Anda di halaman 1dari 12

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Penegakan Hukum

Penegakan  hukum  adalah  proses  dilakukannya  upaya  untuk  tegaknya  atau


berfungsinya  norma-norma  hukum  secara  nyata  sebagai  pedoman  perilaku 
dalam  lalu lintas  atau  hubungan-hubungan  hukum  dalam  kehidupan 
bermasyarakat  dan  bernegara. Ditinjau dari  sudut subjeknya, penegakan hukum itu
dapat dilakukan oleh subjek  yang luas  dan  dapat  pula  diartikan  sebagai  upaya 
penegakan  hukum  oleh  subjek  dalam  arti yang  terbatas  atau  sempit.  Dalam 
arti  luas,  proses  penegakan  hukum  itu  melibatkan semua subjek hukum dalam
setiap hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normatif atau
melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada
norma aturan hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan
hukum. Dalam arti sempit, dari segi subjeknya itu, penegakan hukum itu hanya
diartikan sebagai  upaya  aparatur  penegakan  hukum  tertentu  untuk  menjamin 
dan  memastikan bahwa  suatu  aturan  hukum  berjalan  sebagaimana  seharusnya. 
Dalam  memastikan tegaknya  hukum  itu,  apabila  diperlukan,  aparatur  penegak 
hukum  itu  diperkenankan untuk menggunakan daya paksa.
Pengertian  penegakan  hukum  itu  dapat pula  ditinjau  dari  sudut  objeknya, 
yaitu dari segi hukumnya.  Dalam  hal ini, pengertiannya juga mencakup  makna  yang
luas dan sempit.  Dalam  arti  luas,  penegakan  hukum  itu  mencakup pula  nilai-nilai 
keadilan  yang terkandung  di  dalamnya  bunyi  aturan  formal  maupun  nilai-nilai 
keadilan  yang  hidup dalam  masyarakat.  Tetapi,  dalam  arti  sempit,  penegakan 
hukum  itu  hanya  menyangkut penegakan  peraturan  yang  formal  dan  tertulis 
saja.  Karena  itu,  penerjemahan perkataan “law enforcement” ke dalam bahasa
Indonesia dalam menggunakan perkataan ‘penegakan hukum’  dalam  arti  luas  dan 
dapat  pula  digunakan  istilah  ‘penegakan  peraturan’  dalam arti  sempit. 
Pembedaan  antara  formalitas  aturan  hukum  yang  tertulis  dengan  cakupan nilai
keadilan yang dikandungnya ini bahkan  juga timbul dalam  bahasa Inggeris  sendiri
dengan dikembangkannya istilah ‘the rule of law’ versus ‘the rule of just law’ atau
dalam istilah ‘the rule of law and not of man’ versus istilah ‘the rule by law’  yang
berarti ‘the rule of man by law’. Dalam istilah ‘the rule of law’ terkandung makna
pemerintahan oleh hukum,  tetapi  bukan  dalam  artinya  yang  formal,  melainkan 
mencakup  pula  nilai-nilai keadilan  yang  terkandung  di  dalamnya.  Karena  itu, 
digunakan  istilah  ‘the  rule  of  just law’.  Dalam  istilah  ‘the  rule  of  law  and  not 
of  man’  dimaksudkan  untuk  menegaskan bahwa  pada  hakikatnya  pemerintahan 
suatu  negara  hukum  modern  itu  dilakukan  oleh hukum, bukan oleh orang. Istilah
sebaliknya adalah ‘the rule by law’ yang dimaksudkan sebagai  pemerintahan  oleh 
orang  yang  menggunakan  hukum  sekedar  sebagai  alat kekuasaan belaka.

1. PENEGAKAN HUKUM OBJEKTIF


Seperti  disebut di  muka,  secara  objektif,  norma  hukum  yang hendak 
ditegakkan mencakup  pengertian  hukum  formal  dan  hukum  materiel.  Hukum 
formal  hanya bersangkutan  dengan  peraturan  perundang-undangan  yang  tertulis, 
sedangkan  hukum materiel  mencakup  pula  pengertian  nilai-nilai  keadilan  yang 
hidup  dalam  masyarakat. Dalam  bahasa  yang  tersendiri,  kadang-kadang  orang 
membedakan  antara  pengertian penegakan  hukum  dan  penegakan  keadilan. 
Penegakan  hukum  dapat  dikaitkan  dengan pengertian ‘law enforcement’ dalam arti
sempit, sedangkan penegakan hukum dalam arti luas, dalam arti hukum materiel,
diistilahkan dengan penegakan keadilan. Dalam bahasa Inggeris juga terkadang
dibedakan  antara konsepsi  ‘court of  law’  dalam arti  pengadilan hukum  dan  ‘court 
of  justice’  atau  pengadilan  keadilan.  Bahkan,  dengan  semangat  yang sama pula,
Mahkamah Agung di Amerika Serikat disebut dengan istilah ‘Supreme Court of
Justice’.
Istilah-istilah  itu  dimaksudkan  untuk  menegaskan  bahwa  hukum  yang 
harus ditegakkan  itu  pada  intinya  bukanlah  norma  aturan  itu  sendiri,  melainkan 
nilai-nilai keadilan  yang  terkandung  di  dalamnya.  Memang  ada  doktrin  yang 
membedakan  antara tugas hakim dalam proses pembuktian dalam perkara pidana dan
perdata. Dalam perkara perdata dikatakan bahwa hakim cukup menemukan 
kebenaran  formil  belaka,  sedangkan dalam  perkara  pidana  barulah  hakim 
diwajibkan  mencari  dan  menemukan  kebenaran materiel  yang  menyangkut  nilai-
nilai  keadilan  yang  harus  diwujudkan  dalam  peradilan pidana.  Namun  demikian, 
hakikat  tugas  hakim  itu  sendiri  memang  seharusnya  mencari dan  menemukan 
kebenaran  materiel  untuk  mewujudkan  keadilan  materiel.  Kewajiban demikian 
berlaku,  baik  dalam  bidang  pidana  maupun  di  lapangan  hukum  perdata.
2. Aparatur Penegak Hukum
Aparatur  penegak  hukum  mencakup  pengertian  mengenai  institusi 
penegak hukum  dan  aparat  (orangnya)  penegak  hukum.  Dalam  arti  sempit, 
aparatur  penegak hukum  yang  terlibat  dalam  proses  tegaknya  hukum  itu, 
dimulai  dari  saksi,  polisi, penasehat  hukum,  jaksa,  hakim,  dan  petugas  sipir 
pemasyarakatan.  Setiap  aparat  dan aparatur  terkait  mencakup  pula  pihak-pihak 
yang  bersangkutan  dengan  tugas  atau perannya  yaitu  terkait  dengan  kegiatan 
pelaporan  atau  pengaduan,  penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pembuktian,
penjatuhan vonis dan pemberian sanksi, serta upaya pemasyarakatan kembali
(resosialisasi) terpidana.
Dalam  proses  bekerjanya  aparatur  penegak  hukum  itu,  terdapat  tiga 
elemen penting  yang  mempengaruhi,  yaitu: 
1. institusi  penegak  hukum  beserta  berbagai perangkat  sarana  dan  prasarana 
pendukung  dan  mekanisme  kerja  kelembagaannya; 
2. budaya kerja yang terkait dengan aparatnya, termasuk mengenai kesejahteraan
aparatnya,
3. perangkat  peraturan  yang  mendukung  baik  kinerja  kelembagaannya  maupun
yang  mengatur  materi  hukum  yang  dijadikan  standar  kerja,  baik  hukum 
materielnya maupun  hukum  acaranya.  Upaya  penegakan  hukum  secara 
sistemik  haruslah memperhatikan ketiga aspek itu secara simultan, sehingga
proses penegakan hukum dan keadilan itu sendiri secara internal dapat diwujudkan
secara nyata.
Upaya  penegakan  hukum  hanya  satu  elemen  saja  dari  keseluruhan
persoalan  kita  sebagai  Negara  Hukum  yang  mencita-citakan  upaya  menegakkan 
dan mewujudkan  keadilan sosial bagi seluruh rakyat  Indonesia. Hukum  tidak 
mungkin  akan tegak,  jika  hukum  itu  sendiri  tidak  atau  belum  mencerminkan 
perasaan  atau  nilai-nilai keadilan  yang  hidup  dalam  masyarakatnya.  Hukum 
tidak  mungkin  menjamin  keadilan jika materinya sebagian besar merupakan warisan
masa lalu yang tidak sesuai lagi dengan tuntutan zaman. Artinya, persoalan yang kita
hadapi bukan saja berkenaan dengan upaya penegakan  hukum  tetapi  juga 
pembaruan  hukum  atau  pembuatan  hukum  baru.  Karena itu,  ada empat  fungsi 
penting  yang  memerlukan perhatian  yang  seksama,  yang  yaitu: 
1. pembuatan  hukum  (‘the  legislation of  law’  atau  ‘law  and  rule  making’),
2. sosialisasi, penyebarluasan dan bahkan pembudayaan hukum (socialization and
promulgation of law,
3. penegakan hukum (the enforcement of law). 
4. Adminstrasi hukum (the administration of law)  yang efektif  dan  efisien  yang 
dijalankan  oleh  pemerintahan  (eksekutif)  yang bertanggungjawab 
(accountable). 

3. Faktor yang mempengaruhi Penegakan Hukum


Menurut Soerjono Soekanto, dalam bukunya faktor-faktor yang mempengaruhi
penegakan hukum (2002:5) menyebutkan bahwa masalah pokok dari penegakan
hukum sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya, yaitu:
a. Faktor hukumnya sendiri yaitu berupa undang-undang
b. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun yang
menerapkan hukum.
c. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.
d. Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau
diterapkan.
e. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada
karsa manusia di dalam pergaulan hidup.
Kemudian Al. Wisnubroto dalam bukunya yang berjudul Hakim dan peradilan
di Indonesia (1997:88-90) memuat beberapa faktor internal yang mempengaruhi
hakim dalam mengambil keputusan. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi
hakim dalam mempertimbangkan suatu keputusan adalah :
1. Faktor Subjektif
a. Sikap prilaku apriori
Sering kali hakim dalam mengadili suatu perkara sejak awal dihinggapi suatu
prasangka atau dugaan bahwa terdakwa atau tergugat bersalah, sehingga harus
dihukum atau dinyatakan sebagai pihak yang kalah. Sikap ini jelas bertentangan
dengan asas yang dijunjung tinggi dalam peradilan modern, yakni asas praduga
tak bersalah (presumtion of innocence), terutama dalam perkara pidana. Sikap
yang bersifat memihak salah satu pihak (biasanya adalah penuntut umum atau
penggugat) dan tidak adil ini bisa saja terjadi karena hakim terjebak oleh rutinitas
penanganan perkara yang menumpuk dan target penyelesaian yang tidak
seimbang.
b. Sikap perilaku emosional
Perilaku hakim yang mudah tersinggung, pendendam dan pemarah akan
berbeda dengan prilaku hakim yang penuh pengertian, sabar dan teliti dalam
menangani suatu perkara. Hal ini jelas sangat berpengaruh pada hasil putusannya.
c. Sikap Arrogence power
Hakim yang memiliki sikap arogan, merasa dirinya berkuasa dan pintar
melebihi orang lain seperti jaksa, penasihat hukum apalagi terdakwa atau pihak-
pihak yang bersengketa lainnya, sering kali mempengaruhi Keputusannya.
d. Moral
Faktor ini merupakan landasan yang sangat vital bagi insan penegak keadilan,
terutama hakim. Faktor ini berfungsi membentengi tindakan hakim terhadap
cobaan-cobaan yang mengarah pada penyimpangan, penyelewengan dan sikap
tidak adil lainnya.
2. Faktor Objektif
a.Latar belakang sosial budaya
Latar belakang sosial hakim mempengaruhi sikap perilaku hakim. Dalam
beberapa kajian sosiologis menunjukkan bahwa, hakim yang berasal dari status
sosial tinggi berbeda cara memandang suatu permasalahan yang ada dalam
masyarakat dengan hakim yang berasal dari lingkungan status sosial menengah atau
rendah.
b.Profesionalisme
Profesionalisme yang meliputi knowledge (pengetahuan, wawasan)
danskills (keahlian, keterampilan) yang ditunjang dengan ketekunan dan ketelitian
merupakan faktor yang mempengaruhi cara hakim mengambil keputusan masalah
profesionalisme ini juga sering dikaitkan dengan kode etik di lingkungan peradilan.
Oleh sebab itu hakim yang menangani suatu perkara dengan berpegang teguh pada
etika profesi tentu akan menghasilkan putusan yang lebih dapat
dipertanggungjawabkan.

3.Permasalahan Penegakan Huukum di Indonesia


Indonesia tengah mengalami krisis kepatuhan hukum karena hukum telah
kehilangan substansinya. Permasalahan hukum di Indonesia yang saat ini sedang
terjadi disebabkan oleh beberapa hal yaitu sistem peradilannya, perangkat hukumny,
inkonsistensi penegakan hukum, intervensi kekuasaan maupun perlindungan hukum.
Diantara banyaknya permasalahan tersebut adalah adanya inkonsistensi penegakan
hukum yang dilaksanakan oleh aparat baik polisi, jaksa, hakim maupun pemerintah
(eksekutif) yang ada dalam wilayah peradilan yang bersangkutan. Inkonsistensi
penegakan hukum kadang melibatkan masyarakat itu sendiri dan dalam media
elektronik maupun media cetak. Inkonsistensi penegakan hukum ini secara tidak
disadari telah berlangsung dari hari ke hari.
Berikut ini beberapa kasus inkonsistensi penegakan hukum di Indonesia yang
dikelompokan berdasarlan beberapa alasan yang banyak ditemui oleh masyarakat
awam baik melalui pengalaman pencari keadilan itu sendiri maupun peristiwa lain
yang bisa diikuti melalui media cetak dan media elektronik.
a.Tingkat kekayaan seseorang.
Tingkat kekayaan seseorang dapat memperingan masa tahan seseorang yang
melakukan pelanggaran. Pelaku pelanggaran bisa menyewa pengacara mahal yang
bisa mementahkan dakwaan kejaksaan untuk memperingan masa tahanannya atau
jika perlu pelaku dapat membayar hakim atau jaksa agar memperingan masa
tahanannya. Sebaliknya dengan pelaku pelanggaran yang tidak memiliki uang yang
banyak maka pelaku hanya bisa membayar pengacara semampunya atau tidak sedikit
pula yang mereka hanya pasrah menerima putusan hakim. Padahal jika dibandingkan
kasus pelanggarannya tidak merugikan pemerintah milyaran rupiah. Inilah yang
terjadi di Indonesia saat ini. Hukum bisa dibeli dengan uang.
b.Tingkat Jabatan Seseorang
Mari kita simak kasus berikut ini. Kasus Ancolgate berkaitan dengan studi
banding keluar negri yang diikuti oleh sekitar 40 orang anggota DPRD DKI Komisi
D. Dalam studi banding tersebut anggota  DPRD yang berangkat memanfaatkan dua
sumber keuangan yaitu SPJ anggaran yang diperoleh dari anggaran DPRD DKI
sekitar 5,2 M dan uang saku dari PT. Pembangunan Jaya Ancol sekitar 2,1 M. Dalam
kasus ini 9 orang staf Bapedal DKI Bambang Sungkono dan Kepala Dinas Tata Kota
DKI Ahmadin Ahmad tidak dikenai tindakan apapun. Penyelesaian masalah ini
dilakukan setelah media cetak dan media elektronik menemukan ketidaksesuaian
dalam masalah pendanaan studi banding tersebut. Penyelesaian secara administratif
ini seakan dilakukan agar dapat mencegah tindakan hukum yang mungkin bisa
dilakukan. Rasa ketidakadilan masyarakat terurik ketika sanksi ini hanya dikenalan
pada pegawai rendahan. Pihak kejaksaan pun terkesan mengulur-ulur janji untuk
mengusut kasus ini sampai ke pejabat tinggi DKI yaitu Gubernur Sutiyoso (saat itu)
yang sebagai komisaris PT. Pembangunan Jaya Ancol ikut bertanggungjawab.
c. Nepotisme
Terdakwa Letda (Inf) Agus Isrok anak mantan Kepala Staf Angkatan Darat
(KASAD), Jendral (TNI) Subagyo H.S. diperingan hukumannya oldh mahkamah
militer dari empat tahum penjara menjadi dua tahun penjara. Disamping itu,
terdakwa juga dikembalikan ke kesatuannya selama dua minggu sambil menunggu
dan berpikir terhadap vonis mahkamah militer tinggi. Putusan ini terasa tidk adil
dibandingkan dengan vonis-vonis kasus narkoba lainnya yang terjadi di Indonesia
yang didasarkan atas pelaksanaan UU Psikotropika. Disamping itu, proses
pengadilan ini juga memperlihatkan eksklusivitas hukum militer yang diterapkan
pada kasus narkoba. Jelas sekaki kasus ini mengesankan adanya diskriminasi hukum
bagi keluarga bekas pejabat.
d.Tekanan Internasional
Kasus Atambua, Nusa Tenggara Timur xang terjadi 6 September 2000 yang
menewaskan tiga orang staf NHCR mendapat perhatian Internasional dengan cepat.
Tekanan Internasional ini mengakibatjan pemerintah Indonesia bertindak dengan
melucuti pesenjataan milisi Timor Timor dan mengadiji beberapa bekas anggota
milisi Timor Leste yang dianggap bertanggungjawab. Apabila dibandingkan dengan
kasus-kasus kekerasan yamg terjadi di bagian lain di Indonesia seperti Ambon, Aceh,
Samlar, Sampit, kasus Atambua termasuk kasus yang memgalami penyelesaian
secara cepat dan tanggap dari aparat. Dalam enam bulan sejak kasus ini terjadi,
kekerasan berhasil diatasi, milisi berhasil dilucuti dan situasi kembali aman dan
normal. Meskipun kasus lainnya juga mendapat perhatian dari Internasional, namun
tekanan yang diberikn pada kasus ini lebih menekan pemerintah Indonesia untuk
dapat diselesaikan secepatnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa derajat tekanan
Internasional menentukan kecepatan aparat melakukan penegakan hukum dalam
mengatasi kasus kekerasan.  

4. Pemberdayaan Masyarakat Dan Penegakan Hukum


Suatu hukum hanya dapat dilaksanakan dan diterapkan dengan baik apabila
dalam Masyarakat terdapat suatu struktur yang memungkinkan bagi setiap anggota
masyarakat untuk mewujudkan cita-cita hukum tersebut. Oleh karena itu jika kita
mengharapkan perilaku hukum masyarakat yang  baik, maka kita harus menciptakan
struktur sosial masyarakat yang baik pula. Selama  struktur sosial  masyarakat  tidak 
terkandung  kearah  susunan  masyarakat yang baik maka selama itu pula perilaku
hukum masyarakat sulit untuk mengarah kepada perilaku hukum yang baik.
Selanjutnya, harus pula dipahami bahwa kesadaran hukum yang menyangkut perilaku
manusia, tidak dapat dilepaskan dari sikap batin.

B. SUMBER HISTORIS, SOSIOLIGIS DAN POLITIK PENEGAKKAN HUKUM


Penegakan hukum di Indonesia yang meliputi sumber historis, sosiologis, dan
politis. Dengan menggali sumber-sumber masalah penegakan hukum diharapkan dapat
menjawab pertanyaan “Siapakah atau apakah lembaga atau badan kekuasaan yang
merdeka untu menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan?”
Untuk menjawab pertanyaan tersebut Anda diharapkan telah mengerti bahwa upaya
penegakan hukum dan keadilan sangat terkait erat dengan tujuan negara. Anda
diharapkan telah mengenal dan memahami bahwa salah satu tujuan negara RI adalah
“melindungi warga negara atau menjaga ketertiban” selain berupaya mensejahterakan
masyarakat. Dalam tujuan negara sebagaimana dinyatakan di atas, secara eksplisit
dinyatakan bahwa “negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan
bangsa serta melaksanakan ketertiban dunia” Agar negara dapat melaksanakan tugas
dalam bidang ketertiban dan perlindungan warga negara, maka disusunlah peraturan-
peraturan yang disebut peraturan hukum. Peraturan hukum mengatur hubungan antara
manusia yang satu dengan manusia lainnya, di samping mengatur hubungan manusia
atau warga negara dengan negara, serta mengatur organ-organ negara dalam
menjalankan pemerintahan negara.
Ada dua pembagian besar hukum. Pertama, hukum privat ialah hukum yang mengatur
hubungan antarmanusia (individu) yang menyangkut "kepentingan pribadi" (misalnya
masalah jual beli, sewa-menyewa, pembagian waris). Kedua, hukum publik ialah
hukum yang mengatur
hubungan antara negara dengan organ negara atau hubungan Negara dengan
perseorangan yang menyangkut kepentingan umum. Misalnya, masalah perampokan,
pencurian, pembunuhan, penganiayaan, dan tindakan kriminal lainnya. Peraturan-
peraturan hukum, baik yang bersifat publik menyangkut kepentingan umum maupun
yang bersifat privat menyangkut kepentingan
pribadi, harus dilaksanakan dan ditegakkan dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Apabila segala tindakan pemerintah atau aparatur berwajib
menjalankan tugas sesuai dengan hukum atau dilandasi oleh hukum yang berlaku,
maka negara tersebutdisebut negara hukum.
Ada beberapa hal yang penting dalam mewujudkan sebuah hukum agar
berlaku sesuai dengan semestinya, yaitu :
1) Keadilan
Keadilan merupakan unsur yang harus diperhatikan dalam menegakkan hukum.
Artinya bahwa dalam pelaksanaan hukum para aparat penegak hukum harus bersikap
adil. Pelaksanaan hukum yang tidak adil akan mengakibatkan keresahan masyarakat,
sehingga wibawa hukum dan aparatnya akan luntur di masyarakat. Apabila
masyarakat tidak peduli terhadap hukum, maka ketertiban dan ketentraman
masyarakat akan terancam yang pada akhirnya akan mengganggu stabilitas nasional.
2) Kemanfaatan
Selain unsur keadilan, para aparatur penegak hukum dalam menjalankan
tugasnya harus mempertimbangkan,  agar proses penegakan hukum dan pengambilan
keputusan memiliki manfaat bagi masyarakat. Hukum harus bermanfaat bagi manusia.
Oleh karena itu, pelaksanaan hukum atau penegakan hukum harus memberi manfaat
atau kegunaan bagi manusia.
3) Kepastian hukum
Unsur ketiga dari penegakan hukum adalah kepastian hukum, artinya penegakan
hukum pada hakikatnya adalah perlindungan hukum terhadap tindakan sewenang-
wenang. Adanya kepastian hukum memungkinkan seseorang akan dapat memperoleh
sesuatu yang diharapkan. Misalnya,
seseorang yang melanggar hukum akan dituntut pertanggungjawaban atas
perbuatannya itu melalui proses pengadilan, dan apabila terbukti bersalah akan
dihukum.

C. DINAMIKA DAN TANTANGAN PENEGAKKAN HUKUM


Seperti yang kita ketahui bahwa Indonesia merupakan negara hukum dan
menurut saya  Indonesia memiliki sistem penegakan hukum yang kurang memihak
kepada rakyat, khususnya rakyat kecil. Kini banyak media baik elektronik maupun
cetak yang menyoroti tentang penegakan hukum yang berlaku di Indonesia. Hukum
yang diterapkan di negara kita tercinta ini tampaknya semakin condong ke arah
HUKUM RIMBA di mana yang memiliki kekuasaan, jabatan dan link dengan
pemerintahan yang sedang berkuasa akan semakin kebal dengan yang namanya
hukum. Hukum di Indonesia memang kurang memihak kepada rakyat kecil yang
kebanyakan memang buta terhadap sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia
saat ini. Hampir di setiap sudut aspek kehidupan pasti akan ditemukan berbagai jenis
penguasa. Fenomena penyelewengan terhadap proses penegakan hukum sudah
semakin menjamur seperti mafia hukum atau bahkan pihak peradilan yang
memutarbalikkan fakta untuk mendapatkan suatu keuntungan dari proses penegakan
hukum itu sedniri bagi dirinya sendiri dan kelompoknya. Korupsi berjamaah yang saat
ini menjadi fenomena yang sudah tidak asingpun semakin merajalela. Di saat di luar
sana masyarakat kecil sibuk mengais rejeki dengan susah payah, namun para petinggi
asyiik dengan aktivitas mereka untuk memakmurkan diri dan keluarga mereka tanpa
mereka memikirkan orang lain dan rakyat yang harusnya menjadi tanggung jawab
mereka sebagai wakil.  Para petinggi yang mendapatkan predikat sebagai koruptorpun
saat ini masih bisa menghela nafas dan menyunggingkan senyuman di hadapan
khalayak ramai seakan mereka tidak mendapatkan masalah yang serius.
Keadaan hukum di Indonesia saat ini memang sangat memilukan. Para penguasa
yang memiliki jabatan mentereng akan dengan sangat mudah untuk menghimpit
masyarakat kecil yang tidak memiliki kekuasaan. Begitu pula para penegak hukum
yang saat ini memegang tahta di ranah hukum Indonesia, mereka akan dengan mudah
menjatuhkan hukuman kepada masyarakat kecil non penguasa, tentu saja hal itu akan
berbeda jauh dengan para petinggi dan juga aparat yg memiliki kekuasaan. Contoh
kecil ketidakadilan hukum di Indonesia adalah pada saat penjatuhan vonis hukuman di
pengadilan. Hakim akan dengan mudah menjatuhkan vonis hukuman kepada
tersangka dari kalangan rakyat kecil. Tanpa mereka memikirkan masa depan keluarga
dan orang-orang terdekat dengan hukuman yang cukup berat. Sedangkan apabila ada
kasus korupsi yang dilakukan pejabat, para hakim dan penegak hukum terkesan sibuk
untuk menunda-nunda vonis dengan seribu satu alasan yang disiapkan bahkan tidak
segan untuk mengalihkan permasalahan dengan masalah atau kasus lain sehingga
proses hukum yang dijalani oleh terdakwa korupsi terkesan dibuat berbelit-belit. Tentu
saja itu akan semakin memberikan peluang kepada pejabat nakal untuk bebas dari jerat
hukum. Seakan penegakan hukum adalah mainan yang sangat asyik untuk dimainkan.
Banyak contoh yang kasus yang dapat diambil.
Apabila sistem penegakan hukum di Indonesia masih bertahan seperti ini tidak
akan ada negara yang bebas dari jerat tindak korupsi. Tentu saja hal itu dapat
menyebabkan kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum di Indonesia
semakin turun bahkan menghilang karena melihat sistem penegakan hukum yang
terkesan dapat dibeli dan dapat dipermainkan oleh para penguasa sehingga orang yang
tidak memiliki kekuasaan akan semakin susah untuk mendapatkan payung atau
perlindungan hukum. Dari hal tersebut saja sudah mulai mengindikasikan wajar
bahwa masyarakat masih meragukan bahkan tidak mempercayai dan memihak
penegakan hukum di Indonesia. Pihak yang harusnya menjadi tonggak penegakan
hukum di Indonesia sibuk dengan kisruh di dalam tubuh mereka sendiri. Dari segi
sistem penegakan hukum di Indonesia apakah hal tersebut dapat menjamin bahwa
negara kita adalah negara yang bermartabat.? Sedangkan tidak ada keadilan dan
pemerataan dalam penerapan hukum antara masyarakat kecil dengan petinggi.
Mungkin sedikit masukan untuk para pemegang kekuasaan dan kepentingan di negeri
ini supaya dalam menegakkan hukum di Indonesia jangan ada kepentingan-
kepentingan baik untuk diri sendiri maupun kelompok. Jangan membedakan orang di
depan hukum karena hakikatnya kita adalah sama mata di mata hukum. 

Anda mungkin juga menyukai