Anda di halaman 1dari 6

ANALISIS YURIDIS INSTRUMEN HUKUM

PEMBERANTASAN TERORISME DI INDONESIA

PENULIS:

NAMA : Erdian Adyaza Maulana


NIM : 11000121140680
KELAS : Hukum Pidana Internasional

Fakultas Hukum Universitas Diponegoro


Jl. Prof. Sudarto No. 13, Tembalang, Kec. Tembalang, Kota Semarang, Jawa Tengah
50275
ABSTRAK

Terorisme adalah suatu tindakan ektrimis yang mengancam tidak hanya keamanan
negara tetapi juga dapat menimbulkan kekacauan bagi ketahanan nasional.
Terorisme adalah ancaman bagi setiap negara bahkan dapat juga menjadi ancaman
global apabila jaringan terorisme tersebut bersifat internasional. Untuk itu perlu
bagi setiap negara menciptakan ketahanan terhadap terorisme melalui sistem
hukumnya. Indonesia sendiri sebenarnya telah memiliki hukum untuk
pemberantasan terorisme yang diatur dalam Undang-Undang Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2013 Tentang Pencegahan Dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme. Namun terlepas dari hal
tersebut, memang masih terdapat kekurangan berupa belum adanya perincian
mengenai definisi dan klasifikasi tindakan terorisme secara spesifik, juga dalam
praktiknya sering terjadi beberapa pelanggaran hak asasi manusia. Untuk itu,
maka perlu adanya perincian tentang batasan dan sistematika tindakan terorisme
mengenai bentuk permulaan bukti, pembuktian, dan juga upaya pencegahan. Juga
harus ada integrasi dengan Lembaga nasional maupun internasional untuk
mencegah dan menanggulangi tindakan terorisme.

Kata kunci: terorisme, pemberentasan, pencegahan

ABSTRACT

Terrorism is an extremist act that threatens not only the security of the state but
can also cause chaos for national security. Terrorism is a threat to every country
and can even be a global threat if the terrorism network is international. Therefore,
it is necessary for every country to create resilience against terrorism through its
legal system. Indonesia itself actually has a law to eradicate terrorism which is
regulated in the Law of the Republic of Indonesia Number 9 of 2013 on
Prevention and Eradication of Criminal Acts of Terrorism Financing. However,
despite this, there are still shortcomings in the form of the absence of details
regarding the specific definition and classification of acts of terrorism, as well as
in practice there are often some human rights violations. For this reason, it is
necessary to detail the limitations and systematics of acts of terrorism regarding
the initial form of evidence, proof, and prevention efforts. There should also be
integration with national and international institutions to prevent and tackle acts of
terrorism.

Key word: terrorism, eradication, prevention

LATAR BELAKANG

Berdasarkan UUD NRI 1945 dijelaskan bahwa salah satu cita-cita Bangsa
Indonesia adalah untuk membentuk pemerintahan yang mampu melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tupah darah Indonesia, maka untuk itu
Indonesia harus menciptakan sistemastika hukum yang terintegritas,
berkepastianya, dan berkesinambungan. Landasan ini nantinya menjadi dasar
Indonesia untuk memerangi segala bentuk tindakan terorisme di Indonesia.

Beberapa dekade ini, Indonesia telah mengalami beberapa serangan dari para
teroris yang dampaknya cukup luas. Sebagai contoh terdapat kasus bom bali 1
pada tanggal 12 Oktober 2002, kemudian Bom JW Marriot pada 5 Agustus 2003,
Bom Bali 2 yang meledak pada 1 Oktober 2005, Bom Thamrin pada 14 Januari
2016, dan yang paling terbaru kasus teror baku tembak dari kelompok separatis
papua terhadap Warga Negara Indonesia. Pelaku dalam kasus ini pada dasarnya
memiliki motif yang berbeda-beda, tetapi tindakan mereka tetap tidak dibenarkan
karena telah membahayakan masyarakat yang terkena dampak.

Dampak terorisme ini sebenarnya tidah hanya berdampak kepada ketahanan


nasional tetapi juga dapat memicu tindakan internasional. Seperti saat marak isu
terorisme di Indonesia, terdapat beberapa negara yang mengeluarkan travel
warning atau bahkan larangan pergi atau berlibur ke Indonesia kepada warga
negara masing-masing. Tentunya hal ini juga memperngaruhi aspek ekonomi,
para investor menjadi ragu untuk menginvestasikan uang di Indonesia, kemudian
juga mempengaruhi penilaian masyarakat internasional terhadap Indonesia yang
kurang aman dan banyak orang radikal.

Maka dari itu sektor pencegahan dan pemberantasan tindakan terorisme menjadi
sangat vital bagi kelangsungan negara. Pemberantasan di sini tidak hanya
berbicara mengenai penangkapan dan eksekusi dari para kelompok teroris, tetapi
juga untuk mencegah dan mengidentifikasi bagaimana jaringan terorisme ini dapat
terbentuk. Dalam hal ini Indonesia juga harus memperhatikan kajian ilmiah dan
studi mengenai suatu kelompok terorisme secara komperehensif. Hal ini
dilakukan untuk dapat mengidentifikasi jaringan dan afiliasi dari kelompok teror
ini juga upaya untuk mencegah dan mempersempit gerakan kelompok tersebut.

RUMUSAN MASALAH

Bagaimana instrumen hukum di Indonesia untuk melawan segala bentuk tindakan


terorisme?

ANALISIS

Berdasarkan pasal 14 ayat 1 The Prevention of Terrorism act 1984, dijelaskan


bahwa terorisme adalah tindakan kekerasan untuk tujuan politis yang
membahayakan public. Tindakan ini sengaja dilakukan untuk menciptakan ruang
rasa takut bagi public agar public kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah
dan mengikuti kehendak teroris tersebut. Tindakan terorisme pada dasarnya tidak
ditujukan kepada target tertentu tetapi dapat dilakukan di mana saja dan kapan
saja dengan tujuan menimbulkan suatu rasa takut dan menarik perhatian publik.

Kemudian definisi terorisme juga dijelaskan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-


Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Terorisme (“UU Terorisme”) dijelaskan bahwa “Tindak pidana
terorisme adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana
sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
undang ini”, dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa terorisme adalah segala
bentuk perbuatan melawan hukum yang memenuhi unsur yang dilakukan oleh
orang ataupun korporasi yang diikuti dengan ancaman dan kekerasan bertujuan
untuk memberikan rasa takut dan perhatian. Tindakan ini dapat menyebabkan
ancaman nyatak bagi nyawa seseorang dan juga terganggunya keamanan negara.

Dalam hal ini terdapat beberapa factor yang menjadi penyebab timbulnya aksi dan
tindakan terorisme di Indonesia. Berdasarkan pendapat Fathali Moghaddam dalam
bukunya berjudul staircase to terrorism dijelaskan bahwa penyebab dari terorisme
tidak lain adalah ketidakadilan distributif, procedural, dan interaksional. 1
Dikarenakan persepsi sudah tidak mungkin upaya diplomatis maka akhirnnya
dilakukan tindakan yang sifatnya ekstrim.

Kemudian juga tidak sedikit individu yang memiliki persepsi terhadap agamanya
yang menjadi motivasi dalam melakukan tindakan terorisme. Banyak sekali studi
yang telah menjelaskan bagaiman korelasi antara interpretasi sepihak pemeluk
suatu agama yang kemudian menimbulkan aksi teror. Di Indonesia sendiri hal ini
sering menjadi motif utama seperti kasus Bom Bali 1 dan 2 yang menargetkan
umat non islam sebagai sasaran teror. Tujuan dari teror ini adalah untuk
memberikan rasa takut umat lain dalam beribadah. Sedangkan motivasi dari
pelaku teror timbul dari interpretasi mereka bahwa orang kafir harus dimusnahkan
dan tindakan bom bunuh diri tersebut termasuk bertarung di jalan tuhan sehingga
para pelaku terror akan memiliki tempat yang istimewa di mata tuhan.2

Lalu terdapat polarisasi ingroup-outgroup yang mendasari tindakan terorisme.3


Polarisasi ini adalah doktrin dan paradigma yang sudah mengakar kemudian
memproyeksikan suatu kelompok adalah hal jahat dan hal buruk yang harus
dimusnahkan dan diperangi. Hal ini juga terjadi di Indonesia sebagai contoh
tindakan sekolompk umat beragama yang menyatakan bahwa selain kelompok
agama mereka adalah kafir dan harus dilawan. Paradigma seperti ini sangat sulit
dihilangkan karena telah mengakar sejak dini dan bentuknya juga tercampur
dengan nilai-nilai agama dari kelompok tersebut.

Lalu faktor terakhir adalah kekecewaan terhadap sistem dan kinerja


pemerintahan.4 Hal ini sebenarnya sangat mirip dengan keadilan distributif.
Tindakan teror ini dilandasi kekecewaan masyarakat yang berpikir sudah tidak
ada lagi ruang untuk diplomasi sehingga akhirnnya menempuh tindakan radikal
dan ekstrim. Sebagai contoh di Indonesia adalah Organisasi Papua Merdeka
(OPM) yang melakukan teror terhadap penduduk Indonesia. Sebenarnya OPM
berlandaskan kekecewaan tersebut. Pada praktiknya seringkali organisasi separatis

1
Moghaddam, F. M. (2005). Staircase to terrorism: A psychological exploration. American Psychologist
2
Nelson-Pallmayer, J. (2007). Is religion killing us? (Terjemahan: Hatib Rachmawan, Bobby Setiawan). Yogyakarta:
Pustaka Kahfi.
3
Tajfel, H., Turner, J. (1979). An integrative theory of intergroup conflict.
4
Aritonang, J. S. (2006). Sejarah perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
maupun teroris dibiayai, disokong, dan dipimpin oleh orang yang memiliki
kepentingan. Tetapi menggunakan bahan bakar orang-orang yang kecewa
terhadap pemerintahan.

Untuk menanggulangi itu pada tahun 2006, Pemerintah Indonesia telah


meratifikasi teroris, Pemerintah RI meratifikasi konvensi internasional
pemberantasan pendanaan terorisme melalui Undang-undang Nomor 6 Tahun
2006 tentang Pengesahan International Convention For The Suppression of The
Financing of Terrorism,1999 (Konvensi Internasional Pemberantasan Pendanaan
Terorisme, 1999). Namun pada konvensi ini, Indonesia melakukan reservasi
terhadap Pasal 24 ayat (1) yakni mengenai penyelesaian perbedaan interpretasi
dan pelaksanaan konvensi melalui Mahkamah Internasional. Indonesia
berpendapat bahwa penyelesain sengketa ini harus berdasarkan kesepakan para
pihak.

Terlepas dari instrument hukum tersebut Indonesia juga memiliki Badan Nasional
Penanggulangan Terorisme (BNPT). Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Perpres Nomor
46 Tahun 2010, BNPT memiliki tugas untuk Menyusun kebijakan, strategi, dan
program nasional di bidang mengoordinasikan instansi pemerintah terkait dalam
pelaksanaan dan melaksanakan kebijakan di bidang penanggulangan terorisme;
dan melaksanakan kebijakan di bidang penanggulangan terorisme dengan
membentuk satuan-satuan tugas yang terdiri dari unsur-unsur instansi pemerintah
terkait sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing.5

Dalam menanggulangi tindakan terorisme di Indonesia BNPT tidak sendiri,


lembaga ini juga dibantu oleh pihak intelejen yang memberikan prediksi serta
informasi terkait aktivitas terorisme di Indonesia dan Internasional. Lebih lanjut
berdasarkan SK Kapolri No. 30/VI/2003 tanggal 20 Juni 2003 telah dibentuk
satuan khusus dalam tubuh POLRI yaitu Densus 88. Densus 88 ini berfungsi
untuk mendukung tindakan dan tugas dari BNPT itu sendiri.

KESIMPULAN

Terorisme adalah segala bentuk perbuatan melawan hukum yang memenuhi


unsur yang dilakukan oleh orang ataupun korporasi yang diikuti dengan ancaman
dan kekerasan bertujuan untuk memberikan rasa takut dan perhatian. Tindakan ini
dapat menyebabkan ancaman nyatak bagi nyawa seseorang dan juga terganggunya
keamanan negara. Motif terjadinya terorisme sangat beragam mulai dari perpektif
mengenai keadilan, fanatisme agama, hingga kekecewaan terhadap pemerintahan.
Di Indonesia sendiri terdapat beberapa serangkain aksi teror oleh beberapa
kelompok teroris seperti OPM, kemudian aksi bom bali, lalu abu sayaf, dan
kelompok teror internasional yang berpusat di Mindanau, Filipina. Untuk itu
Indonesia telah memiliki standar instrument hukum dan lembaga yang
terintegritas untuk melawan segala bentuk tindakan terorisme.

5
Rajab, A. (2016). Urgensi Penguatan BNPT DalamRangka Menjaga Keamanan dan Kedaulatan Negara. Jurnal
RECHTSVINDING; Media Pembinaan Hukum Nasional, Vol.5, (No. 1, April), pp.1-15.
DAFTAR PUSTAKA

Aritonang, J. S. (2006). Sejarah perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia.


Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Moghaddam, F. M. (2005). Staircase to terrorism: A psychological exploration.


American Psychologist.

Nelson-Pallmayer, J. (2007). Is religion killing us? (Terjemahan: Hatib


Rachmawan, Bobby Setiawan). Yogyakarta: Pustaka Kahfi.

Rajab, A. (2016). Urgensi Penguatan BNPT DalamRangka Menjaga Keamanan


dan Kedaulatan Negara. Jurnal RECHTSVINDING; Media Pembinaan
Hukum Nasional, Vol.5, (No. 1, April), pp.1-15.

Tajfel, H., Turner, J. (1979). An integrative theory of intergroup conflict.

Anda mungkin juga menyukai