Anda di halaman 1dari 12

Jurnal Ilmu Hukum, Jilid 13, No 1, April 2018 Formulasi Sanksi Pidana...

(Lade Sirjon) 45-56

FORMULASI SANKSI PIDANA PENGGANTI DENDA TERHADAP


KORPORASI SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM
PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA INDONESIA

Oleh: Lade Sirjon


Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo (UHO)

Abstrak: Penelitian ini membahas tentang formulasi sanksi pidana pengganti denda
terhadap korporasi sebagai pelaku tindak pidana korupsi dalam pembaharuan hukum
pidana Indonesia.
Rumusan masalah yang dikemukakan adalah bagaimana formulasi sanksi pidana
pengganti denda terhadap korporasi sebagai pelaku tindak pidana korupsi dalam
pembaharuan hukum pidana Indonesia?
Kesimpulan dari penelitian ini adalah formulasi yang harus dirumuskan dalam UUPTPK
di masa yang akan datang dalam konteks pembaharuan hukum pidana Indonesia, yaitu:
Pidana pengganti denda yang tidak dibayar oleh korporasi, untuk itu pidana berupa
penutupan korporasi untuk jangka waktu tertentu, atau pencabutan ijin korporasi, atau
pembatasan terhadap aktivitas korporasi dapat dijadikan alternatif pengganti, atau bisa
juga mengacu pada ketentuan Pasal 85 Konsep KUHP 2012 dan Pasal 751 RUU KUHP
tahun 2012 serta Pasal 9 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan Dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang.

Kata kunci: Sanksi Pidana, Pidana Pengganti Denda, Korupsi, Korporasi.

PENDAHULUAN
Jika pada masa lalu korupsi sering
Pembangunan Nasional bertujuan diidentikkan dengan pejabat atau
mewujudkan manusia Indonesia pegawai negeri yang menyalahgunakan
seutuhnya dan masyarakat Indonesia keuangan negara, dalam
seluruhnya yang adil dan makmur, perkembanganya sekarang korupsi juga
sejahtera, dan tertib berdasarkan telah melibatkan anggota legislatif dan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar yudikatif, bankir, konglomerat, dan
Tahun 1945, untuk mewujudkankan juga korporasi. Pengaturan korporasi
masyarakat Indonesia yang adil dan sebagai “subyek hukum” diatur dalam
makmur, dan sejahtera tersebut, perlu UU No. 31 Tahun 1999 tentang
secara terus-menerus ditingkatkan Pemberantasan Tindak Pidana
usaha-usaha pencegahan dan Korupsi.yang menggantikan UU No. 3
pemberantasan tindak pidana pada Tahun 1971 tentang Korupsi.
umumnya serta tindak pidana korupsi Sebelumnya, dalam UU No. 3 Tahun
pada khususnya.1 1971 “subyek hukum” yang dapat
1
Ermansjah Djaya, 2009, Memberantas Nomor 31 Tahun 1999 Juncto Undang-undang
Korupsi bersama KPK (Komisi Pemberantasan Nomor 20 Tahun 2001 Versi Undang-Undang
Korupsi) Kajian Yuridis normatif Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, Jakarta, Sinar Grafika.

ISSN : 2085-4757 45
Jurnal Ilmu Hukum, Jilid 13, No 1, April 2018 Formulasi Sanksi Pidana...(Lade Sirjon) 45-56

dijerat dalam kasus korupsi adalah oleh undang-undang. Berdasarkan


pegawai negeri. Dengan demikian UU uraian tersebut di atas ternyata bahwa
No. 31 Tahun 1999 merupakan pemidanaan korporasi didasarkan
terobosan baru yang sangat penting kepada atau mengandung tujuan
dalam hukum pidana dan hukum acara pemidanaan baik yang bersifat
pidana dengan memperluas subyek preventif (khusus) dan tindakan
hukum pidana. represif .
Dalam ketentuan umum KUHP Fokus dalam pembahasan
Indonesia yang digunakan sampai saat makalah ini adalah dengan diterimanya
ini, Indonesia masih menganut bahwa korporasi sebagai pelaku tindak pidana
suatu delik hanya dapat dilakukan oleh dan dapat dipidana, maka
manusia. Dalam perkembangannya permasalahan yang segera muncul
kejahatan korporasi yang semakin adalah sehubungan dengan masih
mendapat perhatian adalah tindak belum jelasnya formulasi sanksi
pidana korupsi yang dilakukan oleh terhadap korporasi sebagai pelaku
korporasi. Tindak pidana korupsi yang tindak pidana korupsi dalam Undang-
dilakukan oleh korporasi memang Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo.
sangat kompleks. Tindak pidana Undang-Undang Nomor 20 Tahun
korupsi yang dilakukan oleh korporasi 2001 tentang Pemberantasan Tindak
dapat menimbulkan kerugian bagi Pidana Korupsi, yang selanjutnya
negara, dan hal ini juga berdampak dalam makalah ini disebut dengan
bagi perekonomian negara. UUPTPK.
Dasar pertimbangan pemidanaan Berdasarkan uraian latar belakang
korporasi menurut Tim Pengkajian tersebut, maka penulis tertarik untuk
Bidang Hukum Pidana Badan mengkaji atau melakukan penelitian
Pengkajian Hukum Nasional, dalam tentang bagaimana formulasi sanksi
laporan hasil Pengkajian Bidang pidana pengganti denda terhadap
Hukum tahun 1980/1981 menyatakan korporasi sebagai pelaku tindak pidana
bahwa : “jika dipidananya pengurus korupsi dalam pembaharuan hukum
saja tidak cukup untuk mengadakan pidana Indonesia?
represi terhadap delik-delik yang
dilakukan oleh atau dengan suatu METODE PENELITIAN
korporasi karena delik itu cukup besar
atau kerugian yang ditimbulkan dalam Penelitian hukum menurut
masyarakat atau saingansaingannya Soerjono Soekanto sebagaimana
sangat berarti”2. Dengan demikian dikutip oleh Bambang Waluyo, bahwa
dipidananya pengurus saja tidak dapat “penelitian hukum merupakan suatu
memberikan jaminan yang cukup kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada
bahwa korporasi tidak akan sekali lagi metode, sistematika, dan pemikiran
melakukan perbuatan yang dilarang tertentu, yang bertujuan untuk
mempelajari satu atau beberapa gejala
2
Dwidja Priyatno, 2004, Kebijakan Legislasi hukum tertentu, dengan jalan
Tentang Sistem Pertanggungjawaban Pidana
Korporasi Di Indonesia, Bandung, CV Utomo,
hlm. 121.

ISSN : 2085-4757 46
Jurnal Ilmu Hukum, Jilid 13, No 1, April 2018 Formulasi Sanksi Pidana...(Lade Sirjon) 45-56

menganalisisnya. 3 Berdasarkan jenis, diteliti guna memperkuat analisis data


sifat, dan tujuannya suatu penelitian sekunder.
hukum dapat dibedakan menjadi dua Metode analisis data yang
yaitu penelitian hukum normatif, dan digunakan adalah metode deskriptif
penelitian hukum empiris.4Penelitian kualitatif yaitu mencari dan
hukum normatif atau penelitian hukum mengumpulkan data yang ada
kepustakaan adalah penelitian hukum hubungannya dengan objek dan
yang dilakukan dengan cara meneliti permasalahan yang akan diteliti yang
bahan pustaka atau data sekunder kemudian diambil dan disusun secara
belaka. Sedangkan penelitian hukum sistematis untuk mendapatkan
empiris atau sosiologis adalah gambaran yang jelas dan lengkap.
penelitian hukum terutama meneliti Setelah diperoleh data sekunder yakni
data primer.5 bahan-bahan hukum berupa bahan
Penelitian ini diklasifkasikan hukum primer, sekunder dan tersier
sebagai penelitian normatif atau kemudian diolah dan dianalisis dengan
kepustakaan dengan penekanan yang metode kualitatif yakni pemaparan
diawali pada pertentangan asas hukum kembali dengan kalimat yang
yang selanjutnya akan dicari sistematis untuk memberikan
rujukannya pada sistem norma atau gambaran secara jelas atas jawaban
studi kepustakaan. Data yang akan permasalahan yang ada, pada akhirnya
digunakan dalam penelitian ini adalah dinyatakan dan disajikan dalam bentuk
data sekunder. Data sekunder pemaparan (deskriptif), yang kemudian
merupakan jenis data yang diperoleh menarik suatu kesimpulan atas
secara tidak langsung dari sumbernya, permasalahan dan hasil penelitian.
seperti bahan bacaan yang berupa
buku, makalah atau hasil penelitian, PEMBAHASAN
dokumen, peraturan perundangan,
putusan pengadilan, data statistik dan Secara harfiah korporasi
lain sebagainya. (corporatie, Belanda), corporation
Dalam penelitian dilakukan (Inggris), corporation (Jerman) berasal
penelusuran data melalui studi dari kata “corporatio” dalam bahasa
kepustakaan, yaitu mengkaji bahan latin. Seperti halnya dengan kata-kata
hukum, baik bahan hukum primer, lain yang berkhir dengan “tio”,
bahan hukum sekunder maupun bahan “corporatio” sebagai kata benda
hukum tersier yang berkaitan dengan (substantivum) berasal dari kata kerja
permasalahan yang akan dikaji dan “corporare” yang banyak dipakai
orang zaman abad pertengahan atau
sesudah itu. “Corporare” sendiri
3
Bambang Waluyo, 1991, Penelitian Hukum
berasal dari kata “corpus” (Indonesia-
Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 6. badan) yang berarti memberikan badan
4
Ibid, hlm. 13. atau membadankan. Dengan demikian
5
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2010, “corporatio” itu berasal dari hasil
Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan membadankan. Badan yang dijadikan
Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 13- orang, badan yang diperoleh dengan
14.

ISSN : 2085-4757 47
Jurnal Ilmu Hukum, Jilid 13, No 1, April 2018 Formulasi Sanksi Pidana...(Lade Sirjon) 45-56

perbuatan manusia sebagai lawan Model pertanggungjawaban yang


terhadap badan manusia yang terjadi pertama menjelaskan bahwa
menurut alam.6 pertanggungjawaban ditandai dengan
Satjipto Rahardjo mendefinisikan usaha agar sifat tindak pidana yang
korporasi sebagai suatu badan hasil dilakukan korporasi dibatasi pada
ciptaan hukum. badan hukum yang persorangan (natuurlijk persoon).
diciptakan itu terdiri dari “corpus”, Sehingga apabila suatu tindak pidana
yaitu struktur fisiknya dan ke dalamnya terjadi dalam lingkungan korporasi,
hukum memasukkan unsur “animus” tindak pidana itu dianggap dilakukakn
yang membuat badan hukum itu pengurus korporasi itu. Dimana para
mempunyai kepribadian. Oleh karena penyusun KUHP, masih menerima asas
badan hukum itu merupakan ciptaan “societas/universitas delinquere non
hukum, kecuali penciptaannya potest” (badan hukum tidak dapat
kematiannya pun juga ditentukan oleh melakukan tindak pidana). Asas ini
hukum.7 Korporasi merupakan badan sebetulnya berlaku pada abad yang lalu
hukum yang secara sengaja diciptakan pada seluruh Eropa kontinental. Hal ini
oleh hukum itu sendiri, dana dengan itu sejalan dengan pendapat-pendapat
ia mempunyai kepribadian.korporasi hukum pidana individual dari aliran
juga dianggap sebagai subyek hukum klasik yang berlaku pada waktu itu dan
disamping manusia.8 kemudian juga dari aliran modern
Mengenai beberapa masalah dalam hukum pidana. Dalam memori
tersebut di atas, maka untuk lebih jelas penjelasan Kitab Undang-Undang
harus diketahui lebih dahulu model Hukum Pidana yang diberlakukan pada
pertanggungjawaban pidana korporasi tanggal 1 September 1886, dapat
dalam hukum pidana, dimana untuk dibaca: sutau perbuatan pidana hanya
model pertanggungjawaban pidana ini dapat dilakukan oleh perseorangan
terdapat beberapa sistem yaitu : (natuurlijk persoon). Pemikiran fiksi
a. Pengurus korporasi sebagai (fictie) tentang sifat badan hukum
pembuat dan penguruslah yang (recht persoon) tidak berlaku pada
bertanggungjawab; bidang hukum pidana. Pada sistem
b. Korporasi sebagai pembuat dan pertama ini pengurus-pengurus yang
penguruslah yang tidak memenuhi kewajiban yang
bertanggungjawab; sebenarnya merupakan kewajiban
c. Korporasi sebagai pembuat dan korporasi bisa dinyatakan
juga sebagai yang bertanggungjawab.
bertanggungjawab. Model pertanggungjawaban yang
kedua ditandai dengan pengakuan yang
6
Soetan K Malikoel Adil, 1995, timbul dalam perumusan undang-
Pembaharuan Hukum Perdata Kita, PT. undang bahwa suatu tindak pidana
Pembangunan, Jakarta, hlm. 83.
7
Satjipto Rahardjo, 1986, Ilmu Hukum,
dapat dilakukan oleh perserikatan atau
Alumni Bandung, hlm. 110. badan usaha (korporasi), tapi
8
Mahrus Ali, 2008, Kejahatan Korporasi tanggungjawab untuk itu menjadi
(Kajian Relevansi Sanksi Tindakan Bagi beban dari pengurus badan hukum
Penanggulangan Kejahatan Korporasi, Arti Bumi (korporasi). Secara perlahan-lahan
Intaran, Yogyakarta, hlm. 15.

ISSN : 2085-4757 48
Jurnal Ilmu Hukum, Jilid 13, No 1, April 2018 Formulasi Sanksi Pidana...(Lade Sirjon) 45-56

tanggungjawab pidana beralih dari suatu tindak pidana apabila dapat


anggota pengurus yang dipertanggungjawabkan kepada
memerintahkan, atau dengan larangan pelakunya, maka konsekuensi lebih
melakukan apabila melalaikan lanjut dari hal itu adalah penjatuhan
memimpin korporasi secara pidana. Dengan diterimanya korporasi
sesungguhnya. Dalam sistem sebagai subjek hukum pidana, maka
pertanggungjawaban ini korporasi bisa kapan dan bagaimana suatu sanksi
menjadi pembuat tindak pidana, tapi pidana ditujukan pada korporasi,
yang bertanggungjawab adalah menurut Clinard dan Yeagar haruslah
pengurus, asal saja dinyatakan memenuhi kriteria-kriteria tertentu,
dengantegas dalam peraturan itu.9 dimana jika kriteri itu tidak ada maka
Model pertanggungjawaban yang sebaiknya sanksi perdatalah yang
ketiga merupakan permulaan adanya digunakan.
tanggungjawab langsung dari Adapun kriteria-kriteria tersebut
korporasi. Dalam model ini dibuka adalah10:
kemungkinan menuntut korporasi dan a. The degree of loss to the public.
meminta pertanggungjawaban menurut (Derajat kerugian terhadap
hukum pidana. Hal-hal yang bisa publik);
dipakai sebagai dasar pembenar dan b. The lever of complicity by high
alasan bahwa korporasi sebagai corporate managers. (Tingkat
pembuat dan sekaligus yang keterlibatan oleh jajaran
bertanggungjawab adalah karena manager);
berbagai delik-delik ekonomi dan c. The duration of the violation .
fiskal keuntungan yang diperoleh (lamanya pelanggaran).
korporasi atau kerugian yang diderita d. The frequensi of the violation by
masyarakat dapat demikian besarnya, the corporation. (Frekuensi
sehingga tidak mungkin seimbang pelanggaran oleh korporasi);
bilaman pidana hanya dijatuhkan Oleh karena itu Packer
kepada pengurus korporasi saja. Juga menegaskan bahwa syarat-syarat
diajukan alasan bahwa dengan hanya penggunaan sanksi pidana secara
memidana para pengurus tidak atau optimal harus mencakup hal-hal
belum ada jaminan bahwa korporasi sebagai berikut :
tidak mengulangi delik tersebut. a. Perbuatan yang dilarang tersebut
Dengan memidana korporasi dengan menurut pandangan sebagian
jenis dan beratnya yang sesuai dengan besar anggota masyarakat secara
sifat korporasi itu, diharapkan dapat menyolok dianggap
dipaksa korporasi untuk menaati membahayakan masyarakat dan
peraturan yang bersangkutan. tidak dibenarkan oleh apa saja
Berbicara tentang yang oleh masyarakat dianggap
pertanggungjawaban pidana korporasi penting.
tidak dapat dipisahkan dari masalah
pidana dan pemidanaan, oleh karena
10
Barda Nawawi Arief, , 2003, Kapita Selekta
9
Setiyono, 2005, Kejahatan Korporasi, Hukum Pidana, Bandung, PT Citra Aditya Bakti,
Cetakan Ketiga, Bayumedia Publisihing, hlm. 20. hlm. 237, 238.

ISSN : 2085-4757 49
Jurnal Ilmu Hukum, Jilid 13, No 1, April 2018 Formulasi Sanksi Pidana...(Lade Sirjon) 45-56

b. Penerapan sanksi pidana terhadap Hukum Tahun 1980/1981 menyatakan


perbuatan tersebut konsisten bahwa : “jika dipidananya pengurus
dengan tujuan-tujuan pemidanaan. saja tidak cukup untuk mengadakan
c. Pemberantasan terhadap represi terhadap delik-delik yang
perbuatan tersebut tidak akan dilakukan oleh atau dengan suatu
menghalangi atau merintangi korporasi karena delik itu cukup besar
perilaku masyarakat yang atau kerugian yang ditimbulkan dalam
diinginkan. masyarakat atau saingansaingannya
d. Perilaku tersebut dapat dihadapi sangat berarti”.12
melalui cara yang tidak berat Dengan demikian dipidananya
sebelah dan tidak bersifat pengurus saja tidak dapat memberikan
diskriminatif. jaminan yang cukup bahwa korporasi
e. Pengaturan melalui proses hukum tidak akan sekali lagi melakukan
pidana tidak akan memberikan perbuatan yang dilarang oleh undang-
kesan memperberat baik secara undang. Berdasarkan uraian tersebut di
kualitatif maupun secara atas ternyata bahwa pemidanaan
kuantitatif. korporasi didasarkan kepada atau
f. Tidak ada pilihan-pilihan yang mengandung tujuan pemidanaan baik
beralasan daripada sanksi pidana yang bersifat preventif (khusus) dan
tersebut guna menghadapi tindakan represif13.
11
perilaku tersebut . Keberadaan tindak pidana korupsi
dalam hukum positif Indonesia
Dari pendapat tersebut di atas sebenarnya telah lama ada, yaitu dalam
jelas bahwa pidana hendaknya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,
digunakan apabila memang benar- Peraturan Penguasa Militer Nomor:
benar mendasar dan dibutuhkan. Dan Prt/Pm-06/1957, tanggal 9 April 1957,
pidana itu akan bermanfaat bila Peraturan Penguasa Perang Pusat
digunakan dalam keadaan yang tepat. Angkatan Darat Nomor:
Apabila penggunaan pidana tersebut Prt/Peperpu/013/1958, tanggal 16 April
tidak benar akan membahayakan atau 1958, tentang Pengusutan, Penuntutan,
akan menjadi pengancam yang utama. dan Pemeriksaan Perbuatan Korupsi
Sebaliknya akan menjadi penjamin Pidana, dan Pemilikan Harta Benda,
yang utama apabila digunakan secara Peraturan Pemerintah Pengganti
cermat, hati-hati, dan secara Undang-Undang Nomor 24 Prp Tahun
manusiawi. Dasar pertimbangan 1960 tentang Pengusutan,Penuntutan,
pemidanaan korporasi menurut Tim Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi,
Pengkajian Bidang Hukum Pidana Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971
Badan Pengkajian Hukum Nasional, tentang Pemberantasan Tindak Pidana
dalam laporan hasil Pengkajian Bidang Korupsi, TAP MPR RI Nomor
XI/MPR/1998 tentang
11
H.Setiyono, 2003, Kejahatan Korporasi Penyelenggaraan Neagara yang Bersih
Analisis Viktimologi dan Pertanggungjawaban dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan
Korporasi, Dalam Hukum Pidana, Edisi kedua
12
Cetakan Pertama, Malang, Banyumedia Publishing, Dwidja Priyatno, loc.cit.
13
hlm. 3. Setiyono, op.cit, hlm. 117.

ISSN : 2085-4757 50
Jurnal Ilmu Hukum, Jilid 13, No 1, April 2018 Formulasi Sanksi Pidana...(Lade Sirjon) 45-56

Nepotisme, Undang-Undang Nomor 28 d. Pengaturan tentang sistem


Tahun 1999 tentang Penyelenggara pembuktian terbalik terbatas atau
Negara yang Bersih dan Bebas berimbang atau “balanced burden
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, of proof”;
Undang-Undang Nomor 31 Tahun e. Pengaturan tentang ancaman
1999 juncto Undang-Undang Nomor pidana dengan minimum khusus,
20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan di samping ancaman maksimum;
Tindak Pidana Korupsi,14 dalam f. Ancaman pidana mati sebagai
undang-undang inilah korporasi pemberatan;
dimasukan sebagai subyek hukum g. Pengaturan tentang penyidikan
tersendiri. Pada tahun 1971, UU No. 24 gabungan dalam perkara tindak
Prp tahun 1960 dicabut dengan pidana korupsi yang sulit
berlakunya UU No 3 Tahun 1971, pembuktiannya di bawah
karena dipandang kurang memadai dan koordinasi Jaksa Agung;
sudah tidak sesuai lagi dengan h. Pengaturan tentang penyidikan ke
perkembangan masyarakat pada waktu dalam rahasia bank yang lebih
itu. Dengan adanya kelemahan- luas dengan diawali dengan
kelemahan peraturan perundang- pembekuan rekening tersangka
undangan dalam pemberantasan tindak /terdakwa atau freezing yang
pidana korupsi, maka dikeluarkanlah dapat dilanjutkan dengan
UU No 31 Tahun 1999 tentang penyitaan;
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, i. Pengaturan tentang peran serta
yang memiliki karakteristik yang masyarakat sebagai sarana kontrol
secara mendasar membedakannya sosial diperluas sehingga
dengan UU No. 3 Tahun 1971, sebagai perlindungan hukum terhadap
berikut15: saksi pelapor lebih optimal dan
a. Tindak pidana korupsi efektif;
dirumuskan secara formal (delik j. Memuat amanat pembentukan
formal) bukan delik material Komisi Pemberantasan Korupsi
dimana pengembalian (kerugian) (KPK), yang bersifat independen.
keuangan negara tidak menghapus
penuntutan pidana terhadap Upaya atau kebijakan untuk
terdakwa; melakukan pencegahan dan
b. Pengaturan tentang korporasi penanggulangan kejahatan termasuk
sebagai subjek hukum, di samping dibidang “kebijakan kriminal”
perorangan; (criminal policy). Kebijakan kriminal
c. Pengaturan tentang wilayah ini pun tidak terlepas dari kebijakan
berlakunya atau yurisdiksi yang lebih luas, yaitu “kebijakan
kriminil yang dapat diperlakukan sosial” (social policy) yang terdiri dari
ke luar batas teritorial Indonesia; “kebijakan/upaya-upaya untuk
kesejahteraan sosial” (social-welfare
14
Ermansjah Djaja, Op.cit, hlm. 8-10. policy) dan “kebijakan/upaya-upaya
15
Romli Atmasasmita, 2001, Reformasi untuk perlindungan masyarakat”
Hukum Hak Asasi Manusia Dan Penegakan
Hukum. Bandung, Mandar Maju, hlm. 96.

ISSN : 2085-4757 51
Jurnal Ilmu Hukum, Jilid 13, No 1, April 2018 Formulasi Sanksi Pidana...(Lade Sirjon) 45-56

(social defence policy).16Begitu pula bagaimana jika pidananya tidak


tentang formulasi sanksi terhadap dilaksanakan, misalnya pidana pokok
korporasi, juga membawa implikasi hanya denda yang dijatuhkan pada
yang luas dalam rangka penegakan korporasi, yang jadi permasalahan
hukumnya, sebab kesalahan/kelemahan kemudian jika denda ini tidak dibayar
kebijakan formulasi oleh korporasi. Dalam KUHP
pertanggungjawaban pidana korporasi Indonesia jika denda tidak dibayar
merupakan kesalahan strategis yang maka dapat dikenakan pidana kurungan
dapat menghambat upaya pencegahan pengganti denda (Pasal 30 ayat (2)
dan penanggulangan kejahatan KUHP), sedangkan pidana kurungan
korporasi pada tahap-tahap selanjutnya tidak dapat dijatuhkan pada korporasi.
yaitu tahap aplikasi dan tahap eksekusi. Hal ini merupakan masalah yang harus
Dalam pembahasan ini akan dipertimbangkan dalam merumuskan
dibahas masalah perumusan sanksi sanksi pidana untuk korporasi dalam
dalam Pasal 20 ayat (7) UUPTPK peraturan pidana yang tersebar di luar
dirumuskan sanksi pidana pokok yang KUHP. Dalam hal rumusan pidana
dapat dijatuhkan pada korporasi, yang tunggal sebagaimana dijelaskan di atas,
mempunyai konsekuensi sama dengan pembuat undang-undang harus
perumusan pidana tunggal karena tidak membuat aturan lebih lanjut bagaimana
ada alternatif lain jika pidana pokok jika pidana tersebut tidak
tersebut (denda) tidak dibayar oleh dijalani/dilaksanakan, karena merujuk
korporasi . Hal-hal ini diuraikan pada KUHP yang berlaku sekarang ini
sebagai berikut : tidak mungkin.
Dari jenis hukuman bahwa untuk Sesuai ketentuan Pasal 20 ayat (7)
pidana pokok yang dapat dijatuhkan UUPTPK pidana pokok yang dapat
pada korporasi adalah denda, untuk dijatuhkan kepada korporasi hanya
pidana tambahan pencabutan hak-hak pidana denda, yang maksimumnya
tertentu sesuai dengan ketentuan Pasal ditambah/diperberat 1/3 (satu pertiga).
35 KUHP tidak dapat dikenakan pada Ketentuan tersebut cukup wajar sebab
korporasi oleh karena hak-hak tersebut dua jenis pidana pokok yang
hanya melekat pada manusia alamiah. diancamkan yaitu penjara dan denda,
Perkembangan selanjutnya lahir hanya pidana denda yang cocok dan
berbagai ketentuan pidana khusus, dapat diterapkan untuk korporasi
yang mengatur korporasi sebagai sebagai pelaku. Akan tetapi, dapat juga
subjek hukumnya, dengan merumuskan dipertimbangkan sebagaimana diatur
sanksi pidana untuk korporasi dalam Pasal 18 ayat (1) UUPTPK
bervariasi, yaitu ada yang dapat diterapkan terhadap korporasi,
merumuskannya kumulatif-alternatif, yaitu sanksi berupa penutupan
alternatif dan merumuskannya tunggal. perusahaan/korporsi untuk waktu
Perumusan sanksi pidana tunggal tertentu atau pencabutan hak/izin
akan menimbulkan masalah, yaitu usaha. Sebagai catatan pidana denda
untuk korporasi tidak ditentukan
16
Barda Nawawi Arief, 2001, Masalah ketentuan khusus tentang pelaksanaan
Penegakan hukum Dan Kebijakan Penanggulangan pidana denda yang tidak dibayar oleh
Kejahatan, Bandung, Citra Adtya Bakti, hlm. 73.

ISSN : 2085-4757 52
Jurnal Ilmu Hukum, Jilid 13, No 1, April 2018 Formulasi Sanksi Pidana...(Lade Sirjon) 45-56

korporasi. Hal ini dapat menimbulkan Sebagai bahan perbandingan


masalah karena apabila denda tidak dapat dilihat dalam Pasal 18 ayat (2)
dibayar tunduk ketentuan Pasal 30 UUPTPK, yang mengatur bahwa :
KUHP, yaitu diganti dengan kurungan “Jika terpidana tidak membayar uang
pengganti denda selama 6 bulan, dan pengganti sebagaimana dimaksud
ini tidak dapat diterapkan terhadap dalam ayat (1) huruf b paling lama
korporasi dan hanya tepat diterapkan dalam 1 (satu ) bulan sesudah
terhadap subyek tindak pidana berupa putusan pengadilan yang telah
orang. Hal tersebut berdasarkan aturan memperoleh kekuatan hukum tetap,
yang terdapat dalam Aturan Penutup maka harta bendanya dapat disita
Buku I Pasal 103 KUHP, yang oleh jaksa dan dilelang untuk
mengatur bahwa: menutupi uang pengganti tersebut .”
“Ketentuan-ketentuan dalam Bab I Dari ketentuan di atas jelas diatur
sampai Bab VIII buku ini berlaku alternatif lain seandainya uang
bagi perbuatan-perbuatan yang oleh pengganti tidak dibayar oleh terpidana.
perundang-undangan lainnya Jadi dalam hubungannya dengan
diancam dengan pidana, kecuali jika pidana pokok untuk korporasi dalam
oleh undang-undang ditentukan formulasi di masa yang akan datang
lain.” dalam UUPTPK harus dirumuskan
Untuk mengatasi masalah ini alternatif lain, jika denda tidak dibayar
maka UUPTPK harus ada ketentuan oleh korporasi misalnya dengan
khusus bagaimana jika denda tidak penutupan perusahan/korporasi untuk
dibayar oleh korporasi misalnya waktu tertentu, atau pencabutan hak
dengan mencabut ijin usaha untuk ijin usaha sebagaimana dikemukakan
jangka waktu tertentu, atau mungkin oleh Barda Nawawi di atas, atau
dengan penyitaan harta benda. Menurut dengan sanksi berupa segala
Barda Nawawi Arief17 di samping pembatasan terhadap aktivitas
pidana denda, sebenarnya beberapa korporasi dan lain-lain sebagaimana
jenis pidana tambahan dalam Pasal 18 dikemukakan oleh Brickey.
ayat (1) UU No 31 Tahun 1999, dapat Perumusan pidana pokok yang
dijadikan pidana pokok untuk lain selain denda sebagaimana sering
korporasi atau setidak-tidaknya sebagai dirumuskan sekarang ini dalam
pidana tambahan yang dapat dijatuhkan beberapa undang-undang yang tersebar
mandiri. Kalau pidana penjara di luar KUHP, dapat saja dilakukan
merupakan pidana pokok untuk oleh karena menurut Barda Nawawi
“orang”, maka pidana pokok yang Arief,18 jenis pidana/tindakan terhadap
dapat diidentikkan dengan pidana korporasi dapat berupa : financial
perampasan kemerdekaan adalah sanction (misalnya: denda), structural
sanksi berupa “penutupan
perusahan/korporasi untuk waktu 18
Barda Nawawi Arief, 2005, Perkembangan
tertentu” atau “pencabutan hak ijin Sistem Pemidanaan di Indonesia, Bahan Penataran
usaha”. Nasional Hukum Pidana Dan Kriminologi XI-2005,
Kerja sama FH UBAYA, Forum Pemantau
Pemberantasan Korupsi dan ASPEKHUPIKI, di
17
Barda Nawawi Arief, Ibid, hlm. 83. Hyat Hotel Surabaya, hlm. 15.

ISSN : 2085-4757 53
Jurnal Ilmu Hukum, Jilid 13, No 1, April 2018 Formulasi Sanksi Pidana...(Lade Sirjon) 45-56

sanctions atau restriction KUHP 2012 yang bunyinya sebagai


enterpreneurial activities (pembatasan berikut:
kegiatan usaha, pembubaran korporasi) (1) Jika pengambilan kekayaan atau
dan stigmatising sanctions pendapatan sebagaimana dimaksud
(pengumuman keputusan hakim, dalam Pasal 82 ayat (2) tidak dapat
teguran korporasi ). dilakukan maka untuk pidana
Dalam RUU Pemberantasan denda di atas kategori I yang tidak
Tindak Pidana Korupsi Tahun 2010 dibayar diganti dengan pidana
mencantumkan pasal tentang penjara paling singkat 1 (satu)
pemidanaan terhadap korporasi sebagai tahun dan paling lama sebagaimana
berikut:19 yang diancamkan untuk tindak
Pasal 26 pidana yang bersangkutan.
(1) Korporasi, termasuk pemimpin, (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud
direktur atau dewan komisaris dalam Pasal 83 ayat (4) berlaku
suatu Korporasi, yang juga untuk ayat (1) sepanjang
memimpin atau memerintahkan mengenai pidana penjara
tindak pidana korupsi yang pengganti.
tercantum dalam Pasal 2 sampai
dengan Pasal 12 atas nama Selanjutnya diatur pidana
Korporasi, dapat pengganti denda dalam Pasal 85 RUU
dipertanggungjawabkan secara KUHP 2012 sebagai berikut:
pidana, baik secara sendiri “Jika pengambilan kekayaan atau
maupun bersama-sama. pendapatan sebagaimana
(2) Pidana yang dapat dijatuhkan dimaksud dalam Pasal 82 ayat (2)
kepada Korporasi sebagaimana tidak dapat dilakukan maka untuk
dimaksud pada ayat (1) adalah korporasi dikenakan pidana
pidana denda sebagai pidana pengganti berupa pencabutan izin
pokok dan Perampasan, usaha atau pembubaran
pencabutan izin usaha, dan/atau korporasi”.
pengumunan putusan hakim Mengenai hal itu juga dapat
sebagai pidana tambahan. dilihat dalam Pasal 751 ayat (1) dan (2)
Dari rumusan pasal di atas juga RUU KUHP 2012:
pembuat undang-undang belum 1. Dalam hal Korporasi tidak
merumuskan secara jelas aturan mampu membayar pidana denda
terhadap pidana pengganti denda bagi sebagaimana dimaksud dalam
korporasi pelaku tindak pidana korupsi Pasal 750 ayat (1), pidana denda
yang tidak sanggup membayar denda. tersebut diganti dengan
Dalam konsep KUHP 2012 sudah perampasan harta kekayaan milik
diatur tentang pidana pengganti denda korporasi atau personil pengendali
yang tidak dibayar oleh korporasi. korporasi yang nilainya sama
Ketentuan tentang pelaksanaan pidana dengan putusan pidana denda
denda diatur dalam pasal 84 Konsep yang dijatuhkan.
2. Dalam hal penjualan harta
19
kekayaan milik korporasi yang
www.djpp.depkumham.go.id

ISSN : 2085-4757 54
Jurnal Ilmu Hukum, Jilid 13, No 1, April 2018 Formulasi Sanksi Pidana...(Lade Sirjon) 45-56

dirampas sebagaimana dimaksud yang berhubungan dengan aturan


pada ayat (1) tidak mencukupi, pemidanaan korporasi dalam tindak
pidana kurungan pengganti denda pidana korupsi yang terdapat dalam
dijatuhkan terhadap personil formulasi UUPTPK, dan formulasinya
pengendali korporasi dengan dimasa yang akan datang untuk
memperhitungkan denda yang mengatasi kelemahan-kelemahan dari
telah dibayar. formulasi UUPTPK saat ini.

Jika melihat ketentuan yang PENUTUP


terdapat dalam RUU KUHP tersebut,
merupakan ketentuan yang sama Berdasarkan pembahasan tersebut
dengan ketentuan sanksi terhadap di atas, maka dapat diambil kesimpulan
korporasi pelaku tindak pidana yang mengenai formulasi yang harus
terdapat dalam ketentuan Pasal 9 UU dirumuskan dalam UUPTPK di masa
No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan yang akan datang dalam konteks
Dan Pemberantasan Tindak Pidana pembaharuan hukum pidana Indonesia,
Pencucian Uang: yaitu: Pidana pengganti denda yang
Dalam hal Korporasi tidak mampu tidak dibayar oleh korporasi, untuk itu
membayar pidana denda pidana berupa penutupan korporasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal untuk jangka waktu tertentu, atau
7 ayat (1), pidana denda tersebut pencabutan ijin korporasi, atau
diganti dengan perampasan Harta pembatasan terhadap aktivitas
Kekayaan milik Korporasi atau korporasi dapat dijadikan alternatif
Personil Pengendali Korporasi yang pengganti, atau bisa juga mengacu
nilainya sama dengan putusan pidana pada ketentuan Pasal 85 Konsep
denda yang dijatuhkan. (2) Dalam KUHP 2012 dan Pasal 751 RUU
hal penjualan Harta Kekayaan milik KUHP Tahun 2012 serta Pasal 9 UU
Korporasi yang dirampas No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Dan Pemberantasan Tindak Pidana
tidak mencukupi, pidana kurungan Pencucian Uang. Dengan
pengganti denda dijatuhkan terhadap memperhatikan hal-hal tersebut di atas
Personil Pengendali Korporasi maka dalam pembaharuan UUPTPK di
dengan memperhitungkan denda masa yang akan datang harus juga
yang telah dibayar. memperhatikan perumusan sanksi
Ketentuan dalam RUU KUHP formulasi sanksi pidana pengganti
2012 dan Pasal 9 UU No. 8 Tahun denda terhadap korporasi sebagai
2010 tentang Pencegahan Dan pelaku tindak pidana korupsi dalam
Pemberantasan Tindak Pidana pembaharuan hukum pidana Indonesia
Pencucian Uang tersebut dapat karena dalam RUU UUPTK yang baru
dijadikan acuan dalam merumuskan juga tidak mengatur mengenai hal
suatu pidana pengganti denda yang tersebut. Hal ini dimaksudkan agar
dilakukan oleh korporasi sebagai tidak terjadi kendala dalam penerapan
pelaku tindak pidana korupsi. hukum nantinya.
Demikian permasalahan-permasalahan

ISSN : 2085-4757 55
Jurnal Ilmu Hukum, Jilid 13, No 1, April 2018 Formulasi Sanksi Pidana...(Lade Sirjon) 45-56

Romli Atmasasmita, 2001, Reformasi


DAFTAR PUSTAKA Hukum Hak Asasi Manusia Dan
Penegakan Hukum, Mandar Maju,
A. Buku Bandung.
Barda Nawawi Arief, 1994, Perbandingan Satjipto Rahardjo, 1986, Ilmu Hukum,
Hukum Pidana, Cetakan Kedua, PT Alumni, Bandung
Raja Grafindo Persada, Jakarta. Setiyono, 2005, Kejahatan Korporasi,
--------------------------, 2001, Masalah Cetakan Ketiga, Bayumedia Publisihing.
Penegakan hukum Dan Kebijakan Sianturi, S.R,. 1986, Asas-Asas Hukum
Penanggulangan Kejahatan, Citra Pidana Di Indonesia Dan
Adtya Bakti, Bandung. Penerapannya, Alumni
--------------------------, Kapita Selekta Alumniahaem Petehaem, Jakarta.
Hukum Pidana, PT Citra Aditya Soetan K. Malikoel Adil, 1995,
Bakti, Bandung. Pembaharuan Hukum Perdata Kita,
Dwidja Priyatno, 2004, Kebijakan PT. Pembangunan, Jakarta.
Legislasi Tentang Sistem
Pertanggungjawaban Pidana B. Peraturan Perundang-Undangan
Korporasi Di Indonesia, C.V. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Utomo, Bandung. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
Ermansyah Djaya, 2008, Memberantas Jo. Undang-Undang Nomor 20
Korupsi Bersama KPK (Komisi Tahun 2001 tentang Pemberantasan
Pemberantasan Korupsi), Sinar Tindak Pidana Korupsi
Grafika, Jakarta. RUU KUHP Tahun 2012
Gerson. W. Bawengan, 1979, Hukum RUU Pemberantasan Tindak Pidana
Pidana Di Dalam Teori Dan Korupsi 2010
Praktek, Pradnya Paramita, Jakarta. UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan
H.Setiyono, 2003, Kejahatan Korporasi Dan Pemberantasan Tindak Pidana
Analisis Viktimologi dan Pencucian Uang
Pertanggungjawaban Korporasi,
Dalam Hukum Pidana, Edisi kedua C. Internet
Cetakan Pertama, Banyumedia www.djpp.depkumham.go.id
Publishing, Malang.
Muladi, Dwidja Priyatno, 1991,
Pertanggungjawaban Pidana
Korporasi Dalam Hukum Pidana,
Cetakan Pertama, Sekolah Tinggi
Hukum, Bandung.
Mahrus Ali, 2008, Kejahatan Korporasi
(Kajian Relevansi Sanksi Tindakan
Bagi Penanggulangan Kejahatan
Korporasi), Arti Bumi Intaran,
Yogyakarta.
--------------, 2011, Hukum Pidana Korupsi
Di Indonesia, UII Press, Yoyakarta.

ISSN : 2085-4757 56

Anda mungkin juga menyukai