A. TUJUAN PERKULIAHAN
B. URAIAN MATERI
dengan prinsip keadilan, sehingga dikenal antara lain Stoisisme norma hukum
alam primer yang bersifat umum menyatakan: Berikanlah kepada setiap orang apa
yang menjadi haknya (unicuique suum tribuere), dan jangan merugikan seseorang
(neminem laedere). Cicero juga menyatakan bahwa hukum dan keadilan tidak
saja disadari pula sepenuhnya tentang relativitas dari keadilan ini sering
mengaburkan unsur lain yang juga penting, yakni unsur kepastian hukum.
Adagium yang selalu didengungkan adalah Suum jus, summa injuria; summa lex,
summa crux. Secara harfiah ungkapan tersebut berarti bahwa hukum yang keras
satu-satunya untuk mengukur sesuatu adil atau tidak adalah seberapa besar
seseorang dalam memberikan terhadap objek yang berada di luar diri orang
tersebut. Mengingat objek yang dinilai adalah manusia maka ukuran-ukuran yang
diberikan oleh seseorang terhadap orang lain tidak dapat dilepaskan dengan
Apabila seseorang melihat orang lain sebagai makhluk yang mulia maka
perlakuan seseorang tersebut pun akan mengikuti anggapan yang dipakai sebagai
konsep keadilan tersebut di atas, dalam hal ini penulis ingin berbagi pendapat
belakang penulis. Keadilan pada dasarnya sifatnya adalah abstrak, dan hanya bisa
dirasakan dengan akal dan pikiran serta rasionalitas dari setiap individu/
masyarakat.
Keadilan tidak berbentuk dan tidak dapat dilihat namun pelaksanaannya dapat kita
lihat dalam perspektif pencarian keadilan yang kita lihat sehari-hari. Keadilan juga
tidak memiliki ukuran serta takaran yang pasti tentang bagaimana halnya suatu
keadaan yang “Adil”. Secara sederhana kapan keadilan itu dibicarakan dan
mengapa?
dirasakan adanya suatu ketidakadilan atau dengan kata lain keadilan muncul
bahwa setiap manusia pada dasarnya terlahir dalam kehendak bebas (dalam arti
luas) masingmasing, oleh karena adanya kehendak bebas dari setiap individu
tersebut akhirnya membentur kehendak bebas dari individu lain, sehingga secara
tidak langsung dan tidak disadari bahwa kehendak bebas dari setiap individu
tersebut ternyata dibatasi oleh kehendak bebas dari individu lain dan sebaliknya.
Dengan berbagai faktor dan alasan timbul konflik dalam masyarakat baik oleh
Oleh karena adanya pengambilan kehendak bebas dari seseorang oleh orang lain
akan mencari serta mengetahui keadilan itu seperti apa ketika memang tidak ada
kepentingan serta kebebasannya yang dicurangi atau dilukai. Ketika tidak ada hal-
hal yang mengganggu kepentingan kita/manusia baik itu kebebasan (dalam arti
luas atau kebebasan terbatas) maka menurut saya tidak akan muncul kata tentang
Hubungan hukum dan keadilan walaupun sifat dasarnya abstrak, seolaholah hanya
menjadi ruang lingkup telaah filsafat. Tetapi kelestarian sebagai relevansi antara
hukum dan keadilan selalu terjaga. Lintasan sejarah dari seluruh aliran pemikiran
objek, maupun hukum dipandang sebagai bagian dari subjek yang melekat dalam
hingga sekarang tetap relevan untuk menyentuh terhadap segala tindakan untuk
kumutatif (relatif; principa secundaria). Baik hukum maupun moral dan keadilan
merupakan sesuatu yang abstrak. Oleh karena itu wajar kiranya jika terjadi
bahwa definisi hukum itu sangatlah sulit untuk dibuat karena tidak mungkin untuk
ihrem begriffe von recht”, tidak ada seorang Yuris pun yang dapat mendefinisikan
tidak sebagai dasar untuk memberi pemahaman awal agar dapat diidentifikasi sifat
psikologi, ekonomi, politik, dan sebagainya. Atas dasar penelitian yang pernah
sebagai berikut:
2) Hukum sebagai disiplin yakni suatu sistem ajaran tentang kenyataan atas
hukum yang berlaku pada suatu waktu dan tempat tertentu, serta berbentuk
tertulis;
5) Hukum sebagai petugas, yakni pribadi-pribadi yang merupakan kalangan
Kusumatmadja;
yang mengikat daya keberlakuannya” tidak lain dari faktor nonhukum yang
menjadi pusat kajian dari aliran sejarah hukum dan aliran realisme hukum.
beberapa pendapat para ahli tentang pendefinisian hukum. Achmad Ali bisa
pakar, beliau merangkum semua pandangan para pemikir barat, pemikir timur
hingga pemikir Islam lalu pada akhirnya beliau tiba pada kesimpulan “definisi
seimbang antara hak dan kewajiban. Apabila ada pengakuan dan perlakuan yang
seimbang antara hak dan kewajiban, dengan sendirinya apabila kita mengakui hak
hidup, maka sebaiknya kita harus mempertahankan hak hidup tersebut dengan
jalan bekerja keras, dan kerja keras yang kita lakukan tidak pula menimbulkan
kerugian terhadap orang-orang, sebab orang lain itu juga memiliki hak yang sama.
Dengan pengakuan hidup orang lain, otomatis kita wajib memberikan kesempatan
regulated and these rules the eterion of what is right.” Aristoteles pulalah
keadilan vendikatif.
hukuman atau ganti kerugian dalam tindak pidana. Seorang dianggap adil apabila
ia dipidana badan atau denda sesuai besarnya hukuman yang telah ditentukan atas
Indonesia kata adil mempunyai arti; tidak berat sebelah, tidak memihak, berpihak
sebagainya) yang adil. Achmad Ali lebih melihat keadilan dalam tujuan hukum
semata, bahwa keadilan tidaklah dapat dijadikan satu-satunya tujuan hukum.
Sebab bagaimanapun nilai keadilan selalu subjektif dan abstrak. Achmad Ali lebih
pandangan Achmad Ali demikian dalam memotret tujuan hukum lebih dominan
Dengan sifat keadilan yang abstrak tersebut, NE. Algra pun akhirnya
seorang penilai. Kiranya lebih baik mengatakan itu tidak adil, tetapi itu
mengatakan hal itu saya anggap adil. Memandang sesuatu itu adil, terutama
merupakan suatu pendapat mengenai nilai secara pribadi”. Antara Hukum dan
Keadilan memang saling terkait seperti dua sisi mata uang, hukum tanpa keadilan
ibarat badan tanpa jiwa, sedangkan keadilan tanpa hukum akan dilaksanakan
mempunyai ruang lingkup diskresi yang luas serta tidak ada keterkaitannya
Summum Ius Summa Injuria/Summa Lex Summa Crux. Keadilan tertinggi dapat
keadilan maka selama itu pula pasti dalam perwujudannya akan terhenti untuk
ada ketidakadilan di sana. Masih terdapat beberapa orang yang merasakan bahwa
Ketuhanan Yang Maha Esa oleh komunitas tertentu, ada kalanya menganggap
Tetapi tidak berarti bahwa timbulnya respons atau reaksi dari partisipan
hukum yang dikenai pemberlakuan hukum. Kita dengan serta merta mengambil
kesimpulan bahwa antara hukum dan keadilan tidak ada gunanya, bahkan tidak
ada hubungannya. Oleh karena keadilan memang hanya sesuatu yang dicita-
citakan. Ibarat penilaian baik dan benar tidak ada yang bisa menggambarkan
abstrak dan memang keadilan hanyalah tujuan akhir. Niscaya manusia terbatas
untuk menggapainya. Pun kalau ada yang mengatakan dapat dicapai keadilan
dengan hati nurani. Itu juga hanya dalam wilayah tingkatan rasa sekaligus naluri
yang diusahakan sepadan dengan naluri orang lainnya. Kalau demikian, bukankah
secara imperatif. Maka terdapatlah bangunan rasa dan naluri sepadan, universal
seluruh analogi tersebut, dari situlah hukum dan keadilan terjadi keterkaitan yang
dijawab oleh kaum ini: Lantas berasal dari manakah hukum itu sehingga lahir
perundang-undangan? Apakah cukup lahir dari rasionya saja? Apakah lahir dari
rasio Tuhan yang diturunkan melalui rasio manusia (lex humana) ataukah lahir
moral” dan apa yang dikehendaki oleh moral sudah pasti kebaikan. Kebaikan
menjadi satu kesatuan terhadap seluruh abstraksi teoretikal atas gejala hukum
tersebut. Baik ilmu hukum, teori hukum, dan filsafat hukum merupakan
asas-asas hukum dalam setiap lapangan ilmu hukum. Antara filsafat hukum yang
dalam tataran itulah teori hukum dan keadilan akan menurunkan asas hukum, lalu
hukum dalam “permainan” moral dan keadilan ini dapat dikatakan wadah yang
keadilan pula dapat diamati pada setiap tujuan hukum. Mulai dari tujuan hukum
Satupun dari ajaran tersebut tidak ada yang dapat melepaskan diri dari
tujuan hukum pada sisi keadilannya. Hanya saja dilengkapi dengan tujuan hukum
sisi keadilan sebagai salah satu tujuan hukum, pada hakikatnya masih dituntut
pekerjaaan hakim di sini untuk melakukan penafsiran atas ketentuan hukum yang
kepentingan hukum primer yang terdapat dalam masyarakat. Oleh karena itu
menjadi pekerjaan hakim konstitusi dalam kasus ini, untuk kembali menciptakan
hukum tersebut merupakan proses yang dinamis yang memakan banyak waktu.
Upaya ini sering kali juga didominasi oleh kekuatankekuatan yang bertarung
ritme zaman dan ruang, dari dahulu sampai sekarang tanpa henti dan akan terus
berlanjut makhluk ciptaan Tuhan yang terdiri atas roh dan jasad memiliki daya
rasa dan daya pikir yang dua-duanya merupakan daya rohani, di mana rasa dapat
dipahami sebagai hasil dari sebuah perjuangan mayoritas warga atau atas dasar
dipisahkan satu sama. lain. Menilai suatu keadilan dalam suatu masyarakat tidak
pernah mungkin apabila tanpa ikatan antara individu satu dengan individu yang
lainnya. Antara keduanya terdapat relasi timbal balik. Dasar seorang hakim dalam
Esa”.
hakim bermunajat kepada Allah Swt. atas nama-Nya suatu putusan diucapkan. Ia
bersumpah atas nama Tuhan Yang Maha Esa. Pada saat itulah hatinya bergetar.
Ini merupakan peringatan bagi siapa saja. Pesan Rasululloh Muhammad Saw.
kepada seorang sahabatnya sebagai berikut: “Wahai Abu Hurairah, keadilan satu
jam lebih utama dari ibadahmu puluhan tahun, salat, zakat, dan puasa. Wahai Abu
Hurairah, penyelewengan hukum satu jam lebih pedih dan lebih besar dalam
pandangan Allah daripada melakukan maksiat enam puluh tahun”. Sebuah pesan
yang indah, yang wajib dipahami, dihayati, dan diamalkan oleh para hakim.
Dengan ditemukan nilai ideal keadilan dapat mengatur keseimbangan kepentingan
lain-lain. Oleh karena itu, untuk menegaskan sarana untuk mencapai keadilan,
sebuah Negara harus mampu merumuskan konsep keadilan yang ingin dicapai
DAFTAR PUSTAKA