FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
2023
1
DAFTAR ISI
2
A. Selayang Pandang tentang Penegakan
Pada era reformasi ini, peranan hukum dikedepankan, artinya apabila pada orde
lama masalah politik yang dikedepankan, sedangkan pada masa orde baru masalah
ekonomi yang dikedepankan, maka pada era reformasi ini semestinya masalah
yang dikedepankan adalah bidang hukum. Dibidang politik menciptakan atau
mengubah peraturan-peraturan di bidang politik yang memungkinkan semua
kekuatan-kekuatan yang ada dalam masyarakat tertampung.
Istilah penegakan dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah enforcement dalam
Black law dictionary diartikan the act of putting something such as a law into
effect, the execution of a law. Sedangkan penegak hukum (law enforcement
officer) artinya adalah those whose duty it is to preserve the peace. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, penegak adalah yang mendirikan, menegakkan. Penegak
hukum adalah yang menegakkan hukum, dalam arti sempithanya berarti polisi dan
jaksa yang kemudian diperluas sehingga mencakup pula hakim, pengacara dan
lembaga pemasyarakatan.33
1
Eman Rajaguguk dalam Nyoman Serikat Putra Jaya, Op.cit. hlm 8
2
https://www.unja.ac.id/tanggapan-terhadap-sistem-hukum-di-indonesia/
3
Departemen Pendidkan dan Kebudayaan, Kamus Besar..., Op Cit, h. 912.
3
Sudarto memberi arti penegakan hukum adalah perhatian dan penggarapan, baik
perbuatan-perbuatan yang melawan hukum yang sungguh- sungguh terjadi
(onrecht in actu) maupun perbuatan melawan hukum yang mungkin akan terjadi
(onrecht in potentie.4 Sedangkan menurut Soerjono Soekanto, secara
konsepsional, maka inti dari penegakan hukum terletak pada kegiatan
menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang
mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai
tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian
pergaulan hidup.5
Menurut Richard quiney penegakan hukum pidana secara full and for command
adalah tindak tidak mungkin dilaksanakan sebab ada pembatasan pembatasan
serta keadaan-keadaan tertentu yang memungkinkan penegakan hukum secara
maksimal tidak terlaksana.6 Dalam mengoperationalisasikan hukum pidana ada
berapa asas utama yang harus dihayati karena individu harus benar-benar merasa
terjamin bahwa mekanisme sistem peradilan pidana tidak akan menyentuh mereka
tanpa landasan hukum tertulis yang terlebih dahulu hukum acara pidana mengenal
apa yang dinamakan asas kegunaan atau asas kelayakan yang berpangkal tolak
pada kepentingan masyarakat dapat diartikan sebagai kepentingan tertib hukum
dengan asas ini peraturan suatu perkara mendapat legitimasinya asas kelayakan ini
bersifat negatif apabila penekanan diletakkan pada bentuk peringanan atau
penyimpanan terhadap asas legalitas yang dapat bersifat positif apabila tekanan
diarahkan pada kewajiban untuk menuntut kecuali berdasarkan beberapa
pengecualian proses selanjutnya adalah asas prioritas yang didasarkan pada
semakin beratnya beban sistem peredaran pidana di sini berkaitan dengan sebagai
kategori tindak pidana dan bisa juga berkaitan dengan pemilihan jenis-jenis
pidana dan tindak pidana yang dapat diterapkan pada pelaku tindak pidana.
4
Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni (Bandung, 1986), h. 32
5
. Soerjono Soekanto, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakkan Hukum, PT. Raja Grafindo
Persada (Jakarta, 2005), h. 5.
6
Nyoman Serikat PJ.Ibid
4
strategis dalam bekerjanya sistem peredaran pidana perundang-undangan pidana
memberikan dasar hukum dan memberikan kekuasaan pada pengambil kebijakan
lembaga legislatif berpartisipasi dalam menyiapkan kebijakan tersebut secara
operasional perundang-undangan pidana sebagian dari substansi hukum
mempunyai kedudukan strategis terhadap sistem peradilan pidana sebab
perundang-undangan pidana memberikan definisi tentang perbuatan-perbuatan
apa yang dirumuskan sebagai tindak pidana mengendalikan usaha-usaha
pemerintah untuk memberantas kejahatan dan membidana si pelaku memberikan
batasan tentang pidana yang dapat diterapkan untuk setiap kejahatantuk yaitu:
5
adalah asas legalitas. hukum secara pidana mengenal apa yang dinamakan asas
kegunaan atau asas kelayakan yang berpangkal tolak pada kepentingan
masyarakat dapat diartikan sebagai kepentingan tertib hukum dengan asas ini
penuntutan suatu perkara mendapat legitimasinya asas kelayakan ini bersifat
negatif apabila penekanan diletakkan pada bentuk peringanan atau
penyimpanan terhadap hasil legalitas dan dapat bersifat positif apabila tekanan
diarahkan pada kewajiban untuk menuntut kecuali berdasarkan beberapa
pengecualian. Asas selanjutnya adalah asas prioritas yang didasarkan pada
semakin beratnya beban sistem peradilan pidana di sini berkaitan dengan
berbagai kategori tindak pidana yang bisa juga berkaitan dengan pemilihan
jenis-jenis pidana dan tindakan yang dapat diterapkan pada pelaku tindak
pidana. Di sini peranan perundang-undangan sangat sangat strategis dalam
bekerjanya sistem peredaran pidana perundang-undangan pidana memberikan
dasar hukum dan memberikan kekuasaan pada pengambil kebijakan lembaga
legislatif berpartisipasi dalam menyiapkan kebijakan dan memberikan
kerangka hukum untuk memformulasikan kebijakan dan menetapkan program
kebijakan yang telah ditetapkan keseluruhan itu merupakan bagian dari
kebijakan hukum atau politik hukum pidana pada hakikatnya berfungsi dalam
tiga bentuk ialah :
6
dengan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.8
Di bidang hukum pidana penegakan hukum pidana terdiri dari dua tahap inti.
Proses legislasi/formulasi ini merupakan tahap awal yang sangat strategis dari proses
penegakan hukum in concreto. Oleh karena itu, kesalahan/kelemahan pada tahap
kebijakan legislasi/formulasi merupakan kesalahan strategis yang dapat menghambat
upaya penegakan hukum in concreto. Penegakan hukum pidana yang dilakukan pada
tahap kebijakan aplikasi dan kebijakan eksekusi.
Diskresi dalam hukum pidana dianggap sebagai sebuah power seduction dari
penguasa dalam menjalankan kekuasaaannya, yakni suatu jenis kekuasaan
dimana pejabat atau penyelenggara negara dapat menggunakan kewenangannya
8
Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam
Penanggulangan Kejahatan, Kencana, Jakarta, 2008, hlm. 25.
9
Dalam GBHN 1999 antara lain dikemukakan, Visi Bangnas Arief, Penegakan hukum pidana
dalam Konteks Sistem Hukum Nasional (Siskumnas) dan Pembangunan Nasional (Bangnas),
makalah disajikan dalam Sespim Polri, di Lembang, 26 Agustus 2008, hlm. 1.
7
berdasarkan kreatifitasnya dengan maksud menyelesaikan sebuah kasus
konkrit yang aturannya tidak jelas atau tidak ada. Undang-undang
memberikan kekuasaan tersebut dengan maksud agar jabatan tersebut dapat
dijalankansesuai dengan seharusnya. Keadaantersebutlahyang dianggap menjadi
celahpenyelewengan wewenang jabatan, karena dengan mudahnya, ketika
melaksanakan kebijakan tersebut, dapat diselipkan niat untuk menarik
keuntungan pribadi atau kelompok.10 Pada prinsipnya, kewenangan diskresi
dimiliki oleh semua unsur yang terlibat dalam penegakan hukum, seperti
kepolisian, kejaksanaan, kehakiman, dan lembaga penegak hukum lain.
Di Indonesia sudah banyak contoh kasus tindak pidana korupsi yang sangat
erat kaitannya dengan diskresi. UU Tipikor mengklasifikasi perbuatan tindak
pidana korupsi menjadi tujuh jenis, yakni merugikan keuangan negara, suap,
gratifikasi, penggelapan dalam jabatan, pemerasan perbuatan curang, dan
konflik kepentingan.11 Klaisifkasi tersebut tentu saja erat kaitannya dengan
penyelenggara negara.Kegagalanpelaksanaan kebijakan yangmengarah kepada
pelanggaran pidana, padahalpelaku bahkan tidak menikmati hasil kebijakan
yang dianggapsebagai sebuahkejahatan tersebut. Misalnya kasus Mantan Ketua
Badan Koordinasi Penanaman Modal dalam kasus program tahun investasi
Indonesia2002-2003, yang pada saat itu mengadakan program tersebut
karena Indonesia mengalami krisis ekonomi akibat bom bali. 12 Bahkan
sebelum keluarnya putusan MK No. 25/PUU/XIV/2016,sering kita temukan
kasus-kasus korupsi yang terjadi karena pengambilan kebijakan oleh
penyelenggara negara, contoh kasus kebijakan penyelamatan bank century
atau bailout bank century yang dianggap merugikan negara sebesar Rp689,39
Miliar.
12
Benny Irawan, Diskresi Sebagai Tindak Pidana Korupsi: Kajian Kriminologi Dan Hukum
Terhadap Fenomena Pejabat Otoritas, (Serang: Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, 2011), hal.
144
8
indikasi kerugian negara (artinya belum tentu terdapat kerugian), maka sudah
menjadi suatu tindak pidana korupsi. Meskipun kemudian pada tahun 2016 oleh
Mahkamah Konstitusi dinyatakan, frasa “dapat”dalam Pasal 2 ayat (1) dan
Pasal 3 Undang-undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang No. 20
Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat. Dalam amar putusannya dijelaskan bahwa
pencantuman kata“dapat”membuat delik dalam kedua pasal itu menjadi delik
formil, sehingga seringkali dalam praktiknya disalah gunakan untuk
menjangkau banyak perbuatan yang diduga merugikan keuangan
negara, termasuk terhadap pengambilan keputusan diskresi ataupun
kebijakan yang bersifat mendesak, sehingga seringkali terjadi kriminalisasi
terhadap kebijakan tersebut dengan dalil penyalahgunaan wewenang.13
13
Mahkamah Konstitusi, Putusan No. 25/PUU-XIV/2016
9
umumnya dilarang dengan ancaman pidana.14 Perikanan adalah kegiatan
ikan dengan alat yang dilarang, pengeboman ikan, bisnis perikanan ilegal
serta masih bnyak lagi kasus yang lainnya. Di Indonesia, menurut Undang-
14
Tri Andrisman, Op.Cit, hlm 70
15
Djoko Tribawono, Hukum Perikanan Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,
2002, hlm. 22
16
Supriadi dan Alimuddin, Hukum Perikanan Indonesia, Sinar Grafika Offset, 2011, hlm.68
10
perikanan. Ada 2 (dua) kategori mengenai tindak pidana perikanan yaitu
terdiri atas dua hakim ad hoc dan satu hakim karier. Pemeriksaan
diatur secara khusus. Ada 17 buah pasal yang mengatur rumusan delik
perikanan dari Pasal 84 sampai dengan Pasal 100. Pasal 84 Ayat (1)
mengenai penangkapan dan budi daya ikan tanpa izin dengan ancaman
pidana penjara maksimum 6 tahun dan denda maksimum 1,2 miliar rupiah.
Ayat (2) pasal itu menentukan subjek nakhoda atau pemimpin perikanan
Di dalam Pasal 84 Ayat (1) itu menyebut subjek pemilik kapal perikanan,
dan/atau operator kapal perikanan melakukan hal yang sama pada Ayat (2)
dengan ancaman pidana penjara 10 tahun sama dengan Ayat (2) tetapi
dengan denda yang lebih tinggi, yaitu dua miliar rupiah. Ayat (4) pasal itu
11
pembudidayaan ikan, dan/atau penanggug jawab perusahaan
menggunakan bahan kimia dan seterusnya sama dengan Ayat (3) dengan
ancaman pidana sama, yaitu 10 tahun dan denda juga sama Ayat (3).
penangkapan ikan yang berada di kapal penangkap ikan yang tidak sesuai
dengan ukuran yang ditetapkan, alat penangkapan ikan yang tidak sesuai
dengan persyaratan, atau standar yang ditetapkan untuk tipe alat tertentu
penjara dan denda maksimum dua miliar rupiah. Pasal 86 Ayat (2)
maksimum satu miliar lima ratus juta rupiah. Pasal 86 Ayat (3) mengenai
12
penjara dan denda maksimum satu miliar lima ratus juta rupiah. Pasal 86
daya ikan dan/atau kesehatan manusia, dengan ancaman pidana yang sama
Pasal 87 Ayat (1) mengenai perbuatan merusak plasma nutfah yang berkaitan dengan
sumber daya ikan dengan ancaman pidana maksimum dua tahun penjara denda
maksimum satu miliar rupiah. Pasal 88 mengenai setiap orang yang dengan sengaja
memasukkan, mengeluarkan, mengadakan, mengedarkan, dan/atau memelihara ikan yang
merugikan masyarakat, pembudidayaan, sumber daya ikan, dan/atau lingkungan sumber
daya ikan ke dalam dan/atau keluar wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling
lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp 1.500.000.000,00 (satu miliar lima
ratus juta rupiah).
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 Ayat (3), dipidana dengan pidana penjara
paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp 800.000.000,00 (delapan
Pasal 90 mengenai setiap orang yang dengan sengaja melakukan pemasukan atau
sebgaimana dimaksud dalam Pasal 21, dipidana dengan pidana paing lama 1
(satu) tahun dan denda paling banyak Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta
rupiah).
13
Pasal 91 mengenai setiap orang yang dengan sengaja menggunakan bahan baku,
ikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1), dipidana dengan pidana
dimaksud dalam Pasal 26 Ayat (1) (satu), dipidana dengan pidana penjara
Pasal 93 Ayat (1) mengenai setiap orang yng memiliki dan /atau mengoperasikan
tidak memiliki SIPI (Surat Izin Penangkapan Ikan) sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 Ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)
tahun dan denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). Pasal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 Ayat (2), dipidana dengan pidana penjara
14
paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp 20.000.000.000,00
melakukan pengangkutan ikan atau kegiatan yang terkait yang tidak memliliki
SIKPI (Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan) sebagaimana dimaksud dalam Pasal
28 Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan
denda paling banyak Rp 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
dalam Pasal 36 Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu)
tahun dan denda paling banyak Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
ikan berbendera asing yang tidak memiliki izin penangkapan ikan yang selama
dalam Pasal 38 Ayat (1), dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Pasal 97 Ayat (2) mengenai nahkoda
yang mengoperasikan kapal penngkap ikan berbendera asing yang telah memiliki
izin penangkapan ikan dengan 1 (satu) jenis alat penangkapan ikan tertentu pada
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 Ayat (2), dipidana dengan pidana denda
15
mengenai nahkoda yang mengoperasikan kapal penangkapan ikan yang
berbendera asing yang telah memiliki izin penangkapan ikan, yang tidak
menyimpan alat penangkapan ikan di dalam palka selama berada di luar daerah
Pasal 98 mengenai nahkoda yang berlayar tidak memiliki surat izin berlayar
Pasal 42 Ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 Ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling
lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).Pasal 100 mengenai setiap orang yang melanggar ketentuan yang ditetapkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 Ayat (2), dipidana dengan pidana denda paling
banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah). Pasal 101 mengenai
dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 Ayat (1), Pasal 85,
Pasal 86, Pasal 87, Pasal 88, Pasal 89, Pasal 90, Pasal 91, Pasal 92,
Pasal 93, Pasal 94, Pasal 95, Pasal 96 dilakukan oleh koorporasi, tuntutan dan sanksi
pidananya dijatuhkan terhadap pengurusnya dan pidana dendanya ditambah 1/3
(sepertiga) dari pidana yang dijatuhkan.
16
Daftar Pustaka
17
https://www.unja.ac.id/tanggapan-terhadap-
sistem-hukum-di-indonesia/
Departemen Pendidkan dan Kebudayaan,
Kamus Besar..., Op Cit, h. 912.
Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni
(Bandung, 1986), h. 32
Soerjono Soekanto, Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Penegakkan Hukum, PT. Raja
Grafindo Persada (Jakarta, 2005), h. 5.
Nyoman Serikat PJ.Ibid
Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan
Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam
Penanggulangan Kejahatan, Kencana, Jakarta,
2008, hlm. 25.
Dalam GBHN 1999 antara lain dikemukakan,
Visi Bangnas Arief, Penegakan hukum pidana
dalam Konteks Sistem Hukum Nasional
(Siskumnas) dan Pembangunan Nasional
(Bangnas), makalah disajikan dalam Sespim
Polri, di Lembang, 26 Agustus 2008, hlm. 1.
18
Nitibaskara, Tb. R,“Perangkap Penyimpangan
Dan Kejahatan, Teori Baru Dalam Kriminologi”,
(Jakarta: YPKIK,2009)Hal. 46
Orin Gusta Andini, Nilasari. Menakar Relevansi
Pedoman Pemidanaanterhadap Koruptor
terhadap Upaya Pemberantasan Korupsi di
Indonesia. Tanjung pura Law journal. Volume 5
Nomor 2 tahun 2021.
http://dx.doi.org/10.26418/tlj.v5i2.46109
Benny Irawan, Diskresi Sebagai Tindak Pidana
Korupsi: Kajian Kriminologi Dan Hukum
Terhadap Fenomena Pejabat Otoritas, (Serang:
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, 2011), hal.
144
Mahkamah Konstitusi, Putusan No. 25/PUU-
XIV/2016
Supriadi dan Alimuddin, Hukum Perikanan
Indonesia, Sinar Grafika Offset, 2011, hlm.68
http://id.m.wikipedia.org/wiki/perikanan
(diakses tanggal 11Maret2014, pukul 12.00 WIB)
19
20