1
Muhammad Erwin, Filsafat Hukum, Raja Grafindo, Jakarta, 2012, Hlm 123.
suatu sistem norma dengan norma lain sehingga tidak berbenturan atau menimbulkan
konflik norma.
2
Soerjono Soekanto, Penegakan Hukum, Bina Cipta, Bandung, 1983, Hlm 29.
3
J.J.H Brugink, alih bahasa oleh Arief Shidarta, Refleksi Tentang Hukum, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1999, Hlm 147.
juga dalam pengertian ini adalah pejabat hukum yang berwenang menerapkan dan
menegakkan atau tidak suatu aturan hukum tersebut.
b. Keberlakuan normatif atau formal, yaitu keberlakuan yang didasarkan pada
eksistensi dari suatu aturan hukum di dalam suatu aturan (hierarki peraturan).
c. Keberlakuan evaluatif, yaitu keberlakuan suatu aturan hukum itu dari segi isinya,
dipandang benar, bernilai ataupun penting terhadap perilaku sosial masyarakat.
4
Elisabeth Nurhaini Butarbutar, Konsep Keadilan Dalam Sistem Peradilan Perdata, Mimbar
Hukum, Vol. 21, No. 2, Juni 2009, Hlm 365.
5
Kania Dewi Andhika Putri, Ridwan Arifin, Tinjauan Teoritis Keadilan dan Kepastian dalam
Hukum di Indonesia, Vol 2 No. 2 Desember 2018, Hlm 149.
sebagainya. Asas mengadili tanpa membedakan orang pada dasarnya lebih dikenal dalam
hukum acara perdata. Keadilan distributif (justitia distributiva), yaitu keadilan berupa
setiap orang mendapat hak/bagian secara proporsional sesuai dengan kualitasnya. Keadilan
distributif ini sifatnya proporsional karena menuntut agar setiap orang mendapat apa yang
menjadi hak atau bagiannya.6
6
Elisabeth Nurhaini Butarbutar, Op.Cit, Hlm 365.
7
R. Sutyatno Bakir, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Karisma Publishing Group, Tangerang,
Hlm 348.
8
Soerjono Soekanto, Teori Peranan, Bumi Aksara, Jakarta, 2002, Hlm 243.
9
Ibid, Hlm 243.
c. Peran Faktual, merupakan peran yang dilakukan seseorang atau lembaga yang
berdasarkan pada kenyataan secara konkrit di lapangan atau kehidupan sosial
yang terjadi secara nyata.
Berdasarkan hal-hal diatas, peran yang akan digunakan dalam penulisan tesis ini
hanya menggunakan peran Normatif dan peran faktual dan apabila dihubungkan dengan
peran Debitur dan Kreditur terhadap Fasilitas pembiayaan ini terhadap akad dan Hak
Tanggungan, dikarenakan antara debitur dan kreditur memiliki peran masing masing
terhadap Hak dan Tanggung Jawabnya dalam melaksanakan suatu perjanjian, dan antara
debitur dan kreditur ini juga dibatasi dengan aturan aturan yang tertulis, dan tentunya
disepakatin oleh kedua pihak
Teori Pengawasan
Pengawasan sebagaimana dimaksud oleh Philipus M. Hadjon di dalam praktek
merupakan syarat dimungkinkannya pengenaan sanksi, sekaligus menurut pengalaman dan
pelaksanaan dari pengawasan itu sendiri telah mendukung penegakan hukum. 10 Perbedaan
antara sanksi administrasi dan sanksi pidana dapat dilihat dari tujuan penggunaan sanksi itu
sendiri. Sanksi administrasi ditujukan kepada perbuatan pelanggarannya, sedangkan sanksi
pidana ditujukan kepada si pelanggar dengan memberikan hukuman berupa nestapa. Sanksi
administrasi dilakukan agar perbuatan pelanggaran itu dihentikan. Sifat sanksi adalah
reparatoir, artinya memulihkan pada keadaan semula. Disamping itu perbedaan antara
sanksi pidana dan sanksi administrasi ialah tindakan penegakan hukumnya. Sanksi
administrasi diterapkan oleh Pejabat Tata Usaha Negara tanpa harus melalui proses
peradilan, sedangkan sanksi pidana hanya dapat dijatuhkan oleh hakim pidana melalui
proses peradilan.11
10
Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta, 2008, Hlm 174
11
Ibid, Hlm 247
berdasarkan pada prinsip kehati-hatian dan asas perbankan yang sehat serta mematuhi
ketentuan peraturan perundang- undangan.
3. Applied Theory
Ketentuan-ketentuan mengenai pelaksanaan pengikatan Jaminan Hak Tanggungan
dalam pembiayaan
Pengikatan hak tanggungan dalam bank syariah merupakan hubungan hukum
antara nasabah dengan bank syariah. Dalam kaitanya dengan jaminan, bank syariah
mengambil beberapa langkah untuk meyakinkan bahwa modal dan keuntungan yang
akan diperolehnya harus dikembalikan dengan tepat pada waktunya sebagaimana yang
sudah ditetapkan dalam kontrak. Secaraumum hal ini dapat dicapai dengan media garansi
(jaminan) baik dari mudharib atau pihak ketiga. Meskipun hukum Islam tidak
membolehkan memungut jaminan dari mudharib, banksecara umum melakukannya. Rahn
merupakan perjanjian penyerahan barang yang digunakan sebagai agunan untuk
mendapatkan fasilitas pembayaran. Beberapa ulama mendefenisikan rahn sebagai harta
yang oleh pemiliknya digunakan sebagai jaminan utang yang bersifat mengikat. Rahn juga
diartikan sebagai jaminan terhadap utang yang mungkin dijadikan sebagai pembayar
kepada pemberi utang baik seluruhnya atau sebagian apabila pihak yang berutang tidak
mampu melunasinya.
Pada dasarnya pengikatan hak tanggungan pada akan pembiayaan musyarakah di
Bank Syariah tidaklah berbeda dengan pengikatan hak tanggungan pada Bank
Konvensional. Untuk langkah pertama adalah dibuatnya akad / perjanjian induk dimana
dalam hal ini adalah akad pembiayaan musyarakah. Lalu dilanjutkan dengan membuat
Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT), setelah dibuatnya APHT maka
selanjutnya APHT tersebut didaftarkan pada Kantor Pertanahan di kabupaten/kota
setempat.