dan terkesan berlarut-larut. Hal ini disebabkan oleh
sistem penyelesaian sengketa di pengadilan yang formalistik dan sangat teknis, dengan
kapasitas hakim yang bersifat general sehingga belum tentu memahami aspek hukum
pertanahan secara mendalam, disamping terdapat berbagai upaya hukum yang dapat
ditempuh oleh pihak yang dikalahkan. Dengan demikian forum pengadilan tidaklah cukup
memadai untuk mendapatkan penyelesaian sengketa yang dibutuhkan oleh kalangan
masyarakat pada umumnya.
• Mediasi dapat menjadi solusi dalam penyelesaian sengketa pertanahan di luar
pengadilan. Konsep mediasi dikembangkan dari praktek-praktek penyelesaian sengketa
pertanahan pada masyarakat hukum adat yang dipimpim oleh tetua adat atau ninik
mamak, atau ”hakim perdamaian” sebagai wasit, dan penyelesaian sengketa di luar
pengadilan bagi kasus perdata menurut Ps 130 HIR/Ps 154 RBg, serta praktek penyelesaian
sengketa di luar pengadilan berdasarkan UU No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan ADR,
lebih memadai untuk menyelesaikan kasus sengketa pertanahan; tersebut karena dapat
memberi manfaat berupa, prosedur sederhana, proses cepat, dilakukan dengar pendapat
secara hukum yang disepakati melalui negosiasi/mediasi. Kesepakatan yang bersifat
sukarela yang didasari itikad baik akan mengakhiri sengketa,
Melanjutkan …

• Cara musyawarah merupakan Langkah pendekatan para pihak yang bersengketa di dalam
usaha penyelesaian sengketa (dengan jalan musyawarah). Dalam Tindakan ini dibantu oleh
mediator. Pada masa lalu mediator dikenal “hakim perdamaian desa”. Lembaga “perdamaian
desa” mendapat pengakuan secara hukum berdasarkan Pasal 3a RO (Rechtelijk Organisatie)
yang antara lain menyatakan hakim-hakim adat tidak boleh menjatuhkan hukuman. Oleh
karena tidak boleh menjatuhkan hukuman maka ditempuhlah usaha “perdamaian”.
• Lembaga perdamaian desa menjalankan peranan mendamaikan dan menjaga ketertiban,
disebutkan dalam Pasal 3 dan 13 Reglement Indonesia yang diperbaharui. Beberapa aspek
positif dari “perdamaian desa”, yaitu :
1. Hakim perdamaian desa bertindak aktif mencari fakta;
2. Hakim meminta nasihat kepada tetua-tetua adat dalam masyarakat;
3. Putusan diambil berdasarkan musyawarah/mufakat;
4. Putusan dapat diterima oleh para pihak dan juga memuaskan masyarakat secara keseluruhan;
5. Pelaksanaan sanksi melibatkan para pihak halmana menunjukan apresiasi yang tinggi diantara para
pihak;
6. Suasana rukun dan damai antara para pihak dapat dikembalikan;
7. Integrasi masyarakat dapat dipertahankan.
Contoh kasus sengketa pertanahan yang disekesaikan melalui
mediasi :
• Kasus tanah Rancamaya yang terletak di Desa Kertamaya, Kecamatan Ciawi,
Kabupaten Bogor, dimana konflik terjadi atas tanah seluas + 251 ha antara petani
penggarap dengan PT Suryamas Duta Makmur (SDM). Untuk pembangunan
perumahan dan lapangan golf tanah seluas + 251 ha telah disertipikatkan atas
nama PT SDM dengan Hak Guna Bangunan dengan SK No No 612/HGB/BPN/91
berdasarkan surat permohonan dari PT SDM tanggal 24 Mei 1991 yang
memperoleh tanah tersebut atas dasar pelepasan hak yang dibuat dihadapan
Camat Ciawi dan usulan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Bogor yang
dilengkapi dengan Risalan Pemeriksaan Tanah. Oleh karena warga masyarakat
tidak mau meninggalkan tanah, sementara itu PT SDM merasa sebagai pemegang
HGB, maka penolakan warga masyarakat direspon dengan dilakukannya
pembuldozeran secara paksa. Namun dalam perjalanannya kasus sengketa
tersebut pada akhirnya dapat diselesaikan setelah melalui perundingan yang
panjang yang melibatkan petani dan LSM, pada tanggal 9 Maret 1997 tercapai
kesepakatan dalam penyelesaiannya.
Melanjutkan …
• Kasus sengketa tanah lainnya yang telah diselesaikan melalui mediasi
adalah kasus Tanah Kebon Kacang Jakarta Pusat, yang mana terjadi
penggusuran masyarakat urban untuk kepentingan pembangunan
pariwisata berupa pembangunan hotel bintang lima dan apartemen.
Kasus bermula dengan terbitnya surat Gubernur No. 4382/1.711.5
tanggal 20 November 1992 yang berisi SIPPT kepada PT Asia Troika
untuk tanah seluas 18.486 m2 di Jl Kebon Kacang No.12, 27, dan
28.Warga yang terkena sejumlah 19 kepala keluarga terdiri dari 200
jiwa. Status tanah terdiri dari 3 (tiga) HGB, 16 tanah tanpa sertipikat,
dan satu mesjid. Tanah akan digunakan untuk hotel dan apartemen,
sementara warga telah menempati tanahnya sejak tahun 1960. Dalam
kasus ini terdapat tuntutan (sengketa) antara dua kepentingan. Pada
akhirnya dapat diselesaikan melalui Mediasi
Melanjutkan…
• Penyelesaian sengketa pertanahan melalui mediasi tengah dilakukan pula oleh
Badan Pertanahan Nasional berlandaskan Keputusan Kepala Badan Pertanahan
Nasional Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis
Penanganan dan Penyelesaian Masalah Pertanahan. Merujuk pada Petunjuk Teknis
Nomor 05/JUKNIS/D.V/2007 tentang Mekanisme Pelaksanaan Mediasi, BPN
telah mencanangkan penyelesaian permasalahan tanah di seluruh wilayah
Republik Indonesia melalui mekanisme Mediasi sebagai lembaga penyelesaian
sengketa di luar pengadilan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun
1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Adapun dalam
pelaksanaannya merupakan tugas dan fungsi dari Deputi Bidang Pengkajian Dan
Penyelesaian Sengketa dan Konflik Pertanahan Badan Pertanahan Nasional RI
sebagaimana diatur dalam Pasal 345 Peraturan Kepala BPN–RI Nomor 3 Tahun
2006 yaitu ”pelaksanaan alternatif penyelesaian masalah, sengketa dan konflik
pertanahan melalui bentuk mediasi, fasilitasi dan lain-lainnya
Melanjutkan …
• Kebijakan BPN tersebut dilakukan tidak lain untuk mencari upaya atas
semakin merebaknya kasus permasalahan tanah di wilayah negeri ini,
yang mencapai jumlah 5713 kasus, yang memerlukan penanganan
dan penyelesaiannya dengan seksama. Dari sejumlah kasus tersebut,
yang paling mengemuka adalah kasus penguasaan dan pemilikan
tanah sebesar 78, 28 % yang kemudian disusul dengan masalah akibat
putusan pengadilan sebesar 3, 28 % Sumber Data : Deputi Bidang
Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan, Badan
Pertanahan Nasional Indonesia.
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai