Untuk menjawab pertanyaan di atas, diantara para sarjana telah mengemukakan pendapat
yang satu sama lain berlainan. Immanuel Kant dalam van Apeldorn (1962:13). 150 tahun yang
lalu mengemukakan bahwa: Noch suchen die Juristen eine Definition zu ihrem Begriffe von
Recht, yang berarti bahwa tidak seorang ahli hukum puin yang mampu membuat definisi
tentang hukum. Berarti pula bahwa walaupun sejak beberapa ribu tahun orang sibuk mencari
definisi tentang hukum, namun belum pernah terdapat sesuatu yang memuaskan.
Van Apeldorn (1962:14), dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum (Inleiding tot de studie van het
Nederlandce Recht), yang diterjemahkan oleh Oetarid Sadino, telah mengemukakan dua
pandangan dari orang-orang tentang hukum, yaitu. Pandangan dari apa yang disebut
Ontwikkelde leek yang mengemukakan bahwa saya melihat hukum, saya melihatnya dalam
undang-undang. Baginya hukum sama dengan undang-undang. Baginya hukum adalah
deretan pasal-pasal Undang-undang yang tidak berkesudahan. Ilmu pengetahuan Hukum
adalah membosankan. Pandangan kedua adalah pandangan dari apa yang disebut The man in
the street. Bagi The Man in the Street, Jika ia mendengar perkataan hukum, seketika itu juga
teringatlah ia akan Gedung Pengadilan, hakim, pengacara, juru sita, polisi. Ia tidak pernah
melihat undang-undang, tetapi ia telah ada di ruang pengadilan mendengarkan hukum, seketika
itu juga ia mengingat perkara.
Walaupun hukum itu sulit untuk didefinisikan dengan sempurna tetapi sebagai pegangan dapat
saja para ahli memberikan definisi tentang hukum itu.
E. Utrecht (1966:13) mengemukakan bahwa hukum adalah himpunan petunjuk
hidup (perintah-perintah dan larangan-larangan) yang mengatur tata tertib
suatu masyarakat yang bersangkutan, oleh karena pelanggaran petunjuk
hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan dari pihak pemerintah masyarakat itu.
Sudiman Kartohadiprodjo (1961:13), mengemukakan bahwa Hukum itu adalah sesuatu yang
bersangkutan dengan manusia. Manusia dalam keadaan bagaimana?. Dalam keadaan
hubungannya dengan manusia lainnya.
Mochtar Kusumaatmadja (1976)., mengemukakan bahwa: Jika kita artikan dalam arti luas maka
Hukum itu tidak saja merupakan keseluruhan azas-azas dan kaidah-kaidah yang mengatur
kehidupan manusia dalam masyarakat tetapi meliputi lembaga-lembaga institution dan prosesproses yang mewujudkan berlakunya kaidah-kaidah dan azas-azas itu dalam kenyataaan.
Subekti dan R. Tjitrosoedibio (1989:50-51) dalam Kamus Hukum memberikan berbagai
pendapat dari pata ahli hukum sebagai berikut:
1.Hukum adalah suatu paham yang mengandung banyak sekali sudut seginya dan meliputi
suatu bidang yang begitu luas, sehingga tiada suatu definisi pun yang menangkapnya dengan
lengkap dan sempurna. Dibawah ini beberapa dari definisi-definisi itu.
2.Hukum, kata Victor Hugo, adalah kebenaran dan keadilan.
3.Hukum, kata E.M. Meijers, adalah keseluruhan daripada norma-norma dan penilaianpenilaian tentang susila yang mempunyai hubunganmya dengan perbuatan-perbuatan mana
oleh penguasa negara harus dipakai pedoman dalam menunaikan tugasnya.
4.Hukum, kata Larminier, adalah keseragaman (harmonie) daripada hubungan-hubungan
Menurut Satjipto Rahardjo (1986:224) dalam dunia ilmu, teori menempati kedudukan yang
penting. Ia memberikan sarana kepada kita untuk bisa merangkum serta memahami masalah
yang kita bicarakan secara lebih baik. Hal-hal yang semula tampak tersebar dan berdiri sendiri
bisa disatukan dan ditunjukkan kaitannya satu sama lain secara bermakna. Teori, dengan
demikian memberikan penjelsan dengan cara mengorganisasikan dan mensistematisasikan
masalah yang dibicarakannya. Teori bisa juga mengandung subjektivitas, apalagi berhadapan
dengan suatu fenomen yang cukup kompleks seperti hukum ini. Oleh karena itulah muncul
berbagai aliran dalam ilmu hukum, sesuai dengan sudut pandangan yang dipakai oleh orangorang yang tergabung dalam aliran-aliran tersebut. Selanjutnya menurutnya Teori hukum boleh
disebut sebagai kelanjutan dari usaha mempelajari hukum positif, setidak-tidaknya dalam
urutan yang demikian itulah kita merekonstruksikan kehadiran teori hukum itu secara jelas.
Pada saat orang mempelajari hukum positif, maka ia sepanjang waktu dihadapkan pada
peraturan-peraturan hukum dengan segala cabang kegiatan permasalahannya, seperti
kesaalahannya, penafsirannya, dan sebagainya.
Teori hukum menurut Wolfgang Friedmann, dalam Legal Theory (1967) berada di antara filsafat
dengan teori politik atau ideologi negara, dengan perkataan lain teori hukum harus dilandasi
oleh filsafat dan teori politik atau ideologi negaranya. Menurutnya teori hukum melahirkan
antinomi-antinomi yaitu dua nilai yang berdampingan tetapi bersitegang, misalnya antara: (a)
individu dan alam semesta, (b) voluntarisme dan pengetahuan objektif, (c) pikiran/kecerdasan
dan intuisi, (d) kolektivisme dan individualisme, (e) demokrasi dan otokrasi, (f) nasionalisme dan
internasionalisme, (g) positivisme dan idealisme, serta (h) stabilitras dan perubahan.
John Austin (1790-1859) mengartikan ilmu hukum (jurisprudence) sebagai teori hukum positif
yang otonom dan dapat mencukupi dirinya sendiri. Ilmu tentang hukum berurusan dengan
hukum positif, atau dengan hukum-hukum lain yang secara tegas dapat disebut begitu, yaitu
yang diterima tanpa memperhatikan kebaikan atau kejelekannya( E. Bodenheimer, 1974:94).
Menurut John Austin dalam Satjipto Rahardjo (1986:239) tugas dari hukum hanyalah untuk
menganalisis unsur-unsur yang secara nyata ada dari sistrem hukum modern, tetapi secara
sadar unsur-unsur tersebut diabaikan dari perhatian. Hukum adalah perintah dari kekuasaan
politik yang berdaulat dalam suatu negara.
Mochtar Kusumaatmadja dalam Otje Salman (1987:5) memberi pengertian pada jurisprudence
yaitu ilmu yang mempelajari pengertian-pengertian dasar dan sistem hukum secara lebih
mendalam. Pengertian-pengertian dasar dan sisten hukum itu disebut pula teori hukum, seperti
subjek hukum, hak dan kewajiban, peristiwa hukum, hubungan hukum, dan objek hukum yang
dapat dilihat dalam sistem-sistem hukum perdata, hukum pidana, hukum adat, hukum tata
negara, hukum administrasi negara, hukum internasional. Dalam pada itu, pengertian secara
lebih mendalam adalah menyangkut filsafat hukumnya, sebagai contoh dalam UUD 1945
filsafat hukumnya ada pada Pembukaan dan terori hukumnya terdapat pada Batang Tubuhnya.
Begitu pula Undang-undang organiknya, filsafat hukumnya terdapat di dalam konsiderans
Undang-undang tersebut yang menunjuk pasal Undang-undang Dasar berarti pula jiwanya tidak
terlepas dari Pembukaan UUD 1945.