Anda di halaman 1dari 33

TUGAS KEWARGANEGARAAN

MAKALAH KEWARGANEGARAAN

PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA MENURUT ASPEK


KEPASTIAN HUKUM, KEADILAN, DAN KEMANFAATAN
Dosen pengampu :
Drs. Yusup Suprapto Yudomardjono, M.Pd

Disusun oleh:
NADIA PUTRI HADITIKA
1B AKT / 20
NIM: 2132510090

Jurusan Akuntansi
Program Studi D3 Akuntansi
POLITEKNIK NEGERI MALANG
2 Juni 2022
DAFTAR ISI
Daftar Isi ........................................................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 3


1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 3
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................. 6
1.3 Tujuan Makalah ..................................................................................................... 6
1.4 Manfaat Makalah ................................................................................................... 6
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................. 7
2.1 Landasan Teori............................................................................................................ 7
2.1. Pengertian Penegakan Hukum .............................................................................. 7
2.2. Posisi Hukum yang Berlaku di Masyarakat .......................................................... 7
2.3. Hukum yang Berlaku di Indonesia ........................................................................ 7
2.3.1 Hukum Perdata di Indonesia .......................................................................... 8

2.2.2 Hukum Pidana ................................................................................................ 9

2.2.3 Hukum Tata Negara ..................................................................................... 13

2.4. Kesadaran Hukum dalam Masyarakat ................................................................ 17

2.5. Peranan Pemerintah dalam Menegakan Hukum Lingkungan ............................. 18

2.6. Peranan Pengadilan Negeri dalam Menegakan Hukum Lingkungan.................. 21

2.7. Aspek-aspek dan Tujuan Hukum di Indonesia ................................................... 22


BAB III PENUTUP ........................................................................................................ 32
3.1 Kesimpulan ............................................................................................................... 32
3.2 Saran ......................................................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 33

2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia bahwa negara Indonesia
adalah negara hukum. Negara hukum yang dimaksud adalah negara yang menegakkan
supremasi hukum untuk menegakkan kebenaran dan keadilan.Secara umum, dalam setiap
negara yang menganut paham negara hukum terdapat tiga prinsip dasar, yaitu supremasi
hukum (supremacy of law), kesetaraan dihadapan hukum (equality before the law), dan
penegakan hukum dengan cara yang tidak bertentangan dengan hukum (due process of law).

Utrecht (1996 : 13) mengemukakan, bahwa hukum adalah himpunan petunjuk hidup
(perintah-perintah dan laranganlarangan) yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat,
dan seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan. Menurut Daliyo (2007 :
30) hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah
laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang
berwajib, pelanggaran terhadap peraturan tadi berakibatkan diambilnya tindakan, dengan
hukuman tertentu. Hukum dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
memiliki kedudukan yang penting, Roeslan Saleh (1996 : 15) menyatakan, bahwa: “Cita
hukum bangsa dan negara Indonesia adalah pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, untuk membangun negara yang merdeka, bersatu,
berdaulat, adil dan makmur. Cita hukum itulah Pancasila”.

Negara Indonesia dalam mencapai cita hukumnya, sesuai pada Pasal 27 ayat (1)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi, “Segala
warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib
menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.” Dengan begitu,
bahwa setiap sikap, kebijakan, dan perilaku alat negara dan penduduk (warga negara dan
orang asing) harus berdasarkan dan sesuai dengan hukum. Dalam upaya mewujudkan
kehidupan yang damai, aman dan tentram, diperlukan adanya aturan untuk mengatur
kehidupan sosial masyarakat agar sesama manusia dapat berperilaku dengan baik dan rukun.
Namun, gesekan dan perselisihan antar sesama manusia tidaklah dapat dihilangkan. Maka,
hukum diberlakukan terhadap siapapun yang melakukan perbuatan melanggar hukum.

Substansi Hukum adalah bagian substansial yang menentukan bisa atau tidaknya
hukum itu dilaksanakan. Substansi juga berarti produk yang dihasilkan oleh orang yang

3
berada dalam sistem hukum yang mencakup keputusan yang mereka keluarkan, atauaturan
baru yang mereka susun. Substansi juga mencakup hukum yang hidup (living law), bukan
hanya aturan yang ada dalam kitab undang-undang (law books). Sebagai negara yang masih
menganut sistem Civil Law Sistem atau sistem Eropa Kontinental (meski sebagian peraturan
perundangundangan juga telah menganut Common Law Sistem atau Anglo Saxon) dikatakan
hukum adalah peraturan-peraturan yang tertulis sedangkan peraturan-peraturan yang tidak
tertulis bukan dinyatakan hukum. Sistem ini mempengaruhi sistem hukum di Indonesia.
Salah satu pengaruhnya adalah adanya asas Legalitas dalam KUHP. Dalam Pasal 1 KUHP
ditentukan “tiada suatu perbuatan dapat pidana kecuali atas kekuatan hukum yang telah ada
sebelum perbuatan itu dilakukan”. Sehingga bisa atau tidaknya suatu perbuatan dikenakan
sanksi hukum apabila perbuatan tersebut telah mendapatkan pengaturannya dalam peraturan
perundangundangan.

Struktur Hukum/Pranata Hukum disebut sebagai sistem struktural yang menentukan


bisa atau tidaknya hukum itu dilaksanakan dengan baik. Struktur hukum berdasarkan UU No.
8 Tahun 1981 meliputi; mulai dari Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Badan Pelaksana
Pidana (LP). Kewenangan lembaga penegak hukum dijamin oleh undang-undang. Sehingga
dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya terlepas dari pengaruh kekuasaan
pemerintah dan pengaruh-pengaruh lain. Terdapat adagium yang menyatakan “fiat justitia et
pereat mundus” (meskipun dunia ini runtuh hukum harus ditegakkan). Hukum tidak dapat
berjalan atau tegak bila tidak ada aparat penegak hukum yang kredibilitas, kompeten dan
independen. Seberapa bagusnya suatu peraturan perundang-undangan bila tidak didukung
dengan aparat penegak hukum yang baik maka keadilan hanya angan-angan. Lemahnya
mentalitas aparat penegak hukum mengakibatkan penegakkan hukum tidak berjalan
sebagaimana mestinya. Banyak faktor yang mempengaruhi lemahnya mentalitas aparat
penegak hukum diantaranya lemahnya pemahaman agama, ekonomi, proses rekruitmen yang
tidak transparan dan lain sebagainya. Sehingga dapat dipertegas bahwa faktor penegak
hukum memainkan peran penting dalam memfungsikan hukum. Kalau peraturan sudah baik,
tetapi kualitas penegak hukum rendah maka akan ada masalah. Demikian juga, apabila
peraturannya buruk sedangkan kualitas penegak hukum baik, kemungkinan munculnya
masalah masih terbuka.

Budaya/Kultur Hukum menurut Lawrence M. Friedman adalah sikap manusia


terhadap hukum dan sistem hukumkepercayaan, nilai, pemikiran, serta harapannya. Kultur
hukum adalah suasana pemikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana

4
hukum digunakan, dihindari, atau disalahgunakan. Budaya hukum erat kaitannya dengan
kesadaran hukum masyarakat. Semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat maka akan
tercipta budaya hukum yang baik dan dapat merubah pola pikir masyarakat mengenai hukum
selama ini. Secara sederhana, tingkat kepatuhan masyarakat terhadap hukum merupakan
salah satu indikator berfungsinya hukum. Baik substansi hukum, struktur hukum maupun
budaya hukum saling keterkaitan antara satu dengan yang lain dan tidak dapat dipisahkan.
Dalam pelaksanaannya diantara ketiganya harus tercipta hubungan yang saling mendukung
agar tercipta pola hidup aman, tertib, tentram dan damai. Jimly Asshiddiqie menuliskan
dalam makalahnya, mengemukakan pengertian penegakan hukum adalah proses
dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya normanorma hukum secara nyata
sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Selanjutnya ia mengemukakan pendapat, bahwa
penegakan hukum dapat dilihat dari sudut subjek dan subjeknya.

Ditinjau dari sudut subjeknya, penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh subjek yang
luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum oleh subjek dalam arti yang
terbatas atau sempit. Dalam arti luas, proses penegakan hukum itu melibatkan semua subjek
hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normatif atau
melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan
hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum. Dalam arti
sempit, dari segi subjeknya itu, penegakan hukum itu hanya diartikan sebagai upaya aparatur
penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan hukum
berjalan sebagaimana seharusnya. Dalam memastikan tegaknya hukum itu, apabila
diperlukan, aparatur penegak hukum itu diperkenankan untuk menggunakan daya paksa.
Pengertian penegakan hukum itu dapat pula ditinjau dari sudut objeknya, yaitu dari segi
hukumnya. Dalam hal ini, pengertiannya juga mencakup makna yang luas dan sempit. Dalam
arti luas, penegakan hukum itu mencakup pula nilai-nilai keadilan yang terkandung di
dalamnya bunyi aturan formal maupun nilai-nilai keadilan yang hidupdalam masyarakat.
Tetapi, dalam arti sempit, penegakan hukum itu hanya menyangkutpenegakan peraturan yang
formal dan tertulis saja (Asshiddiqie, 2012).

Dengan pemaparan latar belakang di atas, bahwa dalam penegakan hukum diperlukan
adanya harmonisasi dari unsurunsur, mulai dari subtansi/isi, struktur/aparaturnya, dan juga
didukung oleh kulturnya. Namun, yang menjadi fokus penelitian pada makalah ini, kami
ingin melihat penegakan hukum dalam aspek keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum,

5
yang pada akhirnya menyimpulkan bagaimanakah kecenderungan penegakan hukum di
Indonesia dilihat dari tiga aspek tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana penegakan hukum di Indonesia menurut aspek kepastian hukum, keadilan


dan kemanfaatan?
2. Apa saja aspek hukum di Indonesia?

1.3 Tujuan Makalah

Makalah ini bertujuan untuk mengetahui penegakan hukum di Indonesia menurut


aspek kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan.

1.4 Manfaat Makalah

Makalah ini bermanfaat untuk memberikan gambaran tentang penegakan hukum di


Indonesia menurut aspek kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan.

6
BAB II

PEMBAHASAN

2. Landasan Teori

2.1 Pengertian Penegakan Hukum

Penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide keadilan,


kepastian hukum dan kemanfaatan sosial menjadi kenyataan. Jadi penegakan hukum pada
hakikatnya adalah proses perwujudan ide-ide. Penegakan hukum adalah proses dilakukannya
upaya tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman pelaku
dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara. Penegakan hukum merupakan usaha untuk mewujudkan ide-ide dan konsepkonsep
hukum yang diharapakan rakyat menjadi kenyataan. Penegakan hukum merupakan suatu
proses yang melibatkan banyak hal (Shant,1988 : 32).

2.2 Posisi Hukum dalam Kehidupan Masyarakat

Hukum mempunyai posisi strategis dan dominan dalam kehidupan masyarakat


berbangsa dan bernegara. Hukum sebagai suatu sistem, dapat berperan dengan baik dan benar
ditengah masyarakat jika instrumen pelaksanaannya dilengkapi dengan kewenangan-
kewenangan dalam bidang penegakan hukum. Pelaksanaan hukum itu dapat berlangsung
secara normal, tetapi juga dapat terjadi karena pelanggaran hukum, oleh karena itu hukum
yang sudah dilanggar itu harus ditegakkan. Menurut Gustav Radbruch (2010 : 2010) terdapat
tiga (3) unsur utama/tujuan dalam penegakan hukum, yaitu keadilan (Gerechtigkeit),
kepastianhukum (Rechtssicherheit) dan kemanfaatan (Zweckmaβigkeit).

2.3 Hukum yang Berlaku di Indonesia

Hukum yang berlaku di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum Eropa,
hukum agama, dan hukum adat. Sistem yang dianut baik perdata maupun pidana berbasis
pada hukum Eropa, khususnya dari negara Belanda. Hal ini diakibatkan oleh aspek sejarah
Indonesia yang merupakan wilayah jajahan negara Belanda. Selain itu, karena sebagian besar
masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum Agama Islam atau syariat
Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan, dan warisan. Indonesia
juga memberlakukan sistem hukum adat yang diserap dalam perundang-undangan atau
yurisprudensi yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan

7
budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara. Saat ini, masyarakat Indonesia mengenal dua
jenis hukum yang berlaku yakni hukum pidana dan hukum perdata.

2.3.1 Hukum Perdata di Indonesia

Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum
publik. Hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari,
seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta
benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya. Hukum perdata
dibedakan menjadi dua, yaitu hukum perdata material dan hukum perdata formal. Hukum
perdata material mengatur kepentingan-kepentingan perdata setiap subjek hukum. Hukum
perdata formal mengatur bagaimana cara seseorang mempertahankan haknya apabila
dilanggar oleh orang lain.

Hukum perdata yang berlaku di Indonesia berdasarkan pasal 163 IS (Indische


Staatsregeling) yang artinya aturan Pemerintah Hindia belanda, adalah berlainan untuk
golongan warga Indonesia yaitu :

1. Untuk golongan warga negara Indonesia asli berlaku hukum adat, yaitu hukum
yang sejak dulu kala secara turun menurun.
2. Untuk golongan warga Indonesia keturunan cina berlaku seluruh BW dengan
penambahan mengenai pengangkatan anak dan kongsi (S.1917 No. 129).
3. Untuk golongan warga negara Indonesia keturunan Arab, India, Pakistan, dan
lain-lain berlaku sebagaimana BW yaitu mengenai hukum harta kekayaan dan
hukum waris tanpa wasiat berlaku hukum adatnya sendiri, yaitu hukum adat
mereka yang tumbuh di Indonesia.
4. Untuk golongan warga negara Indonesia keturunan Eropa (Belanda, Jerman,
Perancis), dan Jepang seluruh BW.

Sistematika hukum perdata di Indonesia dikenal 2 sistematika, yaitu:

1. Sistematika hukum perdata menurut undang – undang yaitu hubungan


perdata sebagaimana termuat dalam kitab Undang – undang hukum perdata yang
terdiri :

8
 Buku I : tentang orang yang mengatur hukum perseorangan dan hukum
keluarga (pasal 1 s/d 498)
 Buku II : Tentang benda yang mengatur hukum benda dan hukum waris (pasal
499 s/d 1232)
 Buku III : Tentang perikatan yang mengatur hukum perikatan dan hukum
perjanjian (pasal 1233 s/d 1864)
 Buku IV : Tentang pembuktian dan kadaluwarsa yang mengatur alat – alat
bukti dan akibat lewat waktu terhadap hubungan hukum diatur (pasal 1805 s/d
1993)

2. Menurut ilmu pengetahuan hukum, sistematika hukum perdata material terdiri :


 Hukum tentang orang/hukum perorangan/badan pribadi : mengatur tentang
manusia sebagai subyek hukum, mengatur tentang perihal kecakapan untuk
bertindak sendiri atau hukum perorangan mengatur tentang hal – hal diri
seseorang.
 Hukum tentang keluarga /hukum keluarga : mengatur tentang manusia sebagai
subyek hukum,mengatur tentang perihal kecakapan untuk bertindak sendiri
atau hukum keluarga mengatur tentang hukum yang timbul di perkawinan.
 Hukum tentang harta kekayaan / hukum harta benda : mengatur perihal
hubungan-hubungan hukum yang dapat diukur dengan uang. Hak mutlak yang
memberi kekuasaan atau suatu benda yaa.
 Hukum Waris (erfrecht) : memuat peraturan-peraturan hukum yang mengatur
tentang benda atau harta kekayaan seseorang yang telah meninggal dunia,
dengan perkataan lain hukum yang mengatur peralihan benda dari orang yang
meninggal dunia kepada orang yang masih hidup.

2.3.2 Hukum Pidana di Indonesia


Pengertian hukum pidana dibagi menjadi dua yaitu Ius Poenale (objektif) dan Ius
Puniendi (subyektif). Ius Poenale (objektif) merupakan hukum pidana yang pengertiaannya
didasarkan atas norma dan perbuatannya (objektif).

Para ahli hukum berpendapat mengenai hukum pidana objektif, di antaranya


adalah Hazawinkel-Suringa yang memberikan pengertian hukum pidana meliputi:

9
1. Perintah dan larangan, yang atas pelanggarannya telah ditentukan ancaman sanksi
terlebih dahulu yang telah ditetapkan oleh lembaga negara yang wenang.
2. Aturan-aturan yang menentukan bagaimana atau dengan alat apa negara dapat
memberikan reaksi terhadap mereka yang melanggar aturan-aturan tersebut.
3. Kaidah-kaidah yang menentukan ruang lingkup berlakunya peraturan-peraturan
tersebut pada waktu tertentu dan wilayah negara tertentu.

Sementara itu ahli hukum lainnya yaitu Mulyatno memberikan pengertian bahwa hukum
pidana itu memberikan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk:

1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang


dengan disertai ancaman atau sanksi berupa pidana tertentu bagi barang siapa
melanggar larangan tersebut.
2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar
larangan itu dapat dikenakan atau dikenakan pidana sebagaimana telah diancamkan.
3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila
ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.

Sedangkan Ius Puniendi (subyektif) merupakan hukum pidana yang pengertiannya


didasarkan pada kewenangan negara untuk menjatuhkan hukuman (subjektif)

Pengertian hukum pidana subjektif dibedakan menjadi:

1. Pengertian hukum pidana secara subjektif dalam arti luas, yaitu segala sesuatu yang
berhubungan dengan negara/alat-alat kelengkapan negara untuk mengenakan atau
menentukan ancaman pidana terhadap suatu perbuatan.
2. Pengertian hukum pidana subjektif dalam arti sempit, yaitu hak negara untuk
menuntut perkara pidana, menjatuhkan dan melaksanakan pidana terhadap orang yang
melakukan tindak pidana.

Bedasarkan pengertian hukum pidana baik objektif maupun subjektif, maka hukum pidana
dikelompokan menjadi 2, yaitu:

1. Hukum pidana materil


2. Hukum pidana formil

10
Hukum pidana materil yaitu norma-norma yang menentukan perbuatan-perbuatan
yang tidak boleh dan dilarang untuk dilakukan disertai dengan ancaman hukumannya
apabila terjadi pelanggaran terhadap norma-norma tersebut.

Sebagai contoh hukum pidana materil yaitu, Kitab Undang-Undang Hukum


Pidana, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan
ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Hukum pidana dalam arti formil yaitu norma-norma yang menentukan tata cara
bagaimana proses penjatuhan pidana terhadap pelanggaran yang telah dilakukan
sebagaimana yang terdapat dalam hukum materiil.

Di Indonesia hukum pidana formil diatur dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun


1981 atau dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Batasan pemberlakuan aturan pidana dalam perundang-undangan yang diatur dalam


ketentuan Pasal-1 – Pasal- 9 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Batasan pemberlakuan
hukum tersebut adalah, sebagai berikut:

1. Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan ketentuan peraturan


perundang-undangan yang telah mengaturnya.
2. Setelah perbuatan yang diduga sebagai tindak pidana selesai, apabila terjadi
perubahan ketentuan peraturan perundang-undangan atas perbuatan tersebut, maka
yang diterapkan adalah peraturan yang paling menguntungkan bagi pelaku tindak
pidana dimaksud.
3. Ketentuan pidana dalam peraturan perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap
orang yang malakukan tindak pidana di wilayah hukum Indonesia (dibatasi oleh
pengecualian-pengecualian yang diakui dalam Hukum Internasional).
4. Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang
yang di luar wilayah Indonesia melakukan tindak pidana di dalam kendaraan air atau
pesawat udara Indonesia (dibatasi oleh pengucualian-pengecualian yang diakui dalam
Hukum Internasional).

11
5. Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang
yang melakukan di luar Indonesia (dibatasi oleh pengecualian-pengecualian yang
diakui dalam Hukum Internasional).
6. Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi warga negara
Indonesia yang berada di luar Indonesia (dibatasi oleh pengecualian-pengecualian
yang diakui dalam Hukum Internasional).
7. Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap pejabat
yang melakukan salah satu tindak pidana sebagaimana yang diatur dalam BAB
XXVIII Buku Kedua Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (dibatasi oleh
pengucualian-pengecualian yang diakui dalam Hukum Internasional).
8. Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi nahkoda dan
penumpang perahu Indonesia, yang di luar Indonesia, sekalipun di luar perahu, yang
melakukan salah satu tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam BAB XXIX Buku
Kedua, dan BAB IX Buku Ketiga Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, termasuk
juga yang tersebut dalam peraturan mengenai surat laut dan pas kapal di Indonesia,
maupun dalam ordonansi perkapalan (dibatasi oleh pengucualian-pengecualian yang
diakui dalam Hukum Internasional).

Di dalam hukum pidana, terdapat pidana pokok yang terdiri dari 5 isi pidana pokok, yiatu:

1. Pidana mati; dilakukan oleh algojo di tempat gantungan dengan menjeratkan tali
yang terikat di tiang gantungan pada leher terpidana kemudian menjatuhkan papan
tempat terpidana berdiri.
2. Pidana penjara; ialah seumur hidup, atau selama waktu tertentu (paling singkat satu
hari dan paling lama lima belas tahun berturut-turut).
3. Pidana kurungan; pidana kurungan harus dijalani dalam daerah dimana si terpidana
berdiam ketika putusan hakim dijalankan, atau jika tidak punya tempat kediaman,
didalam daerah dimana ia berada, kecuali Menteri kehakiman atas permintaannya,
terpidana memboleh menjalani pidananya di daerah lain (Pasal 22 KUHP).
4. Pidana denda; merupakan pidana untuk membayarkan sejumlah uang sebagai
pengganti waktu pidana kurungan tertentu yang terlebih dahulu telah diputuskan oleh
hakim.
5. Pidana tutupan; merupakan hukuman pengganti dari pidana penjara yang diputuskan
oleh hakim dikarenakan tindak pidana tindak yang dilakukan terdorong oleh maksud

12
yang patut dihormati. Pidana tutupan tetap dilakukan pada tempat tertentu yang
kondisinya lebih baik dari penjara.

Selain pidana pokok, hakim juga dapat menjatuhkan pidana tambahan berupa; pencabutan
hak-hak tertentu, perampasan barang-barang tertentu, pengumuman putusan hakim mengenai
tanggung jawab beban biaya pidana penjara atau pidana kurungan sebagaimana tersebut.
Pidana tambahan terdiri atas:

1. Pencabutan hak-hak tertentu.

2. Perampasan barang-barang tertentu.

3. Pengumuman putusan hakim.

2.3.3 Hukum Tata Negara

Hukum tata negara adalah hukum yang mengatur tentang negara, yaitu antara lain
dasar pendirian, struktur kelembagaan, pembentukan lembaga-lembaga negara, hubungan
hukum (hak dan kewajiban) antar lembaga negara, wilayah dan warga negara. Hukum tata
negara mengatur mengenai negara dalam keadaan diam artinya bukan mengenai suatu
keadaan nyata dari suatu negara tertentu (sistem pemerintahan, sistem pemilu, dll dari negara
tertentu) tetapi lebih pada negara dalam arti luas. Hukum ini membicarakan negara dalam arti
yang abstrak.

Menurut Van Vollenhoven hukum tata negara adalah hukum mengenai susunan dan
kewenangan organ-organ negara. Dengan kata lain hukum tata negara merupakan pemberian
wewenang. Adapun hukum administrasi negara adalah hukum yang mengatur hubungan antara
yang memerintah dan yang diperintah, yaitu memberikan batasan-batasan pada organ-organ
negara dalam melakukan wewenangnya yang ditentukan oleh hukum tata negara. Organ-organ
negara tanpa ketentuan dalam hukum tata negara adalah seperti sayap burung yang lumpuh.
Sebaliknya organ-organ negara tanpa ketentuan dalam hukum administrasi negara adalah
seperti burung terbang bebas dengan sayapnya karena dapat mempergunakan kewenangan
sekehendak hatinya.

Di dalam hukum tata negara, terdapat 5 asas sebagai bentuk pengertian dari hukum
tata negara, kelima asas tersebut ialah:

13
1. Asas Pancasila
Seluruh rakyat Indonesia telah menetapkan bahwa yang menjadi dasar negara
ialah Pancasila. Artinya, setiap tindakan, baik yang dilakukan oleh rakyat maupun
pemerintah haruslah senantiasa berdasarkan ajaran Pancasila. Ketika kita berbicara
dalam ruang lingkup hukum, maka Pancasila menjadi sumber hukum material dimana
setiap materi yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, baik yang akan
berlaku maupun telah berlaku tidak boleh bertentangan dengan nilai yang terdapat di
dalam Pancasila. Dari hubungan Pancasila dengan UUD berdasarkan sejarah kita
mengetahui bahwa Pancasila merupakan inti dari UUD 1945. UUD 1945 sendiri
merupakan konstitusi tertinggi negara ini. Di dalam setiap perubahan UUD 1945 kita
akan menemukan empat pokok pikiran yang akan mendasari keberadaan dari setiap
hukum tata negara yang ada di Indonesia. Pokok pikiran pertama ialah negara. negara
wajib melindungi segenap rakyat yang ada di dalamnya dengan berdasar persatuan
dan kesatuan dengan tetap menerapkan keadilan sosial.
Pokok pikiran kedua ialah keadilan sosial. Setiap rakyat Indonesia berhak atas
keadilan sosial bagi dirinya. Atas dasar pokok pikiran inilah, segala hukum tata
negara di Indonesia wajib menerapkan keadilan sosial di dalamnya. Pokok pikiran
ketiga ialah negara dengan kedaulatan rakyat, yaitu Indonesia. makna dari pokok
pikiran ini ialah setiap tata negara di Indonesia harus bersesuaian dengan kedaulatan
rakyat, dalam artian hukum tidak boleh merugikan rakyat. Pokok pikiran yang
terakhir ialah negara ini berdasarkan ketuhanan yang maha esa. Maka dari itu, hukum
tata negara di Indonesia tidak boleh mengekang kebebasan beragama dan harus
memelihara kodrat manusia, yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab.
2. Asas Negara Hukum
Setelah mengalami perubahan atau amandemen dalam rentang empat tahun
terhitung semenjak tahun 1999 hingga tahun 2002, UUD 1945 di dalam pasal 1 ayat
(3) menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Atas ketentuan yang tegas
ini, maka setiap kebijakan publik dan tindakan segenap rakyat Indonesia haruslah
berpegang pada peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara ini dan juga di
dunia internasional. Dalam mewujudkan negara hukum ini, maka prinsip yang
digunakan adalah rule of law and not of the man. Konsep dari negara hukum ini
merupakan warisan dari konsep ‘Rechtstaat’ yang sudah ada lebih dahulu di benua
Eropa pada abad pertengahan. Konsep ini menentang adanya pemerintahan yang

14
bersifat absolut, dimana penguasa adalah hukum itu sendiri. Adanya konsep ini
meruntuhkan keberadaan tirani dalam pemerintahan.

Berdasarkan konsep tersebut, terdapat beberapa ciri-ciri negara hukum yang


dapat kita pelajari. Ciri-ciri tersebut ialah terdapatnya pengakuan dan penegakan Hak
Asasi Manusia, terdapatnya peradilan yang merdeka, terdapatnya legalitas atau
keabsahan dalam perkara hukum, terdapat UUD yang memuat aturan mengenai
hubungan di antara pemerintah dan rakyat, terdapatnya pembagian kekuasaan di
antara lembaga pemerintahan.Di sisi lain, selain rechstaat atau negara hukum, terdapat
pula konsep rule of law yang juga diikuti oleh Indonesia. konsep rule of law dapat kita
lihat dari dua sudut pandang, yaitu formil. Yang dimaksud dengan rule of law secara
formil ialah setiap tindakan harus berdasarkan pada undang-undang yang paling
tinggi. sudut pandang kedua yaitu materiil, dimana isi dari suatu peraturan perundang-
undangan harus sesuai dengan kodrat manusia.

3. Asas Kedaulatan Rakyat dan Demokrasi


Teori kedaulatan yang dianut oleh negara Indonesia adalah teori kedaulatan
rakyat. Di dalam teori ini, kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. kekuasaan
tertinggi itu juga berasal dari rakyat. teori ini sangat bersesuaian dengan bentuk
pemerintahan yang digunakan oleh Indonesia, yaitu demokrasi Pancasila. Dimana
pemerintahan dilaksanakan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat dengan setiap
rakyat memiliki kebebasan untuk menjalankan hidupnya dengan tetap bertanggung
jawab. Oleh sebab itulah, maka salah satu asas hukum tata negara ialah asas
kedaulatan rakyat dan demokrasi. Berdasarkan asas ini, maka setiap hukum negara
harus memperhatikan kedaulatan rakyat dan pelaksanaan demokrasi. Hukum tata
negara yang diberlakukan haruslah mendukung kedua aspek ini. Bukannya
bertentangan dengan mereka sehingga jati diri bangsa Indonesia yang menganut teori
kedaulatan rakyat dan bentuk pemerintahan demokrasi Pancasila menjadi hilang dan
tergantikan dengan hal yang lain.
Ketika pemerintah menghasilkan hukum tata negara yang bertentangan dengan
kehendak rakyat, maka pemerintahan yang tengah berjalan dapat dikudeta oleh rakyat.
hal ini secara jelas didukung oleh pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi
‘kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang
Dasar’. Oleh karena itu, setiap pejabat pemerintahan sudah seharusnya berhati-hati

15
dengan segala tindakannya karena rakyat saat ini sudah semakin cerdas dan kritis
terhadap pemerintah

4. Asas Negara Kesatuan


Indonesia semenjak kemerdekaannya memilih bentuk negara kesatuan
sebagai bentuk negaranya. Hal ini dikarenakan bentuk negara inilah yang sesuai
dengan jati diri bangsa Indonesia yang mendambakan adanya persatuan dan kesatuan
setelah terpecah belah oleh kuasa penjajah. Selain itu, unsur-unsur negara kesatuan
republik Indonesia juga mendukung digunakannya bentuk negara ini. Bentuk negara
kesatuan akan menghasilkan PR baru bagi bangsa ini, yaitu bagaimana caranya
menjalankan upaya menjaga keutuhan NKRI. Salah satu cara untuk menjaga keutuhan
negara ini yaitu dengan membentuk hukum tata negara yang dapat menjaga persatuan
dan kesatuan bangsa ini. Di dalam UUD 1945, pasal 1 ayat (1) telah ditegaskan bahwa
Indonesia merupakan suatu negara kesatuan yang berbentuk republik. Setiap hukum
tata negara yang hendak dibentuk harus memperhatikan hal ini.
Tidak dibenarkan adanya materi di dalam hukum tata negara yang memiliki
peluang untuk memecah belah bangsa ini. Oleh sebab itu, salah satu tahapan
kebijakan publik ialah menguji kebijakan publik, semata untuk mencegah agar
kebijakan publik tersebut berpotensi menjadi penyebab konflik sosial.

5. Asas Pembagian Kekuasaan

Di negara Indonesia ini, agar penyelenggaraan negara dapat berjalan dengan


efektif dan efisien, maka digunakan pembagian kekuasaan yang mengikuti teori
Montesquieu, yaitu kekuasaan legislatif yang berkuasa membentuk undang-undang,
kekuasaan eksekutif yang melaksanakan undang-undang, dan kekuasaan yudikatif
yang bertugas mengadili pelanggaran atas undang-undang. Dengan adanya pembagian
kekuasaan ini, maka check and balances dapat terjadi. Arti dari check and balances
adalah di antara lembaga negara dapat terjadi saling mengawasi dan saling
mengimbangi.

Oleh karena sebab di atas, maka setiap hukum tata negara harus
memperhatikan pembagian kekuasaan ini agar tidak terjadi kesalahan atas materi yang
hendak diatur olehnya. Selain itu, hukum tata negara yang hendak dibuat juga harus
memperhatikan aspek bahwa satu lembaga negara dapat mengawasi dan

16
mengimbangi lembaga negara lainnya. Dengan begitu, maka praktek korupsi, kolusi,
dan nepotisme dapat dikurangi atau bahkan diberantas sama sekali.

2.4 Kesadaran Hukum Masyarakat

Kesadaran hukum masyarakat merupakan salah satu tolok ukur keberhasilan


penegakan hukum lingkungan. Terma suk dalam kesadaran hukum lingkungan ini adalah
kesediaan berperanserta dalam kegiatan-kegiatan pengelolaan lingkungan. Otto
Soemarwoto (1987:82) menyatakan bahwa pengelolaan lingkungan mempunyai ruang
lingkup yang luas dengan cara yang beraneka ragam pula. Pertama, pengelolaan ling
kungan secara rutin. Kedua, perencanaan dini pengelolaan lingkungan suatu daerah yang
menjadi dasar dan tuntutan bagi perencanaan pembangunan. Ketiga, perencanaan pengelo
laan lingkungan berdasarkan perkiraan dampak lingkungan. yang akan terjadi sebagai
akibat suatu proyek pembangunan yang sedang direncanakan. Keempat, perencanaan
pengelolaan lingkungan untuk memperbaiki lingkungan yang mengalami kerusakan, baik
karena sebab alamiah maupun karena tindak an manusia.
Contoh kegiatan pengelolaan lingkungan secara rutin adalah pengelolaan sampah dan
limbah rumah tangga. Dari contoh ini dapat kita lihat kesadaran hukum masyarakat. dalam
pengelolaan lingkungan secara rutin. Berdasarkan pene litian penulis pada akhir tahun
1989 di wilayah Kodya Yogya karta, belum semua warga Yogyakarta melakukan
pengelolaan lingkungan secara rutin dengan baik. Masih ada anggota masyarakat yang
tidak mempunyai tempat sampah di rumah nya, bahkan ada yang langsung membuang
sampah rumah tangganya ke sungai yang mengalir dekat rumah. Juga masih ada yang
belum mengelola limbah rumah tangga dengan baik. Ada anggota masyarakat yang tidak
memiliki saluran limbah rumah tangga sehingga limbah rumah tangganya mengalir ke
sekeliling rumah dan membuat pemandangan yang tidak enak serta bau yang tidak sedap.
Berkaitan dengan bidang usaha, perlu sekali anggota masyarakat yang melakukan
bidang usaha ini mengindahkan ketentuan pasal 7 UULH. Di bidang ini yang seringkali
mere sahkan masyarakat adalah kegiatan industri. Selain menda tangkan kemakmuran
masyarakat, industri ini mempunyai efek samping yang bila tidak dikelola secara baik akan
mem bawa dampak negatif pada kehidupan manusia. Kita tahu bahwa masalah lingkungan
yang diakibatkan oleh kegiatan industri ini bukan merupakan satu-satunya masalah yang
segera memerlukan penanganan secara khusus. Akan tetapi, dalam kenyataan sampai saat
ini masalah pencemaran ling kungan yang diakibatkan oleh kegiatan industri merupakan

17
masalah lingkungan yang sering diekspos. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak
pengusaha industri yang belum mematuhi peraturan-peraturan lingkungan dan peraturan
di bidang perindustrian yang ada kaitannya dengan masalah lingkungan. Oleh karena itu,
peningkatan kesadaran hukum di bidang industri sangat diperlukan.
Untuk mengembangkan budaya kerja berwawasan ling kungan, Koesnadi (Media
Korpri No.13, 1993:29) berpendapat bahwa kesadaran lingkungan yang diperoleh dari
pendidikan formal maupun pendidikan nonformal merupakan landasan yang kuat bagi
pengembangan budaya kerja berwawasan lingkungan. Dimaksudkan dengan budaya kerja
berwawasan lingkungan ini adalah penunaian tugas dengan senantiasa di dalam benak
pikiran mempertanyakan dampak negatif apa yang akan timbul dalam penunaian tugas
tersebut. Seseorang yang selalu mempunyai pertanyaan yang demikian itu tidak akan
melakukan tindakan yang akan merusak lingkungan.

2.5 Peranan Pemerintah dalam Menegakkan Hukum Lingkungan

Pembahasan mengenai peranan pemerintah ini akan di kaitkan dengan ketentuan pasal
8, 9, 18 dan pasal 20 ayat 2 dan 3 UULH. Juga yang dimaksudkan dengan pemerintah di
sini adalah badan pemegang kekuasaan eksekutif selaku pelaksana undang-undang, atau
sering kita kenal dengan isti lah pemerintah dalam arti sempit.
Untuk melaksanakan UULH, pemerintah mempunyai kewenangan-kewenangan dan
kewajiban tertentu. Dalam pasal 8 disebutkan bahwa pemerintah menggariskan
kebijaksanaan dan melakukan tindakan yang mendorong ditingkatkannya upaya
pelestarian kemampuan lingkungan untuk menunjang pembangunan yang
berkesinambungan. Penjelasan pasal 8 menentukan bahwa ketentuan pasal ini memberi
wewenang kepada pemerintah untuk mengambil langkah-langkah ter tentu, misalnya
dalam bidang perpajakan, sebagai insentif guna lebih meningkatkan pemeliharaan
lingkungan, dan di insentif untuk mencegah dan menanggulangi kerusakan dan
pencemaran lingkungan.
Kebijaksanaan dan tindakan pemerin tah ini dapat pula diarahkan kepada pemberian
penghargaan pada setiap orang yang amat berjasa dalam pelestarian kemampuan
lingkungan untuk menunjang pembangunan yang berkesinambungan. Sebagai contoh
bentuk insentif ini, adalah diberikannya penghargaan kepada setiap orang yang amat
berjasa dalam pelestarian kemampuan lingkungan, setiap tanggal 5 Juni untuk
memperingati Hari Lingkungan Hidup. Penghargaan ini diberikan oleh Presiden dengan

18
nama Peng hargaan Lingkungan Hidup Nasional Kalpataru dan diberikan kepada para:
Perintis Lingkungan, Pengabdi Lingkungan, dan Penyelamat Lingkungan Terbaik dengan
kriteria-kriteria tertentu.
Ketentuan mengenai kewajiban pengembangan kesadar an masyarakat dicantumkan
dalam pasal 9 UULH, yang me nyatakan bahwa pemerintah berkewajiban menumbuhkan
dan mengembangkan kesadaran masyarakat akan tanggung jawab nya dalam pengelolaan
lingkungan melalui penyuluhan, bim bingan, pendidikan dan penelitian tentang
lingkungan. Dinyatakan dalam penjelasan pasal 9 bahwa pendidikan untuk me numbuhkan
dan mengembangkan kesadaran masyarakat, dilak sanakan melalui jalur pendidikan
formal dari taman kanak kanak/sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi, maupun
melalui jalur pendidikan nonformal. Akan halnya penelitian tentang lingkungan meliputi
antara lain pengembangan konsep tentang lingkungan hidup, studi keadaan lingkungan
yang ada, kecenderungan baik secara alami maupun karena pengaruh kegiatan manusia,
serta hubungan timbal balik antara kebu tuhan manusia yang makin meningkat dengan
lingkungan hayati dan lingkungan nonhayati. Koesnadi (1983:185) mengemukakan bahwa
untuk me menuhi ketentuan pasal 9 beserta penjelasannya diperlukan dua jalur ikhtiar:
a. Mengembangkan pengertian dan penghayatan kesadaran lingkungan melalui
pendidikan formal dan nonformal.
b. Mengajak serta kelompok-kelompok masyarakat untuk ikut serta dalam gerakan
pengembangan lingkungan, seperti:
- Pimpinan Agama, bertolak dari pikiran bahwa pelestarian dan penggunaan
sumber alam pemberian Tuhan merupa kan bagian dari ajaran agama;
- Wanita, berdasarkan pengamatan bahwa wanita merupa kan kelompok
mayoritas dari jumlah penduduk Indonesia dan terlibat sehari-hari dalam
lingkungan rumah tangga, lingkungan pemukiman dan lingkungan sosial;
- Pemuda sebagai generasi yang mewarisi lingkungan hidup dan sumber alam
di masa depan yang paling berkepen tingan dengan kelestarian sumber alam.
Sekaligus pelibatan diri pemuda dalam pengembangan lingkungan merupakan
pula unsur pendidikan luar sekolah untuk menumbuhkan kecintaan tanah air
dan semangat patriotisme;
- Wartawan dan komunikator lainnya untuk dapat menjadi pembawa pesan,
penggerak dan motivator dari sikap. hidup dengan nilai pelestarian lingkungan
di masyarakat;

19
- Organisasi masyarakat lainnya yang bergerak di bidang lingkungan dan secara
sukarela melibatkan diri dalam pengembangan lingkungan.
Mengenai kelembagaan dalam penataan lingkungan di atur dalam pasal 18 UULH. Isi
pokok ketentuan pasal terse but adalah bahwa pengelolaan lingkungan:
1. pada tingkat nasional dilaksanakan secara terpadu oleh perangkat
kelembagaan yang dipimpin seorang menteri dan yang akan diatur dengan
peraturan perundang-undangan;
2. dalam kaitan dengan keterpaduan pelaksanaan kebijaksanaan nasional tentang
lingkungan hidup, secara sektoral di lakukan oleh departemen/lembaga
nondepartemen sesuai dengan bidang tugas dan tanggung jawab masing-
masing;
3. dalam kaitan dengan keterpaduan pelaksanaan kebijaksanaan nasional tentang
lingkungan hidup, di daerah dilakukan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan
peraturan per undang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan penjelasan pasal 18, pengelolaan lingkungan menuntut
dikembangkannya suatu sistem dengan keterpaduan sebagai ciri utamanya.
Dalam menegakkan hukum lingkungan, pemerintah ma sih mempunyai tugas khusus
yang dibebankan kepadanya, yakni menyelesaikan konflik-konflik yang ada dalam masya
rakat yang berkaitan dengan masalah lingkungan. Menurut Siti Sundari Rangkuti
(Koesnadi, 1983:300) bagian terbesar dari hukum lingkungan merupakan hukum
administrasi karena itu sanksi administratif sangat penting bagi keberhasilan pengelolaan
lingkungan. Sedangkan sanksi pidana bukan me rupakan pemecahan utama dalam
menanggulangi masalah pencemaran lingkungan, tetapi hanya merupakan "ultimum
remidium". Sehingga seperti kita ketahui masalah-masalah lingkungan yang menjadikan
sengketa dalam masyarakat kebanyakan diselesaikan oleh pemerintah.
Sebagai pegangan pemerintah untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi dalam
masyarakat adalah ketentuan pasal 20 ayat 2 dan 3 UULH beserta penjelasannya. Dinyata
kan dalam pasal tersebut bahwa apabila terjadi perusakan dan atau pencemaran
lingkungan, pemerintah bertugas untuk membentuk suatu tim penyelesaian masalah
lingkungan. Tim ini terdiri dari pihak penderita atau kuasanya, pihak pence mar atau
kuasanya dan unsur pemerintah. Tugas tim, di antaranya adalah meneliti tentang bentuk,
jenis dan besar nya kerugian. Penelitian meliputi bidang ekologi, medis, sosial, budaya
dan lain-lain yang diperlukan. Di samping itu, tim juga bertugas untuk menetapkan
besarnya ganti rugi dan menetapkan besarnya biaya pemulihan lingkungan.

20
Sehubungan dengan tugas pemerintah sebagai mediator (penengah) dalam
menyelesaikan sengketa lingkungan ini ada suatu pertanyaan mengenai mampukah
pemerintah menjadi mediator yang baik, objektif dan jujur? Mengingat bahwa tidak jarang
terjadi kegiatan-kegiatan industri yang sering menyebabkan pencemaran lingkungan,
saham-sahamnya sering dimiliki oleh pejabat-pejabat pemerintah walaupun dengan nama
"samaran". Dan sering juga kegiatan-kegiatan industri ini memberikan masukan dana yang
besar pada Pemerintah Daerah sehingga Pemerintah Daerah enggan untuk memberi kan
tindakan secara administratif.

2.6 Peranan Pengadilan Negeri dalam Menegakkan Hukum Lingkungan

Apabila kasus-kasus lingkungan tidak dapat diselesaikan oleh pihak pemerintah,


barulah masalah tersebut dibawa ke Pengadilan. Hal ini dimungkinkan oleh ketentuan
penjelasan pasal 20 ayat 2, yang menyatakan bahwa bilamana tidak dicapai kata sepakat
dalam batas waktu tertentu, maka pe nyelesaian sengketa dilakukan melalui Pengadilan
Negeri. Walaupun dimungkinkan membawa kasus lingkungan ke Pengadilan Negeri,
tetapi dalam kenyataan sampai saat ini jarang sekali sengketa lingkungan yang dibawa ke
sana. Untuk hal ini menarik apa yang dikemukakan Emil Salim di depan peserta konferensi
Himpunan Pembina Hukum Lingkungan di Fakultas Pascasarjana UGM 22 Juli 1989
mengenai sulitnya menerapkan hukuman bagi pencemar lingkungan karena hukum
lingkungan yang mengaturnya sendiri belum jelas. Sehingga sering dalam menyelesaikan
permasalahan, cara musyawarah yang dipakai.
Kelemahan musyawarah sering menyebabkan pihak lemah dikalahkan (Kompas, 24
Juli 1989). Emil selanjutnya mengemukakan bahwa dalam penegakan hukum mengenai
pengelolaan lingkungan selama ini yang terjadi ialah sulitnya mendapatkan bukti. Contoh
kasus pencemaran air sungai di Sidoarjo, Jawa Timur. Setelah diba wa ke Pengadilan
terdapat dua barang bukti dari dua labora torium tentang bukti pencemaran yang berbeda.
Pertama, mengemukakan hasil penelitian BOD (Biological Oxigen Demand) 17 mg,
sedang yang kedua 3000 mg. Akan tetapi, karena dalam perundang-undangan ditentukan
bahwa hakim harus mengambil barang bukti yang meringankan terdakwa, akhirnya bukti
yang pertama yang dipakai. Hasilnya, tuduhan pencemaran tidak terbukti karena BOD 17
mg masih berada di bawah ambang batas.
Dengan demikian, dalam menyelesaikan kasus-kasus lingkungan lembaga peradilan
belum begitu banyak berperan. Namun demikian, bisa juga lembaga peradilan ini

21
membantu pemerintah dalam menangani masalah-masalah lingkungan, misalnya: pada
waktu penyelesaikan kasus lingkungan yang oleh penderita dibawa ke Pemerintah Daerah,
hakim maupun jaksa serta polisi dimasukkan dalam anggota tim penyelesaian sengketa
lingkungan. Juga dalam menyebarluaskan peraturan peraturan di bidang lingkungan
lembaga peradilan membantu pemerintah dengan penyuluhan-penyuluhan pada waktu
Hakim Masuk Desa dan Jaksa Masuk Desa.

2.7 Aspek-aspek dan Tujuan Hukum Lingkungan di Indonesia

Menurut Koesnadi, Hukum Lingkungan di Indonesia meliputi aspek-aspek sebagai


berikut :
1. Hukum Tata Lingkungan
2. Hukum Perlindungan Lingkungan
3. Hukum Kesehatan Lingkungan
4. Hukum Pencemaran Lingkungan (dalam kaitannya dengan misalnya pencemaran
industri, dsb.)
5. Hukum Lingkungan Transnasional/ Internasional (dalam kaitannya dengan hubungan
antar negara)
6. Hukum Sengketa Lingkungan (dalam kaitannya dengan misalnya penyelesaian
masalah ganti kerugian dan sebagainya).
7. Aspek-aspek diatas, dapat ditambah dengan aspek lainnya, sesuai kebutuhan
perkembangan pengelolaan lingkungan hidup di masa-masa yang akan datang.
Prof. Mochtar Kusumaatmadja, SH sebagaimana dikutip Abdurrahman memaparkan
tentang bagaimana pengaturan hukum tentang masalah lingkungan hidup manusia, yaitu:
1. Peranan hukum adalah untuk menstrukturkan seluruh proses ini (pengaturan hukum
tentang masalah lingkungan hidup manusia) sehingga kepastian dan ketertiban
terjamin, adapun isi materi yang harus diatur itu tentu ditentukan oleh ahli-ahli dari
masing-masing sektor disamping perencanaan ekonomi dan pembangunan yang akan
memperhatikan efek segala perhitungan secara keseluruhan.
2. Cara pengaturan menurut hukum perundang-undangan dapat bersifat preventif dan
atau represif. Sedangkan mekanisme yang dapat digunakan adalah pelbagai macam
yang antara lain dapat berupa: perizinan, incentives/ insentif, (misalnya pemberian
keringanan pajak), denda dan hukuman/ sanksi.

22
3. Cara pendekatan atau penanggulangan bisa sektoral misalnya perencanaan kota,
pertambangan, pertanian, industri, pekerjaan umum, kesehatan dan sebagainya. Atau
dapat juga menyeluruh dengan mengadakan suatu undang-undang pokok mengenai
lingkungan hidup (Law on the Human Environment atau Environmental Act/
UUPLH) yang merupakan dasar bagi pengaturan sektoral.
4. Karena pengaturan hukum hanya akan berhasil apabila ketentuan-ketentuan atau
peraturan perundang-undangan itu difahami oleh masyarakat dan dirasakan
kegunaannya, maka pengaturan masalah ini dengan jalan hukum harus disertai oleh
suatu usaha penerangan dan pendidikan masyarakat dalam soal-soal lingkungan hidup
manusia.
5. Akhirnya ingin kami peringatkan bahwa efektivitas pengaturan hukum masalah
lingkungan hidup manusia tidak bisa dilepaskan dari keadaan aparat administrasi dan
aparat penegakan hukum sebagai prasarana efektivitas pelaksanaan hukum dalam
kenyataan hidup sehari-hari.
Drupsteen berpendapat terdapatnya hukum lingkungan pemerintahan, dimana hukum
ini berkenaan dengan pengelolaan lingkungan hidup yang utamanya dilakukan oleh
pemerintah. Hukum lingkungan pemerintahan ini terbagi lagi dalam bidang, yaitu:
a. Hukum Kesehatan Lingkungan
Hukum kesehatan lingkungan yaitu adanya hubungan dengan kebijaksanaan
dibidang lingkungan, dengan pemeliharaan, kondisi air, tanah, dan udara dengan
mencegah kebisingan yang pada tujuannya adanya keserasian perbuatan manusia.
b. Hukum Perlindungan Lingkungan
Hukum perlindungan lingkungan ini ialah cabang hukum lingkungan yang tidak
hanya menyangkut suatu bidang kebijaksanaan, tetapi sebagai kesatuan dari
berbagai peraturan perundang-undangan di sektor pengelolaan lingkungan hidup.
c. Hukum Tata Ruang
Hukum tata ruang erat kaitannya dengan penataan ruangg yang diarahkan pada
tercapainya atau terpeliharanya penyesuaian timbal balik antara ruang dan
kehidupan manusia.
Peranan hukum lingkungan adalah untuk menstrukturkan keseluruhan proses
sehingga kepastian dan ketertiban terjamin. Diantara tujuan yang akan dicapai dari hukum
lingkungan adalah terselanggaranya kehidupan yang seimbang dalam lingkungan hidup.
Lingkungan yang dimaksud tidak hanya terpaku pada lingkungan manusia saja. Dalam
lingkup lingkungan tersebut ada berbagai komponen makhluk hidup di dalamnya mulai

23
dari tumbuhan, hewan, dan manusia. Fungsi dan tujuan dari hukum lingkungan yang kedua
adalah mengatur manusia untuk merawat lingkungan demi generasi anak cucu di masa
yang akan datang. Hidup nyaman seperti yang anda rasakan saat ini. Penegakan hukum
lingkungan berfungsi sebagai mata rantai terakhir dalam sistem pengaturan perenanaan
kebijakan tentang lingkungan yang terdiri dari beberapa urutan yaitu:
a. Perundang-undangan;
b. Penentuan standar;
c. Pemberian izin;
d. Penerapan;
e. Penegakan Hukum.
Pengelolaan lingkungan hidup adalah suatu usaha dasar untuk memelihara dan atau
memperbaiki lingkungan agar kebutuhan dasar kita dapat terpenuhi dengan sebaikbaiknya.
Istilah pengelolaan memiliki arti yaitu mengendalikan, menyelenggarakan pemerintah dan
sebagainya, menjalankan dan mengurus (perusahaan atau proyek dan sebagainya).
Pengelolaan memiliki beberapa definisi atau arti antara lain yaitu:
a. proses, cara, dan perbuatan mengelola;
b. proses melakukan kegiatan tertentu dengan menggerakan tenaga orang lain;
c. proses yang membantu merumuskan kebijaksanaan dan tujuan organisasi; dan
d. proses yang memberikan pengawasan pada semua hal yang terlibat dalam
pelaksanaan kebijaksanaan dan pencapaian tujuan.
Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dijelaskan bahwa Pengelolaan
Lingkungan Hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk
melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian,
pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum. Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup memiliki beberapa asas yang dicantumkan pada Pasal 2 Undang-
Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu:
a. Tangung jawab negara;
b. kelestarian dan keberlanjutan;
c. keserasian dan keseimbangan;
d. keterpaduan;
e. manfaat;
f. kehati-hatian;

24
g. keadilan;
h. ekoregion;
i. keanekaragaman hayati;
j. pencemar membayar;
k. partisipatif;
l. kearifan lokal;
m. tata kelola pemerintahan yang baik; dan
n. otonomi daerah.
Pengelolaan dan pengawasan mengenai lingkungan hidup, negara dalam hal ini
diwakili Kementerian Negara Non Departemen salah satunya ialah Kementrian
Lingkungan Hidup yang merupakan lembaga pemerintahan berfungsi sebagai koordinator
serta bantuan teknis kepada sektor Departemen yang membutuhkan apabila menghadapi
masalah lingkungan.
Adapun tugas dari Kementerian Lingkungan adalah:
a. Merumuskan kebijaksanaan pengelolaan lingkungan hidup;
b. Merencanakan pelaksanaan kebijaksanaan pengelolaan Lingkungan Hidup;
c. Melakukan koordinasi pelaksanaan kebijaksanaan Lingkungan Hidup; dan
d. Merumuskan, mengembangkan perangkat hukum pengelolaan lingkungan hidup
dan memantau penerapannya, mengembangkan sistem dan tata laksana
pengelolaan lingkungan, memantau dan mengevaluasi kualitas lingkungan serta
pengembangan sistem informasi lingkungan.
Pasal 3 Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
menyebutkan tujuan-tujuan dari Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu;
a. Melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
b. Menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia;
c. Menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem;
d. Menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup;
e. Mencapai keserasian,keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup;
f. Menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa depan;
g. Menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai
bagian dari hak asasi manusia;
h. Mengendalikan pemanfaatansumberdaya alam secara bijaksana;
i. Mewujudkan pembangunan berkelanjutan; dan

25
j. Mengantisipasi isu lingkungan global.
Sebagai upaya perlindungan terhadap lingkungan hidup, pemerintah menyiapkan dan
mengeluarkan berbagai instrumen yang terkait dengan lingkungan hidup. Pasal 14
UndangUndang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup menjelaskan bahwa instrumen-instrumen pencegahan pencemaran dan
kerusakan lingkungan hidup yang pada dasarnya adalah juga sebagai instrumen
pengelolaan lingkungan hidup karena pengelolaan lingkungan hidup dimaksudkan juga
untuk mencegah dan mengatasi masalah pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup.
Dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup tertuliskan instrumen-instrumen pencegahan pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas:
a. KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis);
b. Tata Ruang;
c. Baku Mutu lingkungan Hidup;
d. Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup;
e. AMDAL;
f. UKL-UPL;
g. Perizinan;
h. Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup;
i. Peraturan Perundang-Undangan berbasis Lingkungan Hidup;
j. Anggaran Berbasis Lingkungan Hidup;
k. Analisis Risiko Lingkungan Hidup;
l. Audit Lingkungan Hidup; dan
m. Instrumen lain sesuai dengan kebutuhan dan/atau perkembangan pengetahuan.
Pelaksanaan intsrumen-instrumen tersebut, agar dapat berjalan sesuai dengan yang
diharapkan atau yang dikehendaki mengenai lingkungan, makadibutuhkan pengawasan
terhadap pelaksanaan berbagai instrumen kebijakan yang telah ditetapkan. Pengawasan
dimaksudkan adalah sebagai suatu pengawasan yang dilakukan oleh pengawas
administrasi dalam rangka penerapan norma-norma Hukum Administrasi terhadap warga
negara. Pengawasan dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
1. Ditinjau dari segi kedudukan badan atau organ yang melaksanakan control itu
terhadap badan organ yang dikontrol:

26
a. Kontrol Intern, berarti bahwa pengawasan itu dilakukan oleh badan yang
secara organisatoris atau struktural masih termasuk dalam lingkungan
pemerintah sendiri;
b. Kontrol Ekstern, berarti bahwa pengawasan ini dilakukan oleh organ atau
lembaga yang secara organisatoris atau struktural berada di luar
pemerintah.
2. Ditinjau dari waktu pelaksanaan:
a. Kontrol a-priori, adalah bilamana pengawasan itu dilakukan sebelum
dikeluarkannya keputusan pemerintah;
b. Kontrola-posteriori, adalah bilamana pengawasan itu baru dilaksanakan
sesudah dikeluarkannya keputusan pemerintah.
3. Ditinjau dari segi obyek yang diawasi:
a. Kontrol dari segi hukum (rechmatgheid) yaitu kontrol yang dimaksudkan
untuk menilai segi-segi atau pertimbangan yang bersifat hukumnya saja;
b. Kontrol dari segi kemanfaatannya (doelmatgheid) yaitu kontrol yang
dimaksudkan untuk menilai benar tidaknya peraturan pemerintah itu dari segi
atau pertimbangan kemanfaatannya.
Lingkungan hidup adalah ruang yang ditempati oleh makhluk hidup bersama dengan
benda hidup dan tak hidup. Seperti halnya adalanya keterkaitan antara manusia yang
terkait erat deng makhluk hidup lain, dan manusia berinteraksi dengan lingkungan hidup.
Lingkungan hidup memiliki sifat yang ditentukan oleh bermacam-macam faktor ,
yaitu:
a. Jenis dan jumlah masing-masing jenis unsur lingkungan hidup tersebut;
b. Hubungan atau interaksi antara unsur dalam lingkungan hidup itu;
c. Kelakuan atau kondisi unsur lingkungan hidup; dan
d. Faktor keadaan suhu, cahaya, energi, dan kebisingan.
Unsur-unsur tersebut diatas yang mempengaruhi sifat-sifat lingkungan hidup tidak
merupakan unsur-unsur yang terlepas satu sama lain. Lingkungan hidup Indonesia sebagai
suatu ekosistem terdiri dari berbagai daerah, masing- masing sebagai suatu subsistem yang
meliputi aspek budaya, ekonomi, dan fisik, dengan corak ragam yang berbeda antara
subsistem yang satu dengan yang lain, dan dengan daya dukung lingkungan yang
berlainan. Pembinaan dan pengembangan yang didasarkan pada keadaan daya dukung
lingungan akan meningkatkan keselarasan dan keseimbangan subsistem, yang juga berarti
meningkatkan subsistem.

27
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Penglolaan
Lingkungan Hidup dalam Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (1), yang dimaksud lingkungan
hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup,
termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsunan
perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain”. LL. Bernard
menerangkan bahwa lingkungan terbagi atas 4 (empat) macam yaitu;
1. Lingkungan fisik atau anorganik, yaitu lingkungan yang terdiri dari gaya kosmik
dan fisiogeografis seperti tanah, udara, laut, radiasi, gaya tarik, ombak, dan
sebagainya;
2. Lingkungan biologi atau organik yaitu segala sesuatu yang bersifat biotis berupa
mikroorganisme, parasit, hewan, tumbuh-tumbuhan. Termasuk juga disini yaitu
lingkungan prenatal dan proses biologi seperti reproduksi, pertumbuhan dan
sebagainya.
3. Lingkungan sosial, di dalamnya dibagi menjadi tiga bagian:
a. Lingkungan fisiososial, yaitu meliputi kebudayaan materiil: peralatan, senjata,
mesin, gedung-gedung dan lain-lain;
b. Lingkungan biososial manusia dan bukan manusia, yaitu manusia dan
interaksinya terhadap sesamanya dan tumbuhan beserta hewan domestik dan
semua bahan yang digunakan manusia yang berasal dari sumber organik;
c. Lingkungan Psikososial, yaitu yang berhubungan dengan tabiat batin manusia
seperti sikap, pandangan, keinginan, keyakinan. Hal ini dapat terlihat melalui
kebiasaan, agama, ideologi, bahasa, dan lain-lain.
4. Lingkungan Komposit, yaitu lingkungan yang diatur secara institusional, berupa
lembaga-lembaga masyarakat, baik yang terdapat di daerah kota atau desa.
Mutu lingkungan hidup biasanya dikaitkan dengan masalah lingkungan. Tolak
ukur mutu dari Lingkungan Hidup ialah dimana terdapatnya orang kerasan hidup
dalam lingkungan tersebut, maka dapat dikatakan hal tersebut mutu lingkungan
yang baik. Dalam hal lain mutu lingkungan hidup dapat dilihat dari:
1. Totalitas kondisi dari masing-masing faktor yang maksimal;
2. Pengelolaanya bersifat holistik, memandang keseluruhannya sebagai suatu
satu kesatuan;
3. Mutu lingkungan sama dengan kondisi lingkungan dalam hubungan dengan
mutu hidup;

28
4. Mutu hidup tergantung pada derajat pemenuhan kebutuhan dasar dimana sama
dengan mutu lingkungan yang derajat pemenuhan kebutuhan dalam kondisi
tersebut. Dari beberapa penjelasan mengenai mutu lingkungan hidup dapat
ditarik kesimpulan bahwa lingkungan hidup dapat juga dipakai sebagai
sumber daya.

Kepastian hukum oleh setiap orang dapat terwujud dengan ditetapkannya hukum
dalam hal terjadi peristiwa konkrit. Hukum yang berlaku pada dasarnya tidak dibolehkan
menyimpang, hal ini dikenal juga dengan istilah fiat justitia et pereat mundus (meskipun
dunia ini runtuh hukum harus ditegakkan). Itulah yang diinginkan oleh kepastian hukum.
Kepastian hukum merupakan perlindungan yustisiabel terhadap tindakan sewenang-wenang,
yang berarti bahwa seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam
keadaan tertentu. Masyarakat mengharapkan adanya kepastian hukum, karena dengan adanya
kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib. Hukum bertugas menciptakan kepastian
hukum karena bertujuan ketertiban masyarakat. Sebaliknya masyarakat mengharapkan
manfaat dalam pelaksanaan atau penegakan hukum. Hukum adalah untuk manusia, maka
pelaksanaan hukum atau penegakan hukum harus memberi manfaat atau kegunaan bagi
masyarakat. Hukum tidak identik dengan keadilan. Hukum itu bersifat umum, mengikat
setiap orang, bersifat menyamaratakan. Barang siapa mencuri harus dihukum, dimana setiap
orang yang mencuri harus dihukum, tanpa membeda-bedakan siapa yang mencuri. Kepastian
hukum sangat identik dengan pemahaman positivisme hukum.

Positivisme hukum berpendapat bahwa satu-satunya sumber hukum adalah undang-


undang, sedangkan peradilan berarti semata-mata penerapan undang-undang pada peristiwa
yang konkrit (Rasdjidi dan Rasjidi, 2001 : 42) Undang-undang dan hukum diidentikkan
hakim positivis dapat dikatakan sebagai corong Undang-Undang. Montesquieu menuliskan
dalam bukunya “De l’esprit des lois”yang mengatakan: “Dans le gouverment republicant, il
est de la nature de la constitution que les juges suivent la letter de la loi…Les juges de la
nation ne sont qui la bounce qui pronounce les parolesde la loi, des etres inanimes qui n’en
peivent moderer ni la force ni la rigueur” (Dalam suatu negara yang berbentuk Republik,
sudah sewajarnya bahwa undang-undang dasarnya para hakim menjalankan tugasnya sesuai
dengan apa yang tertulis dalam undang-undang. Para hakim dari negara tersebut adalah tak
lain hanya merupakan mulut yang mengucapkan perkataan undang-undang, makhluk yang
tidak berjiwa dan tidak dapat mengubah, baik mengenai daya berlakunya, maupun

29
kekerasannya) (Hamzah, 1996 : 114). Dengan pernyataan itu, legisme sejalan dengan Trias
Politika dari Montesquieu,yang menyatakan bahwa, hanya apa yang dibuat oleh badan
legislatif saja yang dapat membuat hukum, jadi suatu kaidah yang tidak ditentukan oleh
badan legislatif bukanlah merupakan suatu kaidah, hakim dan kewenangan pengadilan hanya
menerapkan undang-undang saja (Rifai, 2010 : 30). Penegakan hukum yang mengutamakan
kepastian hukum juga akan membawa masalah apabila penegakan hukum terhadap
permasalahan yang ada dalam masyarakat tidak dapat diselesaikan berdasarkan hati nurani
dan keadilan.

Keadilan adalah harapan yang harus dipenuhi dalam penegakan hukum. Berdasarkan
karakteristiknya, keadilan bersifat subyektif, individualistis dan tidak menyamaratakan.
Apabila penegak hukum menitik beratkan kepada nilai keadilan sedangkan nilai kemanfaatan
dan kepastian hukum dikesampingkan, maka hukum itu tidak dapat berjalan dengan baik.
Demikian pula sebaliknya jika menitik beratkan kepada nilai kemanfaatan sedangkan
kepastian hukum dan keadilan dikesampingkan, maka hukum itu tidak jalan. Idealnya dalam
menegakkan hukum itu nilai-nilai dasar keadilan yang merupakan nilai dasar filsafat dan
nilai-nilai dasar kemanfaatan merupakan suatu kesatuan berlaku secara sosiologis, serta nilai
dasar kepastian hukum yang merupakan kesatuan yang secara yuridis harus diterapkan secara
seimbang dalam penegakan hukum. Hal menarik yang perlu dicermati apabila terdapat 2
(dua) unsur yang saling tarik menarik antara Keadilan dan Kepastian Hukum, Roeslan Saleh
dalam Siregar (2008 : 121) mengemukakan: “keadilan dan kepastian hukum merupakan dua
tujuan hukum yang kerap kali tidak sejalan satu sama lain dan sulit dihindarkan dalam praktik
hukum. Suatu peraturan hukum yang lebih banyak memenuhi tuntutan kepastian hukum,
maka semakin besar pada kemungkinannya aspek keadilan yang terdesak.

Ketidaksempurnaan peraturan hukum ini dalam praktik dapat diatasi dengan jalan
memberi penafsiran atas peraturan hukum tersebut dalam penerapannya pada kejadian
konkrit. Apabila dalam penerapannya dalam kejadian konkrit, keadilan dan kepastian hukum
saling mendesak, maka hakim sejauh mungkin harus mengutamakan keadilan di atas
kepastian hukum”. Roscue Pound sebagai salah satu ahli hukum yang bermazhab pada
Sosiological Jurisprudence, terkenal dengan teorinya yang menyatakan bahwa, “hukum
adalah alat untuk memperbaharui (merekayasa) masyarakat (law as a tool of social
engineering)” (Shidarta, 1995 : 113). Hal inilah yang menjadi tolak pemikiran dari Satjipto
Raharjo dengan menyatakan, ”bahwa hukum adalah untuk manusia, pegangan, optik atau

30
keyakinan dasar, tidak melihat hukum sebagai suatu yang sentral dalam berhukum,
melainkan manusialah yang berada di titik pusat perputaran hukum. Hukum itu berputar di
sekitar manusia sebagai pusatnya. Hukum ada untuk manusia, bukan manusia untuk hukum”
(Halim, 2009 : 390). Dengan demikian, bahwa kedudukan keadilan merupakan unsur yang
sangat penting dalam penegakan hukum di Indonesia. Indonesia memiliki kultur masyarakat
yang beragam dan memiliki nilai yang luhur, tentunya sangat mengharapkan keadilan dan
kemanfaatan yang dikedepankan dibandingkan unsur kepastian hukum. Keadilan merupakan
hakekat dari hukum, sehingga penegakan hukum pun harus mewujudkan hal demikian.
Disamping kepastian hukum dan keadilan, unsur lain yang perlu diperhatikan adalah
kemanfaatan. Kemanfaatan dalam penegakan hukum merupakan hal yang tidak bisa
dilepaskan dalam mengukur keberhasilan penegakan hukum di Indonesia. Menurut aliran
Utilitarianisme, penegakan hukum mempunyai tujuan berdasarkan manfaat tertentu (teori
manfaat atau teori tujuan), dan bukan hanya sekedar membalas perbuatan pembuat pidana,
bukanlah sekedar untuk melakukan pembalasan atau pengimbalan kepada orang yang
melakukan tindak pidana, tetapi mempunyai tujuan-tujuan tertentu yang bermanfaat.
Kemanfaatan disini diartikan sebagai kebahagiaan (happiness).

Hukum yang baik adalah hukum yang memberikan kebahagiaan bagi banyak orang.
Maka, apabila melihat hal yang ideal berdasarkan 3 (tiga) unsur/tujuan penegakan hukum
yang telah dikemukakan di atas, penegakan hukum di Indonesia terlihat cenderung
mengutamakan kepastian hukum. Harmonisasi antar unsur yang diharapkan dapat saling
mengisi, ternyata sangat sulit diterapkan di Indonesia. Aparat penegak hukum cenderung
berpandangan, hukum adalah perundang-undangan dan mengutamakan legal formil dalam
setiap menyikapi fenomenal kemasyarakatan.

31
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bahwa dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat kelemahan-
kelemahan yang terjadi dalam penegakan hukum di Indonesia. Sejak lama para pencari
keadilan/masyarakat mendambakan penegakan hukum yang adil. Namun, dalam praktik
penegakan hukum yang sedang berlangsung saat ini, pengutamaan nilai kepastian hukum
lebih menonjol dibandingkan dengan rasa keadilan masyarakat. Berbagai putusan pengadilan,
misalnya dalam kasus nenek Minah dan Aal pencuri sandal, sepertinya menggambarkan
penegakan hukum cenderung perpandangan bahwa hukum adalah undang-undang, dan
menimbulkan kekecewaan masyarakat terhadap penegakan hukum di Indonesia
3.2 Saran
Maka, dapat disarankan, bahwa dalam hal substance/ perundang-undangan, misalnya
dengan melakukan upaya-upaya perbaikan/ pembaruan terhadap perundang-undangan yang
sudah tidak sesuai dengan nilai-nilai yg ada dalam masyarakat (contohnya: pengesahan RUU
KUHP), mengamandemen UUD oleh lembaga legislatif, uji materiil UU dengan UUD NRI
1945 di MK, ataupun uji materiil peraturan yang ada di bawah UU dengan UU di MA.
Perbaikan dalam hal stuktur/aparatur penegak hukum, diperlukan adanya pendekatan dalam
pembentukan character building (pembinaan ESQ) dan keagamaan serta peningkatan SDM,
sehingga aparatur penegak hukum di Indonesia memiliki mental yang kuat dan mampu
mengemban amanat sesuai rasa keadilan dalam masyarakat. Dalam perbaikan legal culture
dalam masyarakat, apabila secara substance dan struktur sudah berjalan dengan baik, maka
legal culture pun akan mengikuti dengan sendirinya. Demikianlah pemaparan dalam makalah
ini, mudah-mudahan dapat menambah wawasan dan menjadi bacaan yang bermanfaat.

32
DAFTAR PUSTAKA

Rifai Ahmad, 2010. Penemuan Hukum oleh Hakim, Dalam Persfektif


Hukum Progresif Jakarta: Sinar Grafika.
Hamzah Andi, 1996. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sapta
Artha Jaya.
Siregar Bismar, 2008. Kata Hatiku, Tentangmu. Jakarta: Diandra
Press.
Daliyo J. B. 2007. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Prenhallindo.
Darji Darmodiharjo, Shidarta. 1995. Pokok-pokok Filsafat Hukum,
Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia. Jakarta:
Gramedia.
Lili Rasdjidi dan Ira Rasjidi, 2001. Dasar-Dasar Filsafat dan Teori
Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, 2008.
Panduan Pemasyarakatan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Jakarta: Sekretariat Jenderal
MPR RI./
Pontang Moerad, 2005. Pembentukan Hukum Melalui Putusan
Pengadilan Dalam Perkara Pidana. Bandung: Alumni.
Reformasi Peradilan dan Tanggung Jawab Negara (Jakarta:
Komisi Yudisial, 2010)
Roeslan Saleh, 1996. Pembinaan Cita Hukum dan Asas-Asas Hukum
Nasional. Jakarta: Karya Dunia Fikir, 1996.
Satjipto Rahardjo, 2006. Ilmu Hukum. Bandung: Citra Aditya
Bakti.
Shant Dellyana.1988. Konsep Penegakan Hukum. Yogyakarta:
Liberty.
Syaiful Bakhri, 2009. Pidana Denda Dan Korupsi. Yogyakarta: Total
Media.
Utrecht, 1996. Pengantar Dalam Hukum Indonesia. Jakarta :
Intermasa.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

33

Anda mungkin juga menyukai