Anda di halaman 1dari 17

TINDAK PIDANA KHUSUS

TERORISME
Disusun oleh:

Aditya Bimantara (19100127)


Mahendra Doni Setyawan (19100135)
Dinda Selina Afrido Paul (19100139)
Dyah Ika Novitasari (19100149)
Karenina Maychika (19100155)
Mardana Rifta Oktaviana (19100157)
I Gede Oxa Dainika Isvara (19100173)
PENGATURAN TERORISME

Pengaturan tentang terorisme sudah tertuang dalam


Undang-undang Nomor 5 tahun 2018 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang nomor 1
Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Terorisme Menjadi Undang-undang.
Dalam UU tersebut, terorisme diartikan sebagai perbuatan yang
menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan
suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan
korban yang bersifat massal, dan/atau menimbulkan kerusakan atau
kehancuran terhadap objek vital yang strategis, lingkungan hidup,
fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi,
politik atau gangguan keamanan. (Pasal 1 Ayat 2).
• UU itu juga menyebutkan, kekerasan yang dimaksud adalah: "setiap
perbuatan penyalahgunaan kekuatan fisik dengan atau tanpa
menggunakan sarana secara melawan hukum dan menimbulkan bahaya
bagi badan, nyawa dan kemerdekaan orang, termasuk menjadikan
orang pingsan atau tidak berdaya."
• Sementara ancaman kekerasan dijelaskan sebagai: "setiap perbuatan
secara melawan hukum berupa ucapan, tulisan, gambar, simbol, atau
gerakan tubuh, baik dengan maupun tanpa menggunakan sarana dalam
bentuk elektronik atau nonelektronik yang dapat menimbulkan rasa
takut terhadap orang atau masyarakat secara luas atau mengekang
kebebasan hakiki seseorang atau masyarakat."
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERORISME
0
02 03
1
AGAMA LINGKUNGAN KEMISKINAN

04 05
KETIDAKADIL KEPENTINGA
AN N POLITIK
SUBJEK TINDAK
PIDANA TERORISME
MENURUT PASAL 55 KUHP :

a. Orang yang melakukan (Pleger);


b. Yang memberi perintah atau menyuruh
melakukan (Doen pleger);
c. Orang yang turut serta melakukan (dader)
d. Orang yang membujuk membujuk.
ORANG YANG MELAKUKAN
Seseorang yang secara sendiri melakukan semua unsur-unsur dari suatu
tindak pidana. Akan tetapi pada kenyataannya orang yang tidak berani
secara langsung melakukan sendiri tindak pidana tetapi melibatkan orang
lain untuk melakukannya, baik dengan cara membayar orang lain, maupun
dengan cara mempengaruhnya ataupun dengan cara-cara lain sehingga
orang lain melakukan apa yang dikehendaki.
ORANG YANG MEMBERI PERINTAH ATAU
MENYURUH MELAKUKAN
Paling sedikit dua orang, yaitu orang yang menyuruh melakukan dan
orang yang disuruh melakukan. Orang yang menyuruh melakukan tindak
pidana tidak melakukan unsur-unsur dari suatu tindak pidana, tetapi
orang yang disuruhlah yang melakukan unsur-unsur suatu indak pidana
tersebut. Orang yang disuruh dalam hal ini adalah orang-orang yang tidak
dapat dipertnggungjawabkan, orang-orang yang dikecualikan dari
hukuman yang dianggap sebagai alat semata (misalnya orang gila).
Meskipun orang yang menyuruh tidak melakukan sendiri tindak pidana,
tetapi dialah yang dianggap sebagai pelaku dan bertanggungjawab atas
perbutan orang yang disuruh tersebut.
ORANG YANG TURUT SERTA MELAKUKAN

Paling sedikit harus ada dua orang yang secara bersama-sama melakukan
suatu tindak pidana. Secara sadar mereka bersama-sama melakukan
tindak pidana tertentu. Karena itu mereka secara bersama-sama dapat
dipertanggungjawabkan atas tindak pidana yang dilakukan.
AKIBAT
1. Bidang Pariwisata
Berkurangnya wisatawan karena terjadi terorisme dimana turis takut dan
enggan datang untuk berlibur.
2. Bidang ekonomi
akibat yang ditimbulkan, terjadi pengangguran, kemerosotan pada usaha-
usaha yang dijalankan masyarakat yang mengakibatkan pengurangan jumlah
pekerja atau karyawannya. Dari segi investasi, berkurangnya investor
khususnya investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Hal ini
dikarenakan ketakutan merugi dan rasa tidak aman.
3. Bidang keamanan
Aksi teroris ini juga berdampak pada keamanan wilayah Republik Indonesia
dikarena aksi teroris merupakan pergerakan lintar batas Negara. Terakhir
dilihat dari segi psikologis dapat menimbulkan ketakutan, kecemasan, mimpi
buruk, dan trauma ini dapat dikarena karena tempat tinggal mereka yang
berdekatan dengan tempat pengeboman atau bahkan mereka menjadi korban
langsung dari aksi teroris.
SAKSI TINDAK PIDANA TERORISME
Hak saksi tindak pidana terorisme diatur dalam Pasal 33 UU Terorisme,
yang menyatakan bahwa saksi wajib diberi perlindungan oleh negara dari
kemungkinan ancaman yang membahayakan diri, jiwa, dan/atau hartanya,
baik sebelum, selama, maupun sesudah proses pemeriksaan perkara.
Bentuk perlindungan yang dimaksud tercantum dalam Pasal 34 UU
Terorisme, berupa perlindungan atas keamanan pribadi dari ancaman fisik
dan mental, kerahasiaan identitas saksi, dan pemberian keterangan pada
saat pemeriksaan di sidang pengadilan tanpa bertatap muka dengan
tersangka.
Rumusan Pasal 5 ayat (1) UU Perlindungan Saksi dan Korban memuat
bahwa saksi dan korban berhak memperoleh perlindungan atas
keamanan, ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk
perlindungan dan dukungan keamanan, memberikan keterangan tanpa
tekanan, mendapat penerjemah, bebas dari pertanyaan yang menjerat,
mendapat informasi mengenai perkembangan kasus, mendapat informasi
mengenai putusan pengadilan, mendapat infomasi dalam hal terpidana
dibebaskan, dirahasiakan identitasnya, mendapat identitas baru,
mendapat kediaman baru, memperoleh penggantian biaya transportasi
sesuai dengan kebutuhan, mendapat nasihat hukum, memperoleh
bantuan hidup sementara sampai batas waktu perlindungan berakhir, dan
mendapat pendampingan.
Ciri-ciri Terorisme
Untuk mempermudah terhadap terorisme serta klasifikasinya, Gibbs menambahkan beberapa ciri perbuatan
yang merupakan terorisme dengan merujuk pada:
Perbuatan :
1.Perbuatan yang dilaksanakan atau ditujukan dengan maksud untuk mengubah atau mempertahankan
suatu norma dalam bentuk wilayah atau suatu populasi;
2.Memiliki kerahasiaan, tersembunyi tentang keberadaan para partisipan, identitas anggota, dan tempat
persembunyian;
3.Tidak bersifat menetap pada suatu area tertentu;
4.Bukan merupakan tindakan peperangan biasa karena mereka menyembunyikan identitas mereka, lokasi
penyerangan, berikut ancaman dan pergerakan mereka; serta
5.Adanya partisipan yang memiliki pemikiran atau ideologi yang sejalan dengan konseptor, dan
pemberian kontribusi untuk memperjuangkan norma yang dianggap benar oleh kelompok tersebut tanpa
memperhitungkan kerusakan atau akibat yang ditimbulkan.
Unsur – Unsur Tindak Pidana Terorisme
Unsur subjektif
Setiap orang;
Dengan sengaja;
1. Menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan, menimbulkan suasana teror atau rasa takut
terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal.
Unsur objektif
Merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain;
Mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis;
2. Atau lingkungan hidup atau fasilitas umum;
3. Atau fasilitas internasional.
Contoh Kasus
● Bom Bali, 12 Oktober 2002. Tiga ledakan mengguncang Bali. 202 korban yang mayoritas warga
negara Australia tewas dan 300 orang lainnya luka-luka. Saat bersamaan, di Manado, Sulawesi Utara,
bom rakitan juga meledak di kantor Konjen Filipina, tidak ada korban jiwa.
● Bom Bali, 1 Oktober 2005. Bom kembali meledak di Bali. Sekurang-kurangnya 22 orang tewas dan
102 lainnya luka-luka akibat ledakan yang terjadi di R.AJA’s Bar dan Restaurant, Kuta Square,
daerah Pantai Kuta dan di Nyoman Café Jimbaran.
● Bom Solo, 25 September 2011. Ledakan bom bunuh diri di GBIS Kepunton, Solo, Jawa Tengah usai
kebaktian dan jemaat keluar dari gereja. Satu orang pelaku bom bunuh diri tewas dan 28 lainnya
terluka.
Cara Penangan Kasus
Cara-cara penanganan terorisme yang dilakukan oleh negara Indonesia sampai saat ini, antara lain :
● Dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Terorisme yang kemudian telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003;
● Pembentukan Satuan Tugas Khusus yaitu Detasemen Khusus 88 Antiteror (Densus 88 AT) melalui
Skep Kapolri No. 30/VI/2003 tertanggal 20 Juni 2003 dengan kewenangan khusus untuk
menegakan hukum terhadap tindak pidana terorisme;
● Dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 46 Tahun 2010 tentang Pembentukan Badan Nasional
Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang bertugas untuk menanggulangi tindak pidana terorisme;
dan
● d. Operasi-operasi khusus yang melibatkan satuan tugas gabungan TNI/Polri untuk memberantas
tindak pidana terorisme.
Thank you 

Anda mungkin juga menyukai