Anda di halaman 1dari 4

A.

Teori Keadilan

Teori Keadilan Jhon Rawls John Rawls berpendapat bahwa keadilan adalah kebajikan bagi
seluruh masyarakat, tidak dapat mengesampingkan atau menggugat rasa keadilan dari setiap
orang yang telah memperoleh rasa keadilan. Khususnya masyarakat lemah pencari keadilan.
Rawls kemudian menegaskan pandangannya terhadap keadilan, bahwa program penegakan
keadilan yang berdimensi kerakyatan, haruslah memperhatikan dua prinsip keadilan.

Pertama, memberi hak dan kesempatan yang sama atas kebebesan dasar yang paling luas, seluas
kebebasan yang sama bagi setiap orang. Kedua, mampu mengatur kembali kesenjangan sosial
ekonomi yang terjadi, sehingga dapat memberi keuntungan bersifat timbal balik.

2) Teori Keadilan Plato dan Aristoteles Plato dalam teorinya mengemukakan dua jenis keadilan,
yaitu:

a) Keadilan Moral Suatu perbuatan dapat dikatakan adil secara moral, apabila telah mampu
memberikan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajibannya.

b) Keadilan Prosedural Sutau perbuatan dikatakan adil secara prosedural apabila seseorang telah
mampu melaksanakan perbuatan adil berdasarkan tata cara yang telah diharapkan.

B. Teori Kemanfaatan

Teori kemanfaatan pertama kali dikembangkan oleh Jeremy Bentham.

Bentham menemukan bahwa dasar paling objektif untuk menilai baik buruknya suatu kebijakan
adalah dengan melihat apakah suatu kebijakan atau tindakan tersebut, membawa manfaat atau
hasil yang berguna, atau sebaliknya malah menimbulkan kerugian bagi orang-orang terkait.
Apabila dikaitkan dengan pernyataan Bentham terhadap hukum, maka baik buruknya hukum
harus diukur dari baik buruknya akibat yang dihasilkan oleh penerapan hukum itu. Suatu
ketentuan hukum baru bisa dinilai baik, apabila akibat-akibat yang ditimbulkan dari
penerapannya adalah kebaikan, kebahagiaan sebesar-besarnya, dan berkurangnya penderitaan.
Sebaliknya hukum dinilai buruk jika akibat dari penerapannya menimbulkan sesuatu yang tidak
adil, kerugian, dan hanya memperbesar penderitaan. Prinsip utama dari teori ini adalah megenai
tujuan dan evaluasi hukum. Tujuan hukum adalah kesejahteraan sebesar-besarnya bagi seluruh
rakyat. Sedangkan evaluasi hukum dilakukan berdasarkan akibat-akibat dari proses penerapan
hukum. Berdasarkan orientasi itu, maka isi hukum adalah ketentuan tentang pengaturan
penciptaan kesejahteraan negara.

C. Teori Kepastian Hukum

Kepastian merupakan ciri yang tidak dapat dipisahkan dari hukum, terutama untuk norma hukum
tertulis. Hukum tanpa nilai kepastian akan kehilangan makna karena tidak dapat lagi digunakan
sebagai pedoman perilaku bagi setiap orang. Kepastian sendiri disebut sebagai salah satu tujuan
dari hukum. Keteraturan masyarakat berkaitan erat dengan kepastian dalam hukum, karena
keteraturan merupakan inti dari kepastian itu sendiri. Keteraturan menyebabkan orang dapat
hidup secara berkepastian, sehingga dapat melakukan kegiatan-kegiatan yang diperlukan dalam
kehidupan bermasyarakat. Menurut Sudikno Mertokusumo, kepastian hukum adalah jaminan
bahwa hukum dijalankan, bahwa yang berhak menurut hukum dapat memperoleh haknya dan
bahwa putusan dapat dilaksanakan.28 Kepastian hukum erat kaitannya dengan keadilan, namun
hukum tidak identik dengan keadilan. Hukum bersifat umum, mengikat setiap orang, bersifat
menyamaratakan. Keadilan bersifat subyektif, individualistis, dan tidak menyamaratakan.
Kepastian hukum merupakan pelaksanaan hukum sesuai dengan bunyinya, sehingga masyarakat
dapat memastikan bahwa hukum dilaksanakan. Penciptaan kepastian hukum dalam peraturan
perundang undangan, memerlukan persyaratan yang berkenaan dengan struktur internal dari
norma hukum itu sendiri.

D. Teori kedaulatan rakyat 

menyatakan bahwa kekuasaan tertinggi dalam suatu negara berada di tangan rakyat. Teori ini
berusaha mengimbangi kekuasaan tunggal raja atau pemimpin agama. Dengan demikian, teori
kedaulatan rakyat menyatakan bahwa Teori ini menjadi dasar dari negara-negara demokrasi.
Penganut teori ini adalah John Locke, Montesquieu dan J.J Rousseau.

John Locke menyatakan bahwa terbentuknya negara didasarkan pada asas pactum


unionis dan pactum subjectionis. Pactum unionis adalah perjanjian antarindividu untuk
membentuk negara, sedangkan pactum subjectionis adalah perjanjian antara individu dan negara
yang dibentuk. Perjanjian tersebut menentukan bahwa individu memberikan mandat
kepada negara atau pemerintah. Mandat rakyat diberikan agar pemerintah mendapat kekuasaan
dalam mengelola negara berdasarkan konstitusi yang ditetapkan dalam pactum subjectionis.
E. Pengertian Efektivitas Hukum

Menurut Hans Kelsen, Jika Berbicara tentang efektifitas hukum, dibicarakan pula tentang
Validitas hukum. Validitas hukum berarti bahwa normanorma hukum itu mengikat, bahwa orang
harus berbuat sesuai dengan yang diharuskan oleh norma-norma hukum., bahwa orang harus
mematuhi dan menerapkan norma-norma hukum. Efektifitas hukum berarti bahwa orang
benarbenar berbuat sesuai dengan norma-norma hukum sebagaimana mereka harus berbuat,
bahwa norma-norma itu benar-benar diterapkan dan dipatuhi.1 Efektivitas berasal dari kata
efektif yang mengandung pengertian dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Efektivitas selalu terkait dengan hubungan antara hasil yang diharapkan dengan hasil
yang sesungguhnya dicapai. Efektivitas adalah kemampuan melaksanakan tugas, fungsi (operasi
kegiatan program atau misi) daripada suatu organisasi atau sejenisnya yang tidak adanya tekanan
atau ketegangan diantara pelaksanaannya.

Jadi efektivitas hokum menurut pengertian di atas mengartikan bahwa indikator efektivitas
dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya merupakan sebuah
pengukuran dimana suatu target telah tercapai sesuai dengan apa yang telah direncanakan.2
Tujuan hukum adalah untuk mencapai kedamaian dengan mewujudkan kepastian dan keadilan
dalam masyarakat. Kepastian hokum menghendaki perumusan kaedah-kaedah hokum yang
berlaku umum, yang berarti pula bahwa kaedah-kaedah tersebut harus ditegakkan atau
dilaksanakan dengan tegas. Hal ini menyebebkan bahwa hokum harus diketahui dengan pasti
oleh para warga masyarakat, oleh karena hokum tersebut terdiri dari kaedah-kaedah yang
ditetapkan untuk peristiwa-peristiwa masa kini dan untuk masa-masa mendatang serta bahwa
kaedah-kaedah tersebut berlaku secara umum. Dengan demikian, maka di samping tugas-tugas
kepastian serta keadilan tersimpul pula unsure kegunaan di dalam hokum. Artinya adalah bahwa
setiap warga masyarakat mengetahui dengan pasti hal-hal apakah yang boleh dilakukan dan apa
yang dilarang untuk dilaksanakan, di samping bahwa warga masyarakat tidak dirugikan
kepentingan-kepentingannya di dalam batas-batas yang layak.3 Bagaimana Hokum di Indonesia
sangat sulit untuk dijawab secara tepat dan bahkan sukar untuk mendekati ketepatan sekalipun.
Beberapa gejala dapat dikemukakan untuk memberikan petunjuk-petunjuk serta gambaran yang
agak luas. Sejak tahun 1945 Indonesia telah mengalami proses transfortasi di bidang hokum,
sejak tahun tersebut antara lain telah banyak perundang-undangan baru yang diperlakukan,
disamping banyaknya keputusan-keputusan badan-badan peradilan yang telah berbeda dengan
yurisprudensi zaman colonial. Walaupun demikian, masih banyak kaedah-kaedah hokum dari
zaman colonial yang tetap berlaku secara tegas maupun samar-samar, dan kalaupun ada yang
telah dihapuskan masih sulit untuk menghapuskan alam pikiran lama yang masih berorientasi
pada system hokum di Indonesia telah banyak dipengaruhi oleh cita- cita baru yang timbul dan
tumbuh sejak proklamasi kemerdekaan pada tahun 1945.

Anda mungkin juga menyukai