Anda di halaman 1dari 21

UPAYA MENGANTISIPASI GERAKAN KELOMPOK RADIKALISME DIWILAYAH

KODIM-1207/BS GUNA MENJAGA STABILITAS NASIONAL

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di segala bidang telah menggeser


bentuk ancaman terhadap kedaulatan dan keselamatan negara yang semula bersifat
konvensional (fisik) berkembang menjadi spektrum konflik yang bersifat multi dimensional
(fisik dan non fisik) yang dapat memuat permasalahan konflik ideologi, politik, ekonomi,
sosial budaya, dan militer yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Ancaman yang
mungkin dihadapi dapat bersumber dari luar negeri maupun dalam negeri. Dalam
perjuangan mencapai tujuan yang telah disepakati bersama, suatu bangsa senantiasa
akan menghadapi berbagai tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan dari mana
pun datangnya, baik dari luar maupun dari dalam sehingga diperlukan keuletan dan
ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional
yang disebut Ketahanan Nasional. Ketahanan nasional perlu terus ditingkatkan, dipupuk
dan dibina secara terus menerus berdasarkan wawasan nusantara melalui pelaksanaan
pembangunan nasional dalam segenap aspek dan dimensi kehidupan. Dengan demikian
ada keterkaitan antara wawasan nusantara sebagai pedoman, tuntunan dan rambu-rambu
guna mewujudkan ketahanan nasional, sedangkan ketahanan nasional akan dapat
diwujudkan melalui pelaksanaan pembangunan nasional. Ketahanan nasional bangsa
Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini menghadapi tantangan besar ditengah
terjadinya perkembangan lingkungan strategis regional di abad ke-21 yang mengandung
kerawanan pada terjadinya konflik intra dan antar negara, perlombaan senjata, aksi
terorisme, maraknya peredaran Narkoba, rekruitmen dan aksi radikalisme ISIS,
separatisme, konflik berdimensi SARA dan kejahatan lintas negara, multi illegal (illegal
migrant, illegal fishing, illegal logging), pelanggaran wilayah perbatasan negara.
Kompleksitas ancaman tersebut telah menimbulkan terjadinya gangguan stabilitas
keamanan nasional di beberapa daerah, sehingga menimbulkan adanya ketidaknyamanan
dari sebagian besar masyarakat terutama gangguan keamanan yang terjadi dalam bentuk
terorisme yang tidak dapat dipungkiri semakin nyata dan menjadi prioritas sangat penting,
karena dapat masuk ke seluruh dan segala lapisan masyarakat di seluruh dunia.
Radikalisme dan Terorisme merupakan problem utama dan ancaman global
terhadap semua penduduk di dunia sebagai ancaman yang bersumber dari dalam maupun
luar negeri diantaranya kegiatan kelompok terorisme dan organisasi kejahatan
2
internasional yang bersifat non negara. Ancaman terorisme tidak dapat dipungkiri semakin
nyata dan menjadi prioritas sangat penting, karena dapat masuk ke seluruh dan segala
lapisan masyarakat di seluruh dunia. Antisipasi ancaman terorisme menjadi sangat
penting, sehingga perlu dilakukan usaha dari pemerintah dalam bentuk kolaborasi antar
instansi bahkan antar negara di dunia dalam rangka memerangi dan memberantas aktifitas
teroris. Sebagai bagian dari Pemerintah dalam kedudukannya sebagai bagian integral dari
alat pertahanan negara matra darat maka satuan Kodim 1207/BS yang merupakan
satuan Komando kewilayahan memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk dapat
membantu pemerintah dalam usaha memerangi radikalisme dan terorisme di daerah,
apalagi di wilayah tanggung jawab Kodim 1207/BS sendiri ada indikasi terdapat beberapa
simpatisan dari kelompok radikal dan teroris ISIS (Islamic State Iraq and Syiria).
Permasalahannya adalah bagaimana upaya Kodim-1207/BS dalam mengantisipasi
gerakan kelompok radikal diwilayah binaannya.
Melihat permasalahan tersebut diatas, maka penulis memandang perlu memberikan
sumbangsih pemikiran yang merupakan salah satu komponen bangsa ini. Untuk itu maka
pentingnya melakukan upaya dari satuan komando kewilayahan, dalam hal ini Kodim-
1207/BS dalam rangka mencegah dan mengantisipasi maraknya aksi gerakan kelompok
radikalisme maupun aksi terorisme sebagai laporan kepada Komando atas dan dijadikan
pedoman bagi Kodim beserta seluruh satuan bawahan sampai tingkat Babinsa dalam
usaha melakukan antisipasi gerakan Kelompok Radikal di wilayah, sehingga harapan
penulis agar bangsa ini kembali aman dan mampu mensejahterakan rakyatnya.
Adapun maksud dari tulisan ini adalah memberikan gambaran kepada pimpinan
dalam rangka mencegah maraknya aksi kelompok radikalisme dan aksi terorisme dan
bertujuan sebagai bahan masukan bagi Komando Atas dalam menentukan kebijakan.
Dalam penulisan ini penulis menggunakan pendekatan yuridis dan berdasarkan
pengalaman tugas yang pernah dialami yang didukung dengan pendekatan kepustakaan
baik yang berasal dari media cetak maupun dari media elektronik dan juga penelurusan
data yang penulis peroleh dari informasi secara online/internet yang setiap saat dapat
diakses kapan saja.
Perang melawan radikalisme dan terorisme merupakan menjadi komitmen semua
Negara, termasuk bagi bangsa Indonesia mengingat selama ini aksi radikalisme dan
terorisme menjadi momok yang besar bagi bangsa. Oleh karenanya antisipasi ancaman
terorisme menjadi sangat penting untuk dilakukan dengan memberdayakan seluruh
3
elemen masyarakat dan kolaborasi antar instansi pemerintah dan non pemerintah bahkan
antar negara di dunia dalam cegah tangkal bahasa terorisme dalam kehidupan berbangsa
dam bernegara guna tercapainya stabilitas keamanan dalam rangka meningkatkan
ketahanan nasional. Namun dalam kenyataannya upaya antisipasi radikalisme yang
dilakukan oleh Pemerintah melalui BNPT, aparatur Kepolisian maupun TNI termasuk oleh
satuan Kowil selama ini belum menunjukkan hasil maksimal untuk mengantisipasi aksi
radikalisme dan terorisme secara keseluruhan, masih yang disebabkan adanya beberapa
permasalahan menyangkut terjadinya degradasi pemahaman dan pengamalan Ideologi
Pancasila ditengah-tengah masyarakat, belum terwujudnya sinergitas antarkomunitas
intelijen nasional dalam usaha pencegahan aksi terorisme, belum adanya keterpaduan
langkah dan tindakan pencegahan dan penanganan terorisme antara BNPT, Polri, Satuan
Kowil dan Lembaga-Lembaga Pemerintah dan Non Pemerintah didaerah serta belum
diberdayakannya keberadaan Tokoh-tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat dan
tokoh-tokoh pemuda dalam usaha pencegahan dan penanganan bahaya radikalisme dan
terorisme.
Dalam sejarah perjalanan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Terorisme
dan Radikalisme telah sering terjadi dalam berbagai bentuk dan pola gerakan. Namun aksi
terorisme dengan hard core fanatikus yang siap mati, baru ditemukan saat ini, dimana
terorisme bentuk ini lebih merupakan efek langsung dari keberadaan doktrin terorisme
global yang menyatu dengan potensi terorisme yang ada di Indonesia, seperti fanatisme,
komunalisme, dan radikalisme ideologis yang memang telah ada sebelumnya. 1 Tindakan
terorisme telah terjadi semenjak awal kemerdekaan Republik Indonesia atau pada masa
orde lama. Pada tanggal 30 November 1957, sebuah geranat tangan meledak saat
Presiden Soekarno hendak meninggalkan Perguruan Cikini di Jalan Cikini Jakarta.
Dimasa era reformasi eskalasi tindakan terorisme semakin meningkat dan terjadi
diberbagai daerah, khususnya ledakan Bom di Pulau Bali, sehingga Presiden RI
mengeluarkan Inpres No. 4 tahun 2002 Tentang Pemberantasan Terorisme, yang intinya
adalah menginstruksikan Menko Polhukam untuk segera membuat kebijakan dan strategi
nasional dalam pemberantasan terorisme. Sebagai tindak lanjut Inpres tersebut, maka
kebijakan dan strategi pemberantasan terorisme ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang RI No. 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
1
Laporan Penelitian, Pencegahan Dan Penanganan Terorisme Di Indonesia, Analisa Perbandingan
Dengan, Beberapa Negara Di Asia Tenggara, (Thailand, Singapura, Malaysia Dan Filipina), Jakarta,
Direktorat Jenderal Strategi Pertahanan Dephan, Direktorat Analisa Lingkungan Strategis, 2007, Hal. 34-35
4
Terorisme yang ditandatangani pada tanggal 18 Oktober 2002. Kemudian dibentuk Desk
Koordinasi Pemberantasan Terorisme (DKPT) melalui Kepmenko Polhukam No : Kep-
26/Menko/Polhukam/11/2002, yang selanjutnya pada tanggal 4 April Tahun 2003 lahirlah
UU RI No. 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU RI No.
1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang.
Mencermati perkembangan situasi yang sangat dinamis dalam rangka
penanggulangan terorisme, maka pada tanggal 31 Agustus 2009 Komisi I DPR-RI
melakukan rapat kerja dan merekomendasikan kepada Pemerintah untuk membentuk
suatu badan yang berwenang melakukan tugas penanggulangan terorisme. Sebagai
tindak lanjutnya maka terbentuklah Badan Nasional Penanggulangan Terorisme melalui
Peraturan Presiden RI No. 46 Tahun 2010 tentang Badan Nasional Penanggulangan
Terorisme, sebagaimana yang telah diubah dengan Peraturan Presiden No. 12 Tahun
2012. Pembentukan BNPT tersebut diharapkan dapat mengelaborasi seluruh kekuatan
dan kemampuan yang dimiliki oleh bangsa dan negara, khususnya TNI dan POLRI dalam
penanggulangan terorisme.
Dalam konteks penanganan dan pencegahan terorisme di Indonesia, terdapat satu
elemen negara yang tidak mungkin dilepaskan perannya dalam upaya mencegah,
menangani, ataupun menjaga kedaulatan NKRI, dimana elemen tersebut adalah Tentara
Nasional Indonesia (TNI). 2 Secara historis, peran TNI dalam proses memperjuangkan,
merebut dan mempertahankan kemerdekaan NKRI, memiliki peran yang sangat
signifikan.3 Namun khusus untuk kasus terorisme yang saat ini mengancam kedaulatan
negara, peran TNI tidak sesentral sebelumnya. Dengan kata lain, peran TNI sebagai
sebuah institusi hanya dibatasi pada upaya penanggulangan dengan menggunakan hard
power. Padahal, bila meninjau peran TNI sebelumnya, TNI telah membuktikan dirinya tidak
hanya berfungsi sebagai piranti keras negara yang hanya mampu bila dihadapkan pada
ancaman yang bersifat tradisonal dan konvensional. Melainkan, TNI telah terbukti berhasil

2
Lebih jauh, terbentuknya NKRI sangat terkait erat dengan proses terbentuknya rasa nasionalisme
dan patriotisme rakyat Indonesia yang kemudian dilembagakan dalam organisasi TNI. Aksi-aksi
radikalisme, separatisme dan terorisme yang pernah ada di Indonesia baik yang bersifat tradisional
maupun non tradisional, konvensional maupun non konvensional, dan yang bersifat potensial maupun
aktual tidak pernah lepas dari peran dan ketangguhan TNI dalam menyelesaikannya.
3
Sebagai kekuatan utama dalam pertahanan negara TNI, telah membuktikan dalam partisipasi aktif
penyelesaian beberapa aksi yang telah merongrong kedaulatan NKRI seperti dalam penyelesaian
pemberontakan DI-TII, Permesta, Kahar Muzakar dan Gerakan 30 September 1965 serta penanganan
akibat bencana alam. Peran-peran tersebut telah menempatkan TNI sebagai unsur penting dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara bangsa Indonesia, sehingga keberadaan TNI dan NKRI tidak dapat
dipisahkan.
5
dalam menjaga keamanan dan stabilitas negara dalam bentuk soft power, serta menyatu
secara kultural dengan semangat dan aspirasi rakyat Indonesia selama bertahun-tahun.
Terlepas dari sudut pandang demokrasi 4 dan fungsi militer di negara lain pada umumnya,
militer di Indonesia adalah salah satu pengecualian yang hampir tidak mungkin dilepaskan
perannya dalam proses menyelesaikan segenap pesoalan yang mengancam keutuhan
NKRI. Berdasarkan fakta historis tersebut, maka tidak mungkin melepaskan peran dan
fungsi TNI dalam menyelesaikan dan memberantas aksi terorisme. Sebab terorisme dan
radikalisme saat telah dikategorikan sebagai extraordinary crime, dimana spektrum
ancamannya telah merongrong kedaulatan, pertahanan dan ketahanan nasional.
Disamping itu, Pasal 7 ayat (1) UU RI No. 34 Tahun 2004 Tentang TNI
menyatakan bahwa Tugas Pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara,
mempertahankan keutuhan wilayah NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD RI 1945,
serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan
gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. Selanjutnya ayat (2) menyatakan
bahwa Tugas Pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan: (a) Operasi
Militer untuk Perang (OMP), (b) Operasi Militer Selain Perang (OMSP). OMSP ini meliputi
14 bidang, dan salah satu diantaranya adalah mengatasi aksi terorisme. Bagi TNI “entry
point” dalam menghadapi serbuan terorisme, baik secara fisik maupun psikis berupa
mental dan ideologi memerlukan adanya suatu kesiapan yang optimal dalam
menghadapinya, untuk itu dengan merujuk orientasi capability based defence, TNI
senantiasa terus mengembangkan kapasitas dan kapabilitasnya, dengan mengoptimalkan
operasionalisasi pasukan-pasukan khusus di jajaran TNI termasuk satuan Kowil di daerah
dalam rangka menghadapi kecenderungan perkembangan ancaman radikalisme dan
terorisme.
Permasalahan yang dihadapi dalam pencegahan dan penanggulangan ancaman
radikalisme dan terorisme yaitu masalah Penegakan hukum terhadap sistem kejahatan
radikalisme dan terorisme masih lemah. Kualitas SDM mudah dimanfaatkan dan masih
rentan terhadap aksi penggalangan menjadi simpatisan kelompok radikal dan teroris.
Tingkat kewaspadaan masyarakat terhadap modus operandi kelompok radikal dan teroris
4
Sistem demokrasi mensyaratkan peran militer yang minimal dalam fungsi pemerintahan dan
pengamanan masyarakat sipil, serta memberi ruang yang seluas-luasnya pada kelompok sipil untuk
menentukan pilihannya (civilian supremacy). Oleh sebab itu, peran militer dalam era demokrasi hanya
diposisikan sebagai alat negara yang bertugas mengamankan Negara dari ancaman yang bersifat
tradisional dan konvensional. Lihat, Samuel P. Huntington, Gelombang Demokratisasi Ketiga, Jakarta,
Pustaka Utama Grafiti, 2001, hal. 131.
6
masih lemah. Kemampuan aparat keamanan dalam mendeteksi dini, menangkal,
mencegah dan menangkap kelompok radikal dan teroris masih terkendala baik peralatan
maupun koordinasi di lapangan.
Pengaruh perkembangan lingkungan strategis. Global, Issue global yang meliputi
demokratisasi, HAM dan lingkungan hidup telah berkembang ke arah perang melawan
teroris internasional bahkan beberapa negara maju telah menerapkan konsep
penyerangan awal terhadap terorisme yang berada di negara tertentu. Meskipun banyak
negara yang tidak menyetujuinya tetapi konsep tersebut tetap disosialisasikan secara
Internasional yang disponsori oleh Amerika Serikat. Sikap Amerika Serikat yang selalu
memihak kepada Israel, sehingga masyarakat muslim dunia yang berpihak pada
perjuangan Palestina menaruh sikap antipati terhadap politik Amerika. Regional,
Lemahnya penegakan hukum dan sistem keamanan kawasan, dimanfaatkan oleh para
penyelundup untuk penyelundupan senjata api masuk ke Indonesia dengan sasaran
daerah-daerah konflik seperti Aceh dan Poso. Wilayah Thailand Selatan yang memiliki
warga muslim Islam fundamentalis telah diklaim oleh Kelompok Al Jemaah Al lslamiyah
sebagai bagian dan Daulah Islamiyah Nusantara. Kelompok Abu Sayyaf di Filipina
disinyalir ada kaitan dengan jaringan kelompok teroris internasional dan kelompok Al
Jemaah Al lslamiyah di Indonesia. Kelompok Al Jemaah Al Islamiyah yang merupakan
jaringan teroris internasional lahir di wilayah Johor Malaysia pada tahun 1995. Kondisi
tersebut telah memasuki cara berpikir masyarakat marginal dipedesaan. Nasional,
Ideologi. Adanya kelompok untuk mengubah Pancasila dengan Ideologi lain yang
berorientasi kepada agama, faham liberal atau faham sosialis/komunis. Ada upaya
kelompok agama ingin memasukkan Syariat Islam secara konstitusional. Kelompok faham
sosialis/komunis melalui kelompok radikal berbasis sosial/komunis selalu berupaya untuk
mencabut Ketetapan MPRS No.XXV/MPRS/1966 sehingga ajaran komunis dapat hidup
kembali di wilayah Republik Indonesia. Politik, Permasalahan pelaksanaan Otonomi
Daerah dan pemekaran wilayah di beberapa daerah di Indonesia terkesan dipaksakan.
Pemaksaan keinginan ini merupakan salah satu wujud distorsi perpolitikan di Indonesia
yang pada gilirannya berkembang issue timbulnya ancaman disintegrasi bangsa. Proses
demokrasi yang tidak didukung oleh budaya partisipasi politik akan menimbulkan sikap
arogansi, ingin kebebasan yang tanpa batas dan bermuara pada disintegrasi. Kondisi
demikian merupakan suasana nyaman tumbuhnya aksi teror pemaksaaan kehendak.
Ekonomi, Krisis ekonomi yang berkepanjangan mengakibatkan rapuhnya sistem ekonomi
7
bangsa terhadap daya saing perdagangan global, semakin jauh ketertinggalan dari
kemampuan memiliki posisi tawar ekonomi di mata dunia. Berakibat pada kemiskinan
masyarakat yang tidak tertolong dan pada gilirannya masyarakat memilih caranya sendiri
yaitu jalan radikal kekerasan teror tanpa menghiraukan jatuhnya korban yang tidak
berdosa. Sosial Budaya, Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama informasi
dan komunikasi di satu sisi meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas, di sisi lain dapat
mempengaruhi lunturnya semangat kebangsaan, rasa cinta tanah air, kesadaran bela
negara dan kesadaran mendahulukan kepentingan kepentingan pribadi atau golongan
daripada kepentingan umum. Masih adanya keinginan sekelompok umat muslim untuk
menegakkan syariat Islam sebagai landasan hidup bangsa Indonesia melalui serangkaian
kegiatan jalur formal maupun non formal dan tidak jarang dlakukan secara ekstrim radikal
sehingga dapat berpengaruh terhadap keharmonisan hubungan antar umat beragama,
yang rentan menimbulkan perselisihan dan konflik antar agama. Pertahanan Keamanan,
Masih terjadi berbagai konflik di beberapa daerah di wilayah Indonesia yang masih
berpotensi, seperti Poso, Papua dan beberapa daerah lainnya. Kasus-kasus pembalakann
liar, pencucian uang dan pengamanan sumber daya alam dari praktek-praktek kegiatan
ilegal ekonomi lainnya akan bermuara pada stabilitas terganggu, berakibat
ketidakpercayaan masyarakat kepada aparat keamanan dan penegak hukum semakin
kental. Demokratisasi di Indonesia telah berjalan menuju pada perubahan ke arah tatanan
kehidupan yang diinginkan masyarakat. Dukungan internasonal terhadap keutuhan NKRI
secara politis, perlu disikapi secara arif dan koreksi kedalam. Daya dukung sumber daya
alam dan potensi pasar di Indonesia, adalah beberapa dari peluang sebagai modal dasar.
Disisi lain, kualitas SDM, keterpurukan ekonomi yang berkepanjangan dan menurunnya
kesadaran wawasan kebangsaan serta bela negara merupakan kendala yang harus
ditangani segera.
Bila kita cermati secara bersama kita ketahui dari perkembangan gerakan ISIS
termasuk faham-fahamnya di tengah-tengah masyarakat selama ini yaitu bahwa tipologi
Ancaman dan Motif Teror di Indonesia terutama gerakan radikalisme ISIS dan gerakan
radikal dan terorisme lainnya memiliki motif sebagai gerakan separatis untuk mendirikan
Negara Sendiri dengan cara Merdeka/ Memisahkan diri dari NKRI; secara Ideologis ingin
mendirikan Negara Islam Indonesia dan berpartisipasi dalam global jihad terhadap
kepentingan barat seperti NII, JI, JAT kemudian ISIS, serta Syariat Islam dan
ketidakpuasan penanganan paska konflik. Benih Radikalisme dan Pola Rekrutmen.
8
Proses radikalisasi adalah tahapan terpenting dibangun kelompok radikal sebelum
akhirnya melaksanakan serangan terorisme. Pemahaman-pemahaman radikal yang sering
disalah gunakan kelompok kejahatan terorisme dalam membangun paham radikal, seperti:
konsep dan makna Jihad, Thogut, Fa’i, Ightiyalat, I’dad dan Dhiror melalui: (a) Media
Informasi Teknologi/Internet. Penggunaan website/internet sebagai media provokasi dan
propaganda kejahatan terorisme mulai ada sejak tahun 2005 dan berkembang signifikan
dari tahun 2009 sampai dengan sekarang; (b) Media Cetak & Elektronik. Buku-buku dan
VCD / CD radikal dijual bebas di masyarakat yang isinya secara langsung/tidak langsung
memprovokasi dan mempropaganda orang-orang yang membacanya. Setelah
penangkapan seringkali dilanjutkan penyitaan buku-buku dan VCD/CD radikal dari rumah
tempat tinggal para tersangka. Fakta-fakta ini mendukung proses radikalisasi melalui
media cetak dan elektronik; (c) Media Lingkungan Sosial/Masyarakat. Radikalisme juga
dapat tumbuh dan berkembang karena faktor pengaruh lingkungan dan faktor
kekerabatan/keluarga. Individu yang sehari-hari tinggal dan berkomunikasi dengan orang-
orang yang memiliki pemahaman radikal maka lambat laun dapat ikut larut dalam paham
radikal tersebut.
Pada dasarnya bahaya radikalisme dan teroris tidak akan berakhir sepanjang
tujuan utama untuk pembentukan Daulah Islamiah/Negara Islam didunia belum tercapai,
maka kegiatan radikalisme dan terorisme akan berkelanjutan. Dari aspek ideologi,
kelompok-kelompok terorisme seperti NII (Negara Islam Indonesia), JI (Jamaah Islamiah),
JAT (Jamaah Ansyarut Tauhid) dan ISIS mengusung faham ideologi Islam untuk dapat
diterapkan di Indonesia menggeser keberadaan Pancasila yang merupakan dasar dan
falsafah bangsa Indonesia. Kelompok-kelompok terorisme mempunyai suatu ideologi
yang mereka anggap benar dan menganggap bahwa mereka sedang berjihad di jalan
Allah dan berfikir bahwa, walaupun mereka mati karena bom bunuh diri, maka mati mereka
adalah mati sahid.
Perlu disadari bahwa ancaman bahaya radikalisme dan terorisme tidak akan pernah
hilang secara keseluruhan selama perbedaan ideologi dan perbedaan kepentingan politik
masih tetap ada, namun setidaknya upaya untuk mengurangi dan meminimalisir lahirnya
friksi kepentingan yang pada akhirnya menyebabkan salah satu kelompok memilih
tindakan ekstrim untuk melakukan teror harus dilakukan secara terus menerus dan
simultan. Friksi dalam kepentingan politik yang terlalu ekstrim dalam strutur global, regional
maupun domestik selama ini, telah mengakibatkan terjadinya pilihan aksi yang menjadikan
9
teror sebagai sarana untuk mencapai tujuannya. Hal ini bermula pada pemahaman akan
sebuah penghancuran tatanan yang sudah mapan hingga ke akar-akarnya, dan ingin
merubah bentuk tatanan tersebut dengan sebuah tatanan yang benar-benar baru, atau
disebut dengan radikalisme. Radikalisme merupakan paham yang menjadikan
penghancuran total terhadap sistem yang ada sebagai cita-cita politik dan perjuangannnya.
Mengingat perkembangan dunia yang bersifat global saat ini, maka tatanan dan sistem
yang terbangun juga memiliki kesinambungan dan saling mempengaruhi satu sama lain
dalam ruang lingkup yang bersifat global. Karena itu, semua sistem radikal yang berusaha
menghancurkan tatanan saat ini, akan selalu memiliki benang merah antara satu ideologi
dangan ideologi lainnya secara global. Disinilah persenyawaan antar ideologi dan
kepentingan politik radikal akan terus dapat terjadi. Dengan demikian upaya
pemberantasan terorisme yang diharapkan adalah agar terorisme tidak lagi menjadi
ancaman yang terus menerus menekan dan mengganggu stabilitas keamanan dalam
struktur negara manapun.
Radikalisme yang mewarnai/mengganti ideologi negara yang mapan dengan
ideologi kelompok tersebut, tanpa mempertimbangkan kepentingan ideologi kelompok lain
melalui gerakannya seringkali membawa instabilitas/keresahan sosial karena dilakukan
secara militan, keras, cenderung anarkis, tidak mau kompromi sehingga dapat
mengancam eksistensi kedudukan para elit penguasa. Untuk itu Stabilitas keamanan
merupakan prasyarat penting yang harus dapat diwujudkan guna terwujudnya Ketahanan
Nasional yang tangguh, dimana bahaya radikalisme dan terorisme harus dapat ditangkal
semaksimal mungkin melalui berbagai upaya menyeluruh dengan memadukan seluruh
komponen bangsa agar terwujud suatu sinergitas demi kelangsungan kehidupan
berbangsa dan bernegara yang mantap dan kondusif, sehingga proses pembangunan
nasional pada aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan Hankam dapat berjalan
guna tercapainya cita-cita dan tujuan nasional bangsa Indonesia dalam usaha
mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan perekonomian rakyat.
Guna merumuskan konsepsi pencegahan dan penanggulangan bahaya radikalisme
dan terorisme dalam rangka menjaga tetap tegaknya keutuhan NKRI secara komprehensif
dan integral, diperlukan analisis dari berbagai aspek tinjauan yang terkait dan saling
mempengaruhi. Analisis dari penulisan ini ditinjau dari aspek astagatra yang sementara
ini menurut pandangan penulis cukup mendekati pada pemecahan masalah. Tinjauan dari
Aspek Politik, Aksi teror tidak tidak mengenal diskriminatif target, membuat keharusan
10
membangun sistem keamanan terhadap manusia dan obyek vital baik militer maupun non
militer di banyak negara. Dampak bahaya radikalisme dan terorisme di bidang politik,
antara lain adalah Gangguan terhadap kehidupan demokrasi, roda pemerintahan tidak
berjalan lancar, Pemerintah yang lemah bisa jatuh. Berbagai kerja sama internasional
dikembangkan untuk mendesak langkah kooperatif dalam melawan radikalisme dan
terorisme. Perang melawan radikalisme dan terorisme, perdebatan politik terjadi di
sejumlah negara, termasuk di Indonesia, antara upaya membangun sistem keamanan
dengan pembatasan kebebasan di satu sisi dan antara sistem keamanan nasional dengan
multi nasional di sisi lainnya. Lepas dari pertarungan politik dalam dan luar negeri,
sentimen baru melawan radikalisme dan terorisme telah membuka babak baru
perkembangan arah polutik dunia. Indonesia perlu mewaspadai dan harus ada upaya
pencegahan adalah ketika para teroris internasional memanfaatkan kondisi politik atau
sosial budaya dalam negeri saat ini, masih rentan terhadap SARA, keniscayaan
kebhinekaan NKRI terancam. Perdebatan tentang adanya bahaya terorisme berlangsung
diwarnai nuansa politis. Hal demikian masih dalam kewajaran, karena masyarakat
Indonesia sedang dalam transisi perubahan menuju masyarakat yang demokratis, bebas
menyatakan pendapatnya. Wacana politik apapun yang terjadi, yang penting adalah politik
kontrol tidak membiarkan peredaran bahan peledak, pengawasan keimigrasian dan
kepabeanan merupakan langkah politik praktis yang tepat pada saat ini serta di masa
datang. Tinjauan dari Aspek Ekonomi, Jaringan teroris sangat memerlukan sumber dana
maupun sumber daya manusia untuk melakukan aksinya. Dana merupakan satu hal
penting, bukan hanya untuk pembelian senjata, alat-alat penghancur bahan peledak untuk
bom, tetapi juga untuk mempertahankan hidup sel-sel pengikutnya. Dana didapatkan dari
kegiatan ilegal perdagangan, prostitusi, judi dan sebagainya. Melalui pencucian uang hasil
kejahatan komersial, penyelundupan dan korupsi, dana menjadi bersih asal usulnya, sah
dan sulit ditelusuri. Mengingat sangat kompleksnya masalah pencucian uang karena terkait
dengan pendeteksian dini dan harus dilakukan secara tertutup, maka institusi intelijen
sangat diperlukan di dalam perumusan pencegahan terhadap kejahatan terorganisir.
Tinjauan dari Aspek Sosial Budaya dan Agama, Aksi radikalisme dan terorisme
belum dapat dihentikan, artinya sekalipun perang melawan kelompok radikalisme dan
terorisme gencar dilaksanakan dan agenda hubungan internasional untuk komitmen
bersama melawannya, serangan kelompok radikalisme dan terorisme terus berlangsung.
Kelompok radikalisme dan terorisme tegas dinyatakan tidak bisa dikaitkan dengan agama
11
tertentu, karena semua agama mengutuk terorisme. Namun untuk melawan kelompok
radikalisme dan terorisme tidak salah bila menggunakan metoda lain yaitu menggunakan
soft power persuasif antara lain mengikut sertakan tokoh-tokoh agama dalam upaya
menetralisir pembibitan dan peneyebaran ajaran radikalisme. Keberhasilan Indonesia
dalam membongkar sejumlah aksi teror selama ini, tidak berarti pada kesimpulan akhir
bahwa penganut agama Islam memiliki pemiikiran sama terhadap pemahaman radikalisme
dan terorisme yang berkembang di Indonesia khususnya diwilayah Kodim 1207/BS.
Perang melawan kelompok radikalisme dan terorisme harus dilihat sebagai perang
gagasan yang mengarah pada memenangkan pikiran dan hati masyarakat untuk tidak
simpati dan tidak mendukung gagasan kelompok radikal dan teroris. Hal demikian harus
dilaksanakan secara serempak dengan memusatkan faktor-faktor terkait seperti
kemiskinan, pendidikan dan masalah sosial lainnya. Gerakan reformasi politik dan ekonomi
sedang berlangsung di Indonesia, namun hasilnya belum maksimal bahkan aksi-aksi
ketidak puasan terhadap tatanan politik dan ekonomi bermunculan berupa unjuk rasa
anarkhis.
Tinjauan dari Aspek Kemajuan Teknologi, Bagi kelompok radikal dan teroris
menjalin komunikasi dengan dunian luar melalui internet, merupakan sarana utamanya,
melalui pembuatan situs online maka komunikasi lintas negara dapat dilakukan dengan
leluasa tanpa diketahui siapa, apa dan bagaimana, kecuali hanya kelompok jaringannya
yang dapat mengerti. Teknologi dunia maya (cyber) dimanfaatkan untuk tindak kejahatan
Cyber Crime dengan istilah hacking, carding dan hosting serta penyebar luasan artikel
melalui situs jihad. Sebagai contoh carding, pencurian data dan dana kartu kredit melalui
jaringan internet. Inilah yang disebut pergeseran modus dengan memanfaatkan kemajuan
teknologi informasi. Untuk mencegah Cyber Crime antara lain dapat dilakukan dengan
cyberpatrol di dunia maya juga. Namun hingga kini, aparat keamanan dan intelijen masih
banyak kekurangan yang dihadapi, belum memiliki pegangan security management,
termasuk peralatan pengamanannya. Disamping itu kelemahan lain yang harus
ditinggalkan yaitu belum adanya konsistensi dan keseriusan dalam mencegah terjadinya
aksi terorisme oleh semua pihak. Sinergitas instansi lainnya seperti bea cukai, imigrasi,
perhubungan dan keuangan/perbankan sangat diperlukan guna pencegahan kelompok
radikalisme dan terorisme di Indonesia.
Tinjauan dari Aspek Kebijakan, Untuk melawan kelompok radikalisme dan
terorisme membutuhkan sebuah kebijakan penanggulangan terorisme yang bersifat
12
komprehensif baik dalam tataran kewenangan maupun pelaksanaan kontra terorisme yang
bersifat umum dan menyeluruh. Diperlukan cakupan dua bidang kebijakan namun
bersamaan dalam melawan kelompok radikalisme dan terorisme di Indonesia, yaitu : 1)
Kebijakan utama yang merupakan pencegahan untuk menghilangkan peluang bagi
tumbuh suburnya kelompok radikalisme dan terorisme di dalam sendi kehidupan
masyarakat pada aspek keadilan, demokrasi, kesenjangan, pengangguran, kemiskinan,
budaya KKN, kekerasan dan sebagainya. Kebijakan yang melahirkan aturan-aturan untuk
mempersempit peluang terjadinya aksi teror dalam artian mempersempit ruang maupun
sumber daya kelompok radikalisme dan terorisme; 2) Kebijakan yang merupakan
instrumen yang menitik beratkan pada aspek penindakan diwujudkan dalam deteksi dini,
cegah dini dan respon cepat terhadap indikasi dan aksi-aksi teror, yang menuntut
profesionalitas dan proporsionalitas bagi instrumen penindak yang diberi wewenang.
Penindakan terhadap teror harus dilakukan, namun tetap menjunjung tinggi regulasi
mengenai code of conduct atau rule of engagement, sehingga apapun tindakan yang
dilakukan melawan terorisme akan terbebas dari persoalan pro dan kontra dalam opini
masyarakat. Kebijakan, strategi, metoda, teknik, taktik dan pendekatan untuk mengatasi
kelompok radikalisme dan terorisme yang diterapkan tentunya akan berbeda dari satu
negara dibanding negara lainya, mengingat adanya perbedaan pula bentuk atau style
kelompok radikalisme dan terorisme yang disebabkan oleh adanya motif-motif terorisme
seperti separatis, anarkhis, dissidents, nasionalis, marxist revolusioner atau religius.
Perbedaan penanganan juga disebabkan oleh perbedaan kondisi daerah, budaya,
adat/istiadat, hukum, sumber daya serta kemampuan satuan anti teror yang tersedia.
Indonesia dalam memerangi terorisme harus mempertimbangkan kondisi yang berlaku
terutama bidang hukum, sosial dan budaya bangsa, bila tidak justru akan menciptakan
kondisi yang kontra produktif.
Tinjauan dari Aspek Implementasi Penanggulangan kelompok radikalisme dan
terorisme, Implementasi memerangi aksi kelompok radikalisme dan terorisme dilakukan
melalui upaya-upaya represif, preventiv, preemtif, resosialisasi dan rehabilitasi serta
pengembangan infra struktur pendukung. Terdapat beberapa hambatan dalam
pemberantasan terorisme bahwa pertama, langkah-langkah operasional penindakan
terhadap aksi teror di kawasan khususnya Asia Tenggara, termasuk Indonesia, dianggap
oleh sebagian kalangan masyarakat merupakan skenario yang dipaksakan oleh negara-
negara maju kepada negara lemah dalam bidang politik, ekonomi, militer dan teknologi.
13
Kedua, adanya trauma masa lalu berdasarkan pengalaman bahwa aparat keamanan dan
sistem hukum untuk menangani kelompok radikalisme dan terorisme untuk kepentingan
kelompok penguasa dalam rangka mengembalikan kekuasaan otoriter seperti sebelumnya.
Kedua hal tersebut menimbulkan keengganan masyarakat untuk berpartisipasi dalam
proses politik memerangi terorisme. Diperlukan resosialisasi, reintegrasi dan sekaligus
keteladanan bahwa pertama, langkah-langkah yang dilakukan pemerintah adalah tidak
diskriminatif, kedua, perang melawan terorisme adalah kebutuhan mendesak untuk
melindungi WNI sesuai tujuan nasional yang diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945
dan ketiga, kerja sama dengan pihak asing dalam memberantas terorisme adalah
keharusan agar tidak timbul korban yang tidak berdosa. Sebaliknya diperlukan keberanian
masyarakat luas untuk segera melaporkan bila menemukan indikasi atau kejadian-kejadian
yang mengarah pada tindakan kelompok radikalisme dan terorisme. Bertolak dari berbagai
kegiatan yan dilakukan dalam implementasi strategi serta besaran, luas dan kompleksitas
dampal teorisme, untuk dapat mengatasinya dipersyaratkan kemampuan-kemampuan
yang harus dimiliki oleh Pemerintah dan Organisasi/Satuan Anti Teror. Bahwa perang
melawan terorisme perlu dilakukan secara terkoordinasi lintas instansi, lintas nasional dan
secara simultan bersifat represif, preventif, preemtif maupun rehabilitasi.
Konsepsi pencegahan dan penanggulangan kelompok radikalisme dan terorisme,
1) Kebijakan, ”Pemerintah melakukan pencegahan dan penanggulangan ancaman
kelompok radikal dan terorisme internasional maupun lokal yang berkolaborasi dengan
terorisme internasional dalam rangka melindungi keselamatan WNI, dengan : a)
menghormati HAM, b) meninjau kembali Undang-Undang Pemberantasan Terorisme untuk
mencapai kepastian hukum, c) tindakan yang tidak diskriminatif tanpa melihat etnis
maupun agama, d) melakukan kerja sama internasional, e) meningkatkan kewaspadaan
dan keberanian masyarakat luas untuk melaporkan indikasi kegiatan terorisme, melakukan
koordinasi lintas instansi, lintas nasional secara silmultan melalui langkah represif,
preventif, preemtif maupun rehabilitasi, f) dan menyentuh akar terorisme melalui langkah
resosialisasi dan reintegrasi para pelaku kelompok radikalisme dan terorisme ke dalam
masyarakat”. 2) Strategi, Dengan berpedoman pada kebijaksanaan tersebut di atas dan
untuk mewujudkan kemampuan segenap komponen bangsa dalam deteksi dini,
penangkalan dini, dan pencegahan dini serta tindakan dini terhadap segala bentuk
ancaman aksi kelompok radikalisme dan terorisme, maka dikembangkan strategi
digunakan : a) Strategi Jangka Pendek, Peningkatan kualitas dan kapasitas aparat dalam
14
melakukan deteksi dan penangkalan dini terhadap perkembangan ancaman Terorisme di
Indonesia. Sasaran yang ingin dicapai dalam penerapan strategi ini adalah: (1)
Terwujudnya kesamaan dan kesatuan persepsi tentang Terorisme; (2) Terbentuknya
kepribadian komponen bangsa yang pancasilais; (3) Terbentuknya jiwa nasionalisme yang
tinggi; (4) Terwujudnya disiplin nasional. b) Strategi Jangka Panjang, Peningkatan kualitas
dan kapasitas aparat dalam melakukan pencegahan dan penindakan dini terhadap
perkembangan ancaman kelompok radikalisme dan terorisme di Indonesia. Sasaran yang
ingin dicapai dalam penerapan strategi ini adalah: (1) Meningkatnya sikap keberanian dan
kemampuan segenap komponen bangsa. (2) Terbentuknya komitmen yang kuat untuk
melakukan langkah-langkah penindakan dini; (3) Terwujudnya perangkat nasional yang
mampu menjalankan fungsi dan peranannya sesuai dengan kewenangan; (4)
Meningkatnya peran serta segenap komponen bangsa terhadap aksi kelompok radikalisme
dan terorisme di Indonesia; (5) Meningkatnya kerjasama internasional.
Upaya dalam Strategi Jangka Pendek : Peningkatan kualitas dan kapasitas aparat
pemerintah.1) Untuk mewujudkan kesamaan persepsi bangsa tentang kelompok
radikalisme dan terorisme. a) Pemerintah dengan tegas segera mengeluarkan statement
secara resmi dalam rangka menghadapi kelompok radikalisme dan terorisme di Indonesia
seperti “Pernyataan perang melawan Segala bentuk ancaman kelompok radikalisme dan
terorisme di dunia; b) Pemerintah melakukan penyuluhan dan sosialisasi tentang bahaya
ancaman kelompok radikalisme dan terorisme di Indonesia; c) Pemerintah melakukan
pemekaran daerah di beberapa propinsi untuk mempermudah pengawasan. 2) Untuk
membentuk kepribadian komponen bangsa yang pancasilais, diupayakan melalui: a)
Edukasi formal, sejak dini mulai dan pendidikan pra sekolah hingga Perguruan Tinggi; b)
Edukasi non formal, melalui kegiatan penyuluhan dan sosialisasi. 3) Untuk membentuk
jiwa nasionalisme diupayakan melalui kegiatan: a) Pendidikan formal, harus dilakukan oleh
Pemerintah terhadap masyarakat sejak pra sekolah sampai Perguruan Tinggi; b)
Pendidikan non formal, Pemerintah melakukan kegiatan penyuluhan dan sosialisasi. 4)
Untuk mewujudkan Disiplin Nasional diupayakan melalui: a) Pendidikan formal, harus
dilakukan pemerintah dengan memberikan muatan materi pengetahuan pada kurikulum
pendidikan meliputi mata pelajaran Kewarganegaraan, Kewiraan, Tata Krama dan Budi
Pekerti sesuai dengan tingkat pendidikan mulai dan tingkat pendidikan dasar sampai
dengan universitas; b) Pendidikan non formal, dilakukan oleh pemerintah dengan
15
melaksanakan kegiatan penyuluhan dan sosialisasi dengan materi penyajian tentang
Peraturan Perundang-Undangan.
Upaya dalam Strategi Jangka Panjang adalah Peningkatan kualitas dan kapasitas
aparat dalam melakukan pencegahan dan penanggulangan dini terhadap perkembangan
ancaman kelompok radikalisme (ISIS) dan terorisme di Indonesia.1) Untuk memelihara
dan meningkatkan keberanian komponen bangsa, diupayakan melalui kegiatan: a)
Sosialisasi tentang bahaya dan ancaman kelompok radikalisme dan terorisme; b)
Melakukan dialog interaktif dan komunikasi secara intensif. 2) Untuk membentuk komitmen
yang kuat bagi segenap komponen bangsa, diupayakan melalui kegiatan: a) Memberikan
pengetahuan dan pemahaman tentang prosedur pencegahan dan penindakan dini; b)
Menyelenggarakan pelatihan pencegahan dan penindakan dini; c) Membangun kesadaran
akan tanggung jawab dan komitmen bersama; d) Melakukan pengawasan dan pengaturan
kegiatan; e) Meningkatkan kesiapsiagaan dan kewaspadaan semua komponen bangsa; f)
Menghilangkan faktor-faktor korelatif penyebab yang dapat dieksploitasi; g) Meningkatkan
pengamanan dan pengawasan; h) Melakukan pengetatan pemberian dokumen; i)
Melaksanakan penertiban administrasi. 3) Mewujudkan perangkat nasional yang mampu
menjalankan fungsi dan peranannya dengan melakukan refungsionalisasi dan revitalisasi
sebagai berikut: a) Aparat Intelijen. Refungsionalisasi dan revitalisasi aparat Intelijen
dengan membuat aturan perundang-undangan yang mengatur masalah tentang InteIijen di
Indonesia; b) Tentara Nasional Indonesia (TNI). Diperlukan kekuatan hukum, sarana
prasarana, anggaran yang memadai didukung dengan mekanisme dan prosedur
operasional yang jelas; c) Kepolisian Negara Republik Indonesia. Perlu diupayakan
peningkatan kemampuan profesionalisme Polri khususnya pencegahan dan
penanggulangan Tindak Pidana Terorisme; d) Criminal Justice System (CJS) dengan
kegiatan: (1) Melakukan langkah-langkah untuk penyamaan persepsi; (2) Melaksanakan
pelatihan, pertemuan, seminar dan dialog; (3) Meningkatkan kerjasama penanganan
kasus; e) Desk Koordinasi Pemberantasan Terorisme (DKPT). Melalui upaya : (1)
Mengkoordinasikan dan mengendalikan operasional lembaga-lembaga nasional yang
bertugas, berkewajiban dan berwenang memberantas kelompok radikalisme (ISIS) dan
terorisme di Indonesia; (2) Perlu disusun peraturan perundang-undangan yang dapat
mengakomodir semua kepentingan perangkat nasional dan dapat dioperasionalkan secara
Iebih terkoordinasi, sinergik dan holistik dalam rangka pemberantasan kelompok
radikalisme (ISIS) dan terorisme di Indonesia. f) Memperkuat dan mempertahankan serta
16
meningkatkan kerjasama. g) Melakukan pengawasan terhadap lalu lintas serta mendeteksi
terhadap kemungkinan para teroris memperoleh bahan peledak dan senjata. h) Memutus
hubungan para teroris dengan sindikat kriminal lainnya. i) Mengembangkan prosedur dan
mekanisme untuk mencegah adanya tempat pelarian dan tempat persembunyian
kelompok radikalisme (ISIS) dan terorisme. j) Meningkatkan pengamanan pada
kepentingan-kepentingan internasional. k) Memperluas pelaksanaan kerjasama dibidang
investigasi, penuntutan dan ekstradiksi. 4) Untuk meningkatkan peran serta segenap
komponen bangsa ditempuh melalui upaya pemberdayaan masyarakat dengan melakukan
kegiatan: a) Melakukan komunikasi dan dialog; b) Menggalakkan Siskamswakara di
seluruh wilayah Indonesia dengan upaya: (1) Meningkatkan penertiban administrasi ; (2)
Menggalakkan ketentuan wajib lapor ; (3) Membina sistem pengamanan swakarsa; (4)
Menyiagakan perangkat tanggap darurat; (5) Meningkatkan kerjasama internasional; c)
Menjelaskan secara bijak dan diplomatis kepada dunia Internasional ; d) Menindaklanjuti
MOU yang telah disepakati bersama.
Radikalisme dan terorisme merupakan ancaman potensial dan aktual yang dapat
berpengaruh terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga stabilitas keamanan
menjadi terganggu dan semakin melemahkan ketahanan nasional bangsa Indonesia di
daerah. Oleh karena itu, satuan Kodim 1207/BS perlu melakukan berbagai langkah
antisipasi bahaya radikalisme dan terorisme melalui berbagai upaya dan kegiatan antara
lain: Pertama, Pembinaan kedalam terhadap prajurit yang ada di satuan khususnya para
Danramil dan Babinsa serta Apintel dengan melakukan kegiatan : (1) Sosialisasi secara
menyeluruh mengenai faham dan gerakan radikalisme seperti gerakan radikalisme ISIS
melalui pemberian pengarahan khusus, pemberian perintah harian antisipasi gerakan
radikalisme dan apel Danramil dan Babinsa untuk memberikan pengarahan langkah dan
tindakan antisipasi yang perlu dilakukan oleh masing para Danramil dan Babinsa
jajarannya; (2) Pemberian asistensi teknis antisipasi faham dan gerakan aksi radikalisme
di daerah melalui kerjasama dengan pihak Kapolres maupun pihak BNPT yang ada di
daerah; (3) Memberikan Buku Pedoman Khusus tindakan antisipasi yang perlu dilakukan
dalam menangkal gerakan atau faham radikalisme dan terorisme; Kedua, Melakukan
tindakan pencegahan keluarga prajurit agar tidak terkontaminasi paham radikalisme
dengan sosialisasi melalui pendekatan kekeluargaan mengenai seluk beluk gerakan dan
faham radikalisme, memperkuat pemahaman keluarga prajurit mengenai Ideologi
Pancasila sebagai ideologi dan pandangan hidup bangsa; memperketat pengawasan
17
terhadap para keluarga prajurit dalam melakukan aktivitas kegiatan harian di luar asrama
dengan memberdayakan keberadaan intelijen tertutup; Ketiga, Antisipasi terhadap
masyarakat apabila telah diketahui ada salah satu warga terlibat kegiatan radikalisme
dapat dilakukan berbagai kegiatan antara lain : (1) Sosialisasi faham dan gerakan
radikalisme kepada seluruh masyarakat melalui penyuluhan khusus dan komunikasi sosial
secara intensif dengan memberdayakan forum-forum pertemuan khusus melalui LKMD,
Pertemuan Rukun Tetangga dan Rukun Warga maupun dengan pendetakan door to door
dengan mendatangi secara langsung seluruh masyarakat yang telah terindikasi maupun
belum terpengaruh oleh faham/ideologi ISIS; (2) Peningkatan pemahaman masyarakat
akan ancaman bahaya radikalisme dan terorisme dengan jalan : (a) Penyuluhan.
Penyuluhan hendaknya dilakukan oleh pemerintah daerah bersama-sama komponen
organisasi masyarakat sampai ke tingkat-tingkat desa/kelurahan dengan melibatkan unsur
dari kemitraan yang terbentuk, termasuk aparat keamanan setempat. Dari pihak TNI
terutama dilaksanakan oleh Babinsa dan dari Kepolisian dilaksanakan oleh Binmas; (b)
Kampanye melalui media massa. Dengan bekerjasama melibatkan pihak pers perlu lebih
aktif dilakukan kampanye tentang bahaya terorisme. Di dalam kampanye, hendaknya
melibatkan figur-figur publik, termasuk eks anggota teroris kalau memungkinkan; (c) Media
masa. Selain penyuluhan dan kampanye, penyampaian informasi juga dapat dilakukan
dengan penulisan artikel-artikel yang berkaitan dengan pencegahan bahaya terorisme
melalui berbagai media massa cetak, buku-buku, buklet yang diberikan secara gratis, atau
melalui program acara di media elektronik radio dan televisi. (3) Mengaktifkan peranan
kelembagaan pertahanan sipil yang ada di tiap-tiap RT/RW untuk melaksanakan ronda
malam dengan mengikutsertakan masyarakat secara bergiliran. Selama ini, kegiatan ronda
malam biasanya hanya dilaksanakan pada saat-saat tertentu saja, misalnya pada saat
menjelang peringatan HUT RI, Pemilu, Pilkada atau momen-momen penting dan
bersejarah lain bagi bangsa Indonesia. Dengan keadaan tersebut, maka seringkali
masyarakat lengah sehingga seringkali pula terjadi gangguan keamanan dalam
masyarakat; (4) Meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya kesiagaan di
tempat-tempat umum seperti bandar udara, pelabuhan laut, terminal, hotel, mal-mal,
rumah sakit dan tempat-tempat publik lainnya. Sistem standar minimal keamanan lokal
seperti yang telah diberlakukan hingga saat ini hendaknya tetap ditingkatkan
operasionalnya. Personil-personil keamanan sipil yang ada di tempat-tempat umum
hendaknya diberi pelatihan yang memadai untuk mengantisipasi dan menanggulangi
18
kemungkinan terjadinya kondisi krisis; (5) Memberi pemahaman kepada masyarakat untuk
selalu siap apabila terjadi kondisi darurat. Dalam penyampaian tentang hal tesebut,
diupayakan dengan cara yang bijaksana, jangan sampai menimbulkan ketakutan dalam
masyarakat. Masyarakat didorong untuk memiliki kemampuan menghadapi kondisi krisis,
menyediakan nomor-nomor penting dari lembaga-lembaga setempat seperti polisi, rumah
sakit, pemadam kebakaran dan crisis center lainnya. Selain itu, masyarakat diharapkan
memiliki alat-alat pemadam kebakaran sederhana dan perlengkapan P3K dan diberikan
pemahaman bagaimana cara-cara penggunaan alat-alat P3K tersebut; Ketiga, Melakukan
tindakan pencegahan agar paham radikalisme tersebut tidak masuk/ menyebar diwilayah
melalui : (1) Melalui Babinsa yang ada di tingkat Koramil, melakukan tindakan proaktif
terhadap pembinaan langsung masyarakat yang diarahkan untuk memberi kesadaran
pentingnya meningkatkan pertahanan dan keamanan wilayah atau di lingkungan
masyarakat dari bahaya radikalisme; (2) Berupaya melengkapi unsur-unsur personil dan
peralatan guna kepentingan koordinasi terpadu secara vertikal maupun horisontal dengan
lembaga-lembaga yang ada di satuan-satuan Komando Wilayah (Kowil) mulai dari tingkat
Kodam hingga Koramil, sehingga secara cepat mampu mengambil tindakan yang
diperlukan ketika eskalasi aksi teror menjadi semakin meningkat; (3) Mengirimkan personil
pelatih untuk memberikan pendidikan dan pelatihan yang diperlukan masyarakat secara
individu maupun secara kelompok dalam rangka meningkatkan ketahanan masyarakat dari
setiap ancaman yang muncul, termasuk ancaman kelompok radikalisme dan terorisme; (4)
Meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan personil lapangan agar setiap saat
diperlukan dapat secara cepat mengatasi persoalan yang mengancam keamanan wilayah;
(5) Bersama-sama instansi pemerintah daerah dan POLRI untuk membentuk pusat-pusat
anti teror dan meningkatkan peran personil dan unsur kelembagaan yang ada di bawahnya
dalam rangka mengantisipasi ancaman terorisme maupun ancaman lain yang dapat
mengganggu stabilitas keamanan nasional; (6) Membentuk kemitraan terpadu. Dalam
pemberdayaan masyarakat untuk cegah tangkal bahaya radikalisme dan terorisme, perlu
adanya kemitraan terpadu antara pemerintah daerah, POLRI, TNI serta organisasi-
organisasi massa baik yang berbentuk korporasi maupun non-korporasi. Kemitraan
tersebut terutama difokuskan pada sasaran untuk meningkatkan pemahaman masyarakat
akan ancaman kelompok radikalisme dan terorisme dan merangsang masyarakat untuk
aktif berpartisipasi dalam mencegahnya.
19
Dari pembahasan tersebut diatas maka dapat kita ambil beberapa kesimpulan
bahwa radikalisme adalah ideologi oposisi dalam kerangka besar peta politik global,
dimana radikalisme secara sistematis merupakan antitesa terhadap semua tatanan
peradaban yang terbangun saat ini. Sedangkan fundamentalisme, merupakan bentuk
gerakan yang berbasis doktrin agama untuk kembali memurnikan ajaran agama.
Radikalisme merupakan sebuah fenomena gerakan politik yang memiliki sistem kegiatan
dan koordinasi yang terpadu baik dari struktur organisasi, mekanisme kegiatan dan pola
aksi. Dalam konteks doktrinasi, kelompok teroris membangkitkan kebencian dan rasa takut
bawah sadar masyarakat untuk kemudian dibenturkan dengan realitas yang terjadi di
sekitarnya, sehingga menciptakan sistem berpikir yang kaku dan bersifat destruktif. Dalam
konteks gerakan, terorisme dapat secara adaptif menyesuaikan sasaran dengan
kebutuhan dalam melakukan serangan, sehingga mereka dapat secara cerdas
mengembangkan dan menguasai teknologi ataupun strategi gerakan yang paling efektif
dalam melumpuhkan sasarannya. Stabilitas Keamanan dan Ketahanan Nasional
merupakan kondisi yang dibutuhkan untuk menjaga kelangsungan hidup bangsa dan
negara sebagai hasil dari kerjasama sinergis antara TNI terutama Satuan Kodim-Polri
dengan Lembaga Pemerintah dan Lembaga Non Pemerintah,sekaligus mampu menjadi
motivasd dan dorongan bagi pemersatu bangsa dan negara Indonesia. Dalam program
pemberdayaan masyarakat untuk cegah tangak bahaya radikalisme dan terorisme di
wilayah disamping pembinaan terhadap para prajurit dan keluarganya juga diperlukan
adanya tindakan antisipasi untuk mencegah penyebaran faham radikalisme di wilayah
dengan meningkatkan pemahaman masyarakat, meningkatkan kemampuan dalam
deteksi dini melaui kegiatan intelijen teritorial, partisipasi dalam pencegahan, ketahanan
dalam mengantisipasi keadaan krisis, toleransi antar SARA, pemahaman politik,
kesadaran hukum dan bela negara, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Sasaran
tersebut dicapai melalui metode kemitraan, penyuluhan, seminar, pendidikan dan
pelatihan, pers, upaya dialog, dan intensifikasi pengamanan swakarsa, mewujudkan
peningkatan pemahaman dan pengamalan Ideologi Pancasila ditengah-tengah
masyarakat, mewujudkan keterpaduan langkah dan tindakan pencegahan dan
penanganan radikalisme antara Kodim, BNPT, Polri, dan Lembaga-Lembaga Pemerintah
dan Non Pemerintah, mewujudkan pemberdayaan Tokoh-tokoh masyarakat, tokoh agama,
tokoh adat dan tokoh-tokoh pemuda dalam usaha pencegahan dan antisipasi gerakan
radikalisme guna tercapainya Stabilitas Keamanan di daerah.
20
Dari kesimpulan tersebut maka dapat kita sarankan beberapa hal terkait dengan
upaya pemecahan masalah sebagai berikut : Pertama, Reformulasi tafsir ideologi
Pancasila. Hal ini penting mengingat ideologi Pancasila pada dasarnya memiliki
fleksibilitas yang tinggi dalam rangka merangkul semua elemen kepentingan bangsa baik
secara politik, ekonomi, agama, sosial dan budaya. Dalam kondisi seperti ini, berbagai
pemikiran dari berbagai landasan pemikiran ideologi mengambil alih arah gerakan
masyarakat untuk membangun sistem masyarakat baru terutama berkaitan dengan
berkembangnya faham radikalisme dan terorisme dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara; kedua, Mengkonsolidasikan berbagai elemen pemerintah maupun non
pemerintah dalam satu kerangka berpikir yang sama dalam pelaksanaan cegah tangkal
bahaya radikalisme terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara; Ketiga, Kemhan, BIN,
BAIS TNI dan pimpinan komunitas intelijen lainnya (Intel Kejaksaan, Intel Polri dan intelijen
Teritorial membentuk Tim Khusus yang bersifat gabungan untuk membahas pembentukan
Lembaga Koordinasi Intelijen Terpadu dan Satgas Intelijen Khusus guna kepentingan
perumusan penyelenggaraan operasi/kegiatan intelijen strategi maupun taktis menghadapi
ancaman bahaya radikalisme dan terorisme.
Demikian tulisan Upaya Mengantisipasi Gerakan Kelompok Radikal Diwilayah
KODIM-1207/BS guna menjaga Stabilitas Nasional ini disusun, semoga bermanfaat dan
dijadikan bahan pertimbangan unsur pimpinan dalam perumusan kebijakan pembinaan
satuan Kowil dan pedoman bagi para Danramil dan Babinsa jajaran dalam melakukan
antisipasi gerakan radikalisme di wilayah tanggung jawab masing-masing.
21

DAFTAR PUSTAKA

1. Depdagri, 2006, Peraturan Menteri Dalam Negeri No.11 Tahun 2006 Tentang
Komunitas Intelejen Daerah, Dirjen Kesbangpol Depdagri, Jakarta.
2. Peraturan Menteri Dalam Negeri No.12 Tahun 2006 Tentang Kewaspadaan Dini
Masyarakat di Daerah”, Dirjen Kesbangpol Depdagri, Jakarta,
3. Lodewijk, F. Paulus, 2002, ”Makalah Tentang Terorisme”, Sat-81/Gultor Kopasus,
Jakarta.
4. Mabes POLRI, 2003, ”Naskah Strategi Pemberantasan Terorisme” Badan Intelejen
Keamanan Mabes POLRI, Jakarta.
5. Menko Polhukam RI, 2006, “Pedoman Operasi Terpadu Dalam Penanganan Aksi
Terorisme”, Desk Koordinasi Pemberantasan Terorisme, Jakarta..
6. http://buletinlitbang.dephan.go.id/index.asp?vnomor=19&mnorutisi=7
7. Laporan Penelitian, Pencegahan Dan Penanganan Terorisme Di Indonesia, Analisa
Perbandingan Dengan, Beberapa Negara Di Asia Tenggara, (Thailand, Singapura,
Malaysia Dan Filipina), Jakarta, Direktorat Jenderal Strategi Pertahanan Dephan,
Direktorat Analisa Lingkungan Strategis, 2007.
8. Samuel P. Huntington, Gelombang Demokratisasi Ketiga, Jakarta, Pustaka Utama
Grafiti, 2001.

Anda mungkin juga menyukai