Anda di halaman 1dari 11

NAMA : HAFIZH YEZA PUTRA

BP : 1710003600288
UAS : PENOLOGY
LOKAL : KH
DOSEN : JULAIDIN SH.MH

1. Jelaskan.

a. Tujuan mempelajari Penology


Mempelajari penologi tidak sekedar untuk menjawab tujuan pemidanaan atau pengaruh
pemidanaan bagi pelaku kejahatan, pengaruh pdana bagi korban, serta pengaruh pemidanaan
bagi masyarakat. Memahami tugas polisi, jaksa peuntut umum, hakim dan Advokat
(penasehat hukum) dalam mewujudkan peradilan pidana yang objektif dan terpadu juga
menjadi bagian dari penology.
Sumber: Todd R. Clear and George F. Cole. American Correction. Cole Publishing Company,
1986 Halaman 72.

b. Jelaskan Kinerja Kepolisian


Pada organisasi pemerintahan, industri manufaktur, pelayanan jasa maupun organisasi
lainnya termasuk ABRI maupun Polri, sumber dayamanusia memiliki peranan yang sangat
menentukan bagi pengembangan kualitas kerja anggota. Pengembangan sumber daya manusia
berbasis kompetensi sejak tahun 1973 telah dikembangkan di Amerika Serikat, didasarkan
kenyataan bahwa untuk memprediksi tingkat keberhasilan pegawai dalam bekerja, paling baik
menggunakan pendekatan kompetensi. Pendekatan ini mempunyai prinsip bahwa manusia
dan kerja dalam satu kesatuan, dan pengamatan dilakukan secara terus menerus terhadap
karakteristika manusia yang berhasil yang ada di lingkungan tersebut. Langkah ini diambil
karena dengan menggunakan pendekatan psikometrik tampaknya kurang begitu cocok untuk
memprediksi kemampuan seorang pegawai dalam bekerja. Pegawai dengan prestasi akademik
dan hasil psikotes yang baik, belum tentu memberikan kinerja yang unggul. Untuk itu masih
diperlukan suatu program pengembangan SDM berbasis kompetensi melalui program
rekrutmen, seleksi dan penempatan, suksesi, penilaian kinerja, pendidikan dan pelatihan, serta
program kompensasi (Purnomo Yusgiantoro, 2003).
Berbicara mengenai kinerja anggota Polri, tentunya tidak terlepas dari bagaimana
anggota Polri berperilaku di tempat tugas maupun di luar tugas masing-masing. Pada dasarnya
perilaku merja itu diawali dari adanya motivasi disertai dengan sikap kerja yang positif,
persepsi, nilai-nilai yang dianut, serta kemampuan atau kompetensi yang dimiliki para
anggota Polri. Tanpa aspek tersebut (tentunya yang termasuk kategori baik), mustahil akan
dihasilkan kinerja yang baik yang sesuai dengan tujuan dan sasaran pekerjaan/tugas (Suryana
S, 2003).

Sumber: http://pustaka.unpad.ac.id 
c. Jelaskan kinerja Jaksa Penuntut Umum
Tugas Jaksa sebagai penuntut umum diatur dalam Pasal 13 KUHAP dan dipertegas dalam
Pasal 137 KUHAP. Penuntut umum berwenang melakukan penuntutan terhadap siapapun
yang didakwa melakukan suatu tindak pidana dalam daerah hukumnya dengan melimpahkan
perkara ke pengadilan yang berwenang mengadilinya. Dalam tugasnya sebagai penuntut
umum, Jaksa mempunyai tugas :
1. Melakukan penuntutan.
2. Melaksanakan penetapan hakim.
Dua tugas tersebut dilakukan oleh penuntut umum dalam proses persidangan pidana yang
sedang berjalan.

Sumber: https://media.neliti.com 

d. Jelaskan Kinerja Hakim

Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman memandatkan tugas hakim sebagai pelaksana


kekuasaan kehakiman untuk menerima, memeriksa dan memutus perkara. Dalam
melaksanakan tugas tersebut, baik lembaga peradilan maupun hakim dibekali jaminan
kemandirian atau independensi yang berlaku universal, yaitu independensi kekuasaan
kehakiman. Independensi ini tidak menjadikan lembaga peradilan dan hakim bebas dari
evaluasi atau penilaian terhadap kinerjanya. Sebab, lembaga peradilan adalah badan publik
dan hakim sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman berperan penting dalam perlindungan dan
penegakan hukum. Posisi tersebut menuntut pertanggungjawaban yang lebih luas kepada
publik, termasuk dari segi kinerjanya, dan hal ini tidaklah dapat dianggap sebagai sesuatu
yang mengancam independensi kekuasaan kehakiman, sepanjang pelaksanannya tidak
mengganggu kerja hakim dalam memutus perkara dan tidak menyinggung subtansi perkara.

Sumber: https://leip.or.id/penilaian-kinerja-hakim-dalam-ruu-jabatan-hakim/

e. Jelaskan Kinerja Advokad/Pengacara

Pekerjaan advokat terentang dari penyidikan sampai pelaksanaan hukum.Ruang lingkup


pekerjaan yang luas itu menempatkan advokat sebagai pengawal utama dalam penyelesaian
perkara pidana.Posisi yang st rategis dari advokat dan tekanan untuk memenangkan set iap
perkara menyebabkan banyak advokat menempuh perilaku tak terpuji untuk mencapai tujuan
yang diinginkan, baik oleh klien maupun advokat itu sendiri.

Sumber: https://media.neliti.com 

2. Jelaskan.

a. Sistim pelaksanaan penjara Indonesia

Pidana penjara merupakan salah satu jenis pidana yang terdapat dalam sistem hukum
pidana di Indonesia. Dalam filsafat pemidanaan bersemayam ide-ide dasar pemidanaan yang
menjernihkan pemahaman tentang hakikat pemidanaan sebagai tanggung jawab subjek hukum
terhadap perbuatan pidana dan otoritas publik kepada negara berdasarkan atas hukum.
Sedangkan teori pemidanaan berada dalam proses keilmuan yang mengorganisasi,
menjelaskan dan memprediksi tujuan pemidanaan bagi negara, masyarakat dan subjek hukum
terpidana.

Pidana penjara sebagai salah satu bentuk pidana, adalah suatu pidana berupa pembatasan
kebebasan bergerak dari seorang terpidana, yang dilakukan dengan menutup orang tersebut di
dalam sebuah lembaga pemasyarakatan, dengan mewajibkan orang itu untuk mentaati semua
peraturan tata tertib yang berlaku di dalam lembaga pemasyarakatan, yang dikaitkan dengan
sesuatu tindakan tata tertib bagi mereka yang telah melanggar peraturan tersebut.

Sumber: https://perpustakaan.komnasham.go.id/

b. Tujuan Pemidanaan

 tujuan pemidanaan adalah sebagai salah satu kunci penting dalam penjatuhan pidana itu
sendiri. Dapat juga dikatakan bahwa penjatuhan pidana haruslah memperhartikan tujuan
pemidanaan. Pentingnya perhatian tujuan pemidanaan ini tampaknya juga ediperhatikan oleh
perancang KUHP baru dengan dirumuskannya secara tegas, tentang tujuan pemidanaan dalam
buku-1 RUU KUHP. Pasal 51 51 buku-1 RUU KUHP tahun 2005 menyatakan bahwa
Pemidanaan bertujuan:

 Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi


pengayoman masyarakat.
 Memasyarakatatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang
yang baik dan berguna.
 Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan
dan mendatangkan rasa damai dalam memasyarakatkan, dan Membebaskan rasa bersalah
pada terpidana
 Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk merendahkan martabat manusia .

Sumber: https://www.kompasiana.com/

c. Pedoman Pemidanaan

Pasal 183 KUHAP menyatakan bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kecuali
dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa terjadi
tindak pidana dan terdakwalah yang bersalah melakukannya (negatief wettelijk). Ketentuan
tersebut harus dimaknai bahwa “keyakinan hakim” tidak bersifat ekstase, melainkan harus lahir
dari kesadaran dan logika pikir yang benar. “Keyakinan hakim” merupakan resultan dari fakta
dan bukti yang diuji dan dinilai berdasarkan prosedur yang diatur dalam undang-undang.
“Keyakinan hakim” tersebut harus dapat dijelaskan dalam putusan sehingga masyarakat dapat
memahami rasionalitas keadilan yang diyakini oleh hakim. Dengan demikian, kendatipun terjadi
disparitas dalam pemidanaan tidak akan menjadikannya persoalan, karena tersedia argumentasi
logis yang menjadi justifikasi pemidanaan.
Sumber: https://www.hukumonline.com/
d. Filsafat Pemidanaan

Filsafat pemidanaan sebagai landasan filosofis merumuskan ukuran atau dasar keadilan
apabila terjadi pelanggaran hukum pidana. Dalam konteks ini, pemidanaan erat hubungannya
dengan proses penegakan hukum pidana. Sebagai sebuah sistem, telaahan mengenai pemidanaan
dapat ditinjau dari 2 (dua) sudut, yaitu sudut fungsional dan sudut norma substantif.
 Dari sudut fungsional, sistem pemidanaan dapat diartikan sebagai keseluruhan sistem
(aturan perundang-undangan) untuk fungsionali-sasi/operasionalisasi/ konkretisasi pidana
dan keseluruhan sistem (aturan perundang-undangan) yang mengatur bagaimana hukum
pidana ditegakkan atau dioperasionalkan secara konkret, sehingga seseorang dijatuhi
sanksi (hukum) pidana. Dari sudut ini maka sistem pemidanaan identik dengan sistem
penegakan hukum pidana yang terdiri dari sub-sistem Hukum Pidana Materiil/Substantif,
sub-sistem Hukum Pidana Formil dan sub-sistem Hukum Pelaksanaan Pidana. Sedangkan
dari sudut
 norma-substantif (hanya dilihat dari norma-norma hukum pidana substantif), sistem
pemidanaan dapat diartikan sebagai keseluruhan sistem aturan/norma hukum pidana
materiil untuk pe-midanaan; atau Keseluruhan sistem aturan/norma hukum pidana
materiel untuk pemberian/penjatuhan dan pelaksanaan pidana. Dengan pengertian
demikian, maka keseluruhan peraturan perundang-undangan (“statutory rules”) yang ada
di dalam KUHP maupun undang-undang khusus di luar KUHP, pada hakikatnya
merupakan satu kesatuan sistem pemidanaan, yang terdiri dari “aturan umum” (“general
rules”) dan “aturan khusus” (“special rules”). Aturan umum terdapat di dalam Buku I
KUHP, dan aturan khusus terdapat di dalam Buku II dan III KUHP maupun dalam
undang-undang khusus di luar KUHP,1 baik yang mengatur hukum pidana khusus
maupun yang mengatur hukum pidana umum.

Sumber: https://www.bphn.go.id 

e. Pengertian Umum pidana dan Pemidanaan

1. Pengertian Pidana
Pidana berasal dari kata straf (Belanda), yang pada dasarnya dapat diartikan sebagai
suatu penderitaan (nestapa) yang sengaja dikenakan/dijatuhkan kepada seseorang yang telah
terbukti bersalah melakukan suatu tindak pidana.Para ahli hukum di Indonesia membedakan
istilah hukuman dengan pidana.Istilah hukuman adalah istilah umum yang dipergunakan
untuk semua jenis sanksi baik dalam ranah hukum perdata, administratif, disiplin dan pidana,
sedangkan istilah pidana diartikan secara sempit yaitu hanya sanksi yang berkaitan dengan
hukum pidana
2. Pengertian Pemidanaan
Pemidanaan bisa diartikan sebagai tahap penetapan sanksi dan juga tahap pemberian
sanksi dalam hukum pidana.Kata “pidana” pada umumnya diartikan sebagai hukum,
sedangkan “pemidanaan” diartikan sebagai penghukuman.Doktrin membedakan hukum
pidana materil dan hukum pidana formil. J.M. Van Bemmelen menjelaskan kedua hal
tersebut sebagai Hukum pidana materil terdiri atas tindak pidana yang disebut berturut-
turut, peraturan umum yang dapat diterapkan terhadap perbuatan itu., dan pidana yang
diancamkan terhadap perbuatan itu. Hukum pidana formil mengatur cara bagaimana acara
pidana seharusnya dilakukan dan menentukan tata tertib yang harus diperhatikan pada
kesempatan itu.
Sumber:

https://repository.uksw.edu, Leden Marpaung, Asas teori praktik hukum pidana, Jakarta: sinar
grafika, 2005, hal 2.

3. Jelaskan.
a. Perkembangan pengaturan jenis sanksi (pidana dalam hukum pidana)

Dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 1997 tentang Narkotika, yang berkaitan mengenai
pengaturan perbuatan tindak pidana dan sanksi pidananya sangat urgen apabila menempatkan
jumlah (berat-ringannya) barang bukti sebagai unsur pemberat dalam penerapan sanksi pidana
yang dicantumkan dalam lampiran Undang-Undang yang bersangkutan sebagai yang tidak
terpisahkan. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari yang terjadi dalam praktek seperti misalnya
: barang bukti jenis amfetamina (sabu-sabu) seberat 1 kg di bandingkan dengan barang bukti
senis amfetamina (sabu-sabu) seberat 1 ton sama-sama mempunyai ancaman pidananya
maksimal 15 tahun dengan perbuatan sebagaimana diatur dalam pasal 60 ayat (1) b Undang-
Undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika, yaitu :
 Memproduksi atau mengedarkan psikotropika dalam bentuk obat yang tidak memenuhi
standart dan/atau persyaratan.
Juga perbuatan sebagaimana yang diatur dalam pasal 69 undang-Undang No. 5 tahun 1997
tentang psikotropika, yaitu :
 Percobaan untuk melakukan tindak pidana psikotropika.
Dan Ancaman Pidananya ditambah sepertiga apabila ada perbuatan bersekongkol atau
kesepakatan atau terorganisir (vide pasal 71).

Sumber: https://www.bphn.go.id 

b. Jelaskan pelaksanaan pidana penjara dengan system pemasyarakatan

Dalam perkembangannya di lapangan banyak menemui kendala dan hambatan


diantaranya masih banyak ditemukan berbagai bentuk kekerasan serta diskriminasi di Lembaga
Pemasyarakatan. Keadaan tersebut mengakibatkan tujuan pidana penjara di negara kita kurang
dapat terwujud secara efektif.

Hal yang menarik untuk diperhatikan adalah bahwa dari tahun ke tahun jumlah
narapidana selalu mengalami kenaikan antara 3000 narapidana hingga 9000 narapidana. Data
tahun 1997 menunjukkan bahwa jumlah narapidana dewasa mencapai 69.937 jiwa. Oleh karena
itu perlu sebuah sistem yang baik guna membina narapidana tersebut.

Pelaksanaan pidana penjara dengan sistem pemasyarakatan, tidak hanya ditujukan untuk
mengayomi masyarakat dari bahaya kejahatan, melainkan juga orang-orang yang tersesat karena
melakukan tindak pidana perlu diayomi dan diberikan bekal hidup sehingga dapat menjadi warga
yang berfaedah di dalam masyarakat.

Sumber: https://fh.uajy.ac.id

4. Carilah data penghuni (Tahanan, Narapidana, dan Anak didik).


a. Tahanan anak pada lapas/rutan yang ada di Kota Padang
No Nama Umur Pekerjaan
1 Eka Putra 41 Tahun Wiraswasta
2 Fahmi 43 Tahun Guru
3 Novrianto 37 Tahun Wiraswasta
4 Adrismen 46 Tahun Wiraswasta
5 Winda Guslama Sari 28 Tahun Ibu Rumah Tangga
6 Refindo 24 Tahun Swasta
7 Khairul 54 Tahun Swasta
8 Rolli 19 Tahun Swasta
9 Kasiman Barasa 41 Tahun Wirasawasta

b. Apa sebabnya anak tersebut harus ditahan


1. Karena kecelakaan yang mengakibatkan korban mengalami luka berat
2. Karena kecelakaan yang mengakibatkan korban mengalami luka berat
3. Karena kecelakaan yang mengakibatkan korban mengalami luka berat
4. Karena kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia
5. Karena kecelakaan yang mengalami korban luka berat
6. Karena kecelakaan yang mengalami korban luka berat
7. Karena kecelakaan yang mengalami korban luka berat
8. Karena kecelakaan yang mengalami korban luka berat
9. Karna kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan korban meninggal Dunia.

Sumber: LAPAS KELAS II A PADANG

5. Jelaskan.
a. Pengertian remisi
Remisi adalah pengurangan masa hukuman yang didasarkan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku di Indonesia.
Menurut Pasal 1 Ayat 1 Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 174 Tahun 1999, remisi
adalah pengurangan masa pidana yang diberikan kepada narapidana dan anak pidana yang
telah berkelakuan baik selama menjalani pidana terkecuali yang dipidana mati atau seumur
hidup.
Menurut Pasal 1 Ayat 6 Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1999, remisi adalah pengurangan
masa pidana yang diberikan kepada narapidana dan anak pidana yang telah memenuhi syarat-
syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
Menurut Pasal 34 Peraturan Pemerintah No. 99 Tahun 2012 sebagai berikut:

1. Setiap narapidana dan anak pidana berhak mendapatkan remisi.


2. Remisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan kepada narapidana dan anak
pidana yang telah memenuhi syarat:

 berkelakuan baik dan


 telah menjalani masa pidana lebih dari 6 (enam) bulan.
3. Persyaratan berkelakuan baik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dibuktikan
dengan:
 tidak sedang menjalani hukuman disiplin dalam kurun 6 (enam) bulan terakhir,
terhitung sebelum tanggal pemberian remisi, dan
 telah mengikuti program Pembinaan yang diselenggarakan LAPAS dengan
predikat baik.

Sumber: https://id.wikipedia.org/

b. Dasar hukum remisi


hukum remisi yang telah beberapa kali mengalami perubahan berlaku sejak jaman
belanda sampai dengan sekarang :
1. Gouverment Besluit tanggal 10 Agustus 1935 Nomor 223 Bijblad nomor
13515 jo 9 juli 1841 nomor 12 dan 26 januari 1942 nomor 22; merupakan
yang diberikan sebagai hadiah seata-mata pada hari kelahiran Ratu Belanda.
2. Keputusan Presiden Nomor 156 tanggal 19 April 1950 yang termuat dalam
berita Negara Nomor 26 tanggal 28 April 1950 jo Peraturan Presiden Nomor
1 tahun 1946 tanggal 18 Agustus 1946 dan peraturan Menteri Kehakiman
Nomor G.8/106 tanggal 10 januari 1947 jo Keputusan Presiden Nomor 120
tahun 1955 tanggal 223 juli 1955 tentang Ampunan Istimewa.
3. Keputsan Presiden Nomor 5 tahun 1987 jo Keputusan Menteri Kehakiman
Nomor 01.HN.02.01 Tahun 1987 tentang pelaksanaan Keputusan Presiden
Nomor 5 tahun 1987, keputusan menteri kehakiman Nomor 04.HN.02.01
Tahun 1988 tanggal 14 Mei 1988 tentang tambahan Remisi bagi narapidana
yang menjadi donor organ tubuh dan donor darah dan Keputusan Menteri
Kehakiman nomor 03.HN.02.01 tahun 1988 tanggal 10 maret tentang cara
permohonan Perubahan Pidana Penjara sementara berdasarkan Keputusan
Presiden nomor 5 tahun 1987.
4. Keputusan Presiden Nomor 69 tahun 1999 tentang Pengurangan Masa Pidana
(Remisi).
5. Keputusan Presiden Nomor 174 tahun 1999 joKeputusan Menteri Hukum dan
Perundang-undangan nomor M.09.HN.02.01 tahun 1999 tentang pelaksanaan
Keputusan Presiden nomor 174 tahun 1999, Keputusan Menteri Hukun dan
Peraturan Perundang-undangan nomor M.10.HN.02.01 tahun 1999 tentang
Pelimpahan Wewenang Pemberian Remisi Khusus.

Ketentuan yang berlaku adalah ketentuan yang terbaru, dari ketentuanketentuan


yang telah dipaparkan , maka ketentuan terakhir (nomor 5) merupakan
ketentuan yang kedudukannya masih berlaku di Indonesia, selain itu ketentuan
tersebut ditambahkan dengan beberapa keentuan yang lain, sehingga ketentuan
yang masih berlau untuk remisi saat ini adalah :
1. Keputusan Presiden Nomor 120 tahun 1955 tanggal 23 juli 1955 tentang
Ampunan Istimewa.
2. Keputusan Menteri Kehakiman Nomor 04.HN.02.01 tahun 1988 tanggal 14 Mei
1988 tentang Tambahan Remisi bagi narapidana yang menjadi Donor Organ ubuh
dan Donor Darah.
3. Keputusan Menteri Hukum dan perundang-undangan Nomor M.09.HN.02.01
tahun 1999 tentang Pelaksanaan Keputusan Presiden Nomor 174 tahun 1999.
4. Keputusan Menteri Hukum dan perundang-undang Nomor M.10..HN.02.01 tahun
1999 Pelimpahan Wewenang Pemberian Remisi Khusus.
5. Surat Edaran Nomor E.PS.01-03-15 tanggal 26 Mei 2000 tentang perubahan
Pidana Penjara Seumur Hidup menjadi Pidana Penjara Sementara.
6. Surat Edaran nomor W8-PK.04.01-2586 Tanggal 14 April 1993 tentang
Pengankatan Pemuka Kerja dan
7. Peraturan Pemerintah Nomor 99 tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas
Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara
Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Sumber: Andi Hamzah, Kamus Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1986,

https://media.neliti.com 

c. Jenis-jenis bentuk remisi

Remisi sendiri terbagi dalam lima jenis Remisi, diantaranya;

1. Remisi Umum: diberikan pada hari peringatan kemerdekaan RI, 17 Agustus.


2. Remisi Umum Susulan: Remisi Umum yang diberikan kepada narapidana
dan anak pidana yang pada tanggal 17 Agustus telah menjalani masa
penahanan paling singkat 6 (enam) bulan dan belum menerima putusan
pengadilan yang berkekuatan hukum tetap
3. Remisi Khusus: diberikan pada hari besar keagamaan yang dianut oleh
Narapidana dan Anak Pidana yang bersangkutan. Jika terdapat lebih dari
satu macam hari besar keagamaan dalam setahun untuk suatu agama
tertentu, maka akan dipilih hari besar yang paling dimuliakan oleh penganut
agama yang bersangkutan.
4. Remisi Khusus Susulan: Remisi Khusus yang diberikan kepada Narapida
dan Anak Pidana yang pada hari besar keagamaan sesuai dengan agama
yang dianutnya telah menjalani masa penahanan paling singkat 6 (enam)
bulan dan belum menerima putusan pengadilan yang berkekuatan hukum
tetap
5. Remisi Tambahan: kedua Remisi di atas dapat ditambah apabila Narapidana
atau Anak Pidana yang bersangkutan selama menjalani pidana:
- Berbuat jasa kepada Negara;
- Melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi Negara atau kemanusiaan; dan
- Melakukan perbuatan yang membantu kegiatan pembinaan di Lembaga
Pemasyarakatan.

Selain Remisi di atas, Narapidana dan Anak dapat diberikan:

1. Remisi kemanusiaan
Remisi atas dasar kepentingan kemanusiaan diberikan kepada Narapidana
a. yang dipidana dengan masa pidana paling lama 1 (satu) tahun;
b. berusia di atas 70 tahun; atau
c. menderita sakit berkepanjangan.

2. Remisi tambahan
Remisi tambahan kepada Narapidana dan Anak apabila yang bersangkutan:

1. berbuat jasa pada negara;


2. melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi negara atau sosial; dan
3. melakukan perbuatan yang membantu kegiatan pembinaan di lembaga
pemasyarakatan (“Lapas”)/Lembaga Pembinaan Khusus Anak (“LPKA”).
3. Remisi susulan

Remisi susulan diberikan jika Narapidana dan Anak berkelakuan baik dan lamanya masa
penahanan yang dijalani tidak terputus terhitung sejak tanggal penghitungan masa penahanan
memperoleh Remisi sampai dengan tanggal putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan
hukum tetap. Remisi susulan dapat diberikan kepada Narapidana dan Anak yang:

1. telah memperoleh putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap; dan


2. belum pernah memperoleh Remisi.

Sumber: https://www.gresnews.com/ dan https://m.hukumonline.com/

d. Prosedur pemberian remisi


Persyaratan agar mendapatkan Remisi adalah sebagai berikut
1. Narapidana atau Anak Pidana berhak mendapatkan Remisi apabila:
a. Berkelakuan baik, yang dibuktikan dengan:
1. tidak sedang menjalani hukuman disiplin dalam kurun waktu 6 (enam)
bulan terakhir, terhitung sebelum tanggal pemberian Remisi dan
2. telah mengikuti program pembinaan yang diselenggarakan oleh Lapas
dengan predikat baik.
b. Telah menjalani masa pidana lebih dari 6 (enam) bulan.
2. Bagi Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme, narkotika dan
prekursor narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara,
kejahatan hak asasi manusia yang berat, dan kejahatan transnasional terorganisasi
lainnya, selain syarat di atas, ada syarat tambahan, yaitu:
a. bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar
perkara tindak pidana yang dilakukannya;
b. telah membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai dengan putusan
pengadilan untuk Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana
korupsi; dan
c. telah mengikuti program deradikalisasi yang diselenggarakan oleh Lapas dan/atau
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, serta menyatakan ikrar:
1. kesetiaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia secara tertulis bagi
Narapidana Warga Negara Indonesia, atau
2. tidak akan mengulangi perbuatan tindak pidana terorisme secara tertulis
bagi Narapidana Warga Negara Asing, yang dipidana karena melakukan
tindak pidana terorisme.

 
Tata Cara Pemberian Remisi
Guna menyederhanakan jawaban, kami akan jelaskan prosedur atau tata cara pemberian
remisi bagi Narapidana dan Anak secara umum, sebagai berikut:

1. Pemberian Remisi dilaksanakan melalui sistem informasi pemasyarakatan, yang


merupakan sistem informasi pemasyarakatan yang terintegrasi antara Unit Pelaksana
Teknis pemasyarakatan, Kantor Wilayah, dengan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan.
2. Tim pengamat pemasyarakatan Lapas/LPKA merekomendasikan usul pemberian Remisi
bagi Narapidana dan Anak kepada Kepala Lapas/LPKA berdasarkan data Narapidana dan
Anak yang telah memenuhi persyaratan.
3. Dalam hal Kepala Lapas/LPKA menyetujui usul pemberian Remisi, Kepala Lapas/LPKA
menyampaikan usulan pemberian Remisi kepada Direktur Jenderal Pemasyarakatan
dengan tembusan kepada Kepala Kantor Wilayah.
4. Kepala Kantor Wilayah melakukan verifikasi terhadap tembusan usul pemberian Remisi
paling lama 2 (dua) hari terhitung sejak tanggal usulan Remisi diterima dari Kepala
Lapas/LPKA. Hasil verifikasinya disampaikan oleh Kepala Kantor Wilayah kepada
Direktur Jenderal Pemasyarakatan.
5. Direktur Jenderal Pemasyarakatan melakukan verifikasi terhadap usul pemberian Remisi,
paling lama 3 (tiga) Hari terhitung sejak tanggal usulan pemberian Remisi diterima dari
Kepala Lapas/LPKA.
6. Dalam hal Direktur Jenderal Pemasyarakatan menyetujui usul pemberian Remisi,
Direktur Jenderal Pemasyarakatan atas nama Menteri Hukum dan HAM menetapkan
keputusan pemberian Remisi.
7. Keputusan pemberian Remisi disampaikan kepada Kepala Lapas/LPKA untuk
diberitahukan kepada Narapidana atau Anak dengan tembusan kepada Kepala Kantor
Wilayah dan dicetak di Lapas/LPKA dengan tanda tangan elektronik Direktur Jenderal
Pemasyarakatan atas nama Menteri Hukum dan HAM.

Sumber: https://m.hukumonline.com/

Anda mungkin juga menyukai