Anda di halaman 1dari 7

ANALISIS ISU GLOBAL

KELOMPOK 1

LATSAR CPNS KEMENTERIAN KESEHATAN ANGKATAN 1

A. TO JIWA RAM, S.H. 199501082020121004

MAULIDIA ULFA, S.S.T 199607302020122004

NI MADE SUARNIATI, S.E 199103242020122003

AERYN ARFIYANTI RANTE, S.Kep, Ns 199111242020122012

ARGITA INDAH CANDRADEVY, S.E 198501022020122002

DESY ANA HENDRA, S.Kep.,Ns 199503252020122009

FITRI AMALIAH, S.E 198905052020122010

MULYADI POLAPA, S.Kep., Ns 199307182020121003

Ns. CRISTA JUVIRTA SAKEY, S.Kep 199206112020122005

Ns. INDRA PUTRA PANTOUW, S.Kep 19880827202012100


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Terorisme merupakan suatu tindak pidana atau kejahatan luar biasa yang menjadi
perhatian dunia terutama di Indonesia. Terorisme yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini
memiliki keterkaitan ideologis, sejarah dan politis serta merupakan bagian dari dinamika
lingkungan strategis pada tataran global dan regional. Kendatipun aksi terorisme yang
terjadi di berbagai daerah dalam beberapa tahun terakhir ini sebagian besar dilakukan oleh
orang Indonesia dan hanya sedikit aktor-aktor dari luar. Namun tidak dapat dibantah bahwa
aksi terorisme saat ini merupakan suatu gabungan antara pelaku domestik dengan mereka
yang memiliki jejaring trans-nasional.

Dalam rangka mencegah dan memerangi terorisme tersebut, jauh sebelum


maraknya kejadian yang digolongkan sebagai bentuk terorisme terjadi di dunia, masyarakat
internasional maupun regional berbagai negara telah berusaha melakukan kebijakan
kriminal (criminal policy) disertai kriminalisasi secara sistematik dan komprehensif terhadap
perbuatan yang dikategorikan sebagai terorisme.

Beragam aksi teror yang terjadi di Indonesia diantaranya adalah tragedi bom di Sari
Club dan Paddy’s Club Kuta Legian Bali pada tanggal 12 Oktober 2002, Bom JW Marriot
(2003), Bom Bali II (2005), Bom Ritz Carlton (2009), Bom Masjid Az-Dzikra Cirebon (2011),
Bom Sarinah (2016), Bom Mapolresta Solo (2016), Bom Kampung Melayu (2017), serta
Bom Surabaya dan Sidoarjo (2018). Tragedi tersebut. adalah sebuah bukti nyata bahwa
teror adalah aksi yang sangat keji yang tidak memperhitungkan, tidak memperdulikan dan
sungguh-sungguh mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan. Manusia yang tidak tahu menahu
akan maksud, misi atau tujuan pembuat teror telah menjadi korban tidak berdosa (innocent
victim).

Berbagai aksi teror tersebut jelas telah melecehkan nilai kemanusiaan martabat
bangsa, dan norma-norma agama. Teror telah menunjukkan nyatanya sebagai tragedi atas
HAM. Eskalasi dampak desdruktif yang ditimbulkan telah atau lebih banyak menyentuh
multidimensi kehidupan manusia. Jati diri manusia, harkat sebagai bangsa yang beradab,
dan cita-cita dapat hidup berdampingan dengan bangsa lain dalam misi mulia “kedamaian
universal” masih dikalahkan oleh teror. Karena demikian akrabnya aksi teror ini, akhirnya
teror bergeser dengan sendirinya sebagai “terorisme”. Artinya, terorisme ikut ambil bagian
dalamkehidupan berbangsa ini untuk menunjukkan potensi lain dari berbagai jenis dan

1
ragam kejahatan khususnya kejahatan kekerasan, kejahatan terorganisasi, dan kejahatan
yang tergolong luar biasa (extra ordinary crime).

Bukan sekedar aksi teror semata, akan tetapi pada kenyataannya tindak pidana
terorisme juga melanggar hak asasi manusia sebagai hak dasar yang secara kodrat melekat
dalam diri manusia yaitu hak untuk hidup dan hak untuk merasa aman dan nyaman.
Pengakuan terhadap hak asasi manusia merupakan salah satu perwujudan dari konsep
negara hukum yang diatur di dalam ketentuan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Sebelum
amandemen terhadap UUD 1945, pengakuan atas hak asasi manusia diatur di dalam
ketentuan Pasal 28 UUD 1945. Sedangkan setelah atau pasca amandemen terhadap UUD
1945, pengaturan mengenai hak asai manusia semakin diperjelas dan diperinci
sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 28 dan Pasal 28A-28J UUD 1945.

Mengetahui begitu kejamnya aksi terorisme maka Indonesia perlu mengevaluasi dan
melakukan penilaian terhadap kinerja untuk menghadapi ancaman kasus terrorisme. Hal ini
diperlukan untuk mempertahankan eksistensi dan kedaulatan negara Indonesia serta sudah
merupakan kewajiban negara untuk memberikan rasa aman terhadap segenap warga
negara.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN TERORISME
Secara etimologis, terorisme terdiri dari dua kata, yaitu “Teror” dan “Isme” kata
“teror” memiliki arti kekejaman, tindak kekerasan, dan kengerian, sedangkan kata
“Isme” berarti suatu paham. Ada juga yang mengatakan bahwa kata “teroris” dan
terorisme berasal dari kata latin “terrere” yang kurang lebih berarti membuat gemetar
atau menggentarkan. Kata teror juga bermakna menimbulkan kengerian.
Pengaturan tentang terorisme sudah tertuang dalam Undang-undang Nomor 5
tahun 2018 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi
Undang-undang. Dalam pasal 1 ayat 2 UU tersebut, dikatakan bahwa terorisme adalah
perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan
suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang
bersifat massal, dan/atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital
yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan
motif ideologi, politik dan gangguan keamanan.

3
BAB III
PEMBAHASAN

1. ANALISA SWOT ISU TERORISME DI INDONESIA


Dengan maraknya isu terorisme di Indonesia, perlu di lakukan analisis guna
mendapatkan kemungkinan masalah dan tantangan yang muncul serta cara
mengatasinya. Salah satu caranya dengan menggunakan Analisa SWOT. Analisa
SWOT merupakan salah satu satu instrumen analisis yang digunakan untuk
memecahkan masalah yang terdapat di dalam suatu organisasi atau lembaga.

A. Kekuatan (strength)
Terletak pada landasan hukum dan kebijakan terkait dengan Terorisme. Salah
satunya dengan pengesahan Undang Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang merupakan amandemen dari Undang
Undang Nomor 15 Tahun 2003. Pengesahan Undang – Undang ini dapat dijadikan
payung hukum yang penting bagi aparat untuk memberantas terorisme. Dengan adanya
payung hukum aparat dapat menindak dan mencegah terjadinya kasus terorisme. Selain
dasar hukum yang kuat, Indonesia juga memiliki pasukan khusus anti teroris yaitu
Densus 88 serta institusi terkait koordinasi mengani terorisme yaitu BNPT (Badan
Nasional Penanggulangan Terorisme). Adanya BNPT membantu dalam mengkoordinir
berbagai lembaga sehingga tindakan pencegahan dan penanggulangan terorisme dapat
segera dilakukan. Pembelajaran mengenai nasionalisme dan bela negara serta revolusi
mental juga sedang digalakkan oleh pemerintah melalui berbagai macam kegiatan dan
pelatihan agar generasi muda lebih memiliki integritas dan berpikir kritis guna mencegah
terorisme.
B. Kelemahan (weakness)
Indonesia dalam mencegah aksi – aksi terorisme terletak pada masih adanya
upaya radikalisasi terutama di kalangan generasi muda oleh oknum-oknum dan ormas
radikal. Generasi muda sebagai generasi penerus masih sangat rentan untuk disisipi
ajaran radikalisme. Selain itu, ajaran sejak dini mengenai nasionalisme dan pacasila
dikalangan muda masih sangat minim. Sebagai contoh terakhir adalah adanya kasus
penyerangan ke Mabes Polri yang dilakukan oleh generasi muda. Selain itu masih
munculnya kelompok kelompok radikal yang menunjukkan simpati dan perjuangannya
melalui jalan-jalan kekerasan.
C. Peluang (opportunity)
Dalam mengatasi ancaman teror, Indonesia memiliki peningkatan dari segi
kesadaran masyarakat terhadap ancaman terorisme dan radikalisme dan memberikan

4
dukungan kepada pemerintah. Dukungan masyarakat ini sangat berarti dalam
memberantas terorisme dimasa mendatang. Adanya persamaan persepsi mengenai
tingkat pemahaman akan bahaya kejahatan terorisme akan membantu kerja pemerintah
secara langsung di lapangan. Masyarakat dan pemerintah bisa bekerja sama dalam
memberantas dan mencegah terorisme. Selain itu peluang untuk mencegah terorisme
meningkat dengan keikutsertaan Indonesia dalam melakukan kerja sama aktif dengan
United Nation Counter Terrorism Implementation Task Force (CTITF) di bawah naungan
PBB. Dengan kerja sama ini memudahkan Indonesia untuk menangani Foreign Terrorist
Fighters (FTF). Kemudian pencegahan terorisme juga dilakukan dengan memberantas
pendanan terorisme melalui pengananan pencucian uang (money laundering)

D. Ancaman (threat)
Yang dihadapi Indonesia adalah salah satunya adalah kembalinya Foreign
Terrorist Fighters (FTF) dari luar negeri pasca hancurnya basis-basis pertahanan
mereka di Irak dan Suriah. Kemunculan mereka di tanah air dan di tengah masyarakat
dapat menularkan kembali virus intoleransi melalui propaganda ideologi terorisme yang
melawan kemanusiaan. Kemudian ancaman adanya FTF asal mancanegara yang
kemungkinan bisa masuk ke Indonesia ataupun paham mereka yang merasuki generasi
generasi muda, contohnya paham pendirian negara khilafah ISIS di Indonesia. Selain itu
tumbuhnya ormas radikal dan anti Pancasila mempersulit negara dalam proses
deradikalisasi dan melakukan langkah – langkah kontra radikalisme untuk mencegah
dan menghindari terorisme.

5
BAB IV
KESIMPULAN

Pengesahan Undang Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak


Pidana Terorisme yang merupakan amandemen dari Undang Undang Nomor 15 Tahun
2003 merupapkan salah satu penguatan payung hukum terkait terorisme di Indonesia.
Selain dasar hukum yang kuat, Indonesia juga memiliki pasukan khusus anti teroris yaitu
Densus 88 serta institusi terkait koordinasi mengani terorisme yaitu BNPT.

Indonesia memilliki rekam jejak yang kelam terkait dengan terorisme. Terakhir
adalah adanya kasus penyerangan ke Mabes Polri yang dilakukan oleh generasi muda.
Selain itu masih munculnya kelompok kelompok radikal yang menunjukkan simpati dan
perjuangannya melalui jalan-jalan kekerasan menambah daftar panjang terorisme di
Indonesia. Kembalinya Foreign Terrorist Fighters dari luar negeri pasca hancurnya basis-
basis pertahanan mereka di Irak dan Suriah juga merupakan ancaman bagi keutuhan
bangsa.

Kemunculan Foreign Terrorist Fighters di tanah air dan di tengah masyarakat dapat
menularkan kembali virus intoleransi melalui propaganda ideologi terorisme yang melawan
kemanusiaan. Kemudian ancaman adanya FTF asal mancanegara yang kemungkinan bisa
masuk ke Indonesia ataupun paham mereka yang merasuki generasi generasi muda,
contohnya paham pendirian negara khilafah ISIS di Indonesia. Dengan adanya ancaman
tersebut, Indonesia sebagai negara yang kuat memiliki kekuatan berupa landasan hukum
yang kuat pasukan khusus anti teroris yaitu Densus 88 serta institusi terkait koordinasi
mengani terorisme yaitu BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme). Keikutsertaan
Indonesia dalam melakukan kerja sama aktif dengan United Nation Counter Terrorism
Implementation Task Force (CTITF) di bawah naungan PBB. Dengan kerja sama ini
memudahkan Indonesia untuk menangani Foreign Terrorist Fighters (FTF). Kemudian
pencegahan terorisme juga dilakukan dengan memberantas pendanan terorisme melaui
pengananan pencucian uang (money laundering)

Anda mungkin juga menyukai