DISUSUN :
S1 ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2019
KATA PENGANTAR
Assalamua’laikum Warahmatullahi.Wabarakatuh
Syukur alhamdulillah, Teriring salam dan do’a semoga Allah SWT senantiasa
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita dalam menjalankan aktivitas
sehari–hari, Amin. Tidak lupa selawat beriring salam kepada junjungan nabi kita
Muhammad SAW yang telah memberikan makna hidup dengan penerangan bagi
seluruh umat manusia. Penulisan ini merupakan sebuah makalah yang berjudul :
“Kebijakan Penegakan Hukum dalam Peradilan Pidana Indonesia”
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Filsafat Hukum yang diampuh
oleh Bapak Zamroni Abdussamad, SH.,MH
Makalah ini saya susun dengan harapan dapat dipergunakan dengan
sebaik-baiknya dan saya menyadari bahwa makalah ini masih banyak
kekurangannya. Oleh karena itu saya sangat mengharapkan saran dan kritikan
yang membangun dari berbagai pihak demi perbaikan dan penyempurnaan
makalah ini.
Demikian semoga makalah ini dapat bermanfaat.Terima Kasih.
penulis
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Kesimpulan ..................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................19
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Selain itu, UUD 1945 melalui Pasal 1 ayat (3) juga menetapkan bahwa
negara Indonesia adalah negara hukum. Dari Pasal ini dapat ditarik pemahaman
bahwa negara Indonesia berdasarkan hukum (rechtstaat), dan bukan
berdasarkan kekuasaaan belaka (machstaat). Negara Indonesia merupakan
negara hukum yang demokratis dan berlandaskan pada konstitusi yang telah
diterima oleh seluruh bangsa Indonesia. Karena itulah, aparat penegak hukum
harus selalu menjunjung tinggi hak asasi manusia, dan menjamin semua warga
negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan serta
wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
Aturan-aturan dalam hukum menegaskan hal-hal apa saja yang seharusnya
dilakukan oleh warga negara sebagai suatu kewajiban, hal-hal yang dibolehkan
1
Erfandi, “Implementasi Nilai-Nilai Pancasila dalam Pembangunan Sistem Hukum Pidana di
Indonesia”, Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Th. 1, Nomor 1, Juni 2016
2
. Solly Lubis, Pembahasan UUD ’45, Bandung: Alumni, 1985, hlm. 24.
1
2
untuk dilakukan sebagai suatu pilihan serta hal-hal yang tidak dibolehkan untuk
dilakukan sebagai suatu bentuk larangan. Sistem hukum mempunya tujuan dan
sasaran tertentu. Tujuan dan sasaran hukum tersebut dapat berupa orang-
orang yang secara nyata berbuat melawan hukum, juga berupa perbuatan
hukum itu sendiri, dan bahkan berupa alat atau aparat negara sebagai penegak
hukum. Sistem hukum mempunyai mekanisme tertentu yang menjamin
terlaksananya aturan-aturan secara adil, pasti dan tegas, serta memiliki manfaat
untuk terwujudnya ketertiban dan ketenteraman masyarakat. Sistem bekerjanya
hukum tersebut merupakan bentuk dari penegakan hukum. 3
2. Rumusan Masalah
3
Barda Nawawi Arief, Pembaharuan Hukum Pidana dalam Perspektif Kajian
Perbandingan, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2011, hlm. 3.
3
PEMBAHASAN
konsep yang lebih luas yaitu kebijakan sosial dan rencana pembangunan nasional
dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat. 6
6
Ellen Benoit, “Not Just a Matter of Criminal Justice: States, Institutions, and North American
Drug Policy”, Sociological Forum, Vol. 18, No. 2, Juni, 2003.
7
Barda Nawawi Arief, Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana
Penjara, cet. 3, Yogyakarta: Genta Publishing, 2010, hlm. 35.
8
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana (Perkembangan Penyusunan
Konsep KUHP Baru), cet. 1, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2014, hlm.24.
6
criminallaw, dan penalpolicy. Dalam hal penalpolicy, Ancel menyatakan bahwa itu
adalah suatu ilmu sekaligus seni yang pada akhirnya mempunyai tujuan praktis
untuk memungkinkan peraturan hukum positif dirumuskan secara lebih baik dan
untuk memberikan pedoman tidak hanya kepada pembuat undang-undang,
tetapi juga kepada pengadilan yang menerapkan undang-undang, dan juga
kepada para penyelenggara atau pelaksana putusan pengadilan.9
(social policy) itu sendiri dapat diartikan sebagai segala usaha yang rasional
untuk mencapai kesejahteraan masyarakat dan sekaligus mencakup
perlindungan masyarakat. Jadi, di dalam pengertian social policy sekaligus
tercakup di dalamnya social welfare policy dan social defence policy.13
13
Mokhamad Najih, Politik Hukum Pidana Pasca Reformasi: Implementasi Hukum Pidana sebagai
Instrumen dalam Mewujudkan Tujuan Negara, Malang: In-Trans Publishing, 2008, hlm. 32.
14
Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, cet. 4, Bandung: Alumni,
2010, hlm. 156-157.
15
Ibid., hlm 157.
16
Ibid., hlm. 157-158.
8
17
Mokhammad Najih, Politik Hukum Pidana, hlm. 54-55.
18
Ibid., hlm. 33.
19
Barda Nawawi Arief, “Perlindungan Korban Kejahatan dalam Proses
Peradilan Pidana”, Jurnal Hukum Pidana dan Kriminologi, Vol. 1, No.1, 1998.
20
Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum: Suatu Tinjauan Sosiologis, Bandung: Sinar Baru,
2005, hlm. 15.
21
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta: Rajawali
Press, 2005, hlm. 3.
9
22
Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Kejahatan,
Jakarta, Kencana, 2008, hlm. 23.
23
Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana, Bandung:
Citra Aditya Bakti, 2005, hlm. 13.
24
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor, hlm. 3.
25
Ibid., hlm. 5
10
2. Faktor Perundang-Undangan
hasil perundang-undangan pidana yang sesuai dengan keadaan dan situasi pada
suatu waktu dan untuk masa-masa yang akan datang.28
28
Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Bandung: Alumni, 1986, hlm. 109.
29
Barda Nawawi Arief, Kebijakan Legislatif, hlm. 31.
30
Teguh Prasetyo, Kriminalisasi dalam Hukum Pidana, Bandung: Nusa Media, 2011, hlm. 1.
31
Ibid., hlm. 20.
12
32
Barda Nawawi Arief, Kebijakan Legislatif, hlm. 240.
33
Ibid.
34
Ibid.
13
Siapa yang harus dipandang sebagai pelaku suatu tindak pidana telah
dijelaskan oleh para ahli ilmu hukum pidana, misalnya Van Hamel, yang
mengartikan pelaku suatu tindak pidana sebagai berikut:
35
P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang, Hukum Penitensier, hlm. 556.
36
Perkataan pleger sama artinya dengan dader yang keduanya dapat diterjemahkan ke dalam
Bahasa Indonesia dengan istilah ‘pelaku’ (orang yang melakukan sesuatu). P.A.F. Lamintang dan
Fraciscus Theojunior Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika,
2014, hlm. 611.
37
P.A.F. Lamintang dan Fraciscus Theojunior Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana, hlm. 613.
14
Hakim dianggap mengetahui semua hukum atau jus curianovit. Hal ini
menyebabkan hakim sebagai penegak hukum mempunyai posisi sentral dalam
penerapan hukum. Hakim tidak hanya dituntut agar dapat berlaku adil tetapi ia
juga harus mampu menafsirkan undang-undang secara aktual sesuai dengan
kebutuhan dan perkembangan yang terjadi di tengah-tengah kehidupan
masyarakat pencari keadilan dengan tetap mempertimbangan aspek keadilan,
kepastian hukum dan nilai kemanfaatannya. Melalui putusan-putusannya
seorang hakim tidak hanya menerapkan hukum yang ada dalam teks undang-
undang tetapi sesugguhnya ia juga melakukan pembaharuan-pembaharuan
hukum ketika dihadapkan pada masalah-masalah yang diajukan kepadanya dan
belum diatur dalam undang-undang ataupun telah ada aturan tetapi dipandang
tidak relevan dengan keadaan dan kondisi yang ada. Karena itulah, hakim dalam
memeriksa dan memutuskan perkara menghadapi suatu kenyataan, bahwa
suatu hukum tertulis (perundang-undangan) ternyata tidak selalu dapat
menyelesaikan masalah yang dihadapi. Bahkan sering sekali hakim harus
menemukan sendiri hukum itu (rechtsvinding), dan menciptakan hukum
(rechtsschepping) untuk melengkapi hukum yang sudah ada, dalam
memutuskan suatu perkara.39
38
Esmi Warasih, Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis, Semarang: CV. Suryandaru Utama,
2005, hlm. 83.
39
Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, cet. 2, Yogyakarta: Liberty, 2001,
hlm. 15.
15
karena hanya hakim lah yang mengetahui kondisi dari fakta-fakta yang ada
dalam persidangan tersebut. Keadaan berbeda-bedanya putusan hakim tersebut
diistilahkan sebagai suatu disparitas putusan.
41
Eva Achjani Zulfa dan Indriyanto Seno Adji, Pergeseran Paradigma Pemidanaan, Bandung:
Lubuk Agung, 2011, hlm. 33.
16
Kesadaran hukum menjadi satu hal yang penting dalam penerapan dan
pelaksanaan hukum. Semakin tinggi kesadaran hukum penduduk suatu negara,
akan semakin tertib kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Faktor kesadaran
hukum ini mempunyai peran penting dalam perkembangan hukum, di mana
semakin kuat kesadaran hukumnya semakin kuat pula faktor kepatuhan hukum.
Kesadaran hukum masyarakat yang pada gilirannya akan menciptakan suasana
penegakan hukum yang baik memberikan rasa keadilan dan dapat menciptakan
kepastian hukum dalam masyarakat dan memberikan kemanfaatan bagi anggota
masyarakat.
PENUTUP
A. Kesimpuln
Buku:
Arief, Barda Nawawi. 2003. Kapita Selekta Hukum Pidana. Bandung: Citra Aditya
Bakti.
Arief, Barda Nawawi. 2005. Beberapa Aspek Penegakan dan Pengembangan
Hukum Pidana. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Arief, Barda Nawawi.2 008. Masalah Penegakan Hukum Pidana dalam
Penanggulangan Kejahatan. Jakarta, Kencana.
Arief, Barda Nawawi. 2010. Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan
Kejahatan dengan Pidana Penjara, cet. 3. Yogyakarta: Genta Publishing.
Arief, Barda Nawawi. 2011. Pembaharuan Hukum Pidana dalam Perspektif Kajian
Perbandingan, cet. 2. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Arief, Barda Nawawi. 2014. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana
(Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru) , cet. 1. Bandung: Citra
Aditya Bakti.
Ashworth, Andrew. 2005. Sentencing andCriminal Justice. Cambridge: Cambridge
University Press.
Lamintang, P.A.F., dan Fraciscus Theojunior Lamintang. 2014. Dasar-dasar
Hukum Pidana di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
Lamintang, P.A.F., dan Theo Lamintang, 2012, Hukum Penitensier Indonesia,
edisi 2, cet. 2. Jakarta: Sinar Grafika.
Lubis, M. Solly. 1985. Pembahasan UUD ’45. Bandung: Alumni.
Mertokusumo, Sudikno. 2001. Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, cet. 2.
Yogyakarta: Liberty.
Muladi, dan Barda Nawawi Arief. 2010. Teori-Teori dan Kebijakan Pidana , cet. 4.
Bandung: Alumni.
Najih, Mokhamad. 2008. Politik Hukum Pidana Pasca Reformasi: Implementasi
Hukum Pidana sebagai Instrumen dalam Mewujudkan Tujuan Negara .
Malang: InTransPublishing.
Prasetyo, Teguh. 2011. Kriminalisasi dalam Hukum Pidana. Bandung: Nusa
Media.
Rahardjo, Satjipto. 2005. Masalah Penegakan Hukum: Suatu Tinjauan Sosiologis.
Bandung: Sinar Baru.
Soekanto, Soerjono. 1981, Kriminologi: Suatu Pengantar. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Soekanto, Soerjono. 2005. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan
Hukum. Jakarta: Rajawali Press.
Sudarto. 1986. Hukum dan Hukum Pidana. Bandung: Alumni.
Warasih, Esmi. 2005. Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis. Semarang: CV.
Suryandaru Utama.
Zulfa, Eva Achjani, dan Indriyanto Seno Adji. 2011. Pergeseran Paradigma
Pemidanaan. Bandung: Lubuk Agung.
19
Jurnal:
Arief, Barda Nawawi, 1998, “Perlindungan Korban Kejahatan dalam Proses
Peradilan Pidana”, Jurnal Hukum Pidana dan Kriminologi , Vol. 1, No.1,
1998.
Benoit, Ellen, 2003, “Not Just a Matter of Criminal Justice: States, Institutions,
and North American DrugPolicy”, Sociological Forum, Vol. 18, No. 2,
Juni, 2003.
Erfandi, 2016, “Implementasi Nilai-Nilai Pancasila dalam Pembangunan Sistem
Hukum Pidana di Indonesia”, Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan, Th. 1, Nomor 1, Juni 2016.
Karya Ilmiah:
Peraturan Perundang-Undangan:
20