Anda di halaman 1dari 16

p-ISSN 2541-4984 | e-ISSN 2541-5417

REFLEKSI HUKUM Volume 3 Nomor 1, Oktober 2018, Halaman 1-16


DOI: https://doi.org/10.24246/jrh.2018.v3.i1.p1-16
Jurnal Ilmu Hukum Open access at: http://ejournal.uksw.edu/refleksihukum
Penerbit: Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA
OLEH PENGURUS KORPORASI DIKAITKAN
DENGAN ASAS GEEN STRAF ZONDER SCHULD

Fifink Praiseda Alviolita


Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro
Korespondensi: fifinkpraiseda@gmail.com

Abstrak
Peraturan terkait pertanggungjawaban tindak pidana korporasi telah diatur dalam berbagai
peraturan perundang-undangan. Perluasan makna pertanggungjawaban atas tindak pidana
yang dilakukan oleh pengurus korporasi apabila orang tersebut tidak memenuhi kewenangan
pasca dikeluarkannya Perma Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Korporasi
untuk mewakili dalam persidangan yang bertentangan dengan asas geen straft zonder schuld
dimana pertanggungjawaban harus ada kesalahan. Penelitian ini adalah penelitian yuridis
normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Sistem
pertanggungjawaban korporasi yang dipakai di dalam Perma adalah konsep
pertanggungjawaban strict liability maka seharusnya teori yang digunakan adalah teori
identifikasi dimana perbuatan tindak pidana korporasi adalah perbuatan pengurus yang
menjadi directing mind. Keterwakilan pengurus yang tidak menjadi tersangka dalam mewakili
korporasi adalah melewati proses hukum acara pidana dimana keterwakilan ini seharusnya
dibatasi sebagai wujud perlindungan hukum.
Kata Kunci: Geen Straft Zonder Schuld; Korporasi; Pertanggungjawaban Pengurus.

Abstract
The regulations related to the accountability of corporate crime have been regulated in various
laws and regulations. An expansion of the meaning of accountability for criminal acts is carried
out by corporate management, defining that the person does not fulfill the authority (after the
issuance of PERMA Number 13 of 2016 concerning Corporate Handling Procedures) to represent
the trial as opposed to the geonder straft zul schuld principle where accountability must be
wrong. This study uses normative juridical research with a statutes approach and a conceptual
approach. The corporate liability system used in PERMA is the concept of strict liability
accountability, so that the theory should be the theory of identification where acts of corporate
crime are acts of management that becomes directing mind. The representation of the board that
is not a suspect in representing the corporation is through criminal procedure where this
representation should be limited as a form of legal protection.
Keywords: Geen Straft Zonder Schuld; Corporate; Responsibility Of Committee.
2 REFLEKSI HUKUM [Vol. 3, No. 1, 2018]

PENDAHULUAN rapa peraturan terkait korporasi


khususnya dalam hal tindak pidana
Perkembangan ilmu pengetahuan khusus atau kejahatan extraordinary
dan teknologi memiliki pengaruh pada crime.5 Beberapa peraturan terkait
perkembangan masyarakat dan pertanggungjawaban korporasi tersebar
perkembangan subjek tindak pidana pada beberapa peraturan perundang-
yang semula hanya dikenal dapat undangan di Indonesia yaitu: Undang-
dilakukan oleh manusia alamiah Undang Nomor (UU No.) 31 Tahun 1999
(naturlijk persoon), tetapi juga dapat tentang Pemberantasan Tindak Pidana
dilakukan oleh badan hukum (recht Korupsi sebagaimana telah diubah
persoon) atau korporasi.1 Pada saat ini, dengan UU No. 20 Tahun 2001, UU No.
peran korporasi dalam berbagai 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, UU
kegiatan produksi cukup besar, hal ini No. 32 Tahun 2009 tentang Perlin-
mengakibatkan suatu perusahaan atau dungan dan Pengelolaan Lingkungan
korporasi ingin memperoleh keuntung- Hidup, UU No. 8 Tahun 1999 tentang
an yang sebesar-besarnya (profit Perlindungan Konsumen, UU No. 31
oriented). Dalam hal ini korporasi dapat Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi
melakukan perbuatan yang membaha- dan Korban, dan lain-lain. Meskipun
yakan bagi masyarakat.2 Bahaya banyak peraturan korporasi yang diatur
tersebut dapat berupa bahaya terhadap melalui beberapa perundang-undangan
lingkungan maupun terhadap kese- yang berlaku di Indonesia, namun per-
hatan manusia. Mardjono Reksodipuro aturan ini belum efektif dalam menjerat
menyatakan bahwa kerugian yang pelaku tindak pidana korporasi hal ini
ditimbulkan akibat kejahatan korporasi ditandai dengan perkara dan subjek
begitu besar.3 Misalnya dalam hal hukum yang diajukan di pengadilan
penayangan iklan yang menyesatkan, sangat terbatas sebab prosedur dan tata
barang produksi tidak aman, maupun cara pemeriksaan korporasi sebagai
pencemaran lingkungan hidup yang pelaku tindak pidana masih belum jelas.
menimbulkan bahaya bagi masyarakat. Hal ini dapat dilihat hanya ada beberapa
Tipologi korban kejahatan korporasi korporasi yang menjadi subjek hukum
bukan hanya masyarakat namun juga di pengadilan misalnya PT Don Woon
negara.4 Enviromental, PT Adei dan PT Kalista
Mengingat dampak kejahatan kor- Alam dalam kasus lingkungan hidup, PT
porasi yang dapat menimbulkan bahaya National Sago Prima dalam kerusakan
bagi masyarakat maka pemerintah lahan, PT Percetakan dan Penerbitan
Indonesia melalui lembaga legislatif
beserta eksekutifnya membentuk bebe-

1 I Dewa Made Suartha, Hukum Pidana Korporasi (Pertanggungjawaban Pidana dalam Kebijakan Hukum
Pidana Indonesia) (Setara Press 2015) 3.
2 Ibid., 4.
3 Ibid., 5.
4 Hanafi Amran dan Mahrus Ali, Sistem Pertanggungjawaban Pidana (Perkembangan dan Penerapan)
(Rajawali Pers 2015) 145.
5 Kejahatan Extraordinary crime adalah kejahatan yang sistematis dan meluas serta dapat
menimbulkan pelanggaran hak sosial dan hak ekonomi bagi masyarakat.
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA OLEH PENGURUS KOPERASI 3

Sulawesi dalam kasus pidana pajak.6 atau seluruhnya perusahaan, perbaikan


Kemudian dengan dibentuknya akibat dari tindak pidana dan lain-lain.
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13 Terkait pengaturan mengenai
Tahun 2016 tentang Tata Cara pengurus korporasi di dalam Perma No.
Penanganan Korporasi (selanjutnya 13/2016, menurut penulis terdapat
disebut Perma No. 13/2016) diharapkan adanya ketidakjelasan yaitu terdapat di
mengisi adanya kekosongan hukum dalam Pasal 15 yang menyatakan:
terkait penanganan tindak pidana 1. Dalam hal Korporasi diajukan
korporasi sebagai subjek hukum.7 sebagai tersangka atau terdakwa
Dengan adanya Perma No. 13/2016, dalam perkara yang sama dengan
disisi lain terdapat kelebihan dan disisi Pengurus, maka Pengurus yang
lain ada kelemahan. Kelemahan di mewakili Korporasi adalah Peng-
dalam Perma No. 13/2016, menurut urus yang menjadi tersangka atau
Institute for Criminal Justice Reform terdakwa.
(ICJR) dan Masyarakat Profesi Penilai 2. Pengurus lainnya yang tidak
Indonesia (MAPPI) antara lain adalah menjadi tersangka atau terdakwa
pengaturannya masih bersifat transisi dapat mewakili Korporasi dalam
dan belum utuh. Aturan di dalam Perma perkara sebagaimana dimaksud
No. 13/2016 ada yang masih tumpang pada ayat (1).
tindih dengan aturan yang lain, Pada pasal tersebut menurut
pengaturan hanya bersifat formal- penulis tidak ada batasan terkait
prosedural, belum mengatur terkait kapasitas pengurus dalam sistem
korporasi dengan bentuk non badan peradilan pidana atau keterwakilan
hukum, tidak adanya batasan dalam hal pengurus dalam beracara di pengadilan
menentukan suatu perbuatan yang terhadap perkara tindak pidana yang
dilakukan oleh seseorang dikategorikan subjek hukumnya dilakukan oleh
sebagai tindakan korporasi dan ber- korporasi. Dalam hal ini menimbulkan
tanggungjawab atas tindak pidana yang pertanyaan apakah bertentangan
dilakukan oleh korporasi apabila orang dengan asas geen straft zonder schuld
tersebut tidak memenuhi kewenangan, dimana pertanggungjawaban itu harus
tidak adanya sanksi tambahan atau ada kesalahan. Penelitian ini menggu-
sanksi tata tertib.8 Dalam Perma No. nakan metode penelitian yuridis nor-
13/2016 tersebut sanksi pokoknya matif melalui pendekatan peraturan
adalah sanksi denda, di samping itu perundang-undangan (statue approach)
juga diatur mengenai sanksi tambahan dan pendekatan konsep (conceptual
yakni pencabutan izin usaha, penca- approach).Interpretasi yang digunakan
butan status badan hukum, perampas- adalah interpretasi sistematis dan inter-
an keuntungan, penutupan sebagian

6 Anonim, ‘Mendorong Penegakan Pertanggungjawaban Korporasi dalam Perkara Pidana: Perma No.13
Tahun 2016 dan Tantangannya’ (2017) <http://icjr.or.id/mendorong-penegakan-pertanggung
jawaban-korporasi-dalam-perkara-pidana-perma-no-13-tahun-2016-dan-tantangannya/> diakses 15
Mei 2018.
7 Ibid.
8 Ibid.
4 REFLEKSI HUKUM [Vol. 3, No. 1, 2018]

pretasi gramatikal. Semua peraturan adanya asas legalitas bermanfaat untuk


perundang-undangan yang berkaitan menjamin kepastian hukum dari
dengan penelitian ini dianalisis dengan adanya kesewenang-wenangan hakim
jalan menghubungkan satu dengan sedangkan Vos mengungkapkan bahwa
yang lainnya untuk menjawab permasa- asas legalitas memiliki manfaat di
lahan yang ada. samping kekuatan pencegah umum
Berdasarkan pemaparan permasa- ancaman pidana juga menjamin adanya
lahan di atas, adapun rumusan kepastian hukum.9 Dalam bahasa
masalah dalam penulisan ini adalah Belanda korporasi dikenal dengan isti-
sebagai berikut: 1. Apakah kriteria per- lah corporatie sedangkan dalam bahasa
tanggungjawaban pengurus yang me- Inggris dan Jerman disebut corpora-
wakili pelaku tindak pidana korporasi tion10 dan berasal dari bahasa latin yaitu
dalam Peraturan Mahkamah Agung corporatio.11 Korporasi merupakan
Nomor 1 tahun 2014? 2. Bagaimana badan hukum yang merupakan subjek
bentuk pertanggungjawaban pengurus hukum sebagaimana orang perseorang-
yang mewakili pelaku tindak pidana an atau individu sehingga korporasi
korporasi dalam sistem peradilan apabila melakukan tindak pidana dapat
pidana/hukum acara pidana yang dipertanggungjawabkan.12 Korporasi
berlaku untuk kejahatan korporasi? merupakan badan hukum yang memi-
liki hak dan kewajiban serta dapat
PEMBAHASAN melakukan perbuatan hukum.13 Per-
buatan korporasi yang dapat dikatakan
Kriteria Pertanggungjawaban Peng- sebagai tindak pidana sudah dirumus-
urus Yang Mewakili Pelaku Tindak
kan dalam beberapa peraturan perun-
Pidana Korporasi Dalam Perma No.
13/2016 dang-undangan di Indonesia dan dalam
memudahkan penegak hukum untuk
Asas legalitas menghendaki adanya penanganan tindak pidana korporasi,
ketentuan yang pasti terlebih dahulu Kejaksaan menerbitkan Peraturan
mengenai perbuatan yang dilarang Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor
maupun ketentuan pidana yang (Perja No): PER-028/A/JA/10/2014
dijatuhkan kepada pelaku begitu juga Tanggal 1 Oktober 2014 tentang
dengan pertanggungjawaban pidana Pedoman Penanganan Perkara Pidana
pada korporasi maupun pengurusnya
sebagaimana yang dikemukakan oleh
Simons, Van Hamel, Van Hattum bahwa

9 Mulyati Prawennei dan Rahmanuddin Tomalili, Hukum Pidana (Mitra Wacana Media 2015) 73.
10 Muladi dan Dwidja Priyatno, Pertanggung Jawaban Pidana Korporasi (Edisi Revisi, Kencana Prenada
Media Group 2012) 23.
11 Corporatio berasal dari kata kerja Corporare sedangkan corporare berasal dari corpus yang berarti
badan sehingga corporation adalah hasil dari pekerjaan membadankan atau dengan kata lain badan
yang dijadikan orang, badan yang diperoleh dengan perbuatan manusia sebagai lawan terhadap
badan manusia yang terjadi menurut alam.
12 Adriano, Pemikiran dan Teknik Pembuatan Putusan Pemidanaan Terhadap Korporasi (Mandar Maju
2016) 11.
13 Ibid.
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA OLEH PENGURUS KOPERASI 5

Dengan Subjek Hukum Korporasi.14 sendiri maupun secara bersama-sama


Perja tersebut mengatur mengenai bertindak untuk dan atas nama korpo-
penjatuhan tuntutan pidana oleh Jaksa rasi di dalam maupun di luar lingku-
pada tindak pidana korporasi yang ngan korporasi. Hukuman pidana bagi
dapat diajukan kepada korporasi, korporasi dalam aturan ini hanya
pengurus korporasi, serta korporasi dan hukuman denda dan jika korporasi
pengurus korporasi. Namun apabila tidak mampu membayar maka aparat
undang-undang tidak mengatur berhak untuk menyita aset dan kemu-
mengenai subjek hukum korporasi dian untuk dilelang sebagai pengganti
maka tuntutan pidana diajukan kepada kerugian negara.15
pengurusnya. Setelah petunjuk teknis Terkait dengan subjek pertanggung-
dikeluarkan oleh Kejaksaan selanjutnya jawaban korporasi diatur dalam Pasal
Mahkamah Agung mengeluarkan Perma 23 Perma No. 13/2016.16 Dalam hal ini
No. 13/2016. Pengertian korporasi yang dapat dijadikan subjek hukum
dalam Perma tersebut terdapat pada dalam pertanggungjawaban korporasi
Pasal 1 ayat (1) yang menyatakan bahwa adalah:17
korporasi adalah kumpulan orang dan/ 1. Korporasi atau Pengurus;
atau kekayaan yang tergorganisir, baik 2. Korporasi dan Pengurus;
merupakan badan hukum maupun 3. Pihak lain yang terbukti terlibat
bukan badan hukum. dalam tindak pidana korporasi.
Perma No. 13/2016 ini mengatur Korporasi sebagai subjek hukum
terkait tata cara penanganan perkara dalam sistem hukum pidana Indonesia
tindak pidana korporasi yang tersebar di dapat dibedakan antara yang me-
dalam peraturan perundang-undangan lakukan tindak pidana (pembuat) dan
yang memuat korporasi sebagai subjek yang bertanggungjawab hal ini ber-
hukum. Tindak pidana korporasi meru- gantung pada sistem perumusan perta-
pakan tindak pidana yang dilakukan nggungjawaban pidana yang akan digu-
oleh orang berdasarkan hubungan
kerja, atau hubungan lain, baik sendiri-

14 Stefanus Kurniawan Dharmadji, ‘Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pasca Perma No. 13 Tahun
2016’ (2017) <http://weloje.id/news-posts/pertanggungjawaban-pidana-korporasi-pasca-perma-no-
13-tahun-2016/> diakses 15 Mei 2018.
15 Anonim, ‘Mendorong Penegakan Pertanggungjawaban Korporasi dalam Perkara Pidana: Perma No.13
Tahun 2016 dan Tantangannya’ (2017) <http://icjr.or.id/mendorong-penegakan-pertanggungja
waban-korporasi-dalam-perkara-pidana-perma-no-13-tahun-2016-dan-tantangannya/> diakses 15
Mei 2018.
16 Dalam Bab III Tentang Putusan dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan, Bagian Kesatu Tentang
Penjatuhan Pidana, Pasal 23 menyatakan:
(1) Hakim dapat menjatuhkan pidana terhadap Korporasi atau Pengurus, atau Korporasi dan
Pengurus.
(2) Hakim menjatuhan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada masing-
masing undang-undangyang mengatur ancaman pidana terhadap Korporasi dan/atau Pengurus.
(3) Penjatuhan pidana terhadap Korporasi dan/atau Pengurus sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak
menutup kemungkinan penjatuhan pidana terhadap pelaku lain yang berdasarkan ketentuan
undang-undang terbukti terlibat dalam tindak pidana tersebut.
17 Dalmy Nasution, ‘Siapakah Yang Bertanggungjawab Jika Terjadi Tindak Pidana Korporasi?’
<https://bplawyers.co.id/2017/07/11/siapakah-yang-bertanggung-jawab-jika-terjadi-tindak-pidan
a-korporasi/> diakses 15 Mei 2018.
6 REFLEKSI HUKUM [Vol. 3, No. 1, 2018]

nakan.18 Pasal 1 ayat (8) tindak pidana memiliki kewenangan dapat menjadi
oleh korporasi adalah tindak pidana subjek hukum tindak pidana korporasi
yang dapat dimintakan per- apabila dalam kenyataanya pengurus
tanggungjawaban pidana kepada korpo- tersebut dapat mengendalikan, mempe-
rasi sesuai dengan UU yang mengatur ngaruhi kebijakan korporasi turut
tentang korporasi. Dalam Perma, memutuskan kebijakan korporasi dapat
hakim menyatakan korporasi melaku- dikualifikasikan sebagai tindak pidana.
kan kesalahan yang dapat dipidana, Terkait pengurus yang mewakili pelaku
bilamana: tindak pidana korporasi atau pengurus
1. Korporasi dapat memperoleh ke- yang mewakili korporasi yang dijadikan
untungan atau manfaat dari tindak sebagai tersangka dalam perkara yang
pidana tersebut atau tindak pidana sama dengan pengurus adalah sebagai-
tersebut dilakukan untuk kepen- mana yang diatur di dalam Pasal 15
tingan korporasi; Perma No. 13/2016 yang menyatakan:
2. Korporasi membiarkan terjadinya (1) Dalam hal Korporasi diajukan
tindak pidana; sebagai tersangka atau terdakwa
3. Korporasi tidak melakukan langkah dalam perkara yang sama dengan
-langkah yang diperlukan untuk Pengurus, maka Pengurus yang
melakukan pencegahan, mencegah mewakili Korporasi adalah Peng-
dampak yang lebih besar dan urus yang menjadi tersangka atau
memastikan kepatuhan terhadap terdakwa.
ketentuan hukum yang berlaku (2) Pengurus lainnya yang tidak men-
guna menghindari terjadinya tindak jadi tersangka atau terdakwa dapat
pidana. mewakili Korporasi dalam perkara
Sedangkan pengertian pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat
korporasi diatur di dalam Pasal 1 ayat (1).
(10) Perma No. 13/2016 yaitu “Pengurus Pengurus yang mewakili yang
adalah organ korporasi yang men- dimaksud oleh penulis adalah pengurus
jalankan korporasi sesuai anggaran lainnya yang tidak menjadi tersangka
dasar atau UU yang berwenang mewaki- atau terdakwa dapat mewakili korporasi
li korporasi, termasuk mereka yang dalam hal korporasi diajukan sebagai
tidak memiliki kewenangan untuk tersangka atau terdakwa dalam perkara
mengambil keputusan, namun dalam yang sama dengan pengurus yang mana
kenyataannya dapat mengendalikan dalam Pasal 15 ayat (1) apabila
atau turut mempengaruhi kebijakan korporasi diajukan sebagai tersangka
korporasi atau turut memutuskan atau terdakwa dalam perkara yang
kebijakan korporasi yang dapat dikua- sama dengan pengurus maka pengurus
lifikasikan sebagai tindak pidana.” yang mewakili korporasi adalah
Pasal tersebut menyebutkan bahwa pengurus yang menjadi tersangka atau
baik pengurus yang memiliki kewena- terdakwa. Dalam hal ini kriteria perta-
ngan maupun pengurus yang tidak nggungjawaban pengurus yang mewaki-

18 Jegesson P. Situmorang, Pujiyono, Amiek Soemarmi, ‘Pertanggungjawaban Pidana Korporasi dalam


Menanggulangi Tindak Pidana Perikanan’ (2016) 5 Diponegoro Law Journal, 1, 7.
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA OLEH PENGURUS KOPERASI 7

li korporasi adalah memakai strict korporasi yang menjalankan kepengu-


liability yang mana mengesampingkan rusan korporasi yang bersangkutan
adanya unsur kesalahan dimana di sesuai dengan anggaran dasar, terma-
dalam hukum pidana terdapat asas suk mereka yang dalam kenyataannya
geen straf zonder schuld yaitu hukuman memiliki kewenangan dan ikut memu-
tanpa kesalahan artinya tak tuskan kebijakan korporasi yang dapat
seorangpun dapat dijatuhi pidana jika dikualifikasikan sebagai tindak pidana
tidak ada kesalahan yang ia perbuat.19 korupsi. Dalam hal ini pengurus korpo-
Perbandingan dengan negara yang rasi adalah pengurus yang memang
menganut common law system, strict memiliki kewenangan dalam menjalan-
liability merupakan tindak pidana yang kan korporasi. Sehingga dalam hal ini
ditentukan oleh peraturan perundang- wewenang menjadi unsur penting dalam
undangan (statute).20 Kesalahan suatu pertanggungjawaban.
tersebut harus memenuhi unsur Dalam hal pertanggungjawaban
diantaranya dilakukannya perbuatan korporasi dikenal dengan asas strict
pidana, mampu bertanggungjawab, liability yang merupakan doktrin
dilakukan dengan kesengajaan atau pertanggungjawaban pidana korporasi
kealpaan dan tidak ada alasan pemaaf yang diadopsi dari doktrin hukum
bagi pelaku.21 Adanya kesalahan bukan perdata, yakni doktrin yang diterapkan
hanya menentukan dapat dipertanggu- dalam perbuatan melawan hukum.
ngjawabkannya pembuat namun juga Dalam hal korporasi melanggar atau
dapat dipidananya pembuat.22 tidak memenuhi kewajiban/ kondisi/
situasi tertentu oleh korporasi ini
Pertanggungjawaban Pengurus yang dikenal dengan istilah “companies
mewakili Pelaku Tindak Pidana offence”, “situational offence”, atau
Korporasi Dikaitkan dengan Asas
“strict liability offences”. Misal UU
Geen Straft Zonder Schuld
menetapkan sebagai suatu delik bagi:23
Pada suatu tindakan pengurus 1. Korporasi yang menjalankan usaha-
korporasi pertanggungjawaban atasnya nya tanpa izin.
harus dipastikan memenuhi kewena- 2. Korporasi pemegang izin yang
ngan atau perintah untuk melakukan melanggar syarat-syarat (kondisi/
kejahatan bersama korporasi dengan situasi) yang ditentukan dalam izin
menghendaki untuk melakukan perbu- itu.
atan (mens rea). Dalam penjelasan Pasal 3. Korporasi yang mengoperasikan
20 ayat (1) UU No. 31/1999 jo. UU No. kendaraan yang tidak diasuran-
20/2001 menyebutkan yang dimaksud sikan di jalan umum.
dengan pengurus adalah organ

19 Sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 44 Jo. Pasal 45 KUHP.


20 Yudi Krismen, ‘Pertanggungjawaban Pidana Korporasi dalam Kejahatan Ekonomi’ (2014) 4 Jurnal
Ilmu Hukum 133, 155.
21 Didik Endro Purwoleksono, Hukum Pidana (Airlangga University Press 2014) 63.
22 Chairul Huda, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggungjawaban Pidana
Tanpa Kesalahan (Prenadamedia Group 2015) 132.
23 Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana (Cetakan ke-3, Citra Aditya Bakti 2013) 197.
8 REFLEKSI HUKUM [Vol. 3, No. 1, 2018]

Dalam hukum pidana asas strict kesejahteraan sosial adalah


liability merupakan doktrin yang menge- esensial;
sampingkan unsur kesalahan atau 2. Pembuktian terkait dengan asas
unsur mens rea dalam pertanggung- mens rea sulit diberlakukan
jawaban pidana. Doktrin ini menyim- terhadap pelanggaran–pelanggaran
pangi asas utama dalam hukum pidana yang berhubungan dengan
yaitu asas mens rea itu sendiri. Dimana kesejahteraan sosial;
ketentuan strict liability merupakan 3. Adanya dampak yang sangat
pengecualian dari asas tiada pidana berbahaya akibat perbuatan yang
tanpa kesalahan (Geen Straft Zonder dilakukan.
Schuld). Sedangkan menurut Vos me- Terkait dengan tindak pidana
mandang pengertian kesalahan sebagai korporasi doktrin ini dapat diterapkan
berikut:24 pada pertanggungjawaban pidana kor-
1. Kemampuan bertanggung jawab porasi yang menyangkut perlindungan
dari orang yang melakukan per- terhadap kepentingan umum atau
buatan. kepentingan masyarakat serta keja-
2. Hubungan batin tertentu dari orang hatan terhadap lingkungan hidup.
yang berbuat, yang perbuatannya Menjadi problematika disini yakni
itu dapat berupa kealpaan atau sebagaimana pada Pasal 15 pada Perma
kesengajaan. 13/ 201626 mengatur pertanggungjawa-
3. Tidak ada alasan yang menghapus ban pidana korporasi yang dilakukan
pertanggungjawaban bagi pelaku oleh pengurus dengan menggunakan
atas perbuatannya. asas strict liability. Dalam ketentuan
Lahirnya pengecualian ini merupa- Pasal tersebut tidak terdapat kejelasan
kan perluasan dan pendalaman asas mengenai siapa pengurus yang dapat
regulatif, moral yaitu dalam hal-hal mewakili korporasi dalam terdapat
tertentu bertanggung jawab seseorang suatu perkara antara korporasi dengan
dipandang patut diperluas sampai ke pengurus pelaku tindak pidana
tindakan bawahannya yang melakukan korporasi. Apakah pengurus tersebut
pekerjaan atau perbuatan untuknya masuk termasuk di dalam pasal 1 angka
atau dalam batas-batas perintahnya.25 10 Perma yaitu pengurus yang memiliki
L.B. Curson berpendapat bahwa doktrin kewenangan dan tidak memiliki
ini dapat diterapkan pada kondisi- kewenangan atau pengurus yang
kondisi sebagai berikut: memang memiliki kewenangan dalam
1. Menjamin dipatuhinya peratu-ran- mengendalikan korporasi dalam hal
peraturan yang berkaitan dengan terjadinya tindak pidana.

24 Ibid., 137
25 Muladi dan Dwidja Priyatno, Op.Cit. 115.
26 Pasal 15, Perma No. 13 Tahun 2016 menyatakan:
(1) Dalam hal Korporasi diajukan sebagai tersangka atau terdakwa dalam perkara yang sama dengan
Pengurus, maka Pengurus yang mewakili Korporasi adalah Pengurus yang menjadi tersangka
atau terdakwa.
(2) Pengurus lainnya yang tidak menjadi tersangka atau terdakwa dapat mewakili Korporasi dalam
perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA OLEH PENGURUS KOPERASI 9

Pada pasal tersebut maka mens rea dipidananya seseorang tidaklah cukup
tidak perlu dibuktikan sebagaimana apabila orang itu telah melakukan
pendapat Barda Nawawi Arief, yakni perbuatan yang bertentangan dengan
terkait strict liability yang menyatakan hukum atau bersifat melawan hukum.
bahwa seseorang sudah dapat diper- Jadi meskipun pembuatnya memenuhi
tanggungjawabkan untuk tindak pidana rumusan delik dalam UU dan tidak
tertentu walaupun pada diri orang itu dibenarkan namun hal tersebut belum
walaupun tidak perlu dibuktikan kesa- memenuhi syarat untuk dijatuhi
lahan terdakwa (mens rea). Secara sing- pidana. Terkait pengertian pengurus
28

kat, strict liability diartikan sebagai “lia- dalam Pasal 1 angka 10 Perma No.
bility without fault” atau pertanggung- 13/2016 terdapat perluasan penari-
jawaban tanpa kesalahan.27 Namun kan pertanggungjawaban “pengurus”
kesalahan merupakan salah satu unsur termasuk mereka yang tidak memiliki
dari seseorang dianggap mampu ber- kewenangan untuk mengambil kepu-
tanggung jawab atas suatu tindak tusan, namun dalam kenyataannya
pidana. Hal tersebut nantinya juga akan dapat mengendalikan atau turut mem-
menentukan sejauh mana pengurus pengaruhi kebijakan korporasi atau
bertanggung jawab terhadap tindak turut memutuskan kebijakan dalam
pidana yang dilakukan oleh suatu korporasi. Perluasan ini perlu menjadi
korporasi. Hubungan antara pengurus pertanyaan kemudian bagaimana ba-
satu dan yang lainnya dilakukan dalam tasannya dalam hal menentukan
konteks rangkaian kerja antar manusia, suatu perbuatan yang dilakukan oleh
in casu melalui suatu organisasi seseorang dikategorikan sebagai tinda-
tertentu yang disebut korporasi. Karena kan korporasi dan bertanggungjawab
itu wajar apabila dinyatakan bahwa atasnya apabila orang tersebut (pengu-
para pelaku tersebut bertanggungjawab rus) tidak memiliki kewenangan
atas akibat yang dianggap secara bahkan ia tidak mempunyai mens rea
adequat muncul dari perluasan lingkup pada Pasal 15 ayat (2) dalam Perma No.
perbuatan mereka. Namun akan dialami 13/2016 ia dapat mewakili dalam
kesulitan sejauh mana letak batas persidangan.
tanggung jawab tersebut. Apabila dikaitkan dengan beberapa
Kesalahan disini terkait dengan teori pertanggungjawaban pidana kor-
asas geen straf zonder schuld yaitu tiada porasi seperti “identification theory”
pidana tanpa kesalahan yang meru- maka tetap disyaratkan kedudukan dan
pakan pengecualian dari asas strict kewenangan dari orang yang bersang-
liability. Mengutip pendapat Sudarto kutan dikaitkan dengan tindak pidana
dalam memaknai kesalahan dimana yang dilakukan.29 Doktrin ini berasal

27 Barda Nawawi Arief, Pelengkap Bahan Kuliah Hukum Pidana I (Fakultas Hukum Universitas
Diponegoro 1984) 68.
28 Muladi dan Dwidja Priyatno, Op. Cit., 71.
29 Anonim, ‘Mendorong Penegakan Pertanggungjawaban Korporasi dalam Perkara Pidana: Perma No.13
Tahun 2016 dan Tantangannya’ (2017) <http://icjr.or.id/mendorong-penegakan-pertanggungjawa
ban-korporasi-dalam-perkara-pidana-perma-no-13-tahun-2016-dan-tantangannya/> diakses 15 Mei
2018.
10 REFLEKSI HUKUM [Vol. 3, No. 1, 2018]

dari negeri Anglo Saxon. Muladi pidana, maka ia harus memiliki


berpendapat bahwa doktrin identifikasi kalbu;
sebuah perusahaan dapat melakukan 5. Untuk dapat menerpakan identify-
sejumlah delik secara langsung melalui cation theory tersebut maka harus
orang-orang yang sangat berhubungan dapat ditunjukkan bahwa perbua-
erat dengan perusahaan. Dening L. J. tan yang dilakukan individu sebagai
berpendapat bahwa sikap kalbu dari directing mind merupakan bagian
manajer merupakan sikap kalbu dari dari kegiatan yang ditugaskan
perusahaan itu sendiri. Doktrin kepada individu tersebut. Perbua-
Identifikasi juga sering disebut sebagai tan yang dilakukan bukan merupa-
alter ego theory. Orang yang memiliki kan perbuatan curang yang
kedudukan yang tinggi seperti high level ditujukan kepada korporasi. Serta
manager dianggap sebagai directing tindak pidana yang dilakukan
mind and will dari korporasi sehingga memberikan keuntungan kepada
mens rea adalah terletak dari individu korporasi;
yang menjadi directing mind dari 6. Pertanggungjawaban pidana korpo-
korporasi tersebut. Dari putusan the rasi mensyaratkan adanya analisis
supreme court of Canada, terdapat tiga kontekstual atau dilakukannya
kondisi yang dapat diberlakukannya analisis berdasarkan kasus per
identification theory ini, antara lain kasus.
sebagai berikut:30 Doktrin identifikasi ini dalam pener-
1. Directing mind dari suatu korporasi apannya tidak menyentuh pegawai yang
tidak terbatas pada satu orang saja, memiliki jabatan yang digolongkan
melainkan juga sejumlah pejabat rendah dalam suatu perusahaan karena
dan direktur; agar perbuatan individu tersebut di-
2. Perbedaan wilayah bukanlah men- katakan sebagai perbuatan yang
jadi alasan seseorang tidak dapat dilakukan oleh korporasi maka individu
disebut sebagai directing mind; tersebut haruslah bertindak sebagai
3. Suatu korporasi tidak dapat directing mind.31 Hal tersebut merupak-
mengelak untuk bertanggung jawab an batasan dalam pertanggungjawaban
dengan mengemukakan bahwa pidana korporasi yang mensyaratkan
orang atau orang-orang tertentu adanya tindakan yang dilakukan oleh
telah melakukan tindak pidana seseorang dengan kedudukan tinggi.32
meskipun telah ada perintah yang Cara menentukan directing mind adalah
tegas kepada mereka agar hanya dengan melihat fakta-fakta ada kasus
melakukan perbuatan yang tidak seperti kedudukan individu tersebut
melanggar hukum; atau wewenang yang dimiliki sehingga
4. Agar seseorang dapat dinyatakan dapat dikatakan bahwa perbuatan yang
bersalah karena melakukan tindak dilakukan individu tersebut memanglah

30 Aulia Ali Reza, Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(Institute for Criminal Justice Reform 2015) 16.
31 Ibid., 17.
32 Karina Natalia, Pujiyono, Umi Rozah, ‘Tinjauan Yuridis Pertanggungjawaban Pidana Korporasi dalam
Tindak Pidana Pencucian Uang’ (2016) 5 Diponegoro Law Journal 1, 10.
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA OLEH KOPERASI 11

perbuatan yang dilakukan oleh lahan korporasi dapat diambil berdasar-


perusahaan. kan kesengajaan atau kelalaian alatnya
Hulsman, guru besar hukum pida- serta kesalahan tersebut tidaklah
na dari Rotterdam, dalam pre-advisnya bersifat individual melainkan bersifat
didepan perkumpulan Yuris pada tahun kolektif. Korporasi dapat memiliki
1966, menyatakan bahwa unsur kesala- kesalahan yang diambil dari pengurus
han yang berupa unsur kesengajaaan atau direksi yang menjalankan tugas
maupun unsur kelalaian dapat diada- fungsionarisnya. Hal ini dikarenakan
kan oleh organ-organ dari korporasi dalam berbuat atau tidak berbuat,
atau pekerja lainnya yang menetapkan perbuatan yang dilakukan oleh korpo-
kebijakan organisasi.33 Unsur kesala- rasi adalah perbuatan yang diwakilkan
han yang diperbuat dapat muncul oleh perorangan di dalam organ korpo-
secara tidak sadar dalam kerja sama rasi tersebut yaitu pengurusnya. Asas
antar pekerja. Dalam hal ini dapat diar- kesalahan dapat dikenakan kepada
tikan bahwa peristiwa tersebut ada pengurus korporasi. Pihak yang sejati-
hubunganya dengan tindakan dari nya dimintai pertanggungjawaban pida-
orang-orang yang bekerja dalam satu na semestinya cukup aktif terlibat
organ tersebut. Sedangkan Van dalam tindak pidana yang dilakukan
Bemmelem memandang kesengajaan oleh korporasi.34 Hal ini merupakan
dari korporasi adalah pengetahuan bentuk jaminan atas hak asasi manusia
bersama dari sebagian besar anggota (HAM) yang harus dilindungi. Sebagai-
direksi, Jan Remmelink menyatakan mana Indonesia juga merupakan negara
bahwa perbuatan korporasi adalah hukum yang juga melindungi hak asasi
perbuatan yang dilakukan melalui warga negaranya. Hal ini tercantum
perwakilan secara perorangan. Oleh dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang
sebab itu, unsur delik yang dilakukan Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
oleh sejumlah orang yang berbeda. Hal 1945 sehingga negara Indonesia memili-
ini akan menyulitkan dalam hal ki kriteria atau ciri-ciri sebagaimana
pembuktian dan menerapkan Pasal 15 konsep negara hukum Rechsstaat
ayat (2) tersebut karena untuk maupun konsep negara hukum The
menentukan siapa-siapa saja pengurus Rule Of Law. Menurut Jimly Asshidiqie
yang dapat mewakili batasannya terdapat 12 (dua belas) prinsip apabila
dimana dikatakan pengurus lainnya negara dapat dikatakan sebagai negara
yang tidak menjadi tersangka atau hukum, salah satunya adalah
terdakwa dapat mewakili Korporasi. perlindungan HAM.35
Disini harus diperhatikan asas strict Oleh karenanya, jika menurut
liability dan geen straf szonder schuld ketentuan asas strict liability seseorang
itu sendiri manakah yang lebih cocok yang melakukan tindak pidana, meski-
diterapkan. pun tidak perlu dibuktikan adanya
Suprapto berpendapat bahwa kesa- unsur kesalahan pada dirinya, namun

33 Ibid., 11.
34 Jan Remmelink, Pengantar Hukum Pidana Material 1 (Maharsa Publishing 2014) 128-129.
35 Aulia Ali Reza, Op. Cit., 10-13.
12 REFLEKSI HUKUM [Vol. 3, No. 1, 2018]

tetap dapat dipertanggungjawabkan Dikarenakan korporasi merupakan


menurut hukum pidana, dan ketentuan badan hukum yang tidak memiliki
asas geen straf zonder schuld yang karakteristik seperti manusia sehingga
merupakan pengecualiannya maka korporasi tidak dapat melakukan tindak
ketentuan penggunaannya haruslah pidana tanpa melalui perantara pengu-
dibatasi untuk kasus-kasus tertentu rusnya sehingga berdasarkan teori
yang seharusnya dapat disebutkan pelaku fungsional maupun teori identi-
secara tegas dalam peraturan perun- fikasi maka dengan melihat apakah
dang-undangan agar aparat penegak pengurus yang bertindak untuk dan
hukum tidak mengalami kebingungan atas nama korporasi memiliki kesala-
dalam menerapkan asas untuk menen- han jika memang benar maka korporasi
tukan pengurus suatu korporasi dapat dinyatakan bersalah melakukan tindak
bertanggungjawab atau tidak. Meskipun pidana.38 Namun, hal berikutnya yang
dalam UU No. 31/1999 jo. UU No. 20/ harus diperhatikan adalah kedudukan
2001 tentang Pemberantasan Tindak Perja dan Perma tidak termasuk dalam
Pidana Korupsi, pengurus juga dapat jenis dan hierarki peraturan perundang-
diwakili orang lain sebagaimana yang undangan, hanya diakui keberadaan-
diatur di dalam Pasal 21 ayat (4). nya, sehingga hanya mengikat ke
Moeljatno memberikan pengertian dalam.39 Sebagaimana mempertimbang-
terkait hukum acara pidana atau kan pengaturan keterwakilan pengurus
hukum formil yakni hukum yang yang tidak menjadi tersangka dalam
mengatur tata cara melaksanakan mewakili tindak pidana korporasi
hukum materiil (hukum pidana), dan adalah melewati proses dalam hukum
hukum acara pidana adalah hukum acara pidana yang berlaku yaitu
yang mengatur tata cara melaksanakan mewakili korporasi40 yang menjadi
/mempertahankan hukum pidana tersangka dan terdakwa, meskipun
materiil. Dalam menentukan kesalah-
36 dalam hal ini hukuman tetap
an korporasi yang dapat menjadi subjek dijatuhkan kepada korporasi namun
hukum pidana maka dapat ditentukan keterwakilan ini seharusnya dibatasi
sebagai berikut:37 pada pengurus yang memiliki kewe-
1. Pengurus korporasi berbuat, peng- nangan atau memiliki kapasitas
urus yang bertanggungjawab; tertentu dalam suatu korporasi. Oleh
2. Korporasi berbuat tetapi tanggung- karena itu pengaturan tersebut perlu
jawabnya hanya pada pengurus; diatur dalam UU secara khusus dan
3. Korporasi yang berbuat, korporasi secara umum diadopsi dalam revisi
yang bertanggungjawab; KUHAP di masa yang akan datang seba-

36 Andi Sofyan dan Abdul Asis, Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar (Prenadamedia Group 2014) 3.
37 Hanafi Amran dan Mahrus Rusli, Op. Cit., 171.
38 Ibid.
39 Puteri Hikmawati, ‘Kendala Penerapan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Sebagai Pelaku Tindak
Pidana Korupsi’ (2017) 8 Jurnal Negara Hukum 130, 149.
40 Korporasi merupakan subjek hukum yang tidak seperti naturlijk person yang dapat memberikan
keterangan atau dapat melalui serangkaian hukum acara di pengadilan oleh sebab itu, keterangan
dalam hal korporasi sebagai tersangka atau terdakwa sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 1
angka 14 Perma No. 13 Tahun 2016 adalah keterangan pengurus yang mewakili korporasi.
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA OLEH KOPERASI 13

gai wujud perlindungan hukum. ada batasan sejauh mana unsur


kesalahan suatu pengurus dalam dapat
PENUTUP diterapkan kepada pengurus yang
mendapatkan perintah dari pimpinan
Terdapat ketidakjelasan menge-nai suatu korporasi untuk mewakili sebagai
pengurus yang mewakili korporasi tersangka atau terdakwa dalam
dalam hal korporasi melakukan tindak persidangan.
pidana apakah yang dimaksud sebagai- Reformulasi peraturan perundang-
mana pengertian korporasi dalam undangan terkait klasifikasi yang
Perma No. 13/2016 yaitu organ menentukan kesalahan pengurus yang
korporasi yang menjalankan korporasi dapat bertanggung jawab atau tidak
sesuai anggaran dasar atau, termasuk khususnya memperjelas kekaburan
mereka yang tidak memiliki kewena- makna dalam pasal 15 ayat (2) dalam
ngan untuk mengambil keputusan, pembentukan Perma No. 13/2016 ini
namun dalam kenyataannya dapat adalah menjadi pedoman bagi penegak
mengendalikan atau turut mempe- hukum nantinya, untuk mengatasi
ngaruhi kebijakan korporasi atau turut kekaburan norma khususnya mendo-
memutuskan kebijakan korporasi yang rong optimalisasi penanganan pidana
dapat dikualifikasikan sebagai tindak dengan pelaku tindak pidan korporasi
pidana atau pengurus yang tidak dan/ atau pengurus dengan klasifikasi
memiliki kewenangan dalam korporasi batasan yang tegas disertai dengan
sehingga terkait kriteria pertanggung- pembaharuan hukum acara pidana
jawaban korporasi yang ada dalam sehingga jelas posisi pengurus korporasi
perma adalah strict liability yang mana dalam hal menjadi tersangka/ terdakwa
terdapat pengecualian atas unsur atau pengurus yang dapat mewakili
kesalahan. korporasi sebagai terdakwa dalam
Pada asas strict liability seseorang persidangan.
yang melakukan tindak pidana,
meskipun tidak perlu dibuktikan DAFTAR BACAAN
adanya unsur kesalahan pada dirinya,
namun tetap dapat dipertanggungja- Buku
wabkan menurut hukum pidana jika
Adriano, Pemikiran dan Teknik
perbuatan orang lain yang berada dalam
Pembuatan Putusan Pemidanaan
kedudukan sedemikian itu diklasifikasi-
Terhadap Korporasi (Mandar Maju
kan sebagai tindak pidana, dan keten-
2016).
tuan asas geen straf zonder schuld yang
merupakan pengecualiannya maka Amran, H. dan Ali, M., Sistem
ketentuan penggunaannya haruslah Pertanggungjawaban Pidana
dibatasi untuk kasus-kasus tertentu (Perkembangan dan Penerapan)
atau benar-benar memiliki kewenangan (Rajawali Pers 2015).
dalam korporasi yang seharusnya dapat Arief, Barda N., Pelengkap Bahan Kuliah
disebutkan secara tegas dalam peratu- Hukum Pidana I (Fakultas Hukum
ran perundang-undangan karena tidak
14 REFLEKSI HUKUM [Vol. 3, No. 1, 2018]

Universitas Diponegoro Krismen, Y., ‘Pertanggungjawaban


Semarang 1984). Pidana Korporasi dalam Kejahatan
___________________, Kapita Selekta Ekonomi’ (2014) 4 Jurnal Ilmu
Hukum Pidana (Cetakan ke-3, Citra Hukum.
Aditya Bakti 2013). Natalia, K., Pujiyono, dan Rozah, U.,
Huda, C., Dari Tiada Pidana Tanpa ‘Tinjauan Yuridis Pertanggung-
Kesalahan Menuju Kepada Tiada jawaban Pidana Korporasi dalam
Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Tindak Pidana Pencucian Uang’
Kesalahan (Prenadamedia Group (2016) 5 Diponegoro Law Journal.
Jakarta 2017). Situmorang, Jegesson P., Pujiyono dan
Muladi & Priyatno, D., Pertanggung- Soemarno, A., Pertanggungjawaban
jawaban Pidana Korporasi Edisi Pidana Korporasi dalam
Revisi (Prenada Media Group 2012). Menanggulangi Tindak Pidana
Perikanan’ (2016) 5 Diponegoro Law
Prawennei, M. dan Tomalili, R., Hukum
Journal.
Pidana (Penerbit Mitra Wacana
Media 2015). Peraturan Perundang-Undangan
Purwoleksono, Didik E., Hukum Pidana
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
(Airlangga University Press 2015).
tentang Perlindungan Konsumen.
Remmelink, J., Pengantar Hukum
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
Pidana Material 1 (Maharsa
tentang Pemberantasan Tindak
Publishing 2014).
Pidana Korupsi sebagaimana telah
Reza, Aulia A., Pertanggungjawaban diubah dengan Undang-Undang
Korporasi Dalam Rancangan Kitab Nomor 20 Tahun 2001.
Undang-Undang Hukum Pidana
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
(Institute for Criminal Jutice Reform
tentang Kesehatan.
2015).
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
Sofyan, A. dan Asis, A., Hukum Acara
tentang Perlindungan dan Pengelo-
Pidana Suatu Pengantar
laan Lingkungan Hidup.
(Prenadamedia Group 2014).
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014
Suartha, I Dewa M., Hukum Pidana tentang Perlindungan Saksi dan
Korporasi (Pertanggungjawaban Korban.
Pidana dalam Kebijakan Hukum
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13
Pidana Indonesia) (Setara Press
Tahun 2016 tentang Tata Cara
2015).
Penanganan Korporasi.
Artikel Jurnal Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13
Hikmawati, P., ‘Kendala Penerapan Tahun 2016 tentang Tata Cara
Pertanggungjawaban Pidana Penanganan Korporasi.
Korporasi Sebagai Pelaku Tindak Internet
Pidana Korupsi’ (2017) 8 Jurnal
Negara Hukum. Anonim, ‘Mendorong Penegakan Perta-
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA OLEH KOPERASI 15

nggungjawaban Korporasi Dalam


Perkara Pidana: Perma No.13 Tahun
2016 dan Tantangannya’ (2017)
<http://icjr.or.id/mendorong-pene
gakan-pertanggungjawaban-korpo
rasi-dalam-perkara-pidana-perma-
no-13-tahun-2016-dan-tantangan
nya/> diakses 15 Mei 2018.
Dharmadji, Stefanus K., ‘Pertanggungja-
waban Pidana Korporasi Pasca
Perma No. 13 Tahun 2016’ (2017)
<http://weloje.id/news-posts/perta
nggungjawaban-pidana-korporasi-p
asca-perma-no-13-tahun-2016/>
diakses 15 Mei 2018.
Nasution, D., ‘Siapakah Yang Bertang-
gungjawab Jika Terjadi Tindak
Pidana Korporasi?’ (2017)
<https://bplawyers.co.id/2017/07
/11/siapakah-yang-bertanggung-ja
wab-jika-terjadi-tindak-pidana-kor
porasi/> diakses 15 Mei 2018.
16 REFLEKSI HUKUM [Vol. 3, No. 1, 2018]

Anda mungkin juga menyukai