Anda di halaman 1dari 7

MATERI FILSAFAT HUKUM

1. ALIRAN SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE


Sociological jurisprudence ialah aliran yang menghendaki bahwa dalam proses
pembentukan dan pembaharuan hukum harus memperhatikan nilai-nilai hukum yang
hidup dalam masyarakat. Tokoh mazhab yang mengemukakan aliran ini adalah Eugen
Ehrlich dan Roscoe Pound.

ini berkembang di Amerika, pada intinya aliran ini mengatakan bahwa hukum yang baik
adalah hukum yang „sesuai‟ dengan hukum yang hidup dalam masyarakat. Kata “sesuai”
diartikan sebagai hukum yang mencerminkan nilai-nilai yang hidup di dalam masyarakat.

 Sociological Jurisprudence memisahkan secara tegas antara hukum positif dengan


hukum yang hidup dalam masyarakat (living law). Aliran ini timbul sebagai akibat
dari proses dialektika antara (tesis) positivisme hukum dan (antitesis) mazhab sejarah.
 Roscoe Pound : hukum harus dipandang sebagai suatu lembaga kemasyarakatan yang
berfungsi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial, dan tugas ilmu hukum untuk
mengembangkan suatu kerangka dengan mana kebutuhankebutuhan sosial dapat
terpenuhi secara maksimal. Roscoe Pound juga menganjurkan untuk mempelajari
hukum sebagai suatu proses (law in action), yang dibedakan dengan hukum yang
tertulis (law in the books).
 Roscoe Pound : hukum sebagai alat rekayasa sosial (Law as a tool of social
engineering and social controle) yg bertujuan menciptakan harmoni secara optimal
dapat memenuhi kebutuhan dan kepentingan manusia dalam masyarakat. Keadilan
adalah lambang usaha penyerasian yang harmonis dan tidak memihak dalam
mengupayakan kepentingan anggota masyarakat yang bersangkutan. Disinilah
diperlukan kekuatan paksa dari penguasa negara.
 Eugen Ehrlich : pusat gaya tarik perkembangan hukum tidak terletak pada
perundangundangan, tidak pada ilmu hukum, tetapi di dalam masyarakat sendiri.
Ajaran berpokok pada pembedaan antara kaidah-kaidah hukum dengan kaidah-kaidah
sosial lainnya. Hukum positif hanya akan efektif apabila selaras dengan hukum yang
hidup dalam masyarakat.

BEDA SOCIOLOGICAL YURISPRUDENCE DENGAN SOSIOLOGI HUKUM

 Sociological Jurisprudence itu merupakan suatu madzab/aliran dalam filsafat hukum


yang mempelajari pengaruh timbal balik antara hukum dan masyarakat, sedangkan.
 Sosiologi Hukum adalah cabang sosiologi mempelajari hukum sebagai gejala sosial,
yang mempelajari pengaruh masyarakat kepada hukum dan sejauh mana gejala-gejala
yang ada dalam masyarakat dapat mempengaruhi hukum.

JADI KESIMPULANNYA : Sociological jurisprudence (Ilmu Hukum Sosiologis) cara


pendekatannya bertolak dari hukum kepada masyarakat, sedangkan (sociology of law)
atau sosiologi hukum justru sebaliknya, cara pendekatannya bertolak dari masyarakat
kepada hukum.

Aliran Sociological Yurisprudence secara tegas memisahkan antara hukum positif (the
positive law) dengan hukum yang hidup (the living law). Aliran ini timbul dari proses
dialektika antara Positivisme Hukum dan Mazhab Sejarah.

 Aliran Positivisme Hukum mementingkan akal, sementara aliran Sejarah lebih


mementingkan pengalaman, dan Sociological Jurisprudence menganggap keduanya
sama pentingnya.
 Menurut Sociological Yurisprudence, hukum yang dibuat harus memperhatikan
hukum yang hidup dalam masyarakat atau living law.

Dalam implementasinya harus memperhatikan hukum baik yang tertulis maupun tidak
tertulis. Contoh : hukum yang tertulis adalah Undang- Undang, sedangkan yang
dimaksudkan hukum tidak tertulis disini adalah hukum adat.

Hakim merupakan perumus dan penggali dari nilai-nilai hukum yang hidup dalam
masyarakat. Untuk itu Hakim harus mengenal, merasakan dan mampu menyelami
perasaan hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.

2. ALIRAN REALISME HUKUM


REALISME HUKUM
 Ada yg menamakan sebagai Pragmatic Legal Realism. Sebagian Mazhab
menyebutnya sebagai “Gerakan” realisme hukum (Legal Realism Movement). Nama
yang pernah diajukan untuk realisme hukum ini diantaranya; Functional
Jurisprudence, Experimental Jurisprudence, Legal Pragmatism, Legal
Observationism, Legal Actualism, Legal Modesty, Legal Discriptionism, Scientific
Jurisprudence, Constructive Scepticism.
 Ada beberapa pertanyaan yang sering diajukan oleh realisme hukum dalam
mengkritisi teori dan konsep hukum, diantaranya:
1) Bagaimana peran suatu peraturan perundang-undangan yang sedang berlaku ?
2) Bagaimana dapat dibuat suatu prediksi yang akurat terhadap Putusan Pengadilan ?
3) Sejauhmana keobjektifan pengadilan dalam menemukan fakta-fakta kasus konkret?
4) Metode apa yang seharusnya dipergunakan oleh hakim dalam hal mengambil
kesimpulan dan menjustifikasi putusan-putusannya ?
5) Bagaimana suatu putusan pengadilan dicapai ?

Metode yang digunakan oleh realisme hukum dengan banyak melakukan “Prediksi”,
melakukan ramalan terhadap putusan pengadilan identik dengan kerja seorang Pengacara
dalam memandang hukum. Hal yang terpenting bagi seorang Pengacara dalam
memandang hukum adalah bagaimana memprediksi hasil dari suatu proses hukum.
Ketika seorang ingin melakukan prediksi terhadap putusan pengadilan, maka jalan yang
ditempuh adalah melakukan pendekatan empirik dengan metode-metode empiris ilmiah.
Dengan maksud, setidaknya dapat meredam kebebasan hakim dalam menafsirkan hukum
dengan cara sesuka sesukanya.
Metode yang digunakan adalah mendekatkan aturan yang ada dengan fakta di lapangan.
Dalam realisme hukum spirit ilmu sosial (scientific spirit) dalam mendekatkan hukum itu
dengan masyarakat menjadi sangat penting. “Ilmu Sosial” seperti sosiologi, ekonomi,
psikologi, dan politik menjadi sangat penting.

 Dalam pandangan penganut Realisme, hukum adalah hasil dari kekuatan-kekuatan


sosial dan control social. Beberapa ciri realisme yang terpenting diantaranya:
1) Realisme adalah gerakan dari pemikiran dan kerja tangan hukum.
2) Realisme adalah konsepsi hukum yang terus berubah dan alat untuk tujuan-tujuan
sosial, sehingga tiap bagian harus diuji tujuan dan akibatnya.
3) Realisme menganggap adanya pemisahan sementara antara hukum yang ada dan
harusnya ada, untuk tujuan-tujuan studi.
4) Realisme tidak percaya pada ketentuan-ketentuan dan konsepsi-konsepsi hukum,
sepanjang ketentuan-ketentuan dan konsepsi hukum menggambarkan apa yang
sebenarnya dilakukan oleh pengadilan-pengadilan dan orang-orang.
5) Realisme menekankan evolusi tiap bagian hukum dengan mengingatkan akibatnya.

Realisme sebagai suatu gerakan dapat dibedakan dalam dua kelompok yaitu Realisme
Amerika dan Realisme Skandinavia.

Realisme Amerika :
• Sumber hukum utama aliran ini adalah putusan hakim, semua yang dimaksud dengan
hukum adalah putusan hakim. Hakim lebih sebagai penemu hukum daripada pembuat
hukum yang mengandalkan peraturan perundang-undangan.
Tokoh-tokoh utama Realisme Amerika
a) Charles Sanders Peirce (1839-1914): ia adalah orang pertama yang memulai
pemikiran pragmatism, dimana menyangkal kemungkinan bagi manusia untuk
mendapat suatu pengetahuan teoritis yang benar.
b) John Chipman Gray (1839-1915): ia menyatakan bahwa disamping logika sebagai
faktor penting pembentukan perundang-undangan, unsur kepribadian, prasangka,
dan faktor-faktor lain yang tidak logis memiliki pengaruh yang sangat besar dalam
pembentukan hukum.
c) Oliver Wendell Holmes (1841-1935): ia berpendapat bahwa pikiran-pikiran tentang
apa yang akan diputuskan oleh pengadilan itulah yang dimaksud dengan hukum.
d) William James (1842-1910): menurutnya pragmatisme adalah nama baru untuk
beberapa pemikiran yang sama, yang sebenarnya juga positivis.
e) John Dewey (1859-1952): inti ajaran dewey adalah bahwa logika bukan berasal dari
kepastian-kepastian dari prinsip-prinsip teoritis, seperti silogisme, tetapi suatu studi
tentang kemungkinankemungkinan.
f) Benjamin Nathan Cardozo (1870-1938): ia beranggapan bahwa hukum mengikuti
perangkat aturan umum dan yakin bahwa menganut „preseden‟ precedent
seharusnya merupakan aturannya, dan bukan merupakan pengecualian dalam
pelaksanaan peradilan.
g) Jerome Frank (1889-1957): menurutnya hukum tidak disamakan dengan suatu
aturan yang tetap.

Realisme Skandinavia :
 Aliran realisme Skandinavia memandang bahwa hukum itu berfungsi dalam
masyarakat, lebih dari hanya sekedar rasa takut (fear) kepada perintah atasan atau
takut terhadap sanksi dari pada penguasa. Padahal yang penting ditemukan adalah,
masyarakat mematuhi hukum adalah suatu tindakan yang baik dan benar
 Tokoh-tokoh utama Realisme Skandinavia antara lain :
a) Axel Hagerstrom (1868-1939): ia menyatakan bahwa hukum seharusnya diselidiki
dengan bertitik tolak pada data empiris, yang dapat ditemukan dalam perasaan
psikologi.
b) Karl Olivecrona (1897-1980): menurutnya adalah keliru untuk menganggap hukum
sebagai perintah dari seseorang manusia, sebab tidak mungkin ada manusia yang
dapat memberikan semua perintah yg terkandung dalam hukum itu.
c) Alf Ross (1899-1979): perkembangan hukum menurutnya, melewati empat
tahapan.
1) hukum adalah suatu sistem paksaan yang aktual.
2) hukum adalah suatu cara berlaku sesuai dengan kecenderungan dan keinginan
anggota komunitas.
3) hukum adalah sesuatu yang berlaku dan mewajibkan dalam arti yuridis yang
benar.
4) Agar hukum berlaku harus ada kompetensi pada orang-orang yang
membentuknya.
d) H.L.A. Hart (1907-1992): ia mengatakan hukum harus dilihat, baik dari aspek
eksternal maupun internalnya.
e) Julius Stone: ia memandang hukum sebagai suatu kenyatan sosial. Ia juga
berpendapat hukum harus dibedakan dari moral.
f) John Rawls (lahir 1921): ia mengembangkan pemikirannya tentang masyarakat
yang adil dengan teori keadilannya yang dikenal pula dengan teori posisi asli.

Perbedaan Realisme Amerika dan Realisme Skandinavia :


 Aliran realisme Skandinavia menitikberatkan kepada “Perilaku-Perilaku Hakim”.
Sementara aliran realisme Amerika melakukan penyelidikan terhadap hukum yang
tumbuh dari hak-hak dan kewajiban subjek hukum atau dengan kata lain lebih banyak
memfokuskan diri pada “gejala hukum” di masyarakat.

FREIRECHTSLEHRE
Freirechtslehre (Ajaran Hukum Bebas ) merupakan penentang paling keras Positivisme
Hukum. Aliran Hukum Bebas berpendapat bahwa hakim mempunyai tugas menciptakan
hukum. Penemu hukum yang bebas tugasnya bukanlah menerapkan undang-undang, tetapi
menciptakan penyelesaian yang tepat untuk peristiwa konkret, sehingga peristiwa-pristiwa
berikutnya dapat dipecahkan oleh norma yang diciptakan oleh hakim.

3. LEGAL UTILITARIANISME dan ALIRAN SEJARAH


ALIRAN UTILITARIANISME
 TOKOH : JEREMY BENTHAM.
HUKUM barulah disebut hukum jika HUKUM itu memberikan kemanfaatan yg
sebesarbesarnya terhadap sebanyak-banyaknya orang. Dalam bukunya yg berjudul
“Introducion to the principles of moral and legislation” dikatakan bahwa hukum
bertujuan “the greatest happiness of the greatest number”
 Tujuan dibuatnya undang-undang menurut Bentham adalah : to provide subsistence, to
provide abundance, to provide security, to attain equality.
 JOHN STUART MILL : Inti Ajaranya adalah : Tindakan itu hendaknya ditujukan
untuk pencapaian kebahagiaan dan bukan sebaliknya.

ALIRAN SEJARAH

 TOKOH : KARL VON SAVIGNY.


Keseluruhan hukum terbentuk melalui kebiasaan dan perasan kerakyatan. Hukum
berakar pada sejarah manusia, yg berpijak dari kesadaran, keyakinan, dan kebiasaan
warga masyarakat. Upaya memahami hukum dilakukan melalui penyelidikan tentang
volkgeist atau the soul of people (jiwa rakyat).
 Hukum itu tumbuh bersama-sama dengan pertumbuhan rakyat, dan menjadi kuat
bersamasama dengan kekuatan rakyat. Hukum adalah fenomena historis yg tunduk pd
perkembangan yg berlangsung secara terus-menerus.
 Hukum tidak berlaku secara universal, karena hukum itu lahir dari volkgeist yang
berbeda-beda antara bangsa yang satu dengan bangsa lainnya. Jadi hukum hanya
berlaku pada suatu masyarakat tertentu. Mereka tidak percaya pada pembuatan undang-
undang, dan kodifikasi.
 Menurut Savigny, perbedaan hukum pada masingmasing bangsa terletak pada
karakteristik perkembangan yang dialami oleh masing-masing sistem hukum. Hukum
itu mirip dengan bahasa, keduanya berkembang secara bertahap dari karakteristik-
karakteristik suatu masyarakat. Hukum berkembang ketika masyarakat berkembang dan
musnah ketika suatu masyarakat kehilangan individualitasnya.
 Kritik terhadap aliran sejarah ini adalah : dipandang anti rasional artinya
mengesampingkan peran akal dalam pertumbuhan dan perkembangan hukum.

4. LEGAL POSITIVISME (POSITIVISME HUKUM)


PENDAPATNYA TENTANG HUKUM
 Membedakan secara tajam antara : what it is a norm to exist as a valid law standard
(apa yg membuat suatu norma menjadi eksis sebagai suatu standar hukum yg valid)
dengan what it is for a norm to exist as a valid moral standard (apa yang membuat suatu
norma menjadi eksis sebagai suatu standar moral yg valid ).
 Hukum atau bukan hukum tidak ditentukan oleh apakah sesuatu itu adil atau tidak adil.
Positivisme menerima kemungkinan adanya hukum yang tidak adil atau dirasakan tidak
adil.

TOKOH-TOKOH POSITIVISME HUKUM

a. John Austin (1790-1859) „The Faunding father of legal positivisme‟. Hukum


adalah „Law is a command set, either directly or circuitously, by a sovereign
indivdual or body, to a member or members of some independent political society
in which his authority is supreme‟
ARTINYA : Seperangkat perintah baik langsung atau tidak langsung dari pihak
berkuasa kepada warga masyarakatnya yang merupakan masyarakat politik yg
independen dimana otoritasnya merupakan otoritas tertinggi).
Karya utama John Austin adalah „The province of Jurisprudence Determined‟.
John Austin mendefinisikan hukum sebagai „The concepts of soverignity,
subjection, and independent political community‟ . Dikenal sebagai pakar hukum
terkemuka abad 19.
b. Hans Kelsen : „ Law is coercive order of human behaviour, it is the primary norm
which stipulates the sanction‟ (hukum adalah suatu perintah yg memaksa terhadap
perilaku manusia. Hukum adalah kaidah primer yg menetapkan sanksisanksi).

Jd ada tiga unsur dari hukum yaitu : perintah yg berdaulat, kewajiban utk ditaati, dan
sanksi. Hukum positif berbeda dg asas-asas lain seperti asas-asas yg berdasarkan pada
moralitas, religi, kebiasaan, konvensi, kesadaran masyarakat.

Ajaran Hans Kelsen

1) Ajaran Hukum Murni (reine rechtslehre, the pure theory of law). Hkm dipisahkan
dari unsurunsur non hukum seperti kultur, moral, politik, sosiologis dan
sebagainya. Menolak membahas tentang keadilan krn keadilan dipandang sbg
masalah ideologi yg ideal rasional. Kelsen hanya mengakui hukum apa adanya
berupa peraturanperaturan yang dibuat dan diakui oleh negara. Hans Kelsen
membedakan norma ke dalam dua jenis yaitu the moral norm dan the legal norm.
2) Ajaran tentang Grundnorm. Kelsen mengajarkan adanya grundnorm yg merupakan
induk yang melahirkan peraturan-peraturan hukum dalam suatu tatanan sistem
hukum tertentu. Grundnorm berfungsi sebagai dasar mengapa hukum itu ditaati.
3) Ajaran tentang Stufenbautheorie. Keseluruhan peraturan hukum diturunkan dari
norma dasar yg berada di puncak piramid, semakin bawah semakin beragam.
Norma dasar yg paling atas bersifat abstrak dan semakin ke bawah semakin
konkrit.

Persamaan Ajaran Hukum Murni dan Ajaran Perintah John Austin

 Keduanya memisahkan scr tajam antara hukum dan moral serta unsur-unsur non
hukum lainnya.
 Keduanya menggunakan analisis formal, hanya mengakui hukum positif sbg satu-
satunya hukum.
 Keduanya melihat esensi hukum in terms of an ultimate concept.
 Keduanya menitikberatkan pd struktur dan fungsi negara.

c. H.L.A. Hart (1961).


Hukum terdiri atas aturan-aturan yg dibedakan kedalam dua jenis yaitu:
1) Aturan Primer (Primary Rules) yg menekankan kewajiban-kewajiban;
2) Aturan sekunder (secundary rules) yi. Aturan mengenai aturan.

Menurut Hart Hukum adalah kesatuan dari aturan primer dan sekunder. Ada tiga unsur yg
selalu menjadi isu yi, coercion, rules, morality.

Kritik Terhadap Positivisme

Lon L. Fuller yg memiliki tiga ajaran yaitu :

1. Purpose of law governance of human conduct through rules.


2. Eight principles Procedural morality in law creation;
3. Legal system Characterized by morality of aspiration.

Anda mungkin juga menyukai