1. Dalam bahasa Jepang kata benda tidak memiliki gender atau jumlah, namun variasi dari
beberapa kata dapat diekspresikan dengan menggunakan sufiks atau imbuhan yang terletak di
akhir kata.
2. Kata kerja “desu” dan “-masu” diletakkan diakhir sebuah kalimat atau klausa. Contohnya:
3. Pada suatu kalimat; gender, jumlah, dan orang dari subjek tidak mempengaruhi bagian-bagian
lainnya dari kalimat tersebut.
4. Fungsi gramatika dari kata benda ditunjukan oleh partikel. Fungsinya mirip seperti preposisi
atau kata penghubung dalam bahasa Inggris. Namun karena partikel selalu ada setelah suatu
kata maka terkadang mereka disebut juga sebagai post-posisi. Contohnya:
Tokyo de.
[Di tokyo]
Disini tokyo merupakan kata benda sementara “de” adalah partikel yang diletakan
setelah kata benda tersebut.
15-nichi ni.
[Tanggal 15]
Disini 15-nichi adalah kata benda sementara “ni” adalah partikel yang diletakan
setelahnya.
01
B. Overview Gramatika Bahasa Jepang
1. Gramatika Dasar
Gramatika dasar yang biasanya dipelajari pada awal bahasa Jepang adalah partikel “wa”, “desu”,
“dewa arimasen”, dan “deshita”:
Partikel “wa” [は] merupakan kata bantu subjek, yang mana subjek pada sebuah kalimat
akan selalu diikuti oleh partikel ini. Contohnya:
Partikel “desu” [です] merupakan bentuk positif yang digunakan untuk membuat suatu
kalimat menjadi formal, contohnya:
Partikel “dewa arimasen” merupakan bentuk negatif dari “desu”. Dalam hal ini “dewa
arimasen” sama artinya dengan bukan. Contohnya:
Partikel “deshita” merupakan bentuk lampau dari “desu”. Sementara untuk bentuk
negatifnya adalah “dewa arimasen deshita”. Contohnya:
2. Kalimat Tanya
Dalam bahasa Jepang untuk membuat kalimat tanya dapat dilakukan dengan menambahkan
“ka” [か] di akhir suatu kalimat. Contohnya:
02
Kimi wa gakusei desu.
[Kamu adalah siswa]
Menjadi:
Kemudian untuk menjawab pertanyaan kamu dapat menggunakan “hai” [はい] yang berarti iya
untuk jawaban positif, dan untuk jawaban negative menggunakan “iie” [いいえ] yang berarti
tidak. Contohnya:
Disini “wa” adalah kata bantu, sementara “wo” atau “o” [を] merupakan partikel untuk
menghubungkan objek (kata benda) dan predikat (kata kerja).
3. Kata Kerja
Dalam bahasa jepang kata kerja atau “doushi” dibagi menjadi tiga golongan.
Pertama “Godan Doushi”, atau kata kerja golongan pertama. Ciri kata kerja ini adalah
memiliki akhiran u, ku, su, tsu, nu, mu, ru, gu, dan bu. Contohnya:
→ Au = cocok.
→ Iku = pergi.
03
→ Hanasu = berbicara.
→ Motsu = memiliki.
→ Shinu = mati.
→ Yomu = membaca.
→ Toru = mengambil.
→ Oyogu = berenang.
→ Asobu = bermain.
Selanjutnya adalah “Ichidan Doushi”, atau kata kerja golongan kedua. Ciri dari kata kerja
ini adalah memiliki akhiran “iru” dan “eru”. Contohnya:
→ Taberu = makan.
→ Oshieru = mengajar.
→ Miru = melihat.
→ Shinjiru = percaya.
Terakhir adalah “Kahen Doushi” atau kata kerja golongan ketiga. Kata kerja ini dikenal
juga sebagai golongan irregular. Kata kerja ini hanya memiliki dua akhiran saja yakni
“kuru” [くる] atau datang dan “suru” [する] atau melakukan. Contohnya:
→ Kuru = datang.
→ Shihai suru = bertanding.
→ Benkyou suru = belajar.
→ Setsumei suru = menerangkan.
4. Kata Sifat
Dalam bahasa jepang kata sifat dikelompokan menjadi dua, yakni “I-keiyoushi” dan “Na-
keiyoushi”.
I-keiyoushi
“I-keiyoushi” merupakan semua kata sifat yang memiliki akhiran huruf “i” [い].
Contohnya:
→ Oishii = lezat.
→ Takai = tinggi.
→ Omoshiroi = menarik.
→ Kakkoi = keren.
04
Catatan penting, untuk kata-kata seperti kirai, saiwai, zonzai, dan amai bukan termasuk i-
keiyoshi. Kata-kata tersebut masuk kedalam pengecualian.
Untuk akhiran kata benda, pada pola kalimat dasar, perubahan kalimat dengan akhiran
“desu”, “deshita”, “dewa arimasen”, dan “dewa arimasen deshita” adalah sebagai
berikut.
→ Bentuk positif:
Kore wa oishii tabemono desu.
[Ini makanan yang enak]
→ Bentuk lampau:
Kore wa oishii tabemono deshita.
[Ini tadi makanan yang enak]
→ Bentuk negatif:
Kore wa oishii tabemono dewa arimasen.
[Ini bukan makanan yang enak]
→ Bentuk negatif lampau:
Kore wa oishii tabemono dewa arimasen deshita.
[Ini tadi bukan makanan yang enak]
Akan tetapi untuk kata sifat atau keyoushi memiliki aturan perubahan yang berbeda dan
tergantung oleh bunyi akhir yang dimiliki kata sifat tersebut. Untuk i-keiyoushi adalah
sebagai berikut:
→ Untuk bentuk lampau akhiran “i” berubah menjadi “katta”. Contohnya “oishii”
menjadi “oishikatta”:
Kore wa oishikatta desu.
[Ini tadi enak]
→ Untuk bentuk negatif ubah “i” menjadi “kunai”. Contohnya “oishii” menjadi
“oishikunai”:
Kore wa oishikunai desu.
[Ini tidak enak]
→ Untuk bentuk negatif lampau ubah akhiran “i” menjadi “kunakatta”. Contoh,
“oishii” menjadi oishi “kunakatta”:
05
Kore wa oishi kunakatta.
[Ini tadi tidak enak]
→ Untuk menyambung kata sifat ubah akhiran “i” menjadi “kute”. Contohnya
“oishii” menjadi “oishikute”.
Kore wa oishikute yasui desu.
[Ini enak dan murah]
Na-keiyoushi
“Na-keiyoushi” adalah kata sifat yang tidak diakhiri dengan huruf “i”. Contohnya:
→ Shinsetsu = ramah.
→ Jouzu = mahir.
→ Kinben = rajin.
→ Kirei = cantik.
Sedikit catatan penting, untuk “kirei” digolongkan sebagai suara “e” panjang dan bukan
akhiran “i”, oleh karena itu kata sifat ini termasuk “Na-keiyoushi”.
Dalam hal ini, perubahan untuk “Na-keiyoushi” cukup simple, yakni sama seperti
perubahan kata benda. Perhatikan contoh berikut.
→ Bentuk lampau:
Kirei deshita.
[Dulu cantik]
→ Bentuk negatif:
Kirei dewa arimasen.
[Tidak cantik]
→ Bentuk negatif lampau:
Kirei dewa arimasen deshita.
[Dulu tidak cantik]
Selanjutnya, untuk menyambung kata sifat, gunakan partikel “de” [で]. Berikut
rumusnya:
Contoh:
06
→ Ano onna no ko wa kirei de kinben desu.
[Wanita itu cantik dan rajin]
Lalu, untuk menggabungkan dengan kata benda tambahkan partikel “na”. Rumus pola
kalimatnya adalah sebagai berikut:
KS (-na) na KB (objek)
Contoh:
→ Kirei na fuku.
[Pakaian yang indah]
→ Kinben na onna.
[wanita yang rajin]
07