Anda di halaman 1dari 9

EFEKTIVITAS PENEGAKAN HUKUM

DI INDONESIA

Disusun Guna Memenuhi Tugas Hukum Kehutanan (A)

Disusun Oleh :
Aditya Revinanda Shakti E0016011

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2019
A. Teori Efektivitas
Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil
atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, efektif adalah sesuatu yang ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya,
kesannya) sejak dimulai berlakunya suatu Undang-Undang atau peraturan.1
Sedangkan efektivitas itu sendiri adalah keadaan dimana dia diperankan untuk
memantau. Jika dilihat dari sudut hukum, yang dimaksud dengan “dia” disini adalah
pihak yang berwenang yaitu polisi. Efektivitas mengandung arti keefektifan
pengaruh efek keberhasilan atau kemanjuran/kemujaraban, membicarakan
keefektifan hukum tentu tidak terlepas dari penganalisisan terhadap karakteristik
dua variable terkait yaitu karakteristik/dimensi dari obyek sasaran yang
dipergunakan.2 Kata efektivitas sendiri berasal dari kata efektif, yang berarti terjadi
efek atau akibat yang dikehendaki dalam suatu perbuatan. Setiap pekerjaan yang
efisien berarti efektif karena dilihat dari segi hasil tujuan yang hendak dicapai atau
dikehendaki dari perbuatan itu. Efektivitas adalah pengukuran dalam arti
tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.

B. Teori Penegakan Hukum


Hukum merupakan tatanan perilaku yang mengatur manusia dan tatanan
pemaksa, maka agar hukum dapat mengubah perilaku dan memaksa manusia
melaksanakan nilai-nilai yang ada dalam kaidah hukum, perlu dilakukan penegakan
hukum (law enforcement). Penegakan hukum merupakan bagian dari rangkaian
proses hukum, yang meliputi pembuatan hukum, penegakan hukum, peradilan,
serta administrasi keadilan.
Satjipto Raharjo menyampaikan pendapat mengenai penegakan hukum (law
enforcement) adalah pelaksanaan hukum secara konkrit dalam kehidupan
masyarakat.3 Setelah pembuatan hukum dilakukan, maka harus dilakukan
pelaksanaan konkrit dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, hal tersebut yang
merupakan penegakan hukum. Namun, dalam istilah lain sering disebut penerapan

1
Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2002. Jakarta. Balai Pustaka. Hal. 284.
2
Barda Nawawi Arief. 2013. Kapita Selekta Hukum Pidana. ctk Ketiga. Citra Aditya Bandung. Hal
67.
3
Satjipto Raharjo. 2000. Ilmu Hukum. Citra Aditya Bandung. Hal. 175.

1
hukum atau dalam istilah bahasa asing sering disebut rechistoepassing dan
rechtshandhaving (Belanda), law enforcement dan application (Amerika).
Penegakan hukum merupakan tugas eksekutif dalam struktur kelembagaan negara
modern dan dilaksanakan oleh birokrasi dari eksekutif dimaksud, atau yang disebut
birokrasi penegakan hukum. Eksekutif dengan birokrasinya merupakan bagian dari
mata rantai untuk mewujudkan rencana yang tercantum dalam peraturan (hukum)
sesuai dengan bidang-bidang yang ditangani (welfare state).
Sudikno Mertokusumo mengatakan hukum berfungsi sebagai perlindungan
kepentingan manusia sehingga hukum harus dilaksanakan secara normal, damai
tetapi dapat terjadi pula pelanggaran hukum sehingga hukum harus ditegakkan agar
hukum menjadi kenyataan.4 Dalam penegakan hukum terdapat tiga unsur yaitu :
1. Kepastian hukum (rechtssicherheit) yakni bagaimana hukum itulah
yang harus berlaku dan tidak boleh menyimpang atau dalam pepatah
meskipun dunia ini runtuh hukum harus ditegakkan (fiat justitia et
pereat mundus). Hukum harus dapat menciptakan kepastian hukum
karena hukum bertujuan untuk ketertiban masyarakat.
2. Kemanfaatan (zweekmassigkeit) yakni pelaksanaan hukum atau
penegakan hukum harus memberi manfaat atau kegunaan bagi
masyarakat, jangan sampai justru karena hukumnya diterapkan
menimbulkan keresahan masyarakat.
3. Keadilan (gerechtigheit), yakni dalam pelaksanaan hukum atau
penegakan hukum harus adil karena hukum bersifat umum dan berlaku
bagi setiap orang dan bersifat menyamaratakan. Tetapi hukum tidak
identik dengan keadilan karena keadilan bersifat subyektif,
individualistis dan tidak menyamaratakan.

C. Efektivitas Penegakan Hukum


Dalam sosiologi hukum, hukum memiliki fungsi sebagai a tool of social
control yaitu upaya untuk mewujudkan kondisi seimbang didalam masyarakat yang
bertujuan agar terciptanya suatu keadaan yang serasi antara stabilitas dan perubahan
didalam masyarakat. Selain itu hukum juga memiliki fungsi lain yaitu sebagai a

4
Sudikno Mertokusumo. 2005. Mengenal Hukum Suatu Pengantar. Liberty Yogyakarta. Hal. 160.

2
tool of social engineering yaitu sebagai sarana pembaharuan dalam masyarakat.
Hukum dapat berperan dalam mengubah pola pemikiran masyarakat dari pola
pemikiran yang tradisional kedalam pola pemikiran yang rasional atau modern.
Efektivikasi hukum merupakan proses yang bertujuan supaya hukum berlaku
efektif.
Studi efektivitas hukum merupakan suatu kegiatan yang memperlihatkan
suatu strategi perumusan masalah yang bersifat umum yaitu suatu perbandingan
antara realitas hukum dan ideal hukum. Secara khusus terlihat jenjang antara hukum
dalam tindakan (law in action) dengan hukum dalam teori (law in theory) atau
dengan kata lain, kegiatan ini akan memperlihatkan kaitannya antara law in the
book dan law in action.5
Ketika kita ingin mengetahui sejauh mana efektivitas dari hukum, maka kita
pertama-tama harus dapat mengukur sejauh mana hukum itu ditaati oleh sebagian
besar target yang menjadi sasaran ketaatannya.6 Namun, sekalipun dikatakan aturan
yang ditaati itu efektif, tetapi kita tetap masih dapat mempertanyakan seberapa
besar efektivitasnya karena seseorang menaati atau tidak suatu aturan hukum
tergantung pada kepentingannya. Kepentingan terdapat beberapa macam yaitu yang
bersifat compliance, identification, dan internalization. Faktor-faktor yang
mengukur ketaatan terhadap hukum yaitu :7
1. Relevansi aturan hukum secara umum dengan kebutuhan hukum dari
orang-orang yang menjadi target aturan hukum.
2. Kejelasan rumusan dari substansi aturan hukum sehingga mudah
dipahami oleh target diberlakukannya aturan hukum.
3. Sosialisasi yang optimal kepada seluruh target aturan hukum.
4. Jika hukum yang dimaksud adalah perundang-undangan, maka
seyogyanya aturannya bersifat melarang, dan jangan bersifat
mengharuskan, sebab hukum yang bersifat melarang (prohibitur) lebih

5
Soleman B Taneko. 1993. Pokok-Pokok Studi Hukum dalam Masyarakat. Rajawali Press. Jakarta.
Hal 47-48.
6
Salim,H.S dan Erlis Septiana Nurbani. 2013. Penerapan Teori Hukum Pada Tesis dan Disertasi.
Edisi Pertama. ctk Kesatu. Rajawali Press. Jakarta. Hal.375.
7
Achmad Ali. 2009. Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence)
Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence). Jakarta. Penerbit Kencana. Hal. 376.

3
mudah dilaksanakan ketimbang hukum yang bersifat mengharuskan
(mandatur).
5. Sanksi yang diancam oleh aturan hukum itu harus dipadankan dengan
sifat aturan hukum yang dilanggar.
6. Berat ringannya sanksi yang diancam dalam aturan hukum harus
proporsional dan memungkinkan untuk dilaksanakan.
7. Kemungkinan bagi penegak hukum untuk memproses jika terjadi
pelanggaran terhadap aturan hukum tersebut, adalah memang
memungkinkan, karena tindakan yang diatur dan diancamkan sanksi,
memang tindakan yang konkret, dapat dilihat, diamati, oleh karenanya
memungkinkan untuk diproses dalam setiap tahapan (penyelidikan,
penyidikan, penuntutan, dan penghukuman).
8. Aturan hukum yang mengandung norma moral berwujud larangan,
relatif akan jauh lebih efektif ketimbang aturan hukum yang
bertentangan dengan nilai moral yang dianut oleh orang-orang yang
menjadi target diberlakukannya aturan tersebut.
9. Efektif atau tidak efektifnya suatu aturan hukum secara umum, juga
tergantung pada optimalisasi dan profesionalitas aparat penegak hukum
dalam menegakkan aturan hukum tersebut.
10. Efektif atau tidaknya suatu aturan hukum secara umum, juga
mensyaratkan adanya standar hidup sosio-ekonomi yang minimal di
dalam masyarakat.
Berbeda dengan pendapat dari C.G. Howard & R. S. Mumnres yang
berpendapat bahwa seyogyanya yang dikaji bukan ketaatan terhadap hukum pada
umumnya, melainkan ketaatan terhadap aturan hukum tertentu saja. Achmad Ali
sendiri berpendapat bahwa kajian tetap dapat dilakukan terhadap keduanya :
1. Bagaimana ketaatan terhadap hukum secara umum dan faktor-faktor
apa yang mempengaruhinya.
2. Bagaimana ketaatan terhadap suatu aturan hukum tertentu dan faktor-
faktor apa yang mempengaruhinya.

4
Jika yang akan dikaji adalah efektivitas Perundang-undangan, maka dapat
dikatakan bahwa tentang efektifnya suatu Perundang-undangan tergantung pada
beberapa faktor yaitu :
1. Pengetahuan tentang substansi (isi) Perundang-undangan.
2. Cara-cara untuk memperoleh pengetahuan tersebut.
3. Institusi yang terkait dengan ruang lingkup perundang-undangan
didalam masyarakatnya.
4. Bagaimana proses lahirnya suatu Perundang-undangan, yang tidak
boleh dilahirkan secara tergesa-gesa untuk kepentingan instan (sesaat),
yang diistilahkan oleh Gunnar Myrdall sebagai sweep legislation
(undang-undang sapu), yang memiliki kualitas buruk dan tidak sesuai
dengan kebutuhan masyarakat.
Achmad Ali berpendapat bahwa pada umumnya faktor yang banyak
mempengaruhi efektivitas suatu Perundang-undangan adalah profesionalitas dan
optimalisasi pelaksanaaan peran, wewenang dan fungsi dari para penegak hukum,
baik didalam penjelasan tugas yang dibebankan terhadap diri mereka maupun
dalam penegakan perundang-undangan tersebut.
Derajat dari efektivitas hukum menurut Soerjono Soekanto, ditentukan oleh
taraf kepatuhan masyarakat terhadap hukum termasuk para penegak hukumnya,
sehingga dikenal asumsi bahwa taraf kepatuhan yang tinggi adalah indikator suatu
berfungsinya suatu sistem hukum dan berfungsinya hukum merupakan pertanda
hukum tersebut mencapai tujuan hukum yaitu berusaha untuk mempertahankan dan
melindungi masyrakat dalam pergaulan hidup.8
Soerjono Soekanto menggunakan tolak ukur efektivitas dalam penegakan
hukum pada lima hal yaitu :9
1. Faktor Hukum
Hukum berfungsi untuk keadilan, kepastian dan kemanfaatan. Dalam
praktik penyelenggaraan hukum di lapangan, ada kalanya terjadi
pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan. Kepastian Hukum
sifatnya konkret berwujud nyata, sedangkan keadilan bersifat abstrak

8
Soerjono Soekanto. 1985. Efektivitas Hukum dan Peranan Saksi. Remaja Karya Bandung. Hal.7.
9
Soerjono Soekanto. 2007. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Jakarta.
Penerbit PT. Raja Grafindo Persada. Hal. 5.

5
sehingga ketika seseorang hakim memutuskan suatu perkara secara
penerapan Undang-Undang saja, maka ada kalanya nilai keadilan itu
tidak tercapai. Ketika melihat suatu permasalahan mengenai hukum,
setidaknya keadilan menjadi prioritas utama karena hukum tidaklah
semata-mata dilihat dari sudut hukum tertulis saja.
2. Faktor Penegakan Hukum
Dalam berfungsinya hukum, mentalitas atau kepribadian petugas
penegak hukum memainkan peranan penting. Selama ini ada
kecenderungan yang kuat dikalangan masyarakat untuk mengartikan
hukum sebagai petugas atau penegak hukum, artinya hukum
diidentikkan dengan tingkah laku nyata petugas atau penegak hukum.
Sayangnya dalam melaksanakan wewenangnya sering timbul persoalan
karena sikap atau perlakuan yang dipandang melampaui wewenang atau
perbuatan lainnya yang dianggap melunturkan citra dan wibawa
penegak hukum. Hal ini disebabkan oleh kualitas yang rendah dari
aparat penegak hukum tersebut.
3. Faktor Sarana atau Fasilitas Pendukung
Faktor sarana atau fasilitas pendukung mencakup perangkat lunak dan
perangkat keras. Para penegak hukum tidak dapat bekerja dengan baik,
apabila tidak dilengkapi dengan kendaraan dan alat-alat komunikasi
yang proporsional. Oleh karena itu, sarana atau fasilitas mempunyai
peranan yang sangat penting didalam penegakan hukum. Tanpa adanya
sarana atau fasilitas tersebut, tidak akan mungkin penegak hukum
menyerasikan peranan yang seharusnya dengan peranan yang aktual.
4. Faktor Masyarakat
Penegak hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai
kedamaian didalam masyarakat. Setiap warga masyarakat atau
kelompok sedikit banyaknya mempunyai kesadaran hukum. Persoalan
yang timbul adalah taraf kepatuhan hukum, yaitu kepatuhan hukum
yang tinggi, sedang, atau kurang. Adanya derajat kepatuhan hukum
masyarakat terhadap hukum merupakan salah satu indikator
berfungsinya hukum yang bersangkutan.

6
5. Faktor Kebudayaan
Kebudayaan pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari
hukum yang berlaku. Nilai yang merupakan konsepsi abstrak mengenai
apa yang dianggap baik (sehingga dituruti) dan apa yang dianggap buruk
(sehinga dihindari). Kebudayaan Indonesia merupakan dasar atau
mendasari hukum adat yang berlaku. Disamping itu, berlaku pula
hukum tertulis (Perundang-undangan), yang dibentuk oleh golongan
tertentu dalam masyarakat yang mempunyai kekuasaan dan wewenang
untuk itu. Hukum perundang-undangan tersebut harus dapat
mencerminkan nilai-nilai yang menjadi dasar dari hukum adat, agar
hukum perundang-undangan tersebut dapat berlaku secara aktif.
Kelima faktor di atas saling berkaitan erat karena menjadi hal pokok dalam
penegakan hukum serta sebagai tolok ukur dari efektivitas penegakan hukum. Dari
lima faktor penegakan hukum tersebut, faktor penegakan hukumnya sendiri
merupakan hal utama. Hal ini disebabkan oleh baik Undang-Undangnya disusun
oleh penegak hukum, penerapannya pun dilaksanakan oleh penegak hukum dan
penegakan hukumnya sendiri juga merupakan panutan oleh masyarakat luas.

7
DAFTAR PUSTAKA

Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan
(Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence),
Kencana, Jakarta, 2009.
Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana, Citra Aditya Bhakti,
Bandung, 2013.
Salim, H.S. dan Erlis Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada Tesis dan
Disertasi, Rajawali Press, Jakarta, 2013.
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2000.
Soerjono Soekanto, Efektivitas Hukum dan Peranan Saksi, Remaja Karya,
Bandung, 1985.
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT.
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007.
Soleman B. Taneko, Pokok-Pokok Studi Hukum dalam Masyarakat, Rajawali Press,
Jakarta, 1993.
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta,
2005.

Anda mungkin juga menyukai